• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian mengenai konvergensi, sebelumnya pernah juga dilakukan di negara-negara Eropa yang meliputi 206 daerah NUTS II EU15 selama kurun waktu 1989 -2000 dengan menggunakan variabel pendapatan, penduduk, tingkat investasi daerah, share sektor pertanian sebagai proksi tingkat teknologi daerah, dan pembayaran dana transfer. Penelitian ini dilakukan oleh Bussoletti dan Esposti (2004) menggunakan model ekonometrik konvergensi bersyarat dalam bentuk data panel dinamis karena model ini lebih konsisten daripada model statis. Estimasi GMM diterapkan untuk memperoleh perkiraan dari parameter

konvergensi yang mencapai 5 sampai 7,5 persen. Teknik ini juga digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Kebijakan regional berupa dana transfer memberikan pengaruh yang positif sedangkan share sektor pertanian berdampak negatif terhadap pendapatan.

Identifikasi konvergensi di Indonesia dilakukan oleh Rumayya et al. (2005) menggunakan data PDRB perkapita atas dasar harga tahun 1983 untuk cross-section 30 kabupaten/kota di Jawa Timur selama periode 1983 -2001. Konvergensi β diperoleh dengan mempertimbangkan heterogenitas spasial dan ketergantungan spasial. Pemodelan dilakukan dengan statistik GI* untuk melihat cluster daerah berpenghasilan tinggi di bagian tengah dan timur serta cluster berpenghasilan rendah di bagian barat Jawa Timur. Regresi OLS dan GLS pada model konvergensi absolut tidak menemukan proses konvergensi. Proses konvergensi ini hanya ditemukan dalam model spasial konvergensi mutlak regresif untuk kelompok kaya saja, sedangkan kelompok miskin tidak. Model cross-regresif spasial konvergensi mutlak β menemukan bahwa koefisien lag spasial pendapatan awal adalah positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan adanya ketergantungan ruang yang dapat menjelaskan pertumbuhan pendapatan kabupaten/kota di Jawa Timur, dimana pertumbuhan dipengaruhi oleh pendapatan awal tetangganya. Wilayah yang dikelilingi oleh tetangga kaya akan tumbuh lebih cepat dibandingkan bila dikelilingi oleh tetangga miskin. Hal ini juga disebabkan spillover teknologi dan keuangan, artinya teknologi dan biaya produksi suatu wilayah tidak hanya ditentukan oleh faktor kawasan tetapi juga tingkat teknologi tetangganya (adanya eksternalitas dari sisi penawaran).

Selanjutnya Badinger et al. (2002) melakukan penelitian konvergensi regional menggunakan sampel 196 negara-negara Eropa selama periode tahun 1985 - 1999 dengan variabel pendapatan dan investasi. Analisis dilakukan dengan memperhitungkan efek spasial dalam model data panel dinamis karena daerah yang diamati tidak menerapkan ekonomi tertutup, sehingga harus menunjukkan interaksi ekonomi dan ketergantungan spasial. Oleh karena itu diperlukan spatial filtering untuk menghilangkan hubungan spasial tersebut sebab ketidaktahuan spasial dapat mengakibatkan hasil yang berpotensi menyesatkan. Dengan

menerapkan estimasi GMM terhadap variabel filter, didapatkan kecepatan mencapai konvergensi 6,9 persen dan elastisitas modal sebesar 0,43.

Penelitian konvergensi pendapatan dilakukan oleh Ralhan dan Dayanandan (2005) dengan level data 10 provinsi di Kanada selama periode tahun 1981 -2001, dengan menggunakan interval waktu analisis 5 tahunan. Variabel dependen yang digunakan adalah NPDP (Net Provincial Domestic Product) per kapita riil dan variabel independennya adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada usia 15 - 64 tahun dan investasi riil. Analisis dilakukan dengan mengadopsi model pertumbuhan Solow dinamik dengan teknik estimasi GMM dan membandingkannya dengan model data panel lainnya yaitu pendekatan fixed effect dan random effect. Hasil penelitian ini dapat menyatakan bahwa tingkat kemajuan teknologi dan fungsi produksi provinsi-provinsi di Kanada berada pada tingkat tertentu dan homogen. Tingkat konvergensi pendapatan per kapita mencapai 1,5 persen jika dilakukan dengan OLS dan teknik lainnya, namun meningkat hingga mencapai 6 sampai dengan 6,5 persen jika dilakukan dengan teknik GMM. Konvergensi personal disposible income di antara provinsi-provinsi di Kanada berada pada tingkat 2,89 persen.

Belajar dari negara Cina dalam mengurangi kemiskinan, de Janvry et al. (2005) meneliti bahwa tanpa kegiatan non pertanian, kemiskinan di perdesaan akan jauh lebih tinggi dan lebih dalam serta ketimpangan akan meningkat, artinya kegiatan non pertanian memiliki pengaruh spillover yang positif terhadap produksi rumah tangga pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adalah pendidikan, jarak yang dekat dengan kota, wilayah sekitarnya dan pengaruh perdesaan untuk mendapatkan akses di bidang pertanian. Penelitian lainnya mengkaji ketimpangan pendapatan dari sektor non pertanian dipengaruhi oleh pendidikan, upah dan wirausaha (Liu dan Sicular, 2008).

Hasil penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di perdesaan lebih tinggi dari pada di perkotaan walaupun pendapatan di sektor pertanian menurunkan ketimpangan (Oyekale et al., 2006). Peningkatan ketimpangan dipengaruhi oleh urbanisasi, tempat tinggal yang berada di daerah yang miskin, ukuran rumah tangga, pendidikan formal kepala rumah tangga,

lamanya sakit, keterlibatan dalam pekerjaan yang dibayar dan bisnis non pertanian, adanya kredit formal dan informal. Sementara itu Omilola (2009) meneliti fenomena ketimpangan pendapatan yang diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu penghasilan rumah tangga pertanian yang menggunakan irigasi, tadah hujan dan non pertanian. Ketimpangan terkecil berada pada rumah tangga yang pendapatannya berasal dari non pertanian, sedangkan yang terbesar adalah rumah tangga pertanian yang menggunakan irigasi.

Ding dan Knight (2008) melakukan penelitian dengan model Solow yang diperluas dengan memasukkan variabel modal manusia dan perubahan struktural selama periode tahun 1980 - 2000 dengan interval waktu analisis 5 tahunan untuk mengurangi sensitifitas siklus bisnis dari data tahunan. Variabel dependen yang digunakan adalah PDB riil per pekerja di Cina dan negara-negara pembandingnya yang diteliti. Sedangkan variabel dependen meliputi saham tabungan diproksi dengan investasi di PDB riil, data penduduk usia 15-64 tahun untuk menghitung penduduk usia kerja, modal manusia diproksi dengan rata-rata lama sekolah di atas usia 15 tahun, jumlah angkatan kerja dan tenaga kerja pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi internasional bervariasi, dimana investasi modal fisik, perubahan struktur kerja, konvergensi bersyarat dan pertumbuhan penduduk merupakan sumber utama perbedaan pertumbuhan Cina dan negara-negara lainnya.

Firdaus dan Yusop (2009) dalam penelitiannya menguji konvergensi pendapatan antar provinsi di Indonesia dengan menggunakan data panel dinamis dalam kurun waktu 1983-2003. Hasil penelitiannya dengan metode FD-GMM menyimpulkan bahwa proses konvergensi antar provinsi terjadi di Indonesia, namun kecepatan konvergensi 0,29 persen relatif sangat lambat dibandingkan dengan penelitian di negara berkembang lainnya. Dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa penggunaan dengan data panel statis dan dinamis memberikan hasil yang berbeda dalam hal konvergensi.

Wahyuni (2011) dalam penelitiannya mengenai konvergensi dan ketimpangan wilayah yang dilakukan dengan menggunakan 105 kabupaten/kota di Pulau Jawa dalam kurun waktu 2001-2009. Untuk melihat konvergensi, variabel dependen yang digunakan dalam pelitiannya menggunakan pendekatan

PDRB per kapita dan pengeluaran perkapita per kabupaten, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah investasi dan tenaga kerja. Hasil penelitiannya menyimpulkkan bahwa melalaui pendekatan PDRB perkapita dengan panel dinamis metode FD-GMM konvergensi pendapatan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa tidak terjadi, sedangkan berdasarkan pendekatan pengeluaran rumahtangga perkapita ternyata konvergensi terjadi di Jawa. Konvergensi juga terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah baik dengan pendekatan PDRB dan pengeluaran, sedangkan Jawa Timur konvergensi terjadi dengan pendekatan pengeluaran perkapita, dari pendekatan PDRB tidak terjadi konvergensi. Faktor-faktor yang ssecara signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan wilayah dari hasil penelitianya diantaranya share manufaktur, pendidikan tenaga kerjan, infrastruktur kesehatan, listrik, dan air bersih.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan berdasarkan wilayah koridor ekonomi pada kabupaten/kota di Indonesia yaitu menganalisis disparitas wilayah berdasarkan pembagian wilayah koridor ekonomi Indonesia. Variabel infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini ditambahkan selain dari penelitian terdahulu diantaranya adalah persentase rumahtangga yang menggunakan listrik, persentase rumahtangga yang menggunakan air bersih, persentase rumahtangga pengguna telepon, dan rasio jumlah kelas SMA terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun untuk pendekatan infrastruktur pendidikan. Selain itu variabel independen yang berpengaruh terhadap disparitas juga ditambahkan selain kontribusi sektor pertanian dan manufaktur terhadap PDRB, sehingga diharapkan lebih dapat menjelaskan fenomena yang ada.

2.6. Kerangka Pemikiran

Pembangunan perekonomian di suatu wilayah diupayakan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal walaupun pada tingkat pembangunan berbeda. Penelitian perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia ini memasukkan variabel tingkat pembangunan ekonomi yang diproksi dengan share (kontribusi) sektor pertanian dan sektor manufaktur karena menentukan output produksi setiap wilayah. Adanya keseimbangan umum dalam setiap input

produksi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi. Oleh karena itu penelitian ini menggabungkan peranan pemerintah dan swasta (termasuk didalamnya rumahtangga) dalam meningkatkan output perekonomian, yang merupakan proksi dari pendapatan regional. Peranan pemeintah dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran, sesuai dengan format APBD sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal. Variabel yang dikaji dalam sisi penerimaan adalah pajak, sedangkan dari sisi pengeluaran adalah belanja rutin yang merupakan belanja keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan dan belanja pembangunan yang merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proyek-proyek yang meliputi belanja modal dan belanja penunjang. Selanjutnya peranan swasta dilihat menurut faktor-faktor produksi, meliputi investasi, tenaga kerja dan pendidikan tenaga kerja.

Ukuran kesejahteraan yang biasanya digunakan dalam penelitian-penelitian kewilayahan adalah PDRB, yang menunjukkan output regional yang dihasilkan, tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksinya. Sekalipun pemilik faktor produksinya berasal dari luar wilayah, namun jika kegiatan ekonominya dilakukan di wilayah tersebut, tetap dihitung dalam PDRB. Oleh karena itu sebagian ukuran kesejahteraan rakyat, PDRB mempunyai kelemahan karena kurang mampu merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Ukuran kesejahteraan masyarakat yang seyogyanya digunakan adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi seluruh masyarakat. Karena ukuran ini sangat sulit diperoleh, penelitian ini menggunakan proksi jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumahtangga. Angka ini diharapkan lebih menjelaskan seberapa besar kebutuhan masyarakat telah terpenuhi jika dilihat dari sisi konsumsi.

Agar dapat melihat konvergensi dari sisi pendapatan wilayah dan pendapatan rumahtangga, penelitian ini menggunakan dua pendekatan. Pertama, pendekatan pendapatan melalui total output yang dihasilkan setiap wilayah yang tercermin dalam nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000, sehingga menghilangkan inflasi. Kedua, pendekatan pendapatan rumahtangga secara agregat yang diproksi dengan menggunakan data pengeluaran rumahtangga yang diperoleh dari data

Susenas BPS. Data pengeluaran juga telah dideflasi dengan menggunakan deflator PDRB. Berdasarkan beberapa pendekatan tersebut, diharapkan adanya implikasi kebijakan yang lebih dapat diaplikasikan secara nyata demi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kebijakan yang diambil nantinya bisa memperbaiki perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia yaitu adanya pertumbuhan ekonomi dengan disertai pemerataan antar wilayah tersebut.

Perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia

Gambar 15 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian

Tingkat Pembangunan Ekonomi

Share Pertanian Share Manufaktur Swasta Pemerintah Investasi Tenaga kerja Pendidikan Tenaga Kerja Infrastruktur Rutin Pembangunan Disparitas Wilayah

Strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan disparitas

antar wilayah koridor ekonomi Jalan Listrik Air Bersih Telepon Kesehatan Konvergensi Pendekatan PDRB adhk 2000 Pendekatan Pengeluaran Rumahtangga