• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Semiotika Budaya

Memaknai nilai dan norma suatu tradisi bukanlah pekerjaan yang mudah, begitu pula pada upacara mangupa horja godang yang perlu pengkajian nilai dan norma-norma yang patut ditransmisikan serta direalisasikan pada generasi penerus. Oleh karena itu, diperlukan model yang dapat dijadikan ancangan tradisi lisan mangupa horja godang adat Angkola. Untuk dapat meretas nilai dan norma yang tersembunyi dibutuhkan pisau potong pengkajian yaitu teori semiotika yang dikembangkan Peirce.

Teori semiotik menurut Peirce dapat dikembangkan secara pragmatisme. Istilah pragmatis adalah teori makna yang menekankan hal-hal yang dapat ditangkap dan mungkin berdasarkan pengalaman subjek. Maka pada upacara mangupa horja godang adat Angkola digunakan kajian semiotika pragmatis yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce mengungkapkan bahwa ada tiga komponen tanda yaitu:

 representemen, yaitu bentuk yang menyatakan tanda atau „kenderaan tanda‟ setara dengan penanda (signifier),

 interpretant, yaitu makna yang didatangkan dari tanda itu atau „makna‟ yang dibuat seseorang; setara dengan signified, dan

 object, yaitu sesuatu yang berada di luar tanda yang merupakan acuan.

Secara konkret ketiga penjabaran di bawah dapat digambarkan sebagai segitiga semiotik, hubungan antara objek dan representamen digambarkan sebagai

garis terputus-putus, sedangkan interaksi antara representamen, objek dan objek sebagai semiosis. Pengembangan teori makna yang dikemukakan oleh Peirce memokuskan pada hal-hal yang dapat ditangkap berdasarkan pengalaman subjek. Jadi, subjek interpretasi subjek tentang objek kajian upacara mangupa horja godang adat Angkola yang digunakan dengan kajian semiotika, untuk lebih jelas lihat gambar 3 di bawah.

Christomy (2004:115) dasar pemikiran tersebut menjabarkan bentuk tiga pihak gejala secara fenomenologis seperti:

 Bagaimana sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain.  Bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas di luar dirinya yang

hadir dalam ruang dan waktu. dan

 Bagaimana gejala tersebut dimediasi direpresentasikan, dikomunikasikan, dan ditandai.

 Perhatian yang dikemukakan Peirce dengan model tiga dimensi atau trikotomis yang memusatkan perhatiannya pada tanda (sign) yang dimaksudkan oleh Peirce tentang tanda adalah, “Sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam sesuatu kapasitas (something which stand to somebody for something in some respect or capacity)”.

interpretant

representamen object ---

Gambar 3. Segitiga Semiotik

Lebih jelas yang dimaksudkan adalah pengalaman fisik manusia maupun pengalaman mental/ emosional manusia. Jadi, pengalaman fisik manusia maupun pengalaman mental/ emosional yang diwakili oleh tanda.

Contoh kalimat mangupa horja godang adat Angkola: Di tonga ni pira manuk na nihobolan

i di baen do i sira na macim pandai- an, dia ma i na nidokna, sai mura ma rasoki dohot pancarian duri ni pangkat ma i tu duri ni hotang tu dia hamu mangalakka sai dapot-dapotan nisuak barse-barse di toru ni lambak pining marringgit maruse-use mar manuk habangan ding-ding

Di tengah-tengah telur ayam diletakkan garam yang rasanya asin. Apa pula maknanya? Semoga murah rezeki dan mudah pencaharian. Duri pangkat itulah duri rotan Kemana kamu pergi selalu kamu mendapat Dirobek barse-barse di bawah pelepah pinang ringgit tumpah ruah, ayam berterbangan di dinding.

Contoh pemahaman semiotik tentang kata telur ayam (pira manuk) yang dimaksudkan oleh Peirce dengan representamen, pemaknaan yang dimaksudkan melalui, 1) pemaknaan indrawi (representamen) yaitu telur ayam, 2) mengacu kepada objek (benda berbentuk bulat yang di hasilkan oleh ayam, 3) penafsiran berdasarkan pengalaman (interpretan) tentang telur ayam. Dari pemaknaan tentang telur ayam (pira manuk), proses 1) disebut dengan proses pemaknaan indrawian individu, dan 2) dan 3) terjadi pada benak masing-masing individu sesuai dengan pengalaman individu.

Sibarani (2012:248) menyebutkan agar dapat memahami tradisi lisan secara teoretis akan memberikan pedoman dalam memahami tradisi dapat dilihat dari aspek waktu yaitu pada masa lalu, kini, dan nanti. Selanjutnya Sibarani menyatakan lagi :

Tanpa membongkar ketiga dimensi itu penelitian tradisi lisan hanya sebagai inventarisasi yang akan tersimpan di perpustakaan. Teori ini akan dilengkapi oleh teori pragmatis yang berusaha untuk melihat manfaat sebuah tradisi, betapapun abstraknya, mulai dari pemahaman tradisi masa lalu, mengaitkannya dengan manfaat masa kini dan proyeksi manfaat pada masa mendatang.

Buah pemikiran terbentuk tak terlukiskan (inefable) yang dapat “dinamai” dan dapat diinterpretasikan/ dijelaskan yang keseluruhannya sebagai realitas yang memberikan tiga peluang interpretasi pada setiap tanda yang menjadi tanda yang dimaksudkan atau tanda itu sendiri (in itself), sehingga ada hubungan masing- masing tanda, petanda, dan penanda sebagai perantara di atara objek dan interpretan. Penjabaran trikotomi dalam sepuluh tanda antara lain: 1) qualisign, sinsign, dan legisign,2) ikonis, indeks, dan simbol , 3) term (rheme), proposisi (dicent), dan argument, agar lebih jelas perhatikan tabel di bawah ini:

Tabel 1

Klasifikasi Sepuluh Tanda yang Utama dari Peirce (Noth 1996:45) Relasi dengan representamen Relasi dengan objek Relasi dengan Interpretan Kepertamaan (firstness) Bersifat potensial (qualisign) Berdasarkan keserupaan (ikonis) Terms (rheme) Keduaan (secondness) Bersifat keterkaitan (sinsign) Berdasarkan penunjukkan (indeks) Suatu pernyataan yang bisa benar bisa salah (proposisi atau dicent) Ketigaan (thirdness) Bersifat kesepakatan (legisign) Berdasarkan kesepakatan (simbol) Hubungan proposisi yang dikenal dalam bentuk logika tertentu (internal) (argumen)

Mengamati tabel di atas semiotik pragmatik berfungsi untuk merekonstruksi proses tanda dalam konsep berkomunikasi, pengembangan suatu tanda menjadi tanda yang lainnya terus berkembang dalam konsep komunikasi pada masyarakat yang berbudaya. Sehingga setiap masyarakat yang berbudaya dapat mengamati, memperhatikan, dan memaknai adanya hubungan masing-

masing tanda, petanda, dan penanda sebagai perantara di antara objek dan interpretan pada konsep upacara adat mangupa horja godang , maka perlulah dengan jeli meretas makna tanda yang digunakan komunitas adat dalam menyampaikan pesan sebagai bagian komunikasi diantara komunitas sebagai bentuk ikatan dan pemahaman makna tanda tersebut.

Dokumen terkait