• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat pertumbuhan perekonomian adalah kondisi dimana nilai riil Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan output (Dornbusch et al., 2008). Penyebab utama dari pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya sejumlah sumber daya dan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep PDRB. PDB atau PDRB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran (Tambunan, 2001). Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply - AS) sedangkan pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand - AD) (Blanchard, 2006).

Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Teori pertumbuhan neo-klasik dimotori oleh Harrod Domar dan Robert Solow.

Model pertumbuhan Harrod dan Domar dalam Jhingan (2008) atau lebih dikenal dengan model pertumbuhan Harrod-Domar merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang. Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi mempengaruhi permintaan agregat melalui proses investment multiplier dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga investasi juga memengaruhi penawaran agregat. Domar hendak menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar peningkatan permintaan agregat setara dengan kapasitas produksi sehingga pemanfaatan kapasitas penuh dapat dipertahankan.

dengan investasi (I) dikalikan dengan besaran multiplier (1/s). Sedangkan pertumbuhan kapasitas produksi (penawaran agregat) sama dengan investasi (I) dibagi rasio kapital output (k). Melalui manipulasi matematis diperoleh laju pertumbuhan investasi yang diperlukan agar dapat menyamakan laju pertumbuhan permintaan agregat dengan laju pertumbuhan penawaran, yaitu sebesar rasio MPS (Marjinal Propensity to Save = s) terhadap COR (Capital Output Rasio = k) atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

k s I I K K Y Y = Δ = Δ = Δ ………(2.1) Dimana:

ΔY/Y = laju pertumbuhan permintaan agregat atau output

ΔK/K = laju peningkatan stok capital

ΔI/I = laju peningkatan investasi

Menurut Harrod dalam Jhingan (2008), pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan atas pertumbuhan aktual, pertumbuhan yang diinginkan, dan pertumbuhan alamiah. Pertumbuhan aktual (the actual growth = ΔY/Y) adalah laju pertumbuhan sesungguhnya yang besarnya ditentukan oleh rasio tabungan-output (S/Y) dan rasio tambahan kapitaloutput (ΔK/ΔY). Kedua besaran ini dianggap konstan dan melalui manipulasi matematis akan sama dengan tabungan. Pada tingkat laju pertumbuhan aktual, output aktual tidak selalu sama dengan output potensial.

Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan output, guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustain). Model Solow diformulasikan dengan menganggap input tenaga kerja dan modal memakai asumsi skala yang terus berkurang (diminishing returns) jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya dianalisis secara bersamaan memakai asumsi skala hasil tetap (constant returns to scale) (Todaro dan Smith, 2009). Secara ekonomi, model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam

perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007).

Mankiw (2007) menyatakan bahwa asumsi fungsi produksi bersifat constant returns to scale output akan meningkat dengan proporsi yang sama apabila kapital dan tenaga kerja digandakan dan input-output yang baru digunakan sepenting input yang telah ada. Input selain kapital, tenaga kerja dan pengetahuan diasumsikan tidak penting. Dari anggapan tersebut model Solow diformulasikan sebagai suatu hubungan fungsional dimana output per tenaga kerja efektif sebagai fungsi dari kapital per tenaga kerja efektif, yaitu:

y = f(k) ……….(2.2)

Dimana:

y = output per tenaga kerja efektif (Y/AL)

k = kapital per tenaga kerja efektif (K/AL)

Y = output

K = kapital

L = tenaga kerja

A = efektivitas tenaga kerja (pengetahuan)

AL = tenaga kerja efektif (labor augmented)

Investasi break even, (δ+n+g)k Investasiaktual dan Investasi break even, Investasi aktual, sf(k) k* 0 Sumber: Mankiw (2007)

Gambar 11 Investasi Aktual dan Break-even

konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja efektif merupakan selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan investasi break-even (yaitu investasi yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta menggantikan penyusutan kapital yang lama sehingga jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap terpelihara).

Stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even.

Sebagaimana ditunjukkan Gambar 11, apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif rendah, investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif sangat tinggi sehingga jumlahnya meningkat ke posisi stok kapital per tenaga kerja efektif keseimbangan atau laju pertumbuhannya positif. Sebaliknya pada tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif yang tinggi, investasi aktual per unit tenaga kerja lebih kecil dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif sangat rendah sehingga jumlahnya menurun ke posisi stok kapital per tenaga kerja keseimbangan atau laju pertumbuhannya negatif. Dengan demikian stok kapital per tenaga kerja efektif selalu konvergen ke posisi keseimbangannya di titik k*.

Setelah konvergensi tercapai, laju pertumbuhan stok kapital per tenaga kerja efektif mencapai nol karena pada posisi keseimbangan perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Pada posisi ini stok kapital total, tenaga kerja efektif dan output total tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sebesar jumlah pertumbuhan tenaga kerja efektif dan pertumbuhan ilmu pengetahuan. Stok kapital per tenaga kerja dan total output per tenaga kerja tumbuh sebesar pertumbuhan ilmu pengetahuan.

Pemikiran Solow di atas menunjukkan bahwa perekonomian senantiasa akan konvergen secara otomatis menuju pertumbuhan yang berimbang, yaitu

suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang berimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Di sinilah peran penting kemajuan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Solow.

Selanjutnya model pertumbuhan endogen dikembangkan untuk memperbaiki teori pertumbuhan ekonomi klasik. Model pertumbuhan neo-klasik berargumen bahwa pertumbuhan output didorong oleh tingkat perkembangan teknologi. Tanpa perkembangan teknologi, tidak akan ada pertumbuhan jangka panjang. Tetapi karena penyebab perkembangan teknologi tidak diidentifikasikan dalam model Solow, maka hal yang mendasari pertumbuhan tidak dijelaskan. Solow menganggap teknologi sebagai faktor eksogen dalam proses proses pertumbuhan (Capello, 2007). Dengan demikian model Solow tidak memperdulikan bagaimana mendorong kemajuan teknologi melalui proses belajar (learning by doing), investasi dalam penelitian dan akumulasi pengetahuan.

Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian, yaitu:

1. Pemikiran yang percaya bahwa knowledge stock adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi.

2. Pemikiran yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human capital dengan introduksi hal-hal baru (yang bersifat eksternal) dalam perekonomian merupakan factor pendorong bagi peningkatan produktivitas perekonomian.

Pemikiran yang pertama diangkat dan dikembangkan oleh Romer, yang menempatkan stok pengetahuan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat. Sehingga tingkat pertumbuhan dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara untuk meningkatkan dan menciptakan stok pengetahuan. Oleh karena itu negara maju dengan kemampuan menciptakan pengetahuan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara miskin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding dengan negara miskin. Hal ini sekaligus menolak teori konvergensi dari neo-klasik.

Pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi dalam model Romer. Dengan demikian variabel modal dalam pertumbuhan agregat neo-klasik sekarang sudah memperhitungkan unsur akumulasi pengetahuan. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu:

1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan. 2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat, yang

menyebabkan peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja.

3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset.

Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut: β α α t it it it K L K Y = 1 dengan 0 < α <1; 0 < β <1 ……….(2.3) Dimana: Yi adalah output produksi perusahaan i, Ki adalah stok modal perusahaan i , Li adalah tenaga kerja perusahaan i, dan K adalah stok pengetahuan /teknologi

(technical knowledge) agregat. K diasumsikan mempunyai efek menyebar yang positif terhadap produksi setiap perusahaan.

Pemikiran kedua (teori learning) dikemukakan oleh Lucas melalui model akumulasi human capital. Teori learning memasukkan unsur eksternalitas yang terkandung dalam peningkatan capital pada proses produksi. Peningkatan kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secar keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale.

Akumulasi modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal (on the job traning). Lucas berpendapat bahwa ekstemalitas yang dihasilkan oleh investasi dalam pendidikan umum (termasuk kegiatan produksi) serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu inilah yang menyebabkan proses bersifat learning by doing.

Model yang dikembangkan oleh Lucas menggunakan dua jenis modal, yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan yang digunakan Lucas adalah sebagai berikut: β α α t t t t t t AK u H L H Y = 1 ) ( ……….(2.4)

Dimana: Yt adalah output produksi, A adalah konstanta, K adalah stok modal, L adalah tenaga kerja, u adalah waktu yang digunakan untuk pekerja untuk berproduksi, H adalah kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata

banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Dengan Ht yang meningkat sejalan dengan ut maka fungsi produksi akan bersifat increasing breturn to scale

dimana Ht bersifat eksternal yang bergantung pada tingkat ketrampilan rata-rata tenaga kerja dalam poerusahaan tersebut.

2.2. Konvergensi

Menurut Barro dan Sala-i-Martin (2004), tingkat pertumbuhan jangka panjang ditentukan oleh variabel eksogen pada steady state, dimana k, y dan c per kapita tidak tumbuh dan variabel agregat K, Y dan C tumbuh pada tingkat laju pertumbuhan penduduk n, yang dalam persamaan dasar model Solow-Swan dinyatakan dengan: ) ( ) ( . . δ γ = = − n + k k f s k k k ………...………..(2.5)

Dengan k negatif, maka:

0 / ) ( ) ( ' . . < ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = ∂ ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ k k k f k f s k k k ……….(2.6)

Jika nilai k semakin kecil maka nilai k k .

lebih besar, ceteris paribus. Hal ini mnunjukkan bahwa perekonomian dengan modal per orang yang lebih rendah akan tumbuh lebih cepat atau adanya kecenderungan konvergensi. Suatu daerah/negara yang mulai dengan rasio modal per tenaga kerja yang rendah akan memiliki tingkat pertumbuhan k k

.

per kapita yang lebih tinggi. Hipotesis bahwa ekonomi yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat per kapita dibandingkan yang kaya tanpa melihat karakteristik perekonomian lainnya disebut konvergensi mutlak (absolute convergence) atau konvergensi nonkondisional (unconditional convergence).

Hal ini berbeda dengan konvergensi bersyarat atau kondisional (conditional convergence), yang mengakomodasi heterogenitas perekonomian. Misalnya daerah yang mempunyai stok kapital yang berbeda per jumlah penduduk atau memiliki tingkat tabungan (saving rate) yang berbeda. Pada Gambar 12, kondisi

spoor < srich dan k*poor < k*rich, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada kondisi awal k(0)poor < k(0)rich. Secara empiris, dapat dijelaskan bahwa negara-negara yang mempunyai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi cenderung memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi. Jika mereka mempunyai tingkat tabungan yang sama, maka jarak antara si . f(k)/k dengan garis (n+δ) akan lebih tinggi untuk daerah yang miskin berlaku rich poor k k k k > . .

. Sebaliknya, apabila daerah kaya memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi, perekonomian di daerah tersebut akan tumbuh lebih cepat daripada daerah miskin. Oleh karena itu, model yang digunakan untuk memprediksi konvergensi bersyarat menunjukkan bahwa daerah dengan pendapatan per kapita awal yang lebih rendah akan menghasilkan tingkat pertumbuhan per kapita yang lebih tinggi, tetapi dengan mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi steady state (Quah, 1995).

n+δ

srich.f(k)/k s

Sumber: Barro and Salaa-i-Martin (2004)

Gambar 12 Konvergensi Bersyarat/Kondisional (Conditional Convergence)