• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2 PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Pengertian dan Prinsip BUM Desa

Lahirnya konsep BUM Desa tidak lepas dari upaya pembelajaran yang secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah sebagai perumus kebijakan publik. Pemberlajaran dalam konteks kerja pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat telah ada mulai dari program Bimbingan Massal (Bimas), Instruksi Massal (Inmas), kemudian ragam program pengentasan kemiskinan, seperti tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit Usaha Kesejaheraan Rakyat (Kukesra), P4K dan terakhir pada era orde baru adalah program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Era reformasi juga dikenal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), selanjutnya yang terbaru atau mendapatkan perhatian adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).

Pengertian BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa (pasal 1 ayat 6 UU No. 06 tahun 2014). Pengertian Desa itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BUM Desa didirikan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang ekonomi dan atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerjasama antar Desa (pasal 2 UU No. 6 Tahun 2014). Kehadiran BUM Desa sebagai lembaga ekonomi Desa masih sangat muda. Kemungkinan pada prakteknya masih lemah dalam permodalan, tata kelola dan kelemahan pada aspek lainnya, sehingga perlu dukungan pemerintahan yang lebih tinggi dalam melakukan proteksi, dukungan dan sejenisnya. Dapat dipastikan dalam implementasinya tidak selalu memunculkan penguatan kelembagaan, karena organisasi ini didirikan untuk meminimalisir praktek ekonomi yang selama ini menghambat kesejahteraan masyarakat Desa seperti praktek ijon, rentenir dan sejenisnya. Selama ini, pihak swasta yang jauh lebih awal telah mengenali kebutuhan masyarakat dan potensi yang ada di Desa, sehingga ada persaingan dalam taraf pelaksanaan.

BUM Desa didirikan atas prakarsa (inisiatif) masyarakat dan pemerintah Desa dan pengelolaanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif,

(user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help

(PKDSP 2007). Berikut makna setiap item dari prinsip usaha BUM Desa, sebagai berikut:

1) Kooperatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.

2) Partisipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUM Desa.

3) Emansipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.

4) Transparan; aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5) Akuntabel; seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif.

6) Sustainabel; kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUM Desa.

Posisi BUM Desa berbeda dengan lembaga lainnya yang pernah ada, terkait dengan program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat. Aspek-aspek pembedanya sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, terkait BUM Desa sebagai berikut: (1) Kepemilikan bersama pemerintah Desa dan masyarakat; (2) Modal usaha bersumber dari Desa dan dari masyarakat melalui penyertaan modal; (3) Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal

(local wisdom); (4) Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi desa dan kebutuhan pasar; (5) Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat yang diatur dalam peraturan Desa (village policy); (6) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa; dan pada tingkatan opersionalisasi, BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina pengelolaan BUM Desa.

Bidang usaha yang dapat dikembang melalui BUM Desa cukup luas sebagaimana ketentuan PermenDesa No. 4 tahun 2015 yaitu terdiri dari:

1) Bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial dan dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi:

a) air minum Desa; b) usaha listrik Desa; c) lumbung pangan; dan

d) sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.

2) Bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani kebutuhan masyarakat Desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Desa, meliputi: a) alat transportasi;

b) perkakas pesta; c) gedung pertemuan; d) rumah toko;

e) tanah milik BUM Desa; dan f) barang sewaan lainnya.

3) Usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada warga, meliputi:

11

b) pasar Desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat; dan

c) jasa pelayanan lainnya.

4) Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading) barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas, meliputi:

a) pabrik es; b) pabrik asap cair; c) hasil pertanian;

d) sarana produksi pertanian; e) sumur bekas tambang; dan f) kegiatan bisnis produktif lainnya.

5) Bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha- usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi Desa, yaitu dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat Desa.

6) Usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan, meliputi;

a) pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif;

b) Desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat; dan

c) kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.

Bidang usaha sesuai dengan fungsi di atas mutlak mengarah pada tujuan pendirian BUM Desa, sebagaimana disebutkan dalam Permen Desa No. 4 tahun 2015 pasal 3 yaitu; (1) meningkatkan perekonomian desa; (2) mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa; (3) meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa; (4) mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga; (5) menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga; (6) membuka lapangan kerja; (7) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa; (8) meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan PADes.

Kegiatan usaha masyarakat harus berkembang, bukan mematikan usaha yang telah ada. Keberadaan lembaga ekonomi lain di desa dengan pelibatan peran swasta (private), tidak saling melemahkan. BUM Desa bukan pesaing organisasi

private, tetapi bersifat menguatkan kegiatan ekonomi tersebut. BUM Desa dirancang bukan sebagai organisasi skala kecil, tetapi disiapkan untuk menjadi organisasi atau kelembagaan ekonomi-sosial yang besar.

Dapat dilihat dari proses pendirian yang relatif kompleks, layaknya perusahaan dengan skala investasi yang besar yaitu:

1) Mendisain struktur organisasi; diperlukan adanya struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUM Desa.

2) Menyusun tugas dan fungsi pengelola; ada kejelasan tugas, tanggungjawab, dan wewenang pemegang jabatan tidak terjadi duplikasi yang memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang terdapat di dalam BUM Desa diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

3) Menetapkan sistem koordinasi; penetapan sistem koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas Desa berjalan efektif.

4) Menyusun bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga; transaksi jual beli atau simpan pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUM Desa.

5) Menyusun pedoman kerja organisasi BUM Desa; pihak-pihak yang berkepentingan memahami aturan kerja organisasi.

6) Menyusun Desain sistem informasi; BUM Desa merupakan lembaga ekonomi Desa yang bersifat terbuka. Untuk itu, diperlukan penyusunan Desain sistem pemberian informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga keberadaannya sebagai lembaga ekonomi Desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.

7) Menyusun rencana usaha (business plan); penyusunan rencana usaha penting untuk dibuat dalam periode 1-3 tahun. Sehingga para pengelola BUM Desa memiliki pedoman yang jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi terukur. Penyusunan rencana usaha dibuat bersama dengan Dewan Komisaris BUM Desa.

8) Menyusun sistem administrasi dan pembukuan; bentuk administrasi dan pembukuan keuangan harus dibuat dalam format yang mudah, tetapi mampu menggambarkan aktivitas yang dijalankan BUM Desa.

9) Melakukan proses rekruitmen; persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUM Desa penting dibuat oleh Dewan Komisaris. Selanjutnya dibawa ke dalam forum rembug Desa untuk disosialisasikan dan ditawarkan pada masyarakat.

10)Menetapkan sistem pengupahan dan penggajian; sistem imbalan harus jelas dan bernilai (PKDSP 2007).

Berbagai proses dalam pendirian BUM Desa bukan untuk syarat kelembagaan yang kecil, karena perusahaan dalam skala kecil dan menengah tidak mempunyai persyaratan pendirian yang kompleks. Berdasarkan syarat pendirian tersebut, maka keberadaan BUM Desa bukan hanya beroperasional dalam skala komunitas (Desa), tetapi juga lintas hubungan dengan komunitas lain secara horisontal dan vertikal.

Strategi Pengelolaan BUM Desa

Strategi memiliki kaitan erat dengan konsep perencanaan dan pengambilan keputusan, sehingga berkembang menjadi manajemen strategi. Menurut David (2012) bahwa manajemen strategi adalah seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplmenetasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen strategis tidak

13

hanya menjadi domain organisasi bisnis yang mencari laba semata tetapi juga relevan diterapkan pada organiasi pemerintah, swasta, pendidikan, rumah sakit dan organisasi nirlaba lainnya. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa organiasi yang memiliki dan menerapkan rancangan strategi dengan konsisten ternyata lebih unggul kinerjanya dibandingkan dengan organiasi yang tidak memformulasikan strateginya dengan jelas.

Definisi strategi menurut Tjiptono (2002) sebagai “apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do) dan apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does)”. Definisi strategi tersebut diperjelas oleh Tripomo dan Udan (2005) mengutip pendapat Barry yang menyatakan bahwa strategy is a plan of what an organization intends to be in the future on how it will get there. Strategi adalah rencana tentang apa yang ingin dicapai atau hendak menjadi apa suatu organisasi di masa depan (arah) dan bagaimana cara mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (rute). Pada pandangan intends to do dijelaskan bahwa strategi merupakan program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Dalam hal ini manajer harus aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Adapun dalam pandangan

eventually does, strategi dapat dinyatakan sebagai suatu pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.

Budiman at. al (1989) mendefinikan strategi sebagai “rencana yang merupakan satu kesatuan (unified), bersifat luas (conprehensive) dan terpadu (integrated) yang menghadapkan keunggulan-keunggulan strategik yang dimiliki perusahaan dengan tantangan-tantagan lingkungan”. Rangkuty (2001) memaknai

strategi sebagai “tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Perencanaan strategis dimulai dengan

pertanyaan “apa yang dapat terjadi” dan bukan pertanyaan “apa yang terjadi”. PermenDesa PDTT No. 4 Tahun 2015, strategi pengelolaan BUM Desa dijalankan secara bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari inovasi yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:

1) Sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa;

2) Pelaksanaan musyawarah desa dengan pokok bahasan tentang BUM Desa;

3) pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial (social business)

dan bisnis penyewaan (renting);

4) Analisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha perantara (brokering), usaha bersama (holding), bisnis sosial (social business), bisnis keuangan (financial business) dan perdagangan

(trading), bisnis penyewaan (renting) mencakup aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumberdaya manusia, aspek keuangan, aspek sosial budaya, ekonomi, politik, lingkungan usaha dan lingkungan hidup, aspek badan hukum, dan aspek perencanaan usaha;

5) Pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama BUM Desa antar desa atau kerjasama dengan pihak swasta, organisasi sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor;

6) Diversifikasi usaha dalam bentuk BUM Desa yang berorientasi pada bisnis keuangan (financial business) dan usaha bersama (holding).

Mungkin?

Strategi Umum

Sasaran Tahunan

Umpan balik

Visi, Tanggung jawab sosial dan etika Perusahaan

Lingkungan Eksternal

Analisis Internal

Analisis dan Pilihan Strategi

Sasaran Jangka Panjang Strategi Funsional Kebijakan Melembagakan Strategi (struktur, kepemimpinan dan budaya organisasi)

Pengendalian, Evaluasi, Inovasi dan kewirausahaan Strategis

Umpan balik

Strategi dalam pendekatan yang dibangun oleh Robinson dan Pearce (1997) diawali dengan upaya untuk mengetahui kondisi internal organisasi (muncul sebagai kelemahan atau keunggulan) yang disesuaikan dengan kondisi eksternal (peluang atau hambatan). Hasil penyesuaian dua faktor tersebut akan menghasilkan strategi organisasi (strategi korporasi), sebagai dasar untuk membangun strategi fungsional. Walaupun saat ini BUM Desa Benete belum dibangun dengan pembagian departemen layaknya organisasi besar, tetapi setidaknya ada arah perumusan strategi fungsional pada setiap aspek yang ada seperti personalia, keuangan, pemasaran dan aspek lainnya yang relevan.

Beberapa definisi strategi tersebut terlihat jelas dalam proses perumusan strategi seperti yang tunjukkan pada Gambar 1 bahwa organisasi (BUM Desa) harus mempunyai visi, yang dioperasionalkan melalui misinya. Dua aspek ini harus ada, sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis atau dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang memberikan ciri khusus mengenai keberadaannya. Telaah atas kondisi internal organisasi (BUM Desa) mutlak dilakukan, agar dapat diberikan kriteria spesifik atas setiap faktor.

Gambar 1 Model manajemen strategi (Pearse dan Robinson 1997) Sumber: Robinson dan Pearce (1997)

Proses manajemen strategik menurut Pearce dan Robinson (1997) terdiri dari sembilan tugas penting yang harus dilakukan pengelola yaitu: (1) merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai maksud, filosofi dan sasaran badan usaha; (2) melakukan suatu analisis yang mencerminkan kondisi dan kapabilitas internal badan usaha; 3) menilai lingkungan eksternal badan usaha, termasuk faktor persaingan dan kontekstual umum lainnya; (4) menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh badan usaha dengan cara menyesuaikan sumberdaya dengan lingkungan eksternal; (5) mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara mengevaluasi

15

setiap pilihan berdasarkan misi badan usaha; (6) memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan menghasilkan pilihan menguntungkan tersebut; (7) mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan; (8) mengimlementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumberdaya yang dianggarkan, dimana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur, teknologi dan sistem penghargaan ditekankan; dan (9) mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan pengambilan keputusan.

Tahapan strategi pengelolaan BUM Desa diawali dengan perumusan strategi. Perumusan strategi merupakan sebuah proses memilih pola tindakan utama dalam mewujudkan visi organisasi (BUM Desa). Adapun tahapan utama perumusan strategi menurut Tripomo (2005) yaitu: (1) analisis arah, yaitu untuk menentukan visi, misi dan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai organisasi; (2) analisis situasi, yaitu tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi; (3) penetepan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih strategi yang akan dijalankan organisasi.

Hubungan dengan konsep organisasi publik, Osborne dan Plastrik (1997) mengidentifikasi lima strategi (five C’s), yaitu core strategy dijalankan pada tingkatan purpose; consequanses strategy dijalankan pada level incentives;

customer strategy dijalankan pada level accountability; control strategy

dijalankan pada level power dan culture strategy dijalankan pada level culture. Setiap strategi memunculkan pendekatan tertentu yang memberikan dampak pada tumbuhnya organisasi atau kemampuan dalam mewujudkan tujuan organisasi tersebut. Untuk itu BUM Desa Benete perlu dibangun dengan strategi yang tepat dan dengan pendekatan yang tepat, sesuai dengan kondisi internal dan eksternalnya.

Tabel 1 Strategi lima “C” - pendekatan untuk pengubahan tata kelola organisasi

Tingkat Strategi Pendekatan

Usaha Strategi Inti

(Core strategy)

 Membangun kejelasan usaha

 Membangun kejelasan peran

 Membangun kejelasan arah Insentif Strategi Konsekuensi

(Consequences strategy)

 Pengelolaan persaingan

 Pengelolaan organisasi

 Pengelolaan kinerja Akuntabilitas Strategi Pelanggan

(Customer strategy)

 Pilihan pelanggan

 Pilihan keunggulan

 Jaminan kualitas pelanggan Kekuatan Strategi Kontrol

(Control srategy)

 Pemberdayaan organisasi

 Pemberdayaan personel

 Pemberdayaan masyarakat Budaya Strategi Budaya

(Culture strategy)

 Merubah kebiasaan

 Menyentuh hati

 Memenangkan pikiran Sumber : Osborne dan Plastrik (1997).

Pertumbuhan organisasi dengan kondisi kemampuan yang tinggi, penguasaan pasar merupakan tujuan dari organisasi dengan orientasi profit.

Adapun organisasi formal (publik) diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih tinggi, rendah biaya dan lebih demokratis (Wasistiono 2001). Strategi yang cukup dikenal dalam organisasi publik diajukan oleh Osborne dan Plastrik (1997). Informasi strategi dalam organisasi publik dapat mengacu pada model

strategi yang dikenal dengan “The Five C’s Strategy. Gambaran informasi ragam strategi dan pendekatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Strategi merupakan acuan umum dan jangka panjang (strategi korporat), sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan (strategi fungsional). Pada BUM Desa yang telah mempunyai departemen-departemen, unit usaha dan lainnya akan melakukan penyesuaian internal dengan rujukan strategi korporat. Konteks yang sifatnya lebih operasional adalah kebijakan, didukung dengan persiapan keuangan dan fungsi lainnya. Hal terakhir yang penting adalah evaluasi harus tetap dilakukan, agar dilakukan penyesuaian kembali pada arah yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Dokumen penyusunan strategi merupakan acuan yang digunakan setiap manager atau pengelola dalam menjalankan organisasi. Rumusan strategi dan rencana aksi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap karyawan organisasi. Donelly (1996) menegaskan bahwa ada 6 (enam) informasi yang tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu: (1) apa, apa yang akan dilaksanakan; (2) mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi; (5) berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut; dan (6) hasil apa yang akan diperoleh dari strategi tersebut.

Penyusunan atau perumusan strategi akan menyiapkan organisasi dalam menghadapi kondisi eksternal dan sebagai dasar dalam mengatur arah perbaikan aspek-aspek internal organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Mulyadi (2007) bahwa perumusan strategi menunjukkan dilakukannya pengamatan terhadap tren perubahan lingkungan makro, lingkungan industri dan lingkungan persaingan. Perubahan lingkungan eksternal tersebut menjadi dasar dalam mengelola keuangan, produksi, personalia dan aspek lain yang dimiliki organisasi (BUM Desa).

Pendekatan yang dilakukan pada setiap level strategi sangat jelas, bahwa langkah awal yang dilakukan organisasi adalah membangun kejelasan usaha, peraturan dan pengarahan. Hal ini relevan dengan upaya untuk memperjelas arah pengelolaan bisnis dengan menetapkan visi dan misi. Pendekatan terakhir, adalah bagaimana memenangkan hati dari pasar sasaran atau subyek yang menjadi sasaran. Konsep ini relevan dengan bagaimana organisasi bisnis membangun emosional dengan karyawan, sehingga akan terbangun komitmen untuk menghendaki organisasi menjadi besar (Vishal dan Rachma 2011).

Penggabungan strategi dalam pengelolaan BUM Desa mengacu pada rancangan bisnis dan publik karena mempertimbangkan organisasi ini mempunyai fungsi sosial dan komersial. Penggalian makna pilihan strategi berdasarkan analisis SWOT akan menemukan kondisi internal kelembagaan (muncul sebagai keunggulan atau kelemahan) dan kondisi eskternal (muncul sebagai peluang atau hambatan), sehingga dasar kombinasi tersebut akan memberikan pilihan yang tepat atas bentuk usaha dan ragam kebijakan lainnya dalam organisasi BUM Desa.

17

Terkait dengan rancangan strategi mengacu pada lima “C” (5C) tersebut akan

berimplikasi pada munculnya kekuatan kelembagaan dalam mengembangkan komunitas. Berbagai pendekatan yang dimunculkan disetiap aras strategi akan memberikan penguatan peran dari BUM Desa, baik dalam menjalankan fungsi sosial dan komersialnya.

Berdasarkan analisis strategi dengan dua konsep rancangan tersebut akan memberikan arah yang jelas bagi BUM Desa dalam memposisikan pengembangan kelembagaannya pada tiga aras yaitu internal komunitas, antar komunitas dan antar aras yang lebih tinggi diluar komunitas.

Pada Gambar 2 ditunjukkan, bahwa kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan secara konsepsional memodifikasi pemikiran tentang tiga strategi akumulasi kapital sosial Woolcock (2001). Langkahnya dimulai dengan strategi penguatan kelembagaan di aras komunitas. Strategi langkah ini disebut sebagai

bounding strategy, berupa membangun kesamaan pemahaman dan membangun kesatuan aksi multi-institusi di aras komunitas. Apabila langkah pertama ini berhasil, maka pengembangan kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan berbasis komunitas dilanjutkan ke pengorganisasian antar komunitas (bridging strategy). Strategi ketiga adalah melakukan langkah memayungi kegiatan dalam satuan kawasan dalam kerjasama kemitraan dengan multi-pihak. Strategi ini mensyaratkan kreativitas semua pihak yang berkepentingan menjalin kerjasama dengan basis komunitas. Oleh karenanya, langkah ketiga ini disebut dengan

creating or linking strategy.

Gambar 2 Pengembangan kelembagaan saling memberdayakan pada kawasan pedesaan berbasis komunitas

Sumber : Kolopaking at. al 2013

Arah penyusunan strategi yang mengacu pada analisis faktor internal dan eksternal dan 5C strategy serta kesesuaian dengan fungsi yang dijalankan dalam pemerintahan Desa, termasuk keberadaan BUM Desa untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar desa. Hal ini dimungkinkan sesuai dengan ketentuan UU No. 6 tahun 2014 ayat 1 pasal 92, sebagai berikut: (1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; (2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-desa; dan/atau (3) Bidang keamanan dan ketertiban.

Lingkup kerjasama antar Desa tidak hanya pada aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga dapat meliputi aspek keamanan. Kerjasama tersebut menghasilkan kemampuan daya saing ekonomi pada setiap Desa, yang membentuk akumulasi

Dokumen terkait