STRATEGI PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BENETE
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ISMOL BAHAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini Penulis menyatakan bahwa Tesis berjudul Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat adalah karya Penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, 23 September 2015
RINGKASAN
ISMOL BAHAR. Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat. Di bawah bimbingan NINUK PURNANINGSIH dan SOFYAN SJAF.
Keberadaan BUM Desa telah dijadikan instrumen pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah pusat. Kelahiran BUM Desa pada level komunitas, harus melalui ruang partisipasi publik, dimana masyarakat dan pemerintah Desa menjadi inisiator utama. Keberadaan lembaga ini di dalam komunitas dapat menjadi pengerak kegiatan ekonomi dengan membawa misi sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial, BUM Desa diharapkan memberikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat miskin dengan biaya terjangkau sedangkan sebagai organisasi bisnis berfungsi untuk memberikan keuntungan bagi dirinya dan dapat berkontribusi bagi Pendapatan Asli Desa (PADes). Sejak tahun 2004, BUM Desa Benete telah menjalankan usaha pelayanan kebutuhan dasar masyarakat melalui bidang usaha pengelolaan air bersih, pengangkutan sampah dan pengelolaan pariwisata Desa. Implikasi dari keberadaan usaha yang dijalankan BUM Desa, dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat terutama bagi warga tidak mampu. Secara ekonomi, dari hasil usaha tersebut belum mampu memberikan keuntungan baik bagi BUM Desa, maupun berkontribusi terhadap PADes.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pengelolaan BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa Benete. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan ditunjang dengan metode kuantitatif. Kajian dilakukan di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat, pada bulan Januari-Desember 2014. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), pengamatan partisipatif dan studi dokumen.
Keberadaan BUM Desa Benete tidak terlepas dari peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholder). Hasil pemetaan stakeholder ditemukan stakeholder kunci yaitu PTNNT, Kepala Desa, Pemerintah Desa, Pemda KSB (BPMD), Pemerintah Kecamatan, Masyarakat/pelanggan, LSM LAKMUS dan Pengelola BUM Desa. Hasil analisis terhadap stakeholder yang terlibat pada proses pendirian dan operasional BUM Desa, menunjukkan bahwa PTNNT dan Kepala Desa merupakan stakeholder utama yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi. Masyarakat dan pengelola berada pada kategori stakeholder sekunder yang memiliki pengaruh rendah tetapi kepentingan tinggi. Pemerintah Desa dan Kabupaten memiliki pengaruh tinggi tetapi belum berperan sebagaimana amanat regulasi dalam memperkuat kelembagaan BUM Desa.
Hasil analisis faktor internal dan eksternal BUM Desa, menunjukkan bahwa kapasitas SDM pengelola menjadi kelemahan. Keberadaan regulasi dari pemerintah pusat menjadi peluang, serta ketersediaan sarana dan fasilitas usaha menjadi keunggulan. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam membayar iuran merupakan faktor penghambat bagi keberlanjutan usaha.
Strategi pengelolaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat berkelanjutan adalah (1) meningkatkan partisipasi masyarakat, (2) penguatan kemampuan pengelola, (3) perbaikan pada tata kelola bidang usaha pengolahan air bersih dan pengangkutan sampah serta pengelolaan fasilitas wisata Pantai Benete.
SUMMARY
ISMOL BAHAR. Strategy of Management of village-owned enterprises (BUM Desa) in the Village Community Empowerment at Benete West Sumbawa. Supervised by NINUK PURNANINGSIH and SOFYAN SYAF.
BUM Desa existence of the village has been used as instruments of community empowerment by the central government. Formation of BUM Desa at the community level, must go through public participation, in which community and village government became the main initiator. The existence of this institution in the community can be locomotive economic activity by bringing social and commercial mission. As a social institution, BUM Desa is expected to serve the basic needs of the poor at an affordable cost, while on the other side of running a business function to provide benefits for themselves and can contribute to the Revenue Villages (PADes). Since 2004, BUM Desa Benete has been running business services basic needs of society through business fields of water management, waste transport and management of village tourism. The implications of the existence of the business carried BUM Desa, has been very useful by the community, especially for the less fortunate. Economically, the results of these efforts have not been able to provide good profits for BUM Desa, as well as contributing to PADes. The objectives of this study is to formulate a management strategy BUM Desa in realizing sustainable community development in the village Benete. The study was conducted using qualitative methods and supported by quantitative methods. Studies conducted in the village Benete West Sumbawa regency, in January to December 2014. The data was collected using in-depth interviews, focus group discussion (FGD), participatory observation and document study.
The existence of the BUM Desa Benete can not be separated from the role, influence and interests of the parties (stakeholders). The stakeholder mapping results found that PTNNT key stakeholders, namely village government, local government of KSB (BPMD), district government, community/ customer. LSM LAKMUS and management BUM Desa. The results of this study related to the analysis of the stakeholders involved in the process of establishing and operating BUM Benete village, show that; PTNNT and village heads are the main stakeholders, namely the influence and high importance while the public and the manager is in the category of secondary stakeholders is low but the effect of high interest. The village and district government have high influence but not act as mandated by regulation in institutional strengthening BUM Desa.
The analysis on internal and external factors of BUM Desa showed that the capacity of human resource at managemen level as a weakness. The regulations of the central government as an opportunities, as well as the availability of business facilities to be strenghtening factors. The low of participation in paying retribution is a weakness factor for the business sustainability of BUM Desa.
The BUM Desa management strategies in sustainable community empowerment (1) to increase public participation, (2) strengthening the ability of the management, and (3) governance improvements in the business fields of water treatment, waste transportation and tourism management.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
STRATEGI PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BENETE
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ISMOL BAHAR I354120115
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
pada Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat
Nama : Ismol Bahar NIM : I354120115
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MS Ketua
Dr Sofyan Sjaf, Msi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat yang berjudul Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat terselesaikan. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjanan Institur Pertanian Bogor.
Pembahasan mengenai Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat menjadi menarik karena keberadaan lembaga ekonomi Desa yang kuat dibutuhkan dalam pengelolaan potensi sumberdaya Desa untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sepanjang penulisan Tesis ini, berbagai pihak telah turut membantu Penulis, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MS dan Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi sebagai Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing serta Ibu Dr Ir Nurmala K. Panjaitan selaku penguji luar komisi.
2. Bapak Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS, Ir Fredian Tonny Nasdian MS atas saran, kritik dan masukan terhadap tulisan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak dan Ibu Dosen MPM-IPB atas dedikasi dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, serta staf sekretariat MPM (Ibu Susi dan Ibu Hetty) atas bantuannya yang sangat berarti bagi Penulis. Semoga amal ibadah Bapak dan Ibu mendapat balasan berlipat ganda dari Allah SWT.
4. Bapak Ir Martiono Hadianto selaku Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara dan Bapak Dr Ir Amri Rachman Msi, mewakili Pemda Kabupaten Sumbawa Barat atas semua bantuan pembiayaan pendidikan dan dukungan fasilitas.
5. Rekan-rekan Mahasiswa MPM seperjuangan yang telah manjadi teman dalam suku dan duka selama kuliah, berdiskusi dan berdebat secara konstruktif, semoga menjadi kenangan yang tak terlupakan.
6. Seluruh keluargaku tercinta atas dukungan, kesabaran, kasih sayang
serta do’a tulusnya hingga perjuangan ini dapat tercapai.
7. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, semoga semua bantuan dan dukungannya menjadi ibadah di sisi Allaw SWT. Meskipun dalam proses penyusunan laporan Tesis ini, sarat dengan masukan nilai-nilai akademik dari para dosen pembimbing, namun Penulis yakin bahwa kajian ini masih banyak kekurangan. Semua kekurangan tersebut karena keterbatasan Penulis untuk mengelaborasi dan menterjemahkan arahan dari pembimbing. Oleh karena itu segala kekurangan dalam kajian ini merupakan tanggungjawab Penulis sepenuhnya. Demikian, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, 23 September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Kajian 6
Manfaat Kajian 6
Ruang Lingkup Kajian 7
2 PENDEKATAN TEORITIS 9
Tinjauan Pustaka 9
Pengertian dan Prinsip BUM Desa 9
Strategi Pengelolaan BUM Desa 12
Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan BUM Desa 18
BUM Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat 19
Pemberdayaan Masyarakat 20
Kajian Terdahulu 23
Kerangka Pemikiran 24
3 METODE KAJIAN 27
Lokasi dan Waktu Kajian 27
Pendekatan Kajian 27
Teknik Pengumpulan Data 27
Pemilihan Informan 28
Pengolahan dan Analisis Data 29
Metode Kuantitatif 31
Pemilihan Responden 31
Pengumpulan dan Pengolahan Data 31
Analisis Deskriptif 31
Analisis Matriks SWOT 32
Perancangan Strategi dan Program Aksi 33
Metode Perancangan 33
Identifikasi Faktor Internal 33
Identifikasi Faktor Eksternal 33
Partisipan Perancangan 34
Proses Perancangan 34
4 GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN 37
Profil Komunitas Desa Benete 37
Kependudukan 39
Jumlah dan Komposisi Penduduk 39
Pertumbuhan Penduduk 41
Kepadatan Geografis dan Agraris 42
Pendidikan Penduduk Desa Benete 43
Kondisi Infrastruktur Dasar dan Sarana Prasarana Desa 43
Sarana Jalan 43
Sarana Air Bersih dan MCK 44
Usaha Dagang 47
Usaha Jasa 47
Karyawan Swasta 48
Pegawai Pemerintah 48
Profil Pemerintahan Desa Benete 48
Aparatur Pemerintah Desa Benete 48
Keuangan Desa Benete 49
Gambaran Kerja BUM Desa Benete 50
Bidang Usaha Pengelolaan Air Bersih 51
Bidang Usaha Jasa Pengangkutan Sampah 54
Bidang Usaha Pengelolaan Pasilitas Pariwisata Pantai Benete 55
Personel BUM Desa Benete 56
5 ANALISIS PERAN, PENGARUH DAN KEPENTINGAN
STAKE-HOLDER DALAM PEMBENTUKAN DAN OPERASIONAL BUM
DESA BENETE 61
Keterlibatan Stakeholder dalam Pembentukan BUM Desa Benete 61 Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Operasional BUM Desa Benete 65 Peran, Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder dalam Pembentukan 66
serta Operasional BUM Desa Benete 66
6 KONDISI INTERNAL DAN EKSTERNAL SERTA KINERJA BUM
DESA BENETE DALAM PEMBER-DAYAAN MASYARAKAT 73
Kondisi Internal 73
Kondisi Personalia 73
Kelembagaan BUM Desa Benete 75
Kondisi Produksi 75
Kondisi Keuangan 77
Kondisi Pemasaran 78
Kondisi Sarana dan Prasarana 81
Kondisi Eksternal BUM Desa Benete 82
Jumlah Penduduk 83
Luas Wilayah 83
Jaringan Komunikasi antar Dusun 83
Prasarana dan Sarana Perhubungan dan Komunikasi 83
Pemasaran Produk Komunitas 83
Kelembagaan Sosial 84
Kelembagaan Produksi 84
Sarana dan Prasarana Pemerintahan 84
Sosial Budaya 84
Pola Nafkah Masyarakat dan Prasarananya 85
Keberadaan PTNNT 85
Kondisi Regional KSB 85
Pemerintah Pusat 85
7 STRATEGI PENGELOLAAN BUM DESA BENETE YANG
BERKELANJUTAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 90
Perumusan Strategi Inti 93
Visi 93
Misi 93
Tujuan 93
Rumusan Strategi Pengelolaan BUM Desa Benete 95
SIMPULAN DAN SARAN 97
Simpulan 97
Saran 97
DAFTAR PUSTAKA 98
organisasi 15
Tabel 2 Teknik pengambilan data. 29
Tabel 3 Matriks Analisis SWOT 32
Tabel 4 Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin 40 Tabel 5 Pertumbuhan jumlah penduduk Desa Benete 41 Tabel 6 Luas wilayah, kepadatan penduduk per Km2 dan jumlah
penduduk di Kecamatan Maluk tahun 2012. 42
Tabel 7 Tingkat pendidikan masyarakat Benete Tahun 2013 43 Tabel 8 Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete Tahun 2013 45 Tabel 9 Tingkat Pendidikan Aparatur Desa Benete Tahun 2014 49 Tabel 10 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan BUM Desa dalam
merumuskan aturan dan implementasinya 54
Tabel 11 Penilaian masyarakat terkait kemampuan pengelola dalam
melayani pelanggan 58
Tabel 12 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan pengelola BUM Desa dalam mendorong pelibatan masyarakat/pelanggan 59 Tabel 13 Matrik analisis peran, kepentingan dan pengaruh stakeholder ada
pengembangan BUM Desa Benete. 70
Tabel 14 Penilaian masyarakat/pelanggan terkait kemampuan SDM BUM
Desa Benete 74
Tabel 15 Jumlah pelanggan, pemakaian air dan penerimaan pada BUM
Desa Benete periode Januari-Agustus 2014 78
Tabel 16 Penilaian pelanggan terkait kinerja pengelolaan pada
masing-masing bidang usaha 79
Tabel 17 Pendapatan BUM Desa Benete dari pengolahan sampah tahun
2014. 80
Tabel 18 Matrik analisis faktor internal BUM Desa Benete Tahun 2014 81 Tabel 19 Matrik evaluasi faktor eksternal BUM Desa Benete tahun 2014 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model manajemen strategi (Pearse dan Robinson 1997) 14 Gambar 2 Pengembangan kelembagaan saling memberdayakan pada
kawasan pedesaan berbasis komunitas 17
Gambar 3 Peta tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholder 18 Gambar 4 Hubungan antar variabel pengelolaan BUM Desa dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Benete 26
Gambar 5 Komponen dalam analisis data (interactive model) 30
Gambar 6 Peta administratif Kecamatan Maluk 38
Gambar 7 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan jumlah
kepala keluarga per dusun 39
Gambar 8 Luas lahan menurut penggunaan di Desa Benete Tahun 2013 42 Gambar 9 Ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi di Desa Benete
Gambar 10 Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun
2012 48
Gambar 11 Grafik alokasi APBDes Desa Benete tahun 2013-2014 50 Gambar 12 Grafik perkembangan jumlah pelanggan air bersih 52 Gambar 13 Grafik partisipasi pelanggan air bersih dalam membayar iuran 53
Gambar 14 Jumlah pengangkutan sampah ke TPA 55
Gambar 15 Struktur organisasi BUM Desa Benete 56 Gambar 16 Proses pembentukan dan operasional BUM Desa Benete. 64 Gambar 17 Piramida tingkat keterlibatan stakeholder pada proses
pembentukan awal BUM Desa Benete 64
Gambar 18 Skema peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam pembentukan serta operasional BUM Desa Benete 67 Gambar 19 Posisi stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan terhadap
operasional BUM Desa Benete 68
Gambar 20 Peta Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pengaruh Stakeholder
BUM Desa Benete 71
Gambar 21 Kondisi pemasaran air bersih. 79
Gambar 22 Strategi perubahan kondisi internal BUM Desa Benete 82 Gambar 23 Potensi Usaha dan Hubungan dengan Kepentingan Stakeholder 88 Gambar 24 Proses manajemen strategi BUM Desa 92
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam pembentukan dan operasional BUM Desa Benete 100 Lampiran 2: Matrik Analisis SWOT BUM Desa Benete untuk peningkatan
kapasitas kelembagaan dan pengembangan unit usaha dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. 101 Lampiran 3. Rencana aksi pengelolaan BUM Desa melalui peningkatan
kapasitas kelembagaan dalam mewujudkan pemberdayaan
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberdayaan komunitas desa memiliki arti penting sebagai sel penyusun tubuh negara dan sumber kekuatan bagi komunitas negara. Desa-desa yang berdayalah yang membentuk kecamatan dan kabupaten, propinsi dan negara yang kuat, sebaliknya desa-desa yang rapuh akan menciptakan kecamatan serta kabupaten, propinsi dan negara yang rapuh pula (Mubyarto 1999). Paradigma pembangunan masyarakat desa yang bertumpu pada kekuatan swadaya dan partisipasi sangat relevan dengan tantangan yang dihadadapi bangsa saat ini. Melalui keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi pembangunan dan memberikan kemudahan bagi pemerintah dalam menjalankan program-program pengembangan masyarakat.
Mekanisme pengambilan keputusan dan penyelenggaraan program harus benar-benar mencerminkan bottom up atau program yang lahir dari keinginan dan kebutuhan masyarakat. Sebagaimana disampaikan oleh Mubyarto (1999) bahwa salah satu upaya untuk merangsang lahirnya gerakan masyarakat pada komunitas lokal, maka istilah program pengembangan masyarakat desa seharusnya tidak lagi berkonotasi program masuk desa, melainkan program dari desa. Artinya dalam segala kegiatan pembangunan desa, masyarakat desa itulah yang menjadi pelaku utama. Masyarakat berpartisipasi dalam semua proses, mulai dari perumusan masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi sampai pemanfaatan hasil-hasilnya, sehingga masyarakat akan dapat menerima
“kegagalan” maupun “keberhasilan” program secara bertanggung jawab.
Pelaksanaan desentralisasi (otonomi daerah) diharapkan proses pemberdayaan masyarakat dapat mengalami percepatan melalui kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini, Prasojo (2003) menyebutkan bahwa dari sudut pandang pemerintah dan masyarakat daerah, nilai utama kebijakan desentralisasi adalah perwujudan political equality, yakni terbukanya partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas politik ditingkat nasional. Nilai kedua adalah local accountability, yakni kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat ditingkat local dan nilai ketiga adalah local responsiveness, yakni pemerintah daerah dianggap mengetahui lebih banyak tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya.
Otonomi daerah menjadi sistem pemerintahan bukan dengan tujuan berpikir dan bertindak lokal, tetapi diharapkan dapat lebih cepat dan tepat dalam mengatasi masalah masyarakat serta menggerakkan potensi lokal. Sebagaimana diungkapkan oleh Salam (2001) sebagai berikut:
1) Lebih mendekatkan pengambilan keputusan dengan masyarakat sebagai sasaran sehingga operasionalisasi keputusan dapat lebih realistik, efektif dan efisien;
2) Meringankan beban organisasi pada level yang lebih tinggi sehingga dapat menggunakan waktu, energi dan perhatiannya ke sasaran permasalahan yang lebih strategik;
4) Dengan kewenangan yang diterimanya, kebanggaan para pengambil keputusan dan pelaksanaan keputusan pada tingkat yang lebih rendah akan terbangun karena merasa dipercaya oleh pemerintah yang lebih tinggi.
Sebagai strategi pembangunan dan pengembangan kelembagaan lokal, keswadayaan di tingkat lokal memprioritaskan pada penciptaan kondisi-kondisi masyarakat di suatu daerah dan komunitas dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dengan menggunakan sumber daya lokal yang berada di bawah kontrol masyarakat lokal. Peranan unit-unit teritorial seperti pemerintah lokal merupakan hal pokok dalam koordinasi kebijakan pembangunan dan pengembangan kelembagaan lokal. Keberhasilan unit-unit organisasi teritorial dinilai berdasarkan sampai sejauh mana organisasi-organisasi tersebut mempunyai andil bagi penciptaan landasan pembangunan lokal secara mandiri (Nasdian 2014).
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) telah dijadikan instrumen oleh pemerintah pusat dalam pemberdayaan masyarakat, selanjutnya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah melalui Perda dan operasionalisasinya melalui Perdes. BUM Desa dalam konteks perundang-undangan telah diatur sejak terbitnya UU No. 32 tahun 2004, pasal 213 yang berbunyi “Desa dapat mendirikan badan usaha
milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang desa (pasal 78), PermenDagri No. 39 tahun 2010 dan terakhir UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (pasal 87). Selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2014 dan diperjelas dalam PermenDesa PDTT No. 4 Tahun 2015.
Desa Benete merupakan salah satu Desa yang berada di kawasan lingkar tambang karena letak wilayah berbatasan langsung dengan kawasan industri pertambangan Batu Hijau yang dikelola PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Sebagai sebuah komunitas desa yang berlokasi di kawasan industri, sudah barang tentu memiliki karakteristik yang khas sebagai bentuk adaptasi budaya dari keberadaan industri. Interaksi langsung dengan karyawan dan pendatang dari luar daerah menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti gaya hidup dan selera yang berubah dari kebiasaan sebelumnya. Kehidupan komunitas desa sebelumnya cenderung pasif menjadi sangat dinamis, ditandai tingginya ekspektasi warga untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan peluang kerja di perusahaan.
Sebagai upaya menjaga stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat, PTNNT sebagai kontraktor utama pertambangan di Batu Hijau Sumbawa Barat, menjalankan Kebijakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) salah satunya adalah program pengembangan masyarakat. Kontribusi program pengembangan masyarakat dalam menciptakan peluang ekonomi dan pembangunan infrastruktur umum, cukup dirasakan manfaat oleh masyarakat. Perusahaan terus mendorong partisipasi stakeholders pada setiap proses untuk menjamin keberlanjutan program. Partisipasi masyarakat didorong agar program pengembangan masyarakat selalu mempertimbangkan dimensi sosial, ekonomi maupun lingkungan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
3
Pada kajian profil komunitas Desa Benete tahun 2013, ditemukan bahwa telah ada organisasi dan bisnis aktual dari BUM Desa yaitu menjalankan usaha di bidang pelayanan air bersih, pengangkutan sampah, dan mengelola fasilitas pariwisata di pantai Benete. Keberadaan usaha yang dikelola lembaga tersebut telah membantu dalam penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, meskipun dari hasil usahanya belum berkontribusi terhadap pendapatan keuangan desa. Atas kondisi tersebut maka diperlukan kajian untuk menemukan strategi pengelolaan dan penguatan peran BUM Desa Benete dalam pemberdayaan masyarakat dan kemandirian sebagai lembaga ekonomi milik Desa.
Perumusan Masalah
BUM Desa berada pada dua sisi organisasi, yaitu publik dan private. Dinyatakan demikian, karena fungsinya dalam pelayanan sosial dan menciptakan kegiatan ekonomi masyarakat (pemberdayaan masyarakat) dan dapat memberikan keuntungan (ekonomi) bagi organisasi serta mampu menjadi sumber pendapatan keuangan pemerintah desa. Pada kajian ini akan memperhatikan dua aspek tersebut, walaupun akan mengedepankan kajian tentang kemampuan BUM Desa dalam memberdayakan masyarakat. Makna mampu dalam hal ini adalah menghasilkan aliran kas masuk bagi organisasi secara langsung atau terbentuk usaha produktif pada masyarakat desa. Hal ini hanya dapat terjadi, jika organisasi dijalankan dengan startegi pengelolaan yang tepat.
Konsep pembangunan melalui pola bantuan kepada masyarakat desa tidak memberdayakan, dan sebaliknya malah menciptakan kultur ketergantungan. Dasar pemikiran ini menuntut adanya upaya sistematis untuk memberdayakan dan memandirikan ekonomi desa. BUM Desa dari aspek ekonomi merupakan lembaga yang dapat diberdayakan menjadi basis kekuatan ekonomi masyarakat pedesaan melalui konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan. BUM Desa sebagai lembaga ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari proses pembangunan desa, namun diakui masih banyak titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi pedesaan. Oleh karena itu diperlukan upaya sistematis dan berkelanjutan untuk mendorong organisasi pedesaan agar mampu mengelola aset ekonomi strategis di pedesaan sekaligus mengembangkan jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan.
Sebagaimana penjelasan pasal 87 UU Desa No. 6 Tahun 2014 bahwa
“BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa”. Kehadiran BUM Desa diharapkan menjadi stimulan penggerak roda perekonomian di pedesaan. Prinsipnya bahwa jika ingin mensejahterakan masyarkat desa maka berdayakan dengan memberi akses pengelolaan aset ekonomi desa oleh mereka sendiri. Substansi dan filosofi BUM Desa harus dijiwai dengan semangat kebersamaan sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada tahap ini, BUM Desa akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa. Begitu juga untuk menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat maka BUM Desa berperan sebagai institusi yang menjadi payung bagi aktivitas ekonomi masyarakat desa.
Pendirian dan pengembangan usaha BUM Desa memungkinkan dilakukan melalui kerjasama antar desa. Pendirian BUM Desa melalui kerjasama antar desa dimaksudkan untuk mengkonsolidasi kekuatan ekonomi masyarakat desa dengan potensi yang sama atau saling mendukung dengan potensi diluar desa, agar tercipta kerjasama yang dapat mendorong skala ekonomi lebih kuat (UU No. 6 tahun 2014). Pandangan ini lebih ditujukan untuk pengembangan ekonomi wilayah yang dapat menjadi kekuatan ekonomi berbasis masyarakat, dalam mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah.
Sebagai lembaga ekonomi baru di pedesaan, maka keberadaan BUM Desa membutuhkan landasan yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangannya serta sebagai acuan operasional bagi keberlanjutan lembaga. BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Melalui Permen Desa No. 43 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa merupakan upaya rekognisi terhadap usaha Desa yang telah dilakukan selama ini. Peraturan ini memudahkan pembentukan BUM Desa, bagi Desa yang belum membentuk BUM Desa. Sedangkan Desa yang sudah terbentuk BUM Desa maka diarahkan untuk membentuk unit-unit usaha berbadan hukum dalam skema strategi inkremental. Pada skala lokal, unit-unit usaha bentukan BUM Desa menjalankan bisnis sosial
(social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving),
Penyewaan (renting), Perdagangan (trading), menjadi induk usaha bersama
(holding), usaha jasa perantara (brokering) serta bidang bisnis jasa keuangan
(financial business).
5
“Bagaimana strategi pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat?”.
Untuk menjawab pertanyaan kajian tersebut maka diperlukan rumusan masalah dengan mengidentifikasi potensi kelembagaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat dan melakukan analisis para-pihak (stakeholder) yang berperan dalam pembentukan dan operasional BUM Desa pada level desa dan PTNNT. Selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan BUM Desa. Adapun ujung dari kajian ini adalah menemukan rumusan strategi yang dapat diterapkan untuk mengelola BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat.
Kelahiran BUM Desa sebaga lembaga yang diharapkan memiliki kemampuan menjadi pilar ekonomi Desa, semestinya lahir dari ruang partisipasi masyarakat yang disinergikan dengan potensi sumberdaya desa. Kekuatan hukum yang dimiliki oleh BUM Desa telah ada sejak diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 dan terakhir UU No. 6 tahun 2014 yang di perkuat dengan Permen Desa PDTT No. 4 tahun 2015. Tujuannya adalah menciptakan kegiatan ekonomi bagi masyarakat sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat (terberdayakan) dan memberikan keuntungan finansial sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa (PADes) dari pembagian hasil usaha. Pendirian BUM Desa tidak terlepas dari pengaruh dan kepentingan berbagai pihak. Berdasarkan fakta empiris dari pendirian BUM Desa Benete, perlu dilakukan kajian tentang, “bagaimana peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders) yang terlibat dalam pembentukan dan operasional BUM Desa Benete?”
Kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, karena tepatnya operasionalisasi usaha BUM Desa Benete telah mulai sejak tahun 2004, sebagai bukti bahwa organisasi tersebut telah mampu bertahan dengan ragam aktivitas usahanya. Keberlanjutan usaha tidak terlepas dari kondisi internal dan eksternal kelembagaan seperti dukungan keuangan serta aliansi strategis antar stakeholder
pada setiap level kebijakan. Sinergitas antara kondisi internal dan eksternal akan menjadi faktor pengerak dalam mengembangkan BUM Desa sehingga perlu dilakukan penggalian secara mendalam. Faktor internal BUM Desa Benete muncul sebagai keunggulan atau kelemahan, dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan pengelolaan internal dan menyesuaikannya dengan kondisi eksternal yang tidak dapat dikontrol. Berdasarkan hal ini dimunculkan permasalahan,
“bagaimanakah kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa Benete dalam pemberdayaan masyarakat?”.
Untuk memecahkan permasalahan di atas, peneliti tidak murni memposisikan diri sebagai pihak luar yang hanya berperan sebagai pengumpul data dan menggali informasi dari informan. Dalam menemukan jawaban dan menganalis pilihan strategi, peneliti juga memposisikan diri sebagai pihak yang aktif dalam memberikan kontribusi agar BUM Desa Benete dapat mewujudkan tujuannya.
Guna lebih fokusnya kajian ini, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
yang terlibat dalam pembentukan dan operasional BUM Desa Benete? 2) Bagaimanakah kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa
Benete dalam pemberdayaan masyarakat?
3) Apakah strategi yang dijalankan BUM Desa Benete dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat?
Tujuan Kajian
Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk melakukan analisis mengenai strategi pengelolaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat. Secara spesifik tujuan kajian ini adalah :
1) Menganalisis peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
dalam pembentukan dan operasional BUM Desa pada level desa dan PTNNT.
2) Menganalisis kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa Benete dalam pemberdayaan masyarakat.
3) Merumuskan strategi pengelolaan BUM Desa Benete berkelanjutan dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat.
Manfaat Kajian
Diharapkan dari kajian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat ilmiah
Memberikan sumbangan khazanah pengetahuan, terutama pada implikasi kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan melalui penguatan lembaga ekonomi desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Memberikan tambahan bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik pada kajian yang sama, yaitu penguatan kelembagaan ekonomi Desa, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat melalui peran pemerintah dan swasta sebagai pemberi stimuli. 2. Manfaat praktis
7
Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian ini adalah: (1) melakukan analisis peran, pengaruh dan kepentingan para aktor yang terlibat (stakeholders) dalam pendirian dan operasional BUM Desa pada level desa dan PTNNT; (2) melakukan analisis kondisi internal dan eksternal BUM Desa Benete untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam pengembangan usaha dan kemadirian kelembagaan; (3) merumuskan strategi pengelolaan BUM Desa Benete berkelanjutan dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat.
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pengertian dan Prinsip BUM Desa
Lahirnya konsep BUM Desa tidak lepas dari upaya pembelajaran yang secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah sebagai perumus kebijakan publik. Pemberlajaran dalam konteks kerja pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat telah ada mulai dari program Bimbingan Massal (Bimas), Instruksi Massal (Inmas), kemudian ragam program pengentasan kemiskinan, seperti tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit Usaha Kesejaheraan Rakyat (Kukesra), P4K dan terakhir pada era orde baru adalah program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Era reformasi juga dikenal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), selanjutnya yang terbaru atau mendapatkan perhatian adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Pengertian BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa (pasal 1 ayat 6 UU No. 06 tahun 2014). Pengertian Desa itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BUM Desa didirikan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang ekonomi dan atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerjasama antar Desa (pasal 2 UU No. 6 Tahun 2014). Kehadiran BUM Desa sebagai lembaga ekonomi Desa masih sangat muda. Kemungkinan pada prakteknya masih lemah dalam permodalan, tata kelola dan kelemahan pada aspek lainnya, sehingga perlu dukungan pemerintahan yang lebih tinggi dalam melakukan proteksi, dukungan dan sejenisnya. Dapat dipastikan dalam implementasinya tidak selalu memunculkan penguatan kelembagaan, karena organisasi ini didirikan untuk meminimalisir praktek ekonomi yang selama ini menghambat kesejahteraan masyarakat Desa seperti praktek ijon, rentenir dan sejenisnya. Selama ini, pihak swasta yang jauh lebih awal telah mengenali kebutuhan masyarakat dan potensi yang ada di Desa, sehingga ada persaingan dalam taraf pelaksanaan.
BUM Desa didirikan atas prakarsa (inisiatif) masyarakat dan pemerintah Desa dan pengelolaanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif,
(user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help
(PKDSP 2007). Berikut makna setiap item dari prinsip usaha BUM Desa, sebagai berikut:
2) Partisipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUM Desa.
3) Emansipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.
4) Transparan; aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.
5) Akuntabel; seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif.
6) Sustainabel; kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUM Desa.
Posisi BUM Desa berbeda dengan lembaga lainnya yang pernah ada, terkait dengan program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat. Aspek-aspek pembedanya sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, terkait BUM Desa sebagai berikut: (1) Kepemilikan bersama pemerintah Desa dan masyarakat; (2) Modal usaha bersumber dari Desa dan dari masyarakat melalui penyertaan modal; (3) Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal
(local wisdom); (4) Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi desa dan kebutuhan pasar; (5) Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat yang diatur dalam peraturan Desa (village policy); (6) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa; dan pada tingkatan opersionalisasi, BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina pengelolaan BUM Desa.
Bidang usaha yang dapat dikembang melalui BUM Desa cukup luas sebagaimana ketentuan PermenDesa No. 4 tahun 2015 yaitu terdiri dari:
1) Bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial dan dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi:
a) air minum Desa; b) usaha listrik Desa; c) lumbung pangan; dan
d) sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
2) Bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani kebutuhan masyarakat Desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Desa, meliputi: a) alat transportasi;
b) perkakas pesta; c) gedung pertemuan; d) rumah toko;
e) tanah milik BUM Desa; dan f) barang sewaan lainnya.
3) Usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada warga, meliputi:
11
b) pasar Desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat; dan
c) jasa pelayanan lainnya.
4) Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading) barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas, meliputi:
a) pabrik es; b) pabrik asap cair; c) hasil pertanian;
d) sarana produksi pertanian; e) sumur bekas tambang; dan f) kegiatan bisnis produktif lainnya.
5) Bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha-usaha ekonomi Desa, yaitu dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat Desa.
6) Usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan, meliputi;
a) pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif;
b) Desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat; dan
c) kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.
Bidang usaha sesuai dengan fungsi di atas mutlak mengarah pada tujuan pendirian BUM Desa, sebagaimana disebutkan dalam Permen Desa No. 4 tahun 2015 pasal 3 yaitu; (1) meningkatkan perekonomian desa; (2) mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa; (3) meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa; (4) mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga; (5) menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga; (6) membuka lapangan kerja; (7) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa; (8) meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan PADes.
Kegiatan usaha masyarakat harus berkembang, bukan mematikan usaha yang telah ada. Keberadaan lembaga ekonomi lain di desa dengan pelibatan peran swasta (private), tidak saling melemahkan. BUM Desa bukan pesaing organisasi
private, tetapi bersifat menguatkan kegiatan ekonomi tersebut. BUM Desa dirancang bukan sebagai organisasi skala kecil, tetapi disiapkan untuk menjadi organisasi atau kelembagaan ekonomi-sosial yang besar.
Dapat dilihat dari proses pendirian yang relatif kompleks, layaknya perusahaan dengan skala investasi yang besar yaitu:
2) Menyusun tugas dan fungsi pengelola; ada kejelasan tugas, tanggungjawab, dan wewenang pemegang jabatan tidak terjadi duplikasi yang memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang terdapat di dalam BUM Desa diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
3) Menetapkan sistem koordinasi; penetapan sistem koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas Desa berjalan efektif.
4) Menyusun bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga; transaksi jual beli atau simpan pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUM Desa.
5) Menyusun pedoman kerja organisasi BUM Desa; pihak-pihak yang berkepentingan memahami aturan kerja organisasi.
6) Menyusun Desain sistem informasi; BUM Desa merupakan lembaga ekonomi Desa yang bersifat terbuka. Untuk itu, diperlukan penyusunan Desain sistem pemberian informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga keberadaannya sebagai lembaga ekonomi Desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.
7) Menyusun rencana usaha (business plan); penyusunan rencana usaha penting untuk dibuat dalam periode 1-3 tahun. Sehingga para pengelola BUM Desa memiliki pedoman yang jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi terukur. Penyusunan rencana usaha dibuat bersama dengan Dewan Komisaris BUM Desa.
8) Menyusun sistem administrasi dan pembukuan; bentuk administrasi dan pembukuan keuangan harus dibuat dalam format yang mudah, tetapi mampu menggambarkan aktivitas yang dijalankan BUM Desa.
9) Melakukan proses rekruitmen; persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUM Desa penting dibuat oleh Dewan Komisaris. Selanjutnya dibawa ke dalam forum rembug Desa untuk disosialisasikan dan ditawarkan pada masyarakat.
10)Menetapkan sistem pengupahan dan penggajian; sistem imbalan harus jelas dan bernilai (PKDSP 2007).
Berbagai proses dalam pendirian BUM Desa bukan untuk syarat kelembagaan yang kecil, karena perusahaan dalam skala kecil dan menengah tidak mempunyai persyaratan pendirian yang kompleks. Berdasarkan syarat pendirian tersebut, maka keberadaan BUM Desa bukan hanya beroperasional dalam skala komunitas (Desa), tetapi juga lintas hubungan dengan komunitas lain secara horisontal dan vertikal.
Strategi Pengelolaan BUM Desa
13
hanya menjadi domain organisasi bisnis yang mencari laba semata tetapi juga relevan diterapkan pada organiasi pemerintah, swasta, pendidikan, rumah sakit dan organisasi nirlaba lainnya. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa organiasi yang memiliki dan menerapkan rancangan strategi dengan konsisten ternyata lebih unggul kinerjanya dibandingkan dengan organiasi yang tidak memformulasikan strateginya dengan jelas.
Definisi strategi menurut Tjiptono (2002) sebagai “apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do) dan apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does)”. Definisi strategi tersebut diperjelas oleh Tripomo dan Udan (2005) mengutip pendapat Barry yang menyatakan bahwa strategy is a plan of what an organization intends to be in the future on how it will get there. Strategi adalah rencana tentang apa yang ingin dicapai atau hendak menjadi apa suatu organisasi di masa depan (arah) dan bagaimana cara mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (rute). Pada pandangan intends to do dijelaskan bahwa strategi merupakan program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Dalam hal ini manajer harus aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Adapun dalam pandangan
eventually does, strategi dapat dinyatakan sebagai suatu pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.
Budiman at. al (1989) mendefinikan strategi sebagai “rencana yang merupakan satu kesatuan (unified), bersifat luas (conprehensive) dan terpadu (integrated) yang menghadapkan keunggulan-keunggulan strategik yang dimiliki perusahaan dengan tantangan-tantagan lingkungan”. Rangkuty (2001) memaknai
strategi sebagai “tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Perencanaan strategis dimulai dengan
pertanyaan “apa yang dapat terjadi” dan bukan pertanyaan “apa yang terjadi”. PermenDesa PDTT No. 4 Tahun 2015, strategi pengelolaan BUM Desa dijalankan secara bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari inovasi yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:
1) Sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa;
2) Pelaksanaan musyawarah desa dengan pokok bahasan tentang BUM Desa;
3) pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial (social business)
dan bisnis penyewaan (renting);
4) Analisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha perantara (brokering), usaha bersama (holding), bisnis sosial (social business), bisnis keuangan (financial business) dan perdagangan
(trading), bisnis penyewaan (renting) mencakup aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumberdaya manusia, aspek keuangan, aspek sosial budaya, ekonomi, politik, lingkungan usaha dan lingkungan hidup, aspek badan hukum, dan aspek perencanaan usaha;
5) Pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama BUM Desa antar desa atau kerjasama dengan pihak swasta, organisasi sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor;
Mungkin?
Strategi Umum
Sasaran Tahunan
Umpan balik
Visi, Tanggung jawab sosial dan etika Perusahaan
Lingkungan Eksternal
Analisis Internal
Analisis dan Pilihan Strategi
Sasaran Jangka Panjang
Strategi
Funsional Kebijakan
Melembagakan Strategi (struktur, kepemimpinan dan budaya organisasi)
Pengendalian, Evaluasi, Inovasi dan kewirausahaan Strategis
Umpan balik
Strategi dalam pendekatan yang dibangun oleh Robinson dan Pearce (1997) diawali dengan upaya untuk mengetahui kondisi internal organisasi (muncul sebagai kelemahan atau keunggulan) yang disesuaikan dengan kondisi eksternal (peluang atau hambatan). Hasil penyesuaian dua faktor tersebut akan menghasilkan strategi organisasi (strategi korporasi), sebagai dasar untuk membangun strategi fungsional. Walaupun saat ini BUM Desa Benete belum dibangun dengan pembagian departemen layaknya organisasi besar, tetapi setidaknya ada arah perumusan strategi fungsional pada setiap aspek yang ada seperti personalia, keuangan, pemasaran dan aspek lainnya yang relevan.
Beberapa definisi strategi tersebut terlihat jelas dalam proses perumusan strategi seperti yang tunjukkan pada Gambar 1 bahwa organisasi (BUM Desa) harus mempunyai visi, yang dioperasionalkan melalui misinya. Dua aspek ini harus ada, sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis atau dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang memberikan ciri khusus mengenai keberadaannya. Telaah atas kondisi internal organisasi (BUM Desa) mutlak dilakukan, agar dapat diberikan kriteria spesifik atas setiap faktor.
Gambar 1 Model manajemen strategi (Pearse dan Robinson 1997) Sumber: Robinson dan Pearce (1997)
15
setiap pilihan berdasarkan misi badan usaha; (6) memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan menghasilkan pilihan menguntungkan tersebut; (7) mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan; (8) mengimlementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumberdaya yang dianggarkan, dimana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur, teknologi dan sistem penghargaan ditekankan; dan (9) mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan pengambilan keputusan.
Tahapan strategi pengelolaan BUM Desa diawali dengan perumusan strategi. Perumusan strategi merupakan sebuah proses memilih pola tindakan utama dalam mewujudkan visi organisasi (BUM Desa). Adapun tahapan utama perumusan strategi menurut Tripomo (2005) yaitu: (1) analisis arah, yaitu untuk menentukan visi, misi dan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai organisasi; (2) analisis situasi, yaitu tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi; (3) penetepan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih strategi yang akan dijalankan organisasi.
Hubungan dengan konsep organisasi publik, Osborne dan Plastrik (1997) mengidentifikasi lima strategi (five C’s), yaitu core strategy dijalankan pada tingkatan purpose; consequanses strategy dijalankan pada level incentives;
customer strategy dijalankan pada level accountability; control strategy
dijalankan pada level power dan culture strategy dijalankan pada level culture. Setiap strategi memunculkan pendekatan tertentu yang memberikan dampak pada tumbuhnya organisasi atau kemampuan dalam mewujudkan tujuan organisasi tersebut. Untuk itu BUM Desa Benete perlu dibangun dengan strategi yang tepat dan dengan pendekatan yang tepat, sesuai dengan kondisi internal dan eksternalnya.
Tabel 1 Strategi lima “C” - pendekatan untuk pengubahan tata kelola organisasi
Tingkat Strategi Pendekatan
Usaha Strategi Inti Kekuatan Strategi Kontrol
(Control srategy) Sumber : Osborne dan Plastrik (1997).
Adapun organisasi formal (publik) diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih tinggi, rendah biaya dan lebih demokratis (Wasistiono 2001). Strategi yang cukup dikenal dalam organisasi publik diajukan oleh Osborne dan Plastrik (1997). Informasi strategi dalam organisasi publik dapat mengacu pada model
strategi yang dikenal dengan “The Five C’s Strategy. Gambaran informasi ragam strategi dan pendekatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Strategi merupakan acuan umum dan jangka panjang (strategi korporat), sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan (strategi fungsional). Pada BUM Desa yang telah mempunyai departemen-departemen, unit usaha dan lainnya akan melakukan penyesuaian internal dengan rujukan strategi korporat. Konteks yang sifatnya lebih operasional adalah kebijakan, didukung dengan persiapan keuangan dan fungsi lainnya. Hal terakhir yang penting adalah evaluasi harus tetap dilakukan, agar dilakukan penyesuaian kembali pada arah yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Dokumen penyusunan strategi merupakan acuan yang digunakan setiap manager atau pengelola dalam menjalankan organisasi. Rumusan strategi dan rencana aksi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap karyawan organisasi. Donelly (1996) menegaskan bahwa ada 6 (enam) informasi yang tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu: (1) apa, apa yang akan dilaksanakan; (2) mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi; (5) berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut; dan (6) hasil apa yang akan diperoleh dari strategi tersebut.
Penyusunan atau perumusan strategi akan menyiapkan organisasi dalam menghadapi kondisi eksternal dan sebagai dasar dalam mengatur arah perbaikan aspek-aspek internal organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Mulyadi (2007) bahwa perumusan strategi menunjukkan dilakukannya pengamatan terhadap tren perubahan lingkungan makro, lingkungan industri dan lingkungan persaingan. Perubahan lingkungan eksternal tersebut menjadi dasar dalam mengelola keuangan, produksi, personalia dan aspek lain yang dimiliki organisasi (BUM Desa).
Pendekatan yang dilakukan pada setiap level strategi sangat jelas, bahwa langkah awal yang dilakukan organisasi adalah membangun kejelasan usaha, peraturan dan pengarahan. Hal ini relevan dengan upaya untuk memperjelas arah pengelolaan bisnis dengan menetapkan visi dan misi. Pendekatan terakhir, adalah bagaimana memenangkan hati dari pasar sasaran atau subyek yang menjadi sasaran. Konsep ini relevan dengan bagaimana organisasi bisnis membangun emosional dengan karyawan, sehingga akan terbangun komitmen untuk menghendaki organisasi menjadi besar (Vishal dan Rachma 2011).
17
Terkait dengan rancangan strategi mengacu pada lima “C” (5C) tersebut akan
berimplikasi pada munculnya kekuatan kelembagaan dalam mengembangkan komunitas. Berbagai pendekatan yang dimunculkan disetiap aras strategi akan memberikan penguatan peran dari BUM Desa, baik dalam menjalankan fungsi sosial dan komersialnya.
Berdasarkan analisis strategi dengan dua konsep rancangan tersebut akan memberikan arah yang jelas bagi BUM Desa dalam memposisikan pengembangan kelembagaannya pada tiga aras yaitu internal komunitas, antar komunitas dan antar aras yang lebih tinggi diluar komunitas.
Pada Gambar 2 ditunjukkan, bahwa kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan secara konsepsional memodifikasi pemikiran tentang tiga strategi akumulasi kapital sosial Woolcock (2001). Langkahnya dimulai dengan strategi penguatan kelembagaan di aras komunitas. Strategi langkah ini disebut sebagai
bounding strategy, berupa membangun kesamaan pemahaman dan membangun kesatuan aksi multi-institusi di aras komunitas. Apabila langkah pertama ini berhasil, maka pengembangan kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan berbasis komunitas dilanjutkan ke pengorganisasian antar komunitas (bridging strategy). Strategi ketiga adalah melakukan langkah memayungi kegiatan dalam satuan kawasan dalam kerjasama kemitraan dengan multi-pihak. Strategi ini mensyaratkan kreativitas semua pihak yang berkepentingan menjalin kerjasama dengan basis komunitas. Oleh karenanya, langkah ketiga ini disebut dengan
creating or linking strategy.
Gambar 2 Pengembangan kelembagaan saling memberdayakan pada kawasan pedesaan berbasis komunitas
Sumber : Kolopaking at. al 2013
Lingkup kerjasama antar Desa tidak hanya pada aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga dapat meliputi aspek keamanan. Kerjasama tersebut menghasilkan kemampuan daya saing ekonomi pada setiap Desa, yang membentuk akumulasi daya saing ekonomi pada level regional dan nasional.
Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan BUM Desa
Penerapan strategi dalam mencapai tujuan pendirian BUM Desa, tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak (stakeholder). Analisis stakeholder
diperlukan dalam memetakan para pihak (stakeholder mapping), sehingga para pihak mana saja yang terlibat dalam proses perencanaan, pembentukan, operasional dan pembiayaan kegiatan usaha BUM Desa. Pemetaan stakeholder
akan mengidentifikasi karakteristik dan memetakan posisi dari masing-masing berdasarkan pengaruh dan kepentingannya, mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab, hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tujuan pendirian BUM Desa Benete.
Beberapa penulis memberikan definisi tentang stakeholders atau para pihak terkait. Freeman (1984), mendefiniskan stakeholder sebagai pihak-pihak yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi (menerima dampak) dari keputusan yang diambil. Adapun Salam dan Noguchi (2006) mendefnisikan stakeholder sebagai orang, kelompok atau lembaga yang memiliki perhatian dan/atau dapat mempengaruhi hasil suatu kegiatan. Berdasarkan kedua definis tersebut, Kadir
et.al (2013) mendefinsikan stakeholder sebagai semua pihak baik secara individu maupun kelompok yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi pengambilan keputusan serta pencapaian tujuan suatu kegiatan.
Stakeholder secara umum dikelompokkan menjadi stakeholder primer dan
stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam sumberdaya, baik sebagai mata pencaharian atau pihak yang terlibat langsung dalam pemanfaatan sumberdaya. Adapun stakeholder
sekunder adalah pihak yang memiliki minat/kepentingan secara tidak langsung, atau pihak yang tergantung pada sebagian kekayaan atau bisnis yang dihasilkan oleh sumberdaya (Kadir et.al. 2013; Townsley1998).
Gambar 3 Peta tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholder
Sumber: Dubois 1998
Pengaruh rendah Pengaruh tinggi
19
Berdasarkan tingkat pengaruhnya, setiap stakeholder dikelompokkan ke dalam pengaruh rendah dan pengaruh tinggi. Adapun berdasarkan tingkat kepentingannya, setiap stakeholder dikelompokkan ke dalam kelompok kepentingan rendah dan kepentingan tinggi. Posisi setiap stakeholder dipetakan secara grafis, dimana sumbu x (absis) adalah tingkat pengaruh dan sumbu y (ordinat) adalah tingkat kepentingan. Grafik hubungan antara tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dibagi dalam 4 (empat) kuadran sebagaimana ditunjukkan pada (Gambar 3). Posisi pada kuadran menggambarkan posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholder yaitu: (a) Subject (kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah); (b) Players (kepentingan dan pengaruh tinggi); (c)
Bystanders (kepentingan dan pengaruh rendah); dan (d) Actors (kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi). Stakeholder yang berada di kuadran II (players)
merupakan kelompok stakeholders primer, dan stakeholders yang berada kuadran IV (actors) merupakan kelompok stakeholder sekunder (Dubois 1998).
BUM Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kajian ini fokus pada peranan dari BUM Desa dalam mewujudkan kelembagaan ekonomi di tingkat desa, yang berperan bagi keuangan pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat. Adanya akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, merupakan salah satu hasil dari pemberdayaan atau ciri dari keberdayaan, karena masyarakat atau rumah tangga yang ada mampu menggunakan potensi diri dalam melakukan aktivitas ekonomi produktif.
Pemberdayaan masyarakat desa menurut UU No. 6 tahun 2014 adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan oleh Pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Forum Musyawarah Mesa (MUSDES), lembaga kemasyarakatan desa, lembaga adat desa, BUM Desa, badan kerja sama antar-desa, forum kerja sama antar-desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada aras komunitas desa.
Adapun syarat dalam mendirikan BUM Desa harus mempertimbangkan; (1) inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa; (2) potensi usaha ekonomi desa; (3) sumberdaya alam; (4) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan (5) penyertaan modal dari Pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa (pasal 4 PermenDesa No. 4 Tahun 2015).
potensi ekonomi. Kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keberadaan BUM Desa akhirnya diharapkan sebagai modal sosial masyarakat desa, dengan adanya peran komersial dan sosial didalamnya. Posisi ini dapat dipastikan sangat berat, karena fakta banyak lembaga negara yang mempunyai dua peran tersebut secara sekaligus tidak mampu berbuat banyak. Misalnya Perusahaan Umum (PERUM) Bulog selalu mengalami kerugian dengan nilai ROE (return on equity) negatif (Bulog 2006). Kondisi yang merugi, maka dapat dipastikan tidak akan dapat menghasilkan aliran kas masuk pada negara, terlebih kerja sosial.
Albrecht (1995) menyatakan bahwa struktur organisasi sebagai jalur-jalur syaraf dan pembuluh dalam organisasi. Untuk itu, kesesuaian struktur organisasi dengan skala usaha menjadi sangat penting. Struktrur organiasi BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Pada pasal 10 PermenDesa PDTT No. 4 tahun 2015, menjelaskan mengenai struktur organisasi BUM Desa sebagai cermin organisasi yang besar dengan susunan kepengurusan organisasi yang terdiri dari penasihat, pelaksana operasional dan pengawas. Sesuai penjelasan peraturan tersebut menunjukkan bahwa BUM Desa disiapkan untuk menjadi lembaga ekonomi desa yang dapat tumbuh dan besar sehingga dibutuhkan strategi pengelolaan yang jelas sejak tahap awalnya.
Suharto (1997), mengidentifikasi ragam pendekatan dalam memberdayakan masyarakat, sebagai berikut:
1) Pemungkinan; menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.
2) Penguatan; memperkuat pengetahuan masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
3) Perlindungan; menghindari terjadinya persaingan tidak sehat.
4) Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
5) Pemeliharaan; menjaga agar kondisi tetap kondusif.
Strategi dan pendekatan pemberdayaan tersebut secara langsung pada masyarakat. Kajian akan difokuskan pada pola kerja organisasi (BUM Desa), sehingga perlu dilakukan penyesuaian strategi dan pendekatan. Pada kajian ini akan berupaya untuk menggabung konsep strategi perusahaan dan menyesuaikan dengan konsep organisasi publik dalam menemukan pola implementasi dari fungsi komersial dan fungsi sosial BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat
21
dalam keadaan negara kesejahteraan yang cenderung gagal untuk terus memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia dan untuk memoromosikan HAM, dan dalam keadaan ketidak berlanjutan ekologis dari struktur-struktur negara kesejahteraan yang besar dan sentralistik, adalah penting untuk mempertimbangkan bagaimana layanan-layanan kemanusiaan akan berjalan dalam model basis masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sebagai salah satu bagian dari sistem pelayanan sosial yang berbasis kepada masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengalihkan perhatian dalam memberikan pelayanan dan pembangunan dengan cara meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan kegiatan produktif masyarakat, sehingga mampu mendapatkan pelayanan yang berkualitas di sektor pendidikan, kesehatan dan lainnya (Sondakh 2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat
(community empowerment) sangat relevan diterapkan dalam upaya pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat Desa.
Membangun kawasan perDesaan harus dilewati dengan proses partisipatif yang mampu memberdayakan masyarakat. Proses partisipatif yang dimaksud dalam UU No. 6 tahun 2014 adalah pembangunan Desa dilakukan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial (Pasal 78 ayat 2 dan 3).
Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat.
Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumber daya,
kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan mereka sendiri (Nasdian 2014). Arah dari pemberdayaan adalah penciptaan kemampuan yang terwujud dari pengetahuan dan keterampilan serta kesempatan untuk dapat beraktivitas dalam kegiatan ekonomi produktif.
Pengertian lain atas pemberdayaan adalah bagaimana masyarakat atau organisasi atau komunitas mempunyai kekuasaan dalam menentukan kehidupannya. Rapport dalam Suharto (2010) mendefinisikan pemberdayaan
sebagai “suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya”. Pada definisi tersebut ada penegasan cara oleh pihak tertentu (dalam kajian ini pemerintah dan swasta), cara tersebut harus dihasilkan melalui strategi yang lebih operasional, dengan obyek dan subyek berupa individu ataupun kelompok individu.