• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Deskripsi Teoritik, Kerangka Berpikir dan Hipotesis

A. Deskripsi Teoritik

1. Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

a. Hakikat Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

W. Gulo dalam Evelin mengemukakan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya.10 Sedangkan menurut Roy Killen dalam Wina, ada dua macam pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (tracher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches).11 Pendekatan Model-Eliciting Activites (MEAs) adalah salah satu pendekatan yang berpusat pada siswa yang memungkinkan siswa untuk lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar di dalam kelas.

Model-Eliciting Activites (MEAs) terbentuk pada pertengahan tahun 1970-an dan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan pengguna kurikulum. MEAs disusun oleh pendidik matematika, profesor dan lulusan di seluruh Amerika dan Australia, untuk digunakan oleh guru matematika. Ada dua alasan terbentuknya MEAs, yang pertama MEAs akan mendorong siswa untuk membuat suatu model matematika untuk memecahkan masalah yang rumit, seperti yang biasa seorang ahli matematika lakukan di kehidupan nyata. Kedua, MEAs dirancang untuk memungkinkan para peneliti menyelidiki berpikir matematis siswa. MEAs memiliki potensi untuk mengembangkan bakat matematika, karena melibatkan para siswa dalam tugas-tugas matematika yang rumit.12

10

Evelin Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet. II, h. 75.

11

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 8, h. 127.

12

Chamberlin, S. A., Moon, S. M., Model-Eliciting Activities as a Tool to Delevop and Identify Creatively Gifted Mathematicians, Journal of Secondary Gifted Education, 2005, Vol. XVII, No. I

16

Mereka mengharapkan siswa dapat mengembangkan sebuah model matematis berupa sistem konseptual yang membuat siswa merasakan beragam pengalaman matematis tertentu. Model matematis siswa adalah hasil dari proses-proses rekursif ketika siswa mengemukakan ide, menguji, meninjau ulang dan memperluas interpretasi mereka.

Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan perluasan atau pengembangan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas yang menghasilkan model matematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Pendekatan MEAs berisi masalah-masalah matematika yang dibuat oleh para pengajar matematika, professor dan pascasarjana, melalui Amerika dan Australia, untuk digunakan oleh instruktur matematika .13

Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan pendekatan yang didasarkan pada masalah realistis, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model untuk membantu siswa membangun pemecahan masalah dan membuat siswa menerapkan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajarinya. Iterasi pemecahan masalah yang paling penting dari sebuah MEAs adalah untuk mengemukakan, menguji, dan meninjau kembali model yang akan memecahkan suatu permasalahan.14 Perolehan model dan sistem berpikir ditekankan secara kontras untuk menyatukan ide yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Menurut Eric dan Richard, iterasi dalam kelompok melalui siklus “mengemukakan, menguji, meninjau kembali” dari suatu model peninjauan kembali dapat menghasilkan struktur kognitif dan pemahaman baru dalam anggota kelompok, lebih efektif daripada satu kali aplikasi siklus. Solusi MEAs menawarkan sebuah alternatif keseimbangan bagaimana “hasil” dan “proses” ditekankan dalam kurikulum.

13

Chamberlin, S. A., Moon, S. M. , How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activities Approach in Mathematics?, 2005, p. 4,(http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/chamberlin.pdf).

14

Eric Hamilton, Richard Lesh, et. al. Model-Eliciting Activities (MEAs) as a Bridge Between Engineering Education Research and Mathmatics Education Research, (Los Angeles: Advance in Engineering Education, 2008), p. 4.

17

Model-Eliciting Activities (MEAs) secara ideal disusun untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga siswa memiliki konstruksi matematika yang kuat. MEAs membantu perkembangan pemikiran siswa karena siswa membuat model mereka sendiri untuk memecahkan masalah-masalah matematika. Siswa tidak perlu berlama-lama mencari satu jawaban yang mungkin hanya diketahui oleh gurunya. Untuk memperkenalkan MEAs, guru tidak mencontohkan proses algoritma untuk menyelesaikan permasalahan seperti yang dilakukan dalam langkah-langkah pembelajaran biasa. Dalam MEAs siswa didorong untuk belajar mandiri, menemukan metode-metode dan model-model yang dapat memecahkan permasalalahan. Dan kemudian mereka dituntut untuk dapat mengeluarkan ide pikiran dan berani mengemukakannya melalui model matematis, serta menguji dan meninjau kembali model jika terdapat kesalahan.

MEAs mempunyai tujuan agar siswa lebih memahami dan mendorong siswa dalam pemecahan masalah, yaitu mendorong siswa membangun model matematika untuk memecahkan masalah yang kompleks, dan sarana bagi para pendidik untuk lebih memahami pemikiran siswa.15 Dalam Model-Eliciting Activities (MEAs) siswa menghasilkan alat konseptual (rumus) yang berisi penggambaran eksplisit atau sistem penjelasan yang berfungsi sebagai model dimana siswa memberitahu aspek-aspek penting bagaimana siswa tersebut menginterpretasi situasi pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan Model-Eliciting Activites (MEAs) adalah pendekatan yang berpusat pada siswa dimana kegiatan yang dilakukan siswa diawali dengan menemukan suatu masalah dari kehidupan nyata yang sering terjadi sekitar siswa, lalu mengambil informasi yang penting dan mengubahnya menjadi suatu model matematis yang dapat digunakan untuk situasi sejenis dan kemudian mencari penyelesaian dari model tersebut serta menginterpretasikan solusi pemecahan masalah tersebut kembali ke dunia nyata.

15

Geetanjali Soni, Model-Eliciting Activities and Reflection Tools for Problem Solving, (http://litre.ncsu.edu/sltoolkit/MEA/MEA.htm).

18

Lesh dan Doerr menyatakan enam prinsip untuk mengembangkan Model-Eliciting Activities (MEAs), yaitu: The personal meaningfulness principle, The model construction principle, The self-evaluation principle, The model-documentation principle, The simple prototype principle, dan The model generalisation principle.16

Chamberlin dan Moon memaparkan keenam prinsip tersebut sebagai berikut. Prinsip yang pertama adalah Prinsip Realitas (The personal meaningfulness principle/The reality principle). Prinsip ini disebut juga prinsip keberartian. Prinsip ini menyatakan bahwa skenario yang disajikan sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa dan menstimuluskan aktivitas yang nyata, menerapkan cara matematikawan ketika menyelesaikan permasalahan. Permasalahan yang lebih realistis lebih memungkinkan solusi kreatif dari siswa.

Prinsip yang kedua yaitu Prinsip konstruksi model (The model construction principle). Prinsip ini menyatakan bahwa respon yang sangat baik dari tuntutan permasalahan adalah penciptaan sebuah model. Sebuah model adalah sebuah sistem yang terdiri atas elemen-elemen, hubungan antar elemen, operasi yang menggambarkan interaksi antar elemen, dan pola atau aturan yang diterapkan pada hubungan-hubungan dan operasi-operasi. Sebuah model menjadi penting ketika sebuah sistem menggambarkan sistem lainnya. Prinsip ini berisi pengkonstruksian, pemodifikasian, perluasan, dan atau peninjauan kembali dari sebuah model. Karakteristik MEAs yag paling penting ini mengusulkan disain aktivitas yang merangsang kreativitas dan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Chamberlin dan Moon menuturkan bahwa penciptaan model matematis membutuhkan suatu konsep yang kuat tentang pemahaman masalah sehingga dapat membantu siswa menjelmakan pemikiran mereka. Keuntungan menciptakan model matematis adalah dapat memberikan pemahaman mendalam dan memungkinkan siswa untuk mentransfer respon mereka kepada situasi serupa untuk melihat apakah model dapat digeneralisasikan. Pembelajaran MEAs

16

Richard Lesh, Helen M. Doerr, Beyond Constructivism: Models and Modeling Perspectives on Mathematics Problem Solving, Learning, and Teaching. (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2003), p. 43-44

19

membiasakan siswa dengan proses siklis dari pemodelan: menyatakan, menguji, dan meninjau kembali.

Prinsip yang ketiga yaitu Prinsip Penilian Diri (The self-evaluation principle/The self-assessment). Prinsip penilaian diri menyatakan bahwa siswa harus mampu mengukur kelayakan dan kegunaan solusi tanpa bantuan guru. Siswa dapat menggunakan informasi untuk menghasilkan respon dalam iterasi berikutnya. Chamberlin dan Moon menyatakan bahwa prinsip penilaian diri terjadi saat kelompok-kelompok mencari jawaban yang tepat. Biasanya siswa jarang menemukan jawaban terbaik pada usaha pertama dan mereka melakukan usaha berikutnya untuk memperoleh jawaban yang tepat. Kegiatan presentasi membuat siswa menghakimi pemikiran mereka. Jika siswa tidak mampu mendeteksi kekurangan dalam cara pikir mereka, siswa tidak mungkin membuat usaha-usaha penting untuk mengembangkan cara pikir mereka.

Prinsip ke empat yaitu PrinsipDokumentasi Model (The model documentation principle). Prinsip ini menyatakan pemikiran mereka sendiri selama bekerja dalam MEAs dan bahwa proses berpikir mereka harus didokumentasikan dalam solusi. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip penilaian diri, yang menghendaki siswa mengevaluasi seberapa dekat solusi mereka dengan dokumentasi. Tuntutan dokumentasi solusi melibatkan teknis penulisan. Prinsip ini juga membantu untuk memastikan bahwa guru yang menerapkan MEAs memusatkan proses berpikir siswa selama pemecahan masalah, sebaik model akhir mereka.

Prinsip kelima yaitu PrinsipPrototipe Sederhana (The simple prototype principle). Prinsip ini menyatakan bahwa model yang dihasilkan harus dapat ditafsirkan dengan mudah oleh orang lain. Siswa dapat menggunakan prototipe pada situasi yang sama. Prinsip ini membantu siswa belajar bahwa solusi kreatif yang diterapkan pada permasalahan matematis adalah berguna dan dapat digeneralisasikan. Solusi terbaik dari masalah matematis non rutin harus cukup kuat untuk diterapkan pada situasi berbeda dan mudah dipahami.

Prinsip ke enam yaitu Prinsip Konstruksi kemampuan untuk dipakai bersama dan digunakan kembali (The Construct shareability and reusability

20

principle). Prinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat digunakan pada situasi serupa. Jika model yang dikembangkan dapat digeneralisasi pada situasi serupa, maka respon siswa dikatakan sukses. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip prototipe sederhana. Berbagai respon dari siswa terhadap tugas dimungkinkan untuk memiliki berbagai tingkat ketepatan. Tugas-tugas dalam MEAs merupakan tugas yang berat jika diselesaikan sendiri oleh seorang siswa, karena itu tugas harus diselesaikan dalam kelompok. Kerja kelompok dalam MEAs bertujuan untuk mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja yang mungkin menuntut individu lebih sering berinteraksi dengan teman sebaya.

Enam prinsip di atas sangat penting dalam membimbing pengembangan MEAs. Hal tersebut adalah tolok ukur yang harus selalu ditinjau kembali bahwa tugas yang ada ditulis dengan melihat pertumbuhan ide-ide pikiran siswa. Ide-ide pikiran ini adalah di mana siswa membawa pengetahuan awalnya ke suatu situasi dan mengubahnya menjadi lebih berkembang dan terarah.

Cynthia dan Leavitt menyatakan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk implementasi MEAs antara lain: pemilihan kelompok, relevansi MEAs, presentasi kelompok dan peran guru selama MEAs berlangsung.17 Distribusi siswa dengan kemampuan beragam adalah penting bagi keefektifan kerja sama siswa. Dalam kegiatan MEAs, banyaknya siswa pada setiap kelompok biasanya tiga atau empat orang. Semua siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian di dalam proses aktivitaas secara kolaboratif.

Kelompok yang dibentuk harus dapat memfasilitasi siswa, siswa harus merasa nyaman untuk berbicara dan mengemukakan ide mereka dalam kelompoknya. Pertukaran selama tahap sense-making ketika siswa menjelajah gagasan mereka untuk mengembangkan model adalah penting bagi pengembangan model. Sebaiknya membentuk kelompok siswa dengan beragam kemampuan dari tinggi, sedang, lemah berdasarkan hasil tes yang dikombinasikan dengan pengamatan kelas. Kelompok dapat dibentuk ulang berdasarkan penilaian partisipasi siswa dan pesan individu.

17

Cynthia Ahn, Della Leavitt. Implementation Strategies for Model-Eliciting Activites: A Teachers Guide. 2007, h. 1 (http://site.educ.indiana.edu/Portals/161/Public/Ahn%20&%20Leav- itt.pdf)

21

Pentingnya memilih konteks aktivitas yang berarti bagi siswa. Relevansi MEAs membantu siswa memahami tujuan aktivitas dan lebih imajinatif dalam mengemukakan ide dalam mengembangkan model matematis yang sesuai dengan konteks. Dan hal yang dapat dilakukan di kelas adalah memulai aktivitas pemanasan sebelum siswa memulai MEAs.

Presentasi kelompok dan saran-saran tertulis individu juga bagian penting dalam kegiatan MEAs yang harus diperhatikan.Setelah diskusi kelompok usai, setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya dalam sesi Tanya Jawab di mana guru dan siswa lainnya memberikan pertanyaan tentang model.Tampilkan semua hasil pekerjaan setiap kelompok di depan kelas. Beri akses kepada siswa untuk melihat catatan dan hasil perhitungan mereka yang disimpan secara aman dalam folder kelompok. Kembalikan jawaban kepada siswa tepat waktu dan berikan waktu diskusi.

Ketepatan waktu akan membantu siswa mengingat lebih baik tanggapan mereka tentang model serta saran dan tanggapan. Memberikan waktu diskusi dapat memberi petunjuk kepada siswa untuk melanjutkan berpikir dan meninjau ulang tugas MEAs mereka.

Peran guru selama MEAs sangatlah penting. Guru memimpin pengenalan kegiatan MEAs dan mendengarkan penjelasan siswa ketika menguraikan model-model matematik. Guru meninjau kembali materi dengan seluruh siswa dan memastikan siswa mengerti apa yang harus mereka lakukan (siswa memahami tugas dan tujuan akhir). Guru juga harus dapat mengantisipasi semua kemungkinan tantangan dari masalah.

Guru harus mau mendengarkan penjelasan dan pemikiran siswa dan jangan memberitahukan secara langsung kesalahan yang dilakukan siswa. Guru harus menghindari untuk memberikan hanya kepada pertanyaan khusus tentang arti dari konteks permasalahan.Selama melaksanakan kreativitas, guru menanyakan secara informal yang mungkin ditanyakan pada sesi Tanya Jawab.

b. Tahapan PembelajaranModel-Eliciting Activities (MEAs)

Chamberlin dan Moon dalam jurnal pendidikan yang berjudul Model-eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted

22

Mathematicians, mengatakan bahwa setiap kegiatan MEAs terdiri atas empat bagian. Bagian pertama adalah mempersiapkan konteks permasalahan, menyajikan masalah, dan membacakan teks. Teks ini berupa halaman simulasi artikel koran yang ditulis untuk membangkitkan diskusi dan minat siswa tentang permasalahan. Bagian kedua adalah bagian pertanyaan “siap-siaga”. Perta nyaan-pertanyaan pada bagian ini ditujukan untuk memperoleh jawaban siswa tentang artikel yang telah diberikan pada bagian pertama . Tujuan bagian ini adalah untuk memastikan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan dasar yang mereka perlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Bagian ketiga adalah bagian data. Pada bagian ini dapat digunakan berbagai bentuk diagram, grafik, peta, dan tabel. Bagian ini sering kali mengacu pada bagian pertanyaan “siap-siaga”. Bagian keempat dari MEAs adalah tugas pemecahan masalah. Pada bagian ini siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang kompleks. Salah satu karakteristik unik dari MEAs adalah bahwa siswa menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka dan mengeneralisasi model yang mereka buat untuk situasi serupa.

Menurut Chamberlin secara khusus menyatakan bahwaModel-Eliciting Activities (MEAs) dapat diterapkan dalam beberapa langkah, yaitu: guru membaca sebuah artikel koran yang mengembangkan konteks siswa; siswa siap dengan pertanyaan berdasarkan artikel tersebut; guru membacakan pernyataan masalah bersama siswa dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan; siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut; siswa mempresentasikan model matematis mereka setelah membahas dan meninjau ulang solusi; dan interpretasi siswa tentang aktivitas untuk menciptakan konstruksi-konstruksi yang sesuai dengan titik pandang aktivitas tertentu.18

Sedangkan Lesh dan Doerr mengatakan bahwa dalam siklus kegiatan memodelkan, terdapat empat langkah dasar. Empat langkah tersebut diantaranya: (a)description that establishes a mapping to model world from the real (or imagined) world, (b) manipulation of the model in order to generate predictions

18

Chamberlin, S. A., Moon, S. M. , How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activities Approach in Mathematics?, 2005, p. 2,(http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/chamberlin.pdf)

23

or actions related to the original problem solving situation, (c) translation (or prediction) carrying relevant result back into the real (or imagined) world, and (d) verification concerning the usefulness of actions and predictions.19

Menurut Lesh dan Doerr, description adalah di mana siswa membangun sebuah pemetaan dari situasi kehidupan dunia nyata menjadi suatu model, yaitu mengubah situasi nyata menjadi sebuah model matematis yang dapat digeneralisasikan. Sedangkan manipulation adalah siswa memanipulasi model matematis yang tadi telah didapat untuk menghasilkan solusi yang berkaitan dengan situasi pemecahan masalah yang asli, dengan kata lain mencari solusi dari masalah yang ada melalui model matematis. Translation adalah terjemahan (atau prediksi) yaitu siswa membawa hasil yang relevan kembali ke dunia nyata, mengubah solusi yang didapat menjadi penyelesaian untuk situasi masalah sebelumnya. Siswa menyimpulkan dan menginterpretasikan solusi pemecahan masalah yang telah didapat. Sedangkan verification adalah pembuktian tentang kegunaan dari solusi tadi, mengaitkan hasil yang didapat dengan kehidupan nyata dan melihat adanya kemungkinan solusi tersebut dapat berguna untuk situasi yang sejenis.

Model-Eliciting Activities (MEAs) di dalamnya terdapat proses permodelan matematis. Proses permodelan matematis adalah proses non linear yang meliputi tahap-tahap yang saling berhubungan. Tahap-tahap dasar dalam proses permodelan matematis adalah sebagai berikut:20

1. Mengidentifikasi dan menyederhanakan (simplifikasi) situasi masalah dunia nyata. Pada tahap pertama, siswa mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan dalam situasi dunia nyata, dan menyatakannya dalam bentuk yang setepat mungkin. Dengan observasi, bertanya, dan diskusi, mereka berpikir tentang informasi apa yang penting atau tidak dalam situasi yang

19

Richard Lesh dan Helen M. Doerr, Beyond Constructivism: Model and Modeling Perspectives on Mathematics Problem Solving, Learning, and Teaching, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2003), p. 17

20

Yanto Permana, Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA Melalui Model-Eliciting Activities, Pasundan Journal of Mathematics Educations Tahun 1 Nomor 1, 2011, h. 77-78.

24

diberikan. Kemudian mereka menyederhanakan situsi dengan mengabaikan informasi yang kurang penting.

2. Membangun model matematis. Pada tahap kedua, siswa mendefinisikan variabel, membuat notasi, dan secara eksplisit mengidentifikasi beberapa bentuk dari hubungan dan sturktur matematis, membuat grafik, atau menuliskan persamaan. Melalui matematisasi, siswa didorong untuk membangun model matematis. Lesh dan Doerr menggabungkan kedua tahap ini, simplifikasi dan matematisasi, dan menamakannya sebagai description, seperti yang telah dijelaskan di atas.

3. Mentrasformasi dan memecahkan model. Pada tahap ketiga yaitu transformasi, siswa menganalisa dan memanipulasi model untuk menemukan solusi yang secara matematika signifikan terhadap masalah yang terindentifikasi. Tahap ini biasanya familier bagi siswa. Model dari tahap kedua dipecahkan, dan jawaban dipahami dalam konteks maslah yang orisinil. Siswa mungkin perlu menyederhanakan model lebih lanjut jika model tersebut tidak dapat dipecahkan.

4. Menginterpretasi model. Pada tahap ke empat yaitu interpretasi, siswa membawa solusi matematis mereka yang dicapai dalam konteks dari model matematis kembali ke situasi masalah yang spesifik (atau terformulasi). Jika model yang sudah dikonstruk telah melewati pengujian yang diberikan dalam proses validasi, model tersebut dapat dipertimbangkan sebagai model yang kuat. Seperti yang diungkapkan Lesh dan Doerr, suatu model yang bersifat sharable (yang dapat dipakai bersama) dan reusable (yang dapat digunakan kembali).

Keunggulan dari pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) di kelas diantaranya saat siswa belajar mendapatkan model matematika melalui pemikiran yang mendalam, kegiatan ini dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide untuk digunakan dalam memecahkan sebuah masalah. Selain itu, kegiatan saling mengeluarkan pendapat dalam kelompok saat berdiskusi dapat mengembangkan sikap tanggung jawab dalam memecahkan suatu persoalan. Keunggulan

Dokumen terkait