PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
SISWA KELAS IV SD KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
FX CANDRA DWI PUTRANTO 101134059
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
SISWA KELAS IV SD KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
FX CANDRA DWI PUTRANTO 101134059
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan untuk:
Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas rencananya yang indah bagi hidup
saya dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Keluarga saya yang telah memberikan dukungan dan semangat supaya
saya bisa menyelesaikan kuliah dengan baik dan tepat waktu.
Teman-temanku “Aloisia Rani Meita”, “Tarsisius Ferry Koko”, Bayu
v
MOTTO
Keberhasilan tidak dapat diperoleh dengan
mudah. Kerja keras dan doa adalah cara untuk
mempermudahnya.
Sabar, tabah dan waspada dalam menjalani
viii
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI SISWA KELAS IV SD KANISIUS GAYAM YOGYAKARTA
Fransiskus Xaverius Candra Dwi Putranto Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan pendekatan PMRI dalam meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar mata pelajaran matematika materi lambang bilangan Romawi siswa kelas IV SD Kanisius Gayam Yogyakarta pada tahun ajaran 2013/2014.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart. Penelitian dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri empat langkah yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Kanisius Gayam semester genap pada tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 26 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan skala, observasi, dan tes.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) penggunaan pendekatan PMRI pada mata pelajaran Matematika dalam upaya meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa kelas IV SD Kanisius Gayam ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) mengelompokkan siswa, b) pemberian masalah kontekstual, c) siswa menyelesaikan masalah kontekstual, d) siswa mempresentasikan penyelesaian masalah dan bernegoisasi, e) penarikan kesimpulan. 2) penggunaan pendekatan PMRI mampu meningkatkan kemandirian siswa kelas IV SD Kanisius Gayam. Hal ini nampak pada kondisi kemandirian siswa semula yaitu 54,89 termasuk dalam kategori sangat rendah, dan meningkat menjadi 78,35 termasuk dalam kategori sedang pada akhir siklus II. 3) penggunaan pendekatan PMRI mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Kanisius Gayam. Hal ini nampak pada kondisi awal rata-rata nilai ulangan siswa adalah 67,6 dan sebanyak 12 dari 25 siswa (48%) mendapatkan nilai di atas KKM, meningkat menjadi 80,13 dan sebanyak 25 dari 26 (96,2%) mendapatkan nilai di atas KKM pada akhir siklus II.
ix
ABSTRACT
THE INCREASING OF SELF-RELIANCE AND ACHIEVEMENT LEARNED MATHEMATICS USING PMRI APPROACH FOR GRADE FOUR IN KANISIUS GAYAM ELEMENTARY SCHOOL YOGYAKARTA
Fransiskus Xaverius Candra Dwi Putranto Universitas Sanata Dharma
2014
This research aimed to find out how the use of Indonesia Realistic Mathematics Education approach (PMRI) in increasing of self-reliance and achievement learned mathematics of emblem roman numbers subject for grade four in Kanisius Gayam Elementary School Yogyakarta of the academic year 2013/2014.
This research was a classroom action research that refers to the cycle model developed by Kemmis and Taggart. The research was conducted in two cycles, each cycle consists of four steps namely: planning, action, observation, and reflection. The subject of this research was fourth grade students in Kanisius Gayam elementary school second semester of the academic year 2013/2014 that consist of 26 students. Data collection techniques used the scale, observation, and test.
The research results showed: 1) the use of PMRI approach on mathematics in an attempt to increase the self-reliance and achievement of fourth grade students in Kanisius Gayam elementary school reached by steps as follows: a) grouping students, b) granting contextual issues, c) students complete contextual issues, d) students presented the resolution of problems and negotiations, e) withdrawal of the conclusion. 2) the use of PMRI approach was able to increase the self-relience of fourth grade students in Kanisius Gayam elementary school. It appeared on the self-reliance students condition that originally 54.89 included in the very low category, and increased to 78.35 included in the middle category at the end of the cycle II. 3) the use of PMRI was able to increase the students achievement of fourth grade students in Kanisius Gayam elementary school. It appeared on the initial conditions average of students test score were 67.6 and 12 from 25 students (48%) got grade above KKM, increased to 80.13 and 25 from 26 students (96,2%) got grade above KKM at the end of the cycle II.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar
Matematika Menggunakan Pendekatan PMRI Siswa Kelas IV SD Kanisius
Gayam Yogyakarta”. Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat yang
harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma yang telah mengesahkan skripsi ini.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
3. Dra. Haniek S.P., M.Pd., dosen pembimbing I yang telah membimbing
dan memberikan motivasi sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi
ini.
4. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A., dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan motivasi sehingga peneliti mampu
menyelesaikan skripsi ini.
5. Andri Anugrahana S.Pd., M.Pd., yang telah memberikan kritik dan saran
demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Elisabeth Listriyani, S.Pd., Kepala SD Kanisius Gayam yang telah
xi
7. Yunanto., Guru Kelas IV SD Kanisius Gayam yang telah memberikan
bantuan untuk melakukan penelitian.
8. Keluarga yang selalu memberikan dukungan doa dan semangat kepada
peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Aloisia Rani Meita, Tarsisius Ferry Koko, Bayu Yudianta, Ursula Dwi dan
Darti Oktaviani sebagai sahabat yang setia dalam membantu dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Semua pihak yang telah mendukung dan tidak bisa peneliti sebutkan satu
per satu.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi Universitas Sanata
Dharma.
Yogyakarta, 25 Juli 2014
Peneliti
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Pembatasan Masalah ... 7
1.3 Pemecahan Masalah ... 7
1.4 Rumusan Masalah ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 8
1.6 Manfaat Penelitian ... 9
1.7 Batasan Pengertian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
2.1 Kajian Pustaka ... 12
2.1.1 Kemandirian ... 12
2.1.1.1 Pengertian Kemandirian ... 12
2.1.1.2 Ciri-ciri Kemandirian Siswa ... 13
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Siswa ... 14
xiii
2.1.1.5 Manfaat Kemandirian Bagi Siswa ... 17
2.1.1.6 Pengembangan Ketrampilan Belajar pada Kemandirian Siswa ... 17
2.1.2 Belajar dan Prestasi Belajar ... 20
2.1.2.1 Pengertian Belajar ... 20
2.1.2.2 Prinsip-prinsip Belajar ... 21
2.1.2.3 Pendekatan Belajar ... 22
2.1.2.4 Pengertian Prestasi ... 23
2.1.2.5 Pengertian Prestasi Belajar ... 23
2.1.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 24
2.1.3 Pembelajaran Matematika ... 26
2.1.3.1 Hakekat Matematika ... 26
2.1.3.2 Proses Belajar Matematika ... 28
2.1.4 Materi Matematika di Sekolah Dasar ... 28
2.1.5 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ... 31
2.1.5.1 Pengertian Pendekatan PMRI ... 31
2.1.5.2 Prinsip Pendekatan PMRI ... 33
2.1.5.3 Karakteristik PMRI... 34
2.1.5.4 Implikasi Pelaksanaan PMRI... 35
2.1.5.5 Langkah-langkah Pendekatan PMRI ... 36
2.2 Penelitian-penelitian yang Relevan ... 37
2.3 Kerangka Berpikir ... 41
2.4 Hipotesis Tindakan ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Jenis Penelitian ... 44
3.2 Setting Penelitian ... 47
3.2.1 Tempat Penelitian ... 47
3.2.2 Subjek Penelitian ... 47
3.2.3 Objek Penelitian ... 47
3.2.4 Waktu Penelitian ... 48
xiv
3.3.1 Persiapan ... 48
3.3.2 Rencana Tindakan Setiap Siklus ... 49
3.3.2.1 Siklus I ... 49
3.3.2.2 Siklus II... 57
3.4 Instrumen Penelitian ... 62
3.4.1 Instrumen Prestasi Belajar ... 63
3.4.2 Instrumen Kemandirian ... 64
3.4.2.1 Lembar Skala ... 65
3.4.2.2 Lembar Observasi ... 66
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 67
3.5.1 Validitas ... 67
3.5.2 Reliabilitas ... 74
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 76
3.6.1 Skala ... 76
3.6.2 Observasi ... 78
3.6.3 Tes ... 78
3.7 Teknik Analisis Data ... 79
3.7.1 Analisis Data Kemandirian Siswa ... 79
3.7.2 Analisis Data Prestasi Belajar... 80
3.8 Kriteria Keberhasilan ... 81
3.8.1 Kriteria Keberhasilan Kemandirian ... 82
3.8.2 Kriteria Keberhasilan Prestasi Belajar ... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83
4.1 Hasil Penelitian ... 83
4.1.1 Kondisi Awal Sebelum Penelitian ... 83
4.1.1.1 Kemandirian Siswa ... 83
4.1.1.2 Prestasi Belajar ... 84
4.1.2 Proses Penelitian Tindakan Kelas ... 86
4.1.2.1 Siklus I ... 86
4.1.2.2 Siklus II...101
xv
4.2.1 Kemandirian Siswa ...114
4.2.2 Prestasi Belajar ...116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...122
5.1 Kesimpulan ...122
5.2 Keterbatasan Penelitian ...123
5.3 Saran ... 123
DAFTAR PUSTAKA ...126
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kondisi Awal Ketuntasan Minimal ... 4
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 28
Tabel 2.2 Bilangan Romawi ... 30
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Soal Evaluasi Siklus I ... 63
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Evaluasi Siklus II ... 64
Tabel 3.3 Pedoman Skoring Skala Kemandirian ... 65
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Skala Kemandirian ... 66
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Observasi Kemandirian Siswa... 67
Tabel 3.6 Kriteria Validasi Desain Perangkat Pembelajaran ... 69
Tabel 3.7 Perhitungan Validasi Desain Perangkat Pembelajaran ... 69
Tabel 3.8 Perhitungan Validitas Soal Evaluasi ... 72
Tabel 3.9 Perhitungan Validasi Desain Kemandirian ... 73
Tabel 3.10 Kriteria Validasi Instrumen Skala dan Observasi ... 74
Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Instrumen ... 75
Tabel 3.12 Hasil Perhitungan Reliabilitas Statistik ... 76
Tabel 3.13 Pemberian Skor Observasi ... 78
Tabel 3.14 Pedoman Rata-rata Kemandirian Siswa ... 80
Tabel 3.15 Kriteria Keberhasilan Kemandirian ... 82
Tabel 3.16 Kriteria Keberhasilan Prestasi Belajar ... 82
Tabel 4.1 Data Kondisi Awal Kemandirian Siswa ... 83
Tabel 4.2 Data Kondisi Awal Prestasi Belajar ... 85
Tabel 4.3 Data Nilai Kemandirian Siswa Siklus I ... 96
Tabel 4.4 Data Prestasi Belajar Siklus I ... 98
Tabel 4.5 Data Nilai Kemandirian Siswa Siklus II ... 108
Tabel 4.6 Data Prestasi Belajar Siklus II ... 109
Tabel 4.7 Rata-rata Kemandirian Siswa ... 114
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Lambang Bilangan Romawi ... 29
Gambar 2.2 Literatur Map Penelitian-penelitian Relevan ... 40
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 45
Gambar 4.1 Peningkatan Skor Rata-rata Kemandirian Siswa ... 116
Gambar 4.2 Peningkatan Skor Rata-rata Prestasi Belajar Siswa ... 119
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Validitas Perangkat Pembelajaran ...130
Lampiran 2 Silabus Pembelajaran ...140
Lampiran 3 RPP Siklus I Pertemuan 1 ...143
Lampiran 4 RPP Siklus I Pertemuan 2 ...149
Lampiran 5 RPP Siklus I Pertemuan 3 ...155
Lampiran 6 RPP Siklus II Pertemuan 1 ...160
Lampiran 7 RPP Siklus II Pertemuan 2 ...166
Lampiran 8 Lembar Penilaian ...171
Lampiran 9 LKS Siklus I Pertemuan 1 ...175
Lampiran 10 LKS Siklus I Pertemuan 2 ...179
Lampiran 11 LKS Siklus II Pertemuan 1 ...182
Lampiran 12 Kunci Jawaban LKS Siklus I Pertemuan 1 ...185
Lampiran 13 Kunci Jawaban LKS Siklus I Pertemuan 2 ...188
Lampiran 14 Kunci Jawaban LKS Siklus II Pertemuan 1 ...191
Lampiran 15 Rangkuman Materi ...194
Lampiran 16 Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Sebelum Validitas ...199
Lampiran 17 Soal Tes Prestasi Sebelum Validitas ...201
Lampiran 18 Uji Validitas Tes Prestasi ...209
Lampiran 19 Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Sesudah Validitas ...216
Lampiran 20 Soal Tes Prestasi Sesudah Validitas ...218
Lampiran 21 Kunci Jawaban Soal Tes Prestasi ...226
Lampiran 22 Kisi-kisi Skala dan Observasi Kemandirian ... 229
Lampiran 23 Instrumen Validasi Desain Skala dan Observasi Kemandrian ...232
Lampiran 24 Lembar Skala dan Observasi Kemandirian Validasi ...235
Lampiran 25 Lembar Skala dan Observasi Kemandirian ...240
Lampiran 26 Hasil Skala Kemandirian Siswa ...245
Lampiran 27 Hasil Observasi Kemandirian Siswa ...249
Lampiran 28 Hasil Kemandirian Siswa ...253
xix
Lampiran 30 Contoh Lembar Soal Validitas ...258
Lampiran 31 Contoh Lembar LKS Siklus I ...264
Lampiran 32 Contoh Lembar LKS Siklus II ...269
Lampiran 33 Contoh Soal Tes Prestasi Siklus I ...272
Lampiran 34 Contoh Soal Tes Prestasi Siklus II ...275
Lampiran 35 Hasil Prestasi Belajar Siswa ...282
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan suatu ilmu berobjek abstrak yang menekankan
pada pendapat yang sama dan memiliki pola pikir deduktif (Soedjadi, 2000: 11).
Dengan kata lain mata pelajaran matematika juga merupakan salah satu ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur abstrak dan pola hubungan yang ada di
dalamnya. Matematika sangat penting bagi siswa di SD karena mengajarkan
kemampuan berfikir secara logis dan ketrampilan berhitung yang digunakan
dalam kehidupan sahari-hari.
Mata pelajaran matematika di SD terkadang sulit dipahami dan bersifat
abstrak untuk siswa. Melalui pelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki
kemampuan untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan mampu
bekerjasama (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 240). Melalui pelajaran matematika
dapat menumbuhkan ketelitian, tanggung jawab dan rasa ingin tahu yang tinggi
dalam mempelajari materi pada mata pelajaran matematika.
Siswa dituntut untuk aktif dan mandiri dalam proses kegiatan
pembelajaran. Keberhasilan siswa dapat dilihat dari prestasi belajar, misalnya
mendapatkan nilai di atas KKM yang ditetapkan ketika mengerjakan soal-soal
latihan dan ujian. Kemandirian dalam diri siswa diperoleh dari proses kegiatan
kompleks dalam matematika sangat tergantung pada proses belajar yang dialami
siswa.
Hadi (2005: 10) menjelaskan bahwa kemandirian memungkinkan siswa
untuk berusaha menyelesaikan kesulitan yang sedang dihadapi dengan
kemampuan yang dimilikinya. Kemandirian sangat penting dimunculkan sejak
kecil, sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan
sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Kemandirian siswa merupakan hal yang
sebaiknya diperhatikan oleh guru sebagai pengajar.
Peneliti melakukan observasi yang dilakukan di kelas IV SD Kanisius
Gayam saat mata pelajaran matematika pada hari Kamis, 16 Januari 2014. Hasil
observasi adalah 1) ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika
sebagian besar siswa tidak mengajukan pertanyaan sehingga proses pembelajaran
pasif; 2) guru menggunakan metode ceramah yang belum kontekstual, proses
kegiatan pembelajaran belum memperlihatkan karakteristik PMRI, guru menjadi
sumber informasi bagi siswa, sehingga siswa cenderung pasif dalam kegiatan
pembelajaran; 3) ketika guru selesai menjelaskan materi, siswa tidak berani
mengungkapkan pendapatnya; 4) beberapa siswa tidak mempersiapkan alat
belajar seperti buku tulis dan buku cetak; 5) beberapa siswa tidak menyelesaikan
tugas yang diberikan guru dengan tidak tepat waktu; 6) terlihat beberapa siswa
yang mencontek atau melihat hasil pekerjaan dari teman; 7) guru menggunakan
papan tulis sebagai media untuk menjelaskan materi yang diajarkan; serta 8)
Jumlah siswa kelas IV 26 siswa, dan 16 siswa di antaranya mendapat nilai
Kanisius Gayam yaitu 70, sehingga harus melakukan remedial untuk mencapai
KKM.
Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa kelas IV. Hasil
wawancara dengan siswa diketahui bahwa 1) siswa merasa bosan dan cenderung
mengantuk saat mengikuti pembelajaran matematika; dan 2) siswa tidak berani
bertanya apabila kurang memahami materi karena kurangnya keinginan untuk
memahami materi dari guru yang memiliki keahlian sesuai dengan materi yang
diajarkan. Hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa: 1) siswa kurang
mempersiapkan diri ketika belajar di sekolah, seperti kurangnya kebiasaan belajar
di rumah dan tidak mengerjakan soal-soal latihan; 2) siswa kurang serius dalam
mengerjakan tugas yang diberikan guru dan siswa kurang aktif dalam kegiatan
pembelajaran, ketika siswa mengerjakan latihan soal mendapatkan nilai yang
kurang memuaskan; serta 3) siswa tidak berani bertanya kepada guru apabila ada
materi yang belum dipahami. Guru kurang mampu dalam mengolah pembelajaran
yang dapat membangkitkan kemandirian belajar siswa, sehigga kemandirian dan
prestasi belajar siswa kurang optimal. Kemandirian dalam proses pembelajaran
sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana dalam
proses pembelajaran berjalan dengan lancar, tetapi juga menciptakan pribadi yang
kuat bagi setiap siswa. Siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari mata
pelajaran Matematika. Hal ini diperkuat dengan data nilai siswa kelas IV SD
Tabel 1.1 Data Kondisi Awal Ketuntasan Minimal untuk Mata Pelajaran Matematika SD Kanisius Gayam
Tahun
Pelajaran KKM Rata-rata
Ketuntasan Jumlah
Sumber : Dokumen nilai dari guru kelas.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun pelajaran
2012/2013 dengan nilai KKM 70 tingkat ketidaktercapaian KKM pada materi
lambang bilangan Romawi adalah 52% dari 25 siswa dengan nilai rata-rata 67,6.
Data kondisi awal kemandirian siswa kelas IV SD Kanisius Gayam, peneliti
memperolehnya ketika membagikan lembar skala kemandirian di kelas. Tingkat
rata-rata kemandirian siswa kelas IV SD Kanisius Gayam adalah 54,89 dan
termasuk dalam kategori sangat rendah. Siswa yang memiliki kemandirian sangat
rendah 16 dari 26 siswa (61,5%), siswa yang memiliki kemandirian rendah 9 dari
26 siswa (34,6%), dan siswa yang memiliki kemandirian sedang 1 dari 26 siswa
(3,9%).
Materi bilangan Romawi penting diajarkan di sekolah, karena bilangan
Romawi dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam bab buku,
kejuaraan, penomoran alamat rumah, penomoran kelas, dan lain-lain. Materi
lambang bilangan Romawi dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Ayah hari ini merayakan
ulang tahun yang ke- 41, bilangan Romawi dari 41 adalah XLI. Apabila siswa
dalam memecahkan masalah berkaitan dengan lambang bilangan Romawi.
Prestasi belajar siswa tahun sebelumnya dalam materi bilangan Romawi kurang
memuaskan.
Wawancara dengan guru, memberikan hasil bahwa siswa kurang
memahami aturan penjumlahan, pengurangan dan gabungan bilangan Romawi,
sehingga siswa kesulitan dalam menuliskan ke bilangan Romawi atau sebaliknya.
Siswa kesulitan menuliskan bilangan Romawi CXI menjadi bilangan asli, apakah
109 atau 111. Sebaliknya, siswa juga mengalami kesulitan dalam menuliskan
bilangan cacah ke bilangan Romawi, contoh: bilangan 44 apakah menjadi
bilangan Romawi XLIV atau XLVI.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang sudah dipaparkan
sebelumnya, peneliti menduga penyebab dari permasalahan yang terjadi di kelas
IV SD Kanisius Gayam adalah kemandirian dan prestasi belajar siswa masih
kurang. Hal ini disebabkan karena guru mengajarkan materi menggunakan metode
ceramah dan pengerjaan tugas. Akibatnya siswa kurang aktif dan mandiri dalam
memecahkan masalah atau soal-soal yang diberikan guru. Siswa terlalu
bergantung pada materi yang disampaikan guru, siswa tidak terbiasa menemukan
dan mengembangkan pengetahuannya sendiri dengan mencari informasi secara
mandiri. Guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk berusaha menemukan
dan mengembangkan pengetahuan mereka. Hasilnya pengetahuan siswa tidak
berkembang, materi yang diajarkan guru menggunakan metode ceramah hanya
bertahan sementara diingatan siswa karena mereka cenderung hanya menghafal
yang digunakan guru untuk mengukur pemahaman, mereka sudah lupa materi
yang diajarkan oleh guru.
Peneliti akan melakukan penelitian tentang peningkatan kemandirian dan
prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI pada siswa kelas IV
SD Kanisisus Gayam Yogyakarta. Peneliti memilih pendekatan PMRI karena
pendekatan PMRI diterapkan khusus untuk mata pelajaran matematika. (Sutarto,
2005: 36) Pendekatan PMRI cocok untuk siswa karena mengajarkan konsep
matematika secara kontekstual sesuai dengan kehidupan nyata siswa, sehingga
siswa dapat memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran PMRI dimulai
dengan menyajikan masalah kontekstual yang harus dipecahkan, sehingga siswa
diarahkan untuk mandiri dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan
guru. Pendekatan PMRI dilandasi dari hal-hal yang riil atau pernah dialami atau
dibayangkan siswa, menekankan pada ketrampilan proses, berdiskusi, dan
berargumentasi dengan teman sekelas. Penggunaan pendekatan PMRI diharapkan,
siswa dapat menemukan sendiri jawaban dalam menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari yang diberikan oleh guru dengan menggunakan media
pembelajaran, peran guru sebagai fasilitator membantu siswa apabila ada materi
yang kurang dipahami. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan pendapat dan berdiskusi dengan teman.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan
Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika Menggunakan Pendekatan PMRI
1.2 Pembatasan Masalah
Penelitian menggunakan pendekatan PMRI yang dilakukan di kelas IV SD
Kanisius Gayam Yogyakarta dengan jumlah 26 siswa yaitu 14 laki-laki dan 12
perempuan pada mata pelajaran matematika semester genap. Kompetensi dasar
7.2 Menyatakan Bilangan cacah sebagai Bilangan Romawi dan sebaliknya. Materi
yang digunakan yaitu lambang bilangan Romawi. Kemampuan kognitif siswa
kelas IV SD Kanisius Gayam dibatasi dari C1 (Mengingat), C2 (Mengerti), dan
C3 (Memakai). Kemandirian yang diukur melalui tiga indikator yaitu menetapkan
tujuan belajarnya sendiri, memilih dan menentukan sendiri sumber belajar, dan
menggunakan strategi belajar yang tepat.
1.3 Pemecahan Masalah
Masalah rendahnya kemandirian dan prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran matematika pada materi lambang bilangan Romawi kelas IV SD
Kanisius Gayam diatasi dengan menggunakan pendekatan PMRI.
Pendekatan PMRI dilandasi dari hal-hal yang riil atau pernah dialami atau
dibayangkan siswa, menekankan pada ketrampilan proses, berdiskusi, dan
berargumentasi dengan teman sekelas. Penggunaan pendekatan PMRI mampu
membuat siswa menemukan sendiri jawaban dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan oleh guru. Peran guru sebagai fasilitator membantu siswa apabila ada
materi yang kurang dipahami. Kemandirian siswa akan tercipta dalam kegiatan
diskusi dan berargumentasi dengan teman dalam membahas materi atau soal dari
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis memaparkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana penggunaan pendekatan PMRI dalam upaya meningkatkan
kemandirian dan prestasi belajar mata pelajaran matematika siswa kelas
IV semester 2 SD Kanisius Gayam Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014?
1.4.2 Apakah penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan kemandirian
siswa kelas IV semester 2 SD kanisius Gayam Yogyakarta tahun ajaran
2013/ 2014?
1.4.3 Apakah penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas IV semester 2 SD kanisius Gayam Yogyakarta tahun
ajaran 2013/ 2014?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Untuk mendeskripsikan penggunaan pendekatan PMRI dalam
meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar pada mata pelajaran
matematika siswa kelas IV semester 2 SD Kanisius Gayam Yogyakarta
tahun ajaran 2013/ 2014.
1.5.2 Untuk mengetahui penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan
kemandirin siswa kelas IV semester 2 SD kanisius Gayam Yogyakarta
1.5.3 Untuk mengetahui penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IV semester 2 SD kanisius Gayam
Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi peneliti, siswa, sekolah dan
dunia pengetahuan dalam kegiatan pembelajaran.
1.6.1 Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan aplikasi tentang
pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI untuk mata
pelajaran matematika materi lambang bilangan Romawi.
1.6.2 Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran
matematika, yaitu pendekatan PMRI yang dapat digunakan di kelas guna
meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa mata pelajaran
matematika pada materi lambang bilangan Romawi.
1.6.3 Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dokumen hasil penelitian yang
dapat menjadi bahan bacaan di perpustakaan sekolah yang diharapkan
1.6.4 Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi bagi
peneliti, sehingga dapat menambah wawasan dalam penerapan pendekatan
PMRI pada kegiatan pembelajaran.
1.7 Batasan Pengertian
Suatu istilah dapat ditafsirkan dengan makna yang berbeda-beda. Agar
terhindar dari kesalahpahaman dan penafsiran-penafsiran yang keliru, maka
peneliti memberikan batasan-batasan pengertian dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1.7.1 Kemandirian adalah sikap yang ditunjukkan seseorang dalam
memutuskan pilihan dan menentukan tindakan dalam menjalani
kehidupan tanpa bantuan orang lain.
1.7.2 Belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi, sikap dan kepribadian.
1.7.3 Prestasi Belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami
proses belajar dalam waktu yang telah ditentukan yang kemudian akan
diukur dan dinilai dalam bentuk angka atau pernyataan.
1.7.4 Mata pelajaran matematika SD adalah mata pelajaran yang terdapat di
kelas IV SD Kanisius Gayam semester genap tahun ajaran 2013/ 2014
dengan kompetensi dasar menyatakan Bilangan cacah sebagai Bilangan
1.7.5 Pendekatan PMRI adalahpendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal riil
atau pernah dialami atau dibayangkan siswa, menekankan keterampilan
proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman
sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri (student inventing)
12
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kemandirian
2.1.1.1 Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting
bagi setiap orang. Kemandirian merupakan keadaan seseorang dalam
kehidupannya mampu untuk memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa
bantuan orang lain (Basri, 2000: 53). Menurut Gea (2002: 145), kemandirian
merupakan sikap seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak dirinya
yang terlihat dalam perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi
memenuhi kebutuhan hidupnya dan sesamanya.
Seseorang yang memiliki tingkat kemandirian yang baik akan mampu
menemukan hasil berdasarkan usaha sendiri dan dapat memecahkan masalah,
karena seseorang yang mandiri seringkali tidak tergantung pada bantuan orang
lain dan selalu berusaha untuk menghadapi masalah yang ada dengan
kemampuan yang dimilikinya (Hadi, 2005: 10).
Berdasarkan uraian dari beberapa para ahli di atas, ada kesamaan dari
pengertian kemandirian adalah sikap yang ditunjukkan seseorang dalam
memutuskan pilihan dan menentukkan tindakan dalam menjalani kehidupan
seseorang dalam memutuskan pilihan dan menentukan tindakan dalam
menjalani kehidupan tanpa bantuan orang lain.
2.1.1.2 Ciri-ciri Kemandirian Siswa
Thoha (1996: 123) menjelaskan ciri kemandirian siswa dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Mampu berpikir secara kritis, kreatif, dan inovatif,
2. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain,
3. Tidak lari atau menghindari masalah,
4. Memecahkan masalah dengan berpikir yang mendalam,
5. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan
orang lain
6. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain,
7. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan, dan
8. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
Menurut Marsudi (2011: 25) setiap siswa dapat dikatakan berlaku
mandiri dalam proses pembelajaran, apabila siswa tersebut mampu:
1. Berpikir kritis,
2. Bertanggung jawab atas tindakannya,
3. Tidak mudah terpengaruh pada orang lain,
4. Bekerja keras, dan
5. Tidak tergantung pada orang lain.
Dari beberapa ciri-ciri kemandirian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian dari dalam diri sendiri, mampu berpikir kritis, bertanggung
jawab, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, dan tidak tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan masalah.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Siswa
Masjidi (2007: 27) menjelaskan bahwa faktor-faktor kemandirian
siswa dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor dalam diri anak itu sendiri (internal), berupa kemauan dan rasa
ingin tahu siswa untuk mau belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan guru dengan baik.
2. Faktor materi pembelajaran di sekolah, Perkembangan kognitif anak usia
Sekolah Dasar pada hakikatnya berada dalam operasi konkret. Siswa
sudah dapat memahami konsep-konsep matematika yang sangat
sederhana, dan masih dipengaruhi oleh objek-objek visual. Penanaman
konsep dasar matematika sangat diperlukan penggunaan alat peraga atau
media.
3. Faktor pengajar, guru sebagai fasilitator mendampingi siswa, memantau
setiap perkembangan siswa. Metode yang digunakan guru dalam mengajar
mempengaruhi kemandirian dari siswa.
Menurut basri (2000: 54) kemandirian siswa dalam belajar dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen.
1. Faktor Endogen (Internal)
Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam
yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan
dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar
dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan di dalam diri seseorang,
seperti bakat, potensi, intelektual dan pertumbuhan jasmani.
2. Faktor Eksogen (Eksternal)
Faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari
luar dirinya. Faktor ini sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan
dimana seseorang yang bermukim di setiap tempat dimana terdapat
masyarakat yang heterogen sangat mempengaruhi perkembangan
kepribadian seseorang, baik dari segi positif maupun negatif.
Hurlock (1978: 4) siswa akan mampu mengetahui kelebihan yang
dimiliki dan apabila kelebihan yang dimilikinya mampu dikembangkan, maka
akan mendatangkan kepuasan yang dengan sendirinya kepercayaan diri siswa
akan tumbuh dengan baik. Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian, dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan telah mampu belajar
secara mandiri apabila telah mampu memecahkan masalah tanpa bergantung
dengan orang lain. Siswa yang mampu bersikap mandiri dalam belajar dapat
dilihat dari bagaimana siswa memulai belajar, pengaturan masalah waktu
dalam belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta
2.1.1.4 Aspek-Aspek Kemandirian Siswa
Kuswanto (2004: 15) menjelaskan kemandirian terdiri dari beberapa
aspek, yaitu:
1. Aspek intelektual, aspek ini mencakup pada kemampuan berpikir,
menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala
permasalahan sebagai usaha mengatasi masalah.
2. Aspek sosial, berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif
membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain
disekitarnya.
3. Aspek emosi, mencakup kemampuan siswa untuk mengelola serta
mengendalikan emosi dan reaksinya dengan tidak tergantung pada orang
orang lain.
Brookfield (dalam Yamin, 2008: 204) menjelaskan kemandirian terdiri
dari beberapa aspek, yaitu:
1. Menetapkan tujuan belajarnya sendiri,
2. Memilih dan menentukan sendiri sumber belajar,
3. Menggunakan strategi belajar yang tepat.
Dari beberapa aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan para ahli,
terdapat perbedaan antara Kuswanto dan Brookfield. Aspek-aspek
kemandirian siswa sangat mempengaruhi proses dan prestasi belajar dari siswa
dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai, berelasi dengan teman, memilih
sumber belajar yang akan digunakan, dan strategi belajar dalam mempelajari
2.1.1.5 Manfaat Kemandirian Bagi Siswa
Menurut Lipton dan Hubble (1997: 63) terdapat 4 manfaat
kemandirian bagi siswa, yaitu:
1. Siswa memahami bidang pelajaran secara lebih mendalam,
2. Siswa berinteraksi langsung dengan bidang pelajaran yang sedang
dipelajarinya,
3. Siswa dapat memusatkan perhatian pada materi pelajaran yang belum
dikuasai,
4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mendalami bidang pelajaran yang
dibelajari tanpa dibatasi, sehingga siswa dapat belajar sampai batas
kemampuan yang dimiliki.
Kemandirian bermanfaat terhadap kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa. Siswa menjadi lebih bertanggungjawab, berfikir kreatif
dan kritis, dan lebih percaya diri ketika memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
2.1.1.6 Pengembangan Ketrampilan Belajar pada Kemandirian Siswa
Menurut Soeparno (2001: 63) ada beberapa pengembangan
ketrampilan belajar siswa agar dapat meningkatkan kemandirian, yaitu:
1. Mengenali diri sendiri
Memahami diri sendiri sangat penting, agar siswa tidak keliru
dalam menafsirkan kemampuan-kemampuan dirinya. Siswa memahami
apa yang sebenarnya ingin dicapai, yang merupakan visi terhadap
2. Memotivasi diri sendiri
Motivasi tumbuh dari dalam diri sendiri dan dapat berasal dari luar
dirinya, yaitu melalui lingkungan sekitar. Apakah berasal dari orang tua,
guru dan teman. Membuat daftar keuntungan-keutungan yang akan
diperoleh setelah seseorang memutuskan untuk mempelajari sesuatu maka
akan menumbuhkan motivasi yang sebenarnya dapat dipelajari oleh semua
orang.
3. Mempelajari cara-cara belajar efektif
Beberapa tipe yang dapat dicatat tentang tindakan-tindakan yang
dapat membantu mengefektifkan seseorang dalam belajar diantaranya
adalah:
a. Membuat rangkuman
Rangkuman membantu siswa ketika akan mengulang pelajaran
atau ketika mencoba mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
b. Membuat pemetaan konsep-konsep penting
Pemetaan merupakan gambaran konsep-konsep yang saling
berhubungan, sehingga sangatlah penting maka akan ada konsep utama
dan konsep pendukung.
c. Mencatat hal-hal yang esensial dan membuat komentar
Cara mencatat pada kertas terpisah, bagian kiri untuk catatan
penting bersifat deskriptif dan bagian kanan berupa catatan bersifat
personal tentang kesan atau perintah-perintah kepada diri sendiri untuk
4. Membaca secara efektif
Membaca secara efektif dapat dibagi menjadi beberapa hal, yaitu:
a. Skimming
Membaca dengan cepat untuk melihat gambaran umum dari
judul-judul bab dan bagian lain secara garis besar.
b. Scanning
Membaca dengan melihat judul bab kemudian sub judul
didalam suatu bab serta membaca kalimat-kalimat awal pada tiap-tiap
paragraf.
c. Membaca simpulan
Kesimpulan berisi ide-ide pokok tentang apa yang telah
dipaparkan sebelumnya dan berfungsi untuk mengingatkan kembali
kepada pembacanya bahwa inilah ide-ide pokok dari penulis.
d. Membaca untuk pendalaman
Membaca dengan cermat dan penuh kesadaran, mendalami isi
bacaan. Pembaca diharapkan dapat menangkap ide yang tersirat.
e. Memanfaatkan indeks
Indeks dapat menolong pembaca untuk mengetahui ada
tidaknya informasi yang diperlukan di dalam buku yang akan
dipelajari.
5. Membuat situasi yang kondusif
Suasana yang menunjang seperti tempat yang relatif tenang dan
belajar yang sehat adalah rileks, tidak mengganggu postur tubuh dan
konsentrasi.
6. Mengenal lingkungan
Pengembangan ketrampilan belajar siswa dari pengenalan
lingkungan belajar atau sumber-sumber belajar yang tidak terhitung
jumlahnya disekitar siswa. Contohnya berupa orang, bahan bacaan dan
lembaga yang dijadikan sumber belajar.
Pengembangan ketrampilan belajar pada kemandirian siswa yaitu,
mengenali diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mempelajari cara-cara belajar
efektif, membaca secara efektif, membuat situasi yang kondusif, dan
mengenal lingkungan secara bertahap dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
2.1.2 Belajar dan Prestasi Belajar 2.1.2.1 Pengertian Belajar
Slameto (2010: 2) menjelaskan bahwa belajar secara psikologis
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Interaksi dengan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perubahan perilaku
tingkah laku seseorang. Winkel (2004: 59) menjelaskan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan-perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan sebagai
pemahaman, sikap perbuatan, kebiasan, kecakapan dan
pengetahuan-pengetahuan baru yang ada pada siswa yang sedang belajar. Hariyanto (2011:
9) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa
sendiri. Siswa memperoleh sesuatu dari apa yang dipelajari di lingkungan
sekitar, berupa keadaan alam, manusia dan benda-benda yang dilihat, yang
dijadikan sebagai bahan ajar. Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi, sikap dan kepribadian.
2.1.2.2 Prinsip-prinsip Belajar
Cucu (2012: 18) menjelaskan belajar memiliki prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Belajar berlangsung seumur hidup.
2. Proses belajar adalah kompleks namun terorganisir.
3. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks.
4. Belajar dari yang faktual menuju konseptual.
5. Belajar mulai dari yang kongkrit menuju abstrak.
6. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
7. Keberhasilan belajar dipengarui oleh faktor bawaan, lingkungan,
8. Belajar berlangsung dengan guru maupun tanpa guru. Guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar, tetapi masih banyak sumber belajar lainnya.
9. Belajar mencangkup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam
rangka membangun manusia seutuhnya dan bulat, baik dari sisi agama,
ideologi, politik ekonomi, sosial budaya, dan ketahanan.
10.Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam
lingkungan keluarga, sebagai pendidikan awal bagi lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekolahnya.
11.Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
12.Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal
seperti hambatan psikis dan fisik, dan eksternal, seperti lingkungan yang
kurang mendukung, baik sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dsb.
13.Kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain,
mengingat tidak semua bahan ajar dapat dipelajari sendiri.
2.1.2.3 Pendekatan Belajar
2.1.2.3.1 Pengertian Belajar dalam Pendekatan Konstruktivisme
Driver dan Bell (dalam Hariyanto, 2011: 106) menjelaskan bahwa
pendekatan Kontruktivisme menjadikan siswa tidak dipandang sebagai
sesuatu yang pasif, siswa harus terlibat aktif dalam belajar, karena belajar
bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa saja, akan tetapi harus
dilihat juga proses dalam siswa mengkonstruksi pengetahuannya. Pendapat
lain juga disampaikan oleh John Dewey (dalam Hariyanto, 2011: 105)
2.1.2.3.2 Pengertian Belajar dalam Pendekatan Behavioristik
Hariyanto (2011: 58) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku dari adanya interaksi antara stimulus dan respon
siswa, faktor penting dari Kontruktivisme adalah adanya penguatan atau
reinforcement. Apabila penguatan yang diberikan maksimal maka respon
yang diterima akan semakin kuat, sebaliknya apabila penguatan yang
diberikan kurang maka respon yang diterima akan semakin lemah.
Penguatan yang diberikan berupa stimulus dalam bentuk tindakan-tindakan
yang dapat menumbuhkan respon siswa.
2.1.2.4 Pengertian Prestasi
Winkel (1984: 64) menjelaskan bahwa prestasi adalah bukti usaha
yang dapat dicapai. Bentuk dari hasil usaha dapat diukur menggunakan tes dan
melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan agar dapat mengetahui tingkat
keberhasilan pencapaian yang tercapai dalam pembelajaran, sehingga dapat
memperbaiki tujuan usaha yang kurang tercapai.
2.1.2.5 Pengertian Prestasi Belajar
Winkel (1996: 162) menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah suatu
bentuk keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam
melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Masidjo
(1995: 40) menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil proses belajar yang
khas, yang dilakukan secara sengaja sebagai hasil suatu pengukuran dari hasil
proses belajar yang diperoleh selama belajar. Hasil perubahan ini dapat
nilai. Dimyanti (2006: 3) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindakan belajar dan mengajar. Dari sisi guru, tindakan
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi prestasi belajar, dari sisi siswa
prestasi belajar merupakan puncak proses belajar.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
prestasi Belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami proses
belajar dalam waktu yang telah ditentukan yang kemudian akan diukur dan
dinilai dalam bentuk angka atau pernyataan.
2.1.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dalam prestasi belajar, terdapat beberapa faktor yang melatar
belakanginya. Ahmadi (1991: 130) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar, antara lain:
1. Faktor internal
Faktor internal terdiri dari: 1) faktor jasmaniah yang bersifat
bawaan, contoh: pendengaran, struktur tulang dan lain-lain; 2) faktor
psikologis yang terdiri dari faktor interaktif, contohnya kecerdasan dan
bakat yang terlihat dari prestasi yang dimiliki. Faktor non interaktif yaitu
unsur-unsur kepribadian seperti sikap, kemandirian, motivasi dan lain-lain;
3) faktor kematangan fisik maupun psikis.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari: 1) faktor sosial, contohnya lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah; 2) faktor budaya dimana teknologi adat
lingkungan fisik seperti contoh fasilitas belajar, fasilitas rumah, dan
lain-lain; 4) faktor keamanan.
Sependapat dengan Ahmadi, Mulyasa (2006: 191) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain:
1. Faktor internal
Keberhasilan belajar ditentukan oleh diri sendiri. Contohnya,
intelegensi, keberhasilan siswa dapat diukur dengan intelegensinya,
semakin tinggi tingkat intelegensi maka kemungkinan tingkat hasil yang
dicapai semakin tinggi. Siswa yang mempunyai intelegensi yang rendah
belum tentu mendapatkan prestasi belajar yang rendah, hal ini dikarenakan
masih ada faktor-faktor lain, yaitu: minat, sikap, waktu, dan kesempatan.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari faktor sosial dan faktor non-sosial.
Faktor sosial meliputi hubungan manusia dengan berbagai situasi sosial.
Contohnya, lingkungan rumah, masyarakat, sekolah dan lain-lain. Faktor
non-sosial bukan menyangkut seperti keadaan fisik atau lingkungan alam,
melainkan lebih ke situasi rumah, fasilitas belajar, ruang belajar, dan
lain-lain.
Pada lingkungan sekolah, khususnya seorang guru mempunyai
peran yang sangat penting. Peran guru memperhatikan tingkah laku siswa,
guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri
pemecahan masalah yang diberikan guru. Guru sebagai fasilitator
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yang
dikemukakan beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor
internal dan faktor eksternal mempengaruhi prestasi belajar. Faktor internal
dalam bentuk intelegensi, namun faktor intelegensi tidak dapat berdiri sendiri,
faktor minat, sikap, waktu, kesempatan dan jasmaniah juga berperan dalam
pembelentukan intelegensi, psikologis dan kematangan. Faktor eksternal
terdiri dari faktor sosial, budaya, faktor lingkungan fisik dan keamanan.
2.1.3 Pembelajaran Matematika 2.1.3.1 Hakekat Matematika
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek
abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
konsep diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya sehingga
keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas
(Depdiknas, 2003).
Menurut Sujono (dalam Fathani, 2009: 19), matematika sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik, serta
matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan
maslah yang berhubungan dengan bilangan. Sependapat dengan depdiknas dan
Sujono, mengemukakan pengertian matematika. Menurut Soedjadi (2000: 31)
matematika merupakan suatu ilmu yang berobjek abstrak yang menekankan
pada pendapat yang sama yang berpola pikir deduktif.
Menurut Suryanto (2010: 58) matematika merupakan aktivitas manusia
sebagai barang jadi, materi pelajaran matematika berwujud sekumpulan
pengertian atau konsep, sekumpulan pernyataan, sekumpulan rumus, sehingga
belajar menjadi kegiatan menghafal dan menerapkan rumus-rumus semata,
sehingga pembelajaran matematika terasa membosankan. Dalam kegiatan
pembelajaran, siswa diharapkan dapat menemukan konsep, dalam memahami
materi, dengan bantuan seperlunya dari guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan pengertian matematika yang dikemukakan beberapa ahli
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu bahan kajian
konsep-konsep yang saling berkaitan. Setiap konsep dalam matematika
merupakan prasyarat yang harus dipahami siswa untuk dapat mempelajari
konsep selanjutnya. Apabila siswa tidak dapat memahami suatu konsep, maka
siswa tidak akan menguasai konsep-konsep selanjutnya. Apabila siswa
diajarkan sebagai sebuah kegiatan, siswa dapat menemukan konsep, maka
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi. Guru sebagai pengajar
diharapkan dapat menciptakan sebuah kegiatan pembelajaran yang menarik
dan menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
dalam menemukan informasi atau konsep-konsep matematika sendiri sehingga
siswa dapat benar-benar memahami materi dengan baik. Peneliti memilih
menggunakan pendekatan PMRI dalam mengajarkan matematika, karena
dalam PMRI guru memberikan kesempatan siswa untuk aktif memahami
2.1.3.2 Proses Belajar Matematika
Winkel (1987: 36) menjelaskan bahwa proses belajar merupakan
suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungannya, dan menghasilkan perubahan dalam pemahaman,
pengetahuan, nilai sikap dan ketrampilan. Perubahan tersebut tidak akan
mudah hilang, bersifat secara relatif dan berbekas. Ruseffendi (1996: 198)
menjelaskan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam
arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti sebelum
sampai pada latihan atau hafalan. Pemahaman konsep matematika dapat
dipahami dengan baik apabila dalam proses belajar matematika pengenalan
materi atau representasinya dimulai dengan benda-benda kontrik secara
kontekstual, menggunakan media-media yang menarik sehingga
memunculkan minat anak untuk belajar.
2.1.4 Materi Matematika di Sekolah Dasar
Dalam penelitian ini Standar Kompetensi yang digunakan untuk
mencapai hasil adalah Standar Kompetensi 7 mengenai bilangan Romawi yaitu
menggunakan lambing bilangan Romawi dan Kompetensi Dasar 7.2
Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya.
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Gambar 2.1 Diagram Lambang Bilangan Romawi
Dalam mendukung Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berikut,
ada beberapa materi yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian tersebut,
yaitu:
1. Pengenalan lambang bilangan Romawi, dalam pengantar untuk menjelaskan
materi kepada siswa, guru menjelaskan terlebih dahulu angka-angka
bilangan Romawi dasar kepada siswa terlihat pada tabel (2.2)
2. Membaca dan menulis bilangan Romawi, dalam proses pembelajaran siswa
berlatih membaca bilangan Romawi yang tulis oleh pengajar dan menulis
bilangan Romawi dengan mengerjakan soal-soal latihan yang disediakan
guru.
3. Aturan bilangan Romawi, siswa mempelajari aturan penjumlahan bilangan
Romawi, pengurangan bilangan Romawi dan aturan gabungan yaitu,
terdapat aturan penjumlahan dan pengurangan dalam menuliskan bilangan
Tabel 2.2 Bilangan Romawi Bilangan Romawi Bilangan Cacah
I 1
Selain bilangan asli, bilangan cacah, bilangan bulat, maupun bilangan
pecahan yang telah pelajari, satu lagi himpunan bilangan yang perlu dipelajari
adalah bilangan Romawi. Lambang bilangan Romawi dijumpai oleh siswa
dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam bab buku, kejuaraan, penomoran
alamat rumah, dan penomoran kelas.
Contoh adanya bilangan Romawi dalam kehidupan sehari-hari antara
lain:
1. Daerah Istimewa Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono
X. (urutan)
2. Perang Diponegoro terjadi pada abad ke XIX. (tahun)
3. Alamat rumah Paman di Jalan Glagah UH IV nomor 264 Yogyakarta.
(penomoran alamat rumah)
Pada contoh-contoh kalimat di atas, bilangan X, XIX, dan IV
merupakan bilangan-bilangan Romawi. Cara untuk membaca bilangan
Romawi, dapat diuraikan dalam bentuk aturan penjumlahan, pengurangan dan
Contoh aturan bilangan romawi penjumlahan:
1. MDCCLXXVI = M + (D+C+C) + (L+X+X) + (V+I)
= 1000 + 700 + 70 + 6
= 1776
Jadi, MDCCLXXVI dibaca 1776
Contoh aturan bilangan romawi pengurangan:
2. Yoga dapat mengartikan 409 kata bahasa Inggris menjadi bahasa
Indonesia. Lambang bilangan Romawi dari 429 adalah . . .
= (D – C) + (X – I)
= 400 + 9
= 40
Contoh aturan bilangan romawi gabungan:
3. M + (D – C) + (C – X) +(V + I)
= 1000 + 400 + 90 + 6
= 1496
2.1.5 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia 2.1.5.1 Pengertian Pendekatan PMRI
Hadi (2005: 1) menjelaskan bahwa PMRI merupakan adaptasi dari
Realistic Mathematics Education (RME) yang berasal dari belanda,
pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh oleh Hans Freudenthal
sejak tahun 1970-an. Pendekatan PMRI menekankan keterampilan proses,
berdiskusi dan berkolaborasi, serta berargumentasi dengan teman sekelas.
(teacher telling) dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Suryanto (2010: 37) menjelaskan bahwa PMRI sebagai hasil adaptasi
dari RME yang diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan
masyarakat Indonesia. Penerapan PMRI menekankan bahwa objek kajian
matematika adalah abstrak, suatu hal yang tidak dapat ditawar, tetapi juga
memperhatikan bahwa perkembangan jiwa anak menuntut adanya
langkah-langkah yang mengantar siswa untuk memahami objek yang abstrak tersebut.
Langkah-langkah tersebut dalam bentuk konkret terlebuh dahulu yang secara
bertahap mengarah ke abstrak. Wijaya (2012: 21) menambahkan bahwa dalam
PMR, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun
konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan PMRI adalah
pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal riil atau pernah dialami atau
dibayangkan siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga siswa dapat
menemukan sendiri (student inventing) ide-ide dan konsep matematisnya
sebagai kebalikan dari (teacher telling). Siswa dapat menggunakan
matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun
2.1.5.2 Prinsip Pendekatan PMRI
Prinsip pendekatan PMRI menurut (Suryanto, 2010:42), adalah:
1. Menemukan kembali (Guided Reinvention) dan matematisasi progresif
(progressive Mathematizing)
Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasikan melalui prosedur
penyelesaian masalah secara informal. Strategi siswa secara informal
sering ditafsirkan sebagai prosedur secara formal. Pembelajaran dimulai
dengan suatu masalah yang kontekstual atau realistik yang selanjutnya
melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan kembali sifat, teorema,
definisi, atau prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan penyelesaian atau
prosedur siswa dalam memecahkan masalah dapat digunakan sebagai
langkah matematisasi horizontal maupun vertikal.
2. Fenomena didaktik (Didacting Phenomenology)
Situasi yang berisikan fenomena mendidik yang dijadikan bahan
dan area aplikasi dalam pengajaran metematika haruslah berangkat dari
keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkatan
matematika secara formal. Guru menyajikan masalah kontekstual pada
awal pembelajaran yang memungkinkan banyak cara yang dapat
digunakan dan ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa
menjadi terbiasa untuk bebas berfikir dan berani berpendapat, karena cara
setiap siswa dalam menyelesaikan masalah berbeda-beda tetapi cara
pembelajaran matematika tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah
atau beralih kepada pembelajaran matematika yang berorientasi pada
siswa atau bahkan berorientasi pada masalah.
3. Pengembangan model sendiri (Self Developed Models)
Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan bagi
siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari informal ke formal
matematika. Siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah,
dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya
menjadi suatu model sesuai penalaran matematika. Kebebasan yang
diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau
kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai
model pemecahan masalah yang dibuat oleh siswa. Dalam pembelajaran
matematika realistik diharapkan terjadi urutan: situasi nyata menggunakan
model kearah formal dalam memahami materi dalam bentuk pengetahuan
formal.
2.1.5.3 Karakteristik PMRI
Menurut Suryanto (2010: 44) terdapat 5 karakteristik dasar PMRI,
yaitu:
1. Menggunakan konteks, konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa
yang nyata baik aspek budaya maupun aspek geografis.
2. Menggunakan model, berupa benda dan semikonkret berupa gambar atau
skema yang digunakan untuk menjembatani dari konsep konkret ke
3. Menggunakan kontribusi siswa, berupa ide, variasi jawaban dan variasi
cara penyelesaian masalah.
4. Menggunakan format interaktivitas, interaksi siswa dengan siswa, atau
antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator dalam
berdiskusi dan memberikan penjelasan.
5. Memafaatkan keterkaitan antar topik, memungkinkan adanya integrasi
antar topik-topik sehingga mempertajam kebermanfaatan belajar
matematika.
2.1.5.4 Implikasi Pelaksanaan PMRI
Implikasi pelaksanaan PMRI di klasifikasikan berdasarkan kegiatan
guru dan siswa (Suryanto, 2010: 48).
1. Implikasi pada kegiatan guru
Dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu mengindari sifat
menggurui. Sebelum mengajar, guru melakukan persiapan seperti
menyiapkan media atau alat peraga, dan membuat soal berupa masalah
kontekstual sesuai dengan materi yang akan diajarkan untuk dipecahkan
oleh siswa. Guru sebagai fasilitator memandu siswa dan membiarkan
siswa belajar mandiri untuk memecahkan masalah kontekstual.
Pengetahuan dan pemahaman materi diharapkan dibangun oleh siswa,
bukan guru.
2. Implikasi pada kegiatan siswa
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa secara mandiri atau kelompok
bertanya seperlunya kepada guru atau teman apabila tidak menemukan
jalan pemecahan maalah kontekstual. Hasil kerja siswa secara individu
atau kelompok kemudian dipresentasikan kepada semua teman dan guru
kelas, kemudian teman dan guru kelas menanggapi dalam bentuk saran
atau kritik. Suasana dalam kegiatan pembelajaran menjadi kondusif,
karena siswa secara mandiri dan bersungguh-sungguh memikirkan atau
menyelesaikan masalah kontekstual.
2.1.5.5 Langkah-langkah Pendekatan PMRI
Menurut Suryanto (2010: 50) langkah-langkah pendekatan PMRI
adalah.
1. Pesiapan kelas
Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang harus
dipersiapkan contohnya buku, LKS, alat peraga, dan sebagainya kemudian
dilanjutkan dengan pengelompokan siswa. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan
digunakan.
2. Kegiatan pembelajaran
Siswa diberi permasalahan kontekstual dalam bentuk soal cerita
secara lisan maupun tertulis. Siswa yang belum memahami masalah dapat
bertanya kepada guru atau teman seperlunya. Siswa secara individu
ataupun kelompok memecahkan masalah kontekstual yang diberikan
dengan caranya sendiri. Guru memberikan bimbingan atau petunjuk
ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan. Setelah waktu
pengerjaan soal habis, siswa secara individual ataupun beberapa siswa
dalam kelompok menyampaikan hasil pekerjaannya. Siswa-siswi lain
diminta untuk mengemukakan pendapatnya tentang berbagai penyelesaian
mana yang dianggap paling tepat. Guru memberi penekanan pokok-pokok
materi yang harus dipahami siswa.
2.2 Penelitian-penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan
peneliti.
Penelitian pertama yaitu Sholekhah (2009) melakukan penelitian tentang
“Peningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan menggunakan Pendekatan
PMRI Siswa Kelas II SD Negeri 3 Bantul”. Subjek peneliti ini adalah siswa
kelas II SD Negeri 3 Bantul dengan jumlah 29 siswa. Hasil dari penelitiannya
bahwa penggunaan model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SD Negeri 2 Bantul, hal
ini ditunjukkan dengan rata-rata kondisi awal sebesar 51,25, nilai rata-rata hasil
tes siklus I sebesar 71,96 dan nilai rata-rata tes siklus II adalah 81,83.
Kelemahan-kelemahan peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan
PMRI, yaitu: (a) konteks nyata sebagai starting point, beberapa siswa belum
dapat mengukur ubin, (b) penggunaan model-model yang didemonstrasikan oleh
siswa baik individu maupun kelompok, terdapat beberapa siswa yang belum