• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.5 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Hadi (2005: 1) menjelaskan bahwa PMRI merupakan adaptasi dari

Realistic Mathematics Education (RME) yang berasal dari belanda,

pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh oleh Hans Freudenthal

sejak tahun 1970-an. Pendekatan PMRI menekankan keterampilan proses,

berdiskusi dan berkolaborasi, serta berargumentasi dengan teman sekelas.

(teacher telling) dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Suryanto (2010: 37) menjelaskan bahwa PMRI sebagai hasil adaptasi

dari RME yang diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan

masyarakat Indonesia. Penerapan PMRI menekankan bahwa objek kajian

matematika adalah abstrak, suatu hal yang tidak dapat ditawar, tetapi juga

memperhatikan bahwa perkembangan jiwa anak menuntut adanya

langkah-langkah yang mengantar siswa untuk memahami objek yang abstrak tersebut.

Langkah-langkah tersebut dalam bentuk konkret terlebuh dahulu yang secara

bertahap mengarah ke abstrak. Wijaya (2012: 21) menambahkan bahwa dalam

PMR, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun

konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan PMRI adalah

pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal riil atau pernah dialami atau

dibayangkan siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan

berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga siswa dapat

menemukan sendiri (student inventing) ide-ide dan konsep matematisnya

sebagai kebalikan dari (teacher telling). Siswa dapat menggunakan

matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun

2.1.5.2 Prinsip Pendekatan PMRI

Prinsip pendekatan PMRI menurut (Suryanto, 2010:42), adalah:

1. Menemukan kembali (Guided Reinvention) dan matematisasi progresif

(progressive Mathematizing)

Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasikan melalui prosedur

penyelesaian masalah secara informal. Strategi siswa secara informal

sering ditafsirkan sebagai prosedur secara formal. Pembelajaran dimulai

dengan suatu masalah yang kontekstual atau realistik yang selanjutnya

melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan kembali sifat, teorema,

definisi, atau prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang

mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan penyelesaian atau

prosedur siswa dalam memecahkan masalah dapat digunakan sebagai

langkah matematisasi horizontal maupun vertikal.

2. Fenomena didaktik (Didacting Phenomenology)

Situasi yang berisikan fenomena mendidik yang dijadikan bahan

dan area aplikasi dalam pengajaran metematika haruslah berangkat dari

keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkatan

matematika secara formal. Guru menyajikan masalah kontekstual pada

awal pembelajaran yang memungkinkan banyak cara yang dapat

digunakan dan ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa

menjadi terbiasa untuk bebas berfikir dan berani berpendapat, karena cara

setiap siswa dalam menyelesaikan masalah berbeda-beda tetapi cara

pembelajaran matematika tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah

atau beralih kepada pembelajaran matematika yang berorientasi pada

siswa atau bahkan berorientasi pada masalah.

3. Pengembangan model sendiri (Self Developed Models)

Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan bagi

siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari informal ke formal

matematika. Siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah,

dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya

menjadi suatu model sesuai penalaran matematika. Kebebasan yang

diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau

kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai

model pemecahan masalah yang dibuat oleh siswa. Dalam pembelajaran

matematika realistik diharapkan terjadi urutan: situasi nyata menggunakan

model kearah formal dalam memahami materi dalam bentuk pengetahuan

formal.

2.1.5.3 Karakteristik PMRI

Menurut Suryanto (2010: 44) terdapat 5 karakteristik dasar PMRI,

yaitu:

1. Menggunakan konteks, konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa

yang nyata baik aspek budaya maupun aspek geografis.

2. Menggunakan model, berupa benda dan semikonkret berupa gambar atau

skema yang digunakan untuk menjembatani dari konsep konkret ke

3. Menggunakan kontribusi siswa, berupa ide, variasi jawaban dan variasi

cara penyelesaian masalah.

4. Menggunakan format interaktivitas, interaksi siswa dengan siswa, atau

antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator dalam

berdiskusi dan memberikan penjelasan.

5. Memafaatkan keterkaitan antar topik, memungkinkan adanya integrasi

antar topik-topik sehingga mempertajam kebermanfaatan belajar

matematika.

2.1.5.4 Implikasi Pelaksanaan PMRI

Implikasi pelaksanaan PMRI di klasifikasikan berdasarkan kegiatan

guru dan siswa (Suryanto, 2010: 48).

1. Implikasi pada kegiatan guru

Dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu mengindari sifat

menggurui. Sebelum mengajar, guru melakukan persiapan seperti

menyiapkan media atau alat peraga, dan membuat soal berupa masalah

kontekstual sesuai dengan materi yang akan diajarkan untuk dipecahkan

oleh siswa. Guru sebagai fasilitator memandu siswa dan membiarkan

siswa belajar mandiri untuk memecahkan masalah kontekstual.

Pengetahuan dan pemahaman materi diharapkan dibangun oleh siswa,

bukan guru.

2. Implikasi pada kegiatan siswa

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa secara mandiri atau kelompok

bertanya seperlunya kepada guru atau teman apabila tidak menemukan

jalan pemecahan maalah kontekstual. Hasil kerja siswa secara individu

atau kelompok kemudian dipresentasikan kepada semua teman dan guru

kelas, kemudian teman dan guru kelas menanggapi dalam bentuk saran

atau kritik. Suasana dalam kegiatan pembelajaran menjadi kondusif,

karena siswa secara mandiri dan bersungguh-sungguh memikirkan atau

menyelesaikan masalah kontekstual.

2.1.5.5 Langkah-langkah Pendekatan PMRI

Menurut Suryanto (2010: 50) langkah-langkah pendekatan PMRI

adalah.

1. Pesiapan kelas

Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang harus

dipersiapkan contohnya buku, LKS, alat peraga, dan sebagainya kemudian

dilanjutkan dengan pengelompokan siswa. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan

digunakan.

2. Kegiatan pembelajaran

Siswa diberi permasalahan kontekstual dalam bentuk soal cerita

secara lisan maupun tertulis. Siswa yang belum memahami masalah dapat

bertanya kepada guru atau teman seperlunya. Siswa secara individu

ataupun kelompok memecahkan masalah kontekstual yang diberikan

dengan caranya sendiri. Guru memberikan bimbingan atau petunjuk

ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan. Setelah waktu

pengerjaan soal habis, siswa secara individual ataupun beberapa siswa

dalam kelompok menyampaikan hasil pekerjaannya. Siswa-siswi lain

diminta untuk mengemukakan pendapatnya tentang berbagai penyelesaian

mana yang dianggap paling tepat. Guru memberi penekanan pokok-pokok

materi yang harus dipahami siswa.

Dokumen terkait