• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Kejuruan dalam Berbagai Hambatan dan

PENDAHULUAN A. Rasional

B. Pendidikan Kejuruan dalam Berbagai Hambatan dan

Sekolah Menengah Kejuruan memasuki babak baru perkembangan teknologi seperti revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Tantangan dan peluang tersebut sudah di depan mata para pengelola Pendidikan SMK. Pelaku Pendidikan serta ekosistem di dalamnya tidak dapat menghindar dengan yang disebut sebagai turbulensi lingkungan. Turbulensi yang tidak dapat diprediksi dapat menggoncangkan iklim organisasi di dalam sekolah. Perlu pertahanan yang matang untuk melawan turbulensi serta menangkalnya dengan berbagai alternatif strategi. Kajian ini menjadi rujukan bagi SMK untuk siap dalam menghadapi turbulensi apapun dengan kapabilitas yang dimiliki sekolah.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) yang dinamis dan semakin pesat menyebabkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami turbulensi-turbulensi lingkungan. Turbulensi lingkungan didefinisikan sebagai dinamika ketidakpastian lingkungan yang ditandai oleh perubahan tingkat tinggi, kesulitan untuk memprediksi dan memiliki dampak besar (Nashiruddin, 2018). Ini artinya, SMK selalu dihadapi ketidakpastian perubahan dan tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang. Sebagai contoh, SMK telah mengalami beberapa perubahan kurikulum sejak Abad 21 ini seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kurikulum 2013, dan Pembaharuan dari Kurikulum 2013. Selain itu perubahan jaman seperti masuknya IT dalam pembelajaran, penggunaan e-learning, adaptive learning, revolusi industri 4.0, 4C’s (creative, critical thinking, communication, dan collaboration), pembelajaran STEM (scientific, technology, engineering, dan mathematics), dan perubahan-perubahan lain yang tidak dapat diprediksi sekolah bahkan pemerintah.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi fokus dalam Nawacita Presiden Joko Widodo khususnya dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing melalui kebijakan Revitalisasi SMK yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Salah satu Strategi Implementasi Revitalisasi SMK yang sedang dikembangkan adalah Sarana dan Prasana dan Teaching Factory (Direktorat Jenderal Pembinaan SMK, 2017). Teaching factory merupakan perpaduan dari konsep pembelajaran Competency-based Training (CBT) dan Production-based Education and Training (PBET) yang mempelajari kompetensi dasar dan mengaplikasikan kompetensi (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2014). Dalam teaching

factory, keterampilan (lifeskill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/konsumen. Dengan perkataan lain, untuk mencapai kompetensi tertinggi, jobsheet dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar kerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar artinya kualitasnya sudah dipercayai pasar, bukan produk gagal. Proses penerapan program TeFa adalah dengan memadukan konsep bisnis dan pendidikan kejuruan sesuai dengan kompetensi keahlian yang relevan.

Gambar 1. Tuntutan SMK di Abad 21

Adanya Abad 21 sekarang ini memiliki banyak era baru yang harus ditempuh oleh SMK khususnya pengelola bengkel dan laboratorium. Beberapa pergeseran sistem pembelajaran mulai dari scientific approach, pendekatan 4 C’s, teaching factory, era industri 4.0 melalui tema baru yaitu Internet of Things, sampai pembelajaran yang berorientasi Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM) perlu dikombinasikan dengan pengembangan bengkel dan laboratorium Abad 21. Adanya Permendiknas No.40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK serta Permendikbud No.8 Tahun 2018 tentang DAK Fisik Bidang Pendidikan SMK menjadi pegangan para pengelola bengkel dan laboratorium SMK apakah telah sesuai dengan derasnya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) dalam tataran global. Untuk itu, bengkel atau laboratorium perlu didesain sebagai tempat yang menyenangkan dengan menyediakan lingkungan untuk simulasi siswa dalam mengaplikasikan dalam bentuk praktik dari pengetahuan teori yang di dapat.

Turbulensi lingkungan yang dihadapi SMK dapat berubah terus-menerus, substansial, tidak pasti, tidak dapat diprediksi (Sihotang, et al., 2016). Rhenald Kasali menyebutnya sebagai disrupsi teknologi bagi individu yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman. Ada karakter khusus turbulensi yang diidentifikasi yaitu: perubahan, ketidakpastian, radikal, dan ketidakpastian (Nashiruddin, 2018). Lingkungan dianggap sangat turbulen yang dapat berubah dan kompleks, ditandai dengan: 1) peningkatan kebaruan perubahan, 2) peningkatan intensitas lingkungan, 3) peningkatan kecepatan perubahan; dan 4) kompleksitas lingkungan (Penc-Pietrzak, 2014; Staniec, 2018). Ini artinya, SMK harus semakin siap dengan kapabilitas yang dimilikinya untuk bertahan hidup secara adaptif dan berjuang menembus turbulensi-turbulensi lingkungan yang terjadi dimanapun dan kapanpun. SMK memiliki tantangan yang berat ketika harus memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan yang akan datang. Profil tenaga kerja industri yang sulit untuk diprediksi menyebabkan arah serta visi sekolah perlu di upgrade sesuai dengan perkembangan jaman.

Tantangan dan perubahan yang cepat menuntut SMK selalu memperhatikan keseimbangan organisasi didalamnya. Tata kelola yang kurang tepat dapat menyebabkan ketertinggalan dalam perubahan jaman, terdisrupsi, pengelolaan yang tidak efektif dan efisien, serta output yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Direktorat Pembinaan SMK merekomendasikan kepada SMK untuk menerapkan tata kelola Good Governance School (GSG) dalam menghadapi turbulensi lingkungan Abad 21. GSG seperti firewall/benteng pertahanan dari segala serangan berbagai macam turbulensi baik dari turbulensi daya saing, pasar, kebijakan, dan teknologi.

GSG memiliki delapan prinsip utama yaitu 1) Partisipasi (Participation): 2) Penegakan Supremasi Hukum (Rule of law); 3) Transparan; 4) Responsif; 5) Orientasi pada Konsensus (Consensus oriented); 6) Persamaan derajat dan inkusifitas (Equity and inclusiveness); 7) Efektif dan Efisien; 8) Akuntabilitas (Kefela, 2011; Vyas-Doorgapersad & Aktan, 2017). Organisation for Economic Co-operation and Development (2013) merekomendasikan untuk tata kelola sekolah yang baik harus memiliki syarat yaitu: otonomi sekolah, independen, memiliki stakeholder dari sektor public (pemerintah) dan privat (swasta), kekuatan manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah. Jika GSG sebagai sistem manajemen sekolah serta pengganti dalam manajemen berbasis sekolah (MBS), maka ideologi dalam tata kelola sekolah menentukan kekuatan dalam menghadapi tantangan turbulensi lingkungan dan menangkap secara optimal peluang yang ada dalam turbulensi tersebut. Perlunya pemahaman tentang GSG bagi sekolah memberikan upaya dalam mempersiapkan dan memprediksi pengelolaan sekolah di masa yang akan datang baik menangkap peluang serta

menangkal segala pengaruh-pengaruh negatif yang merugikan sivitas sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi SMK Revitalisasi, maka perlu dilakukan kajian secara komprehensif untuk memberikan rekomendasi kebijakan kepada DPSMK dalam strategi menghadapi turbulensi lingkungan di SMK melalui penguatan kapabilitas SMK dengan sistem manajemen GSG. Kajian ini memberikan arahan bagaimana menghasilkan panduan bagi sekolah revitalisasi bagaimana menghadapi derasnya turbulensi lingkungan yang harus ditangkap serta diwaspadai untuk tujuan penguatan kelembagaan sekolah. Melalui sistem manajemen GSG yang terpadu diharapkan semakin memperkuat kapabilitas SMK dalam menghadapi berbagai macam perubahan di masa yang akan datang yang dinamis, tidak tentu, dan sulit diprediksi. Harapan dari kajian ini adalah SMK mampu menjadi sekolah yang adaptif dan selalu mengikuti perkembangan jaman agar profil lulusannya sesuai dengan perkembangan kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang.

Pendidikan kejuruan merupakan tempat bagi peserta didik untuk membentuk kompetensi agar siap bekerja dan berwirausaha. Pendidikan kejuruan mengalami disrupsi teknologi sejak masuknya revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Tantangan perubahan dalam segala elemen pendukung pengelolaan Pendidikan kejuruan menjadi amanat yang harus diwujudkan untuk mendukung program Making Indonesia 4.0. SMK sebagai salah satu Pendidikan kejuruan yang memiliki peran andil dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing dengan pasar tenaga kerja global.

Kondisi pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan, terus berubah dari waktu ke waktu. Faktor-faktor lain dari lingkungan eksternal, terutama kebijakan pemerintah dan lingkungan industri menjadi warna dalam perubahan pendidikan kejuruan (Khurniawan, 2019). Terdapat sebagian dari warna perubahan tersebut yang dapat diadaptasi dengan baik oleh pendidikan kejuruan. Sementara itu, sebagian warna perubahan yang lain perlu digoreskan dengan paksaan atau intervensi kebijakan. Namun demikian, ada pula kalanya