• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Metode Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini secara umum terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan tepung jagung, analisis karakterisasi tepung jagung, pembuatan mie basah jagung, dan justifikasi pembuatan mie basah jagung. Penepungan lima varietas jagung merupakan tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini. Proses penepungan jagung menggunakan teknik penepungan kering (dry milling) yang terdiri atas beberapa proses yaitu proses pengilingan kasar, pencucian dan pengambangan, perendaman, pengeringan grits, penggilingan halus, pengeringan tepung, pengayakan tepung ukuran 100 mesh, dan pengeringan tepung setelah tepung diayak.

Proses penggilingan kasar dilakukan pada jagung pipil menjadi grits menggunakan dics mill dengan saringan 10 mesh. Proses ini bertujuan untuk memisahkan bagian endosperma jagung dengan lembaga, kulit dan tip cap. Setelah jagung pipil menjadi grits, grits dicuci dengan air bersih untuk mengambangkan lembaga dan kulit ari dari grits jagung agar bagian-bagian tersebut mudah untuk dipisahkan dan dibuang. Hal ini dilakukan karena bagian lembaga dapat menyebabkan tepung jagung yang dihasilkan tengik dan kulit ari membuat tepung jagung bertekstur kasar. Setelah dicuci grits tersebut direndam dalam air selama 3 jam. Proses perendaman ini bertujuan memperlunak endosperma yang nantinya dapat mempermudah tahap proses penepungan halus.

Pembuatan tepung jagung dengan metode dry milling Lima varietas jagung lokal pipil

Pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi

Karakterisasi sifat fungsional : Sifat amilografi

Water Absorption capacity

Kelarutan dan Swelling volume

Karakterisasi sifat fisiko kimia : Proksimat Kadar amilosa Kadar pati pH Warna Analisa : * Elongasi

* KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) Uji hipotesis pengaruh tekanan pada tahap pengekstrusian bahan terhadap

karakterisasi mie yang dihasilkan

Pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi dengan memberikan tekanan saat pengekstrusian bahan

Penentuan tepung jagung lokal yang paling berpotensi untuk dibuat mie jagung Analisa : * Elongasi dan KPAP

* Tensile Strength * Warna

Dibandingkan hasil analisa mie basah jagung dengan BTP dan tanpa BTP Peningkatan mutu mie jagung dengan penambahan Guar Gum 1%

Analisa : * Elongasi dan KPAP * Tensile Strength * Warna

Analisa : * Filling rate * Elongasi * KPAP

* Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 6. Garis besar pelaksanaan penelitian

Kemudian, grits jagung dikeringkan menggunakan sinar matahari hingga kadar airnya mencapai ± 35% dan saat dirasa grits tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara memegang grits dan grits tersebut tidak begitu lengket dengan tangan. Hal ini dilakukan agar proses penggilingan menjadi lebih efisien sehingga rendemen yang dihasilkan pun lebih tinggi. Jika kadar air grits terlalu tinggi, grits jagung mudah lengket dalam mesin penggiling, akibatnya rendemen tepung menjadi lebih rendah dan mudah tengik jika dilakukan penyimpanan. Dan jika kadar airnya terlalu rendah, rendemen hasil penggilingannya pun juga rendah. Selanjutnya dilakukan proses penepungan halus menggunakan disc mill dengan saringan berukuran 48 mesh. Tahapan ini bertujuan untuk memperhalus ukuran jagung menjadi tepung.

Tepung jagung yang dihasilkan kemudian dikeringkan menggunakan oven suhu 50oC selama 2 jam hingga kadar air tepung ± 35%. Kemudian tepung diayak menggunakan vibrating screen dengan ukuran ayakan 100 mesh. Menurut Pratama (2008) ukuran tepung jagung yang dianjurkan untuk membuat mie basah jagung yaitu ukuran 100 mesh karena akan menghasilkan mie dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan ukuran 80 mesh. Terakhir tepung jagung dikeringkan menggunakan oven suhu 50oC selama 2 jam untuk mengurangi jumlah air bebas pada tepung jagung sehingga dapat memperpanjang umur simpan tepung. Kemudian tepung jagung dikemas plastik PP ukuran 200 gram dan disimpan dalam freezer.

Kemudian dilakukan tahap kedua dari penelitian pendahuluan, yaitu analisa pada tepung jagung yang dihasilkan. Analisa yang dilakukan mencakup analisa sifat fisiko-kimia dan sifat fungsional dari tepung jagung. Analisa ini dilakukan untuk mengkarakterisasi tepung jagung yang dihasilkan.

Analisa sifat fisiko-kimia meliputi analisa pH, warna, analisa proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin.

Sedangkan analisa sifat fungsional tepung jagung meliputi analisa sifat amilografi, water absorption capacity, kelarutan dan swelling volume.

Tahapan proses penepungan jagung pipil dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 2 jam

Pengayakan menggunakan vibrating screen dengan saringan 100 mesh Pembuangan cairan dan penjemuran grits jagung sampai

grits tidak terlalu basah

Penggilingan dengan disc mill dengan saringan berukuran 48 mesh

Jagung dibersihkan dari biji cacat dan kontaminan lainnya

Pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 2 jam Pengambangan jagung menggunakan air suhu normal untuk

membuang kulit ari dan lembaga

Penggilingan I menggunakan disc mill dengan saringan 10 mesh Tepung jagung kasar

Perendaman grits selama 3 jam

Grits jagung

Pengemasan dengan plastik PP tiap 200 g, diberi silika gel dan disimpan di freezer

Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung jagung (Fahmi, 2007 dengan

modifikasi)

Tahap ketiga dari penelitian pendahuluan adalah pembuatan mie basah menggunakan metode ekstrusi. Proses pembuatan mie basah jagung dengan metode ekstrusi terdiri atas beberapa proses, yaitu proses penimbangan bahan, pencampuran, pengadonan, pembentukan lembaran secara manual, pengukusan pertama (pengukusan adonan), pencetakan mie dengan ekstruder, dan pengukusan kedua (pengukusan mie).

Pertama-tama dilakukan proses penimbangan bahan-bahan pembuatan mie basah jagung yang meliputi basis tepung jagung 100 g, NaCl 2% (2 g), dan penambahan air hingga mencapai 70% basis kadar air tepung. Selanjutnya dilakukan pencampuran dan pengadonan bahan yang bertujuan mendapatkan adonan yang homogen dan meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga tidak membentuk gumpalan. Pencampuran air dan garam dilakukan dengan cara melarutkan garam terlebih dahulu dalam air yang akan ditambahkan. Serta pengadonan dilakukan dengan cara penambahan larutan garam sedikit demi sedikit ke dalam tepung jagung. Hal ini agar tidak terbentuk gumpalan tepung. Jika air yang ditambahkan lansung sekaligus dibutuhkan waktu pengadonan yang lebih lama agar gumpalan tepung tidak terbentuk, sehingga distribusi air di dalam adonan lebih merata.

Adonan kemudian dibentuk lembaran dengan menggunakan roll kayu sampai ketebalan adonan sekitar ± 0.5 cm. Hal ini bertujuan untuk meratakan distribusi panas yang diterima adonan saat proses pengukusan pertama. Proses pengukusan akan membuat adonan mengalami proses gelatinisasi sebagian sehingga adonan mudah dicetak menjadi untaian mie. Proses gelatinisasi pati sebagian dapat membuat tekstur adonan menjadi lebih lunak, kohesif, dan elastis. Pati yang tergelatinasi pada proses ini akan berperan membentuk matriks pengikat berupa massa elastic-cohesive sehingga adonan dapat dicetak menjadi mie.

Setelah pengukusan pertama, adonan dimasukkan kedalam ekstruder tipe MS9 Multy-Function Noodle Machine Operation. Adonan akan keluar melalui die ekstruder khusus untuk mie. Mie yang dihasilkan kemudian dikukus (pengukusan kedua) untuk menyempurnakan proses gelatinasi sehingga diperoleh mie basah jagung dengan tekstur yang lebih baik. Tahapan pembuatan mie basah jagung dapat dilihat pada Gambar 8.

Mie basah jagung

Air sampai kadar air tepung basis kering 70% NaCl (2%)

Pencampuran dan pengadukan hingga NaCl larut Pembuatan lembaran secara manual

dengan ketebalan ± 0,5 cm Pengukusan adonan selama15

Pencetakan menggunakan Pengukusan mie selama 15 menit

Mixing

Tepung

Gambar 8. Diagram alir pembuatan mie basah jagung

Mie basah yang dihasilkan kemudian dianalisa secara fisik, yaitu meliputi analisa elongasi dan KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan).

Tahap terakhir pada penelitian pendahuluan ini yaitu dilakukannya justifikasi pembuatan mie basah jagung. Justifikasi yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan jumlah bahan baku menjadi dua kali lipat menjadi 200g tepung jagung dan memberikan tekanan secara manual pada saat pembuatan mie. Kemudian diukur filling rate dari mie. Filling rate yaitu menghitung waktu keluar mie sejak pertama kali keluar dari die hingga adonan tepung habis dari dalam ekstruder. Selanjutnya mie yang dihasilkan di analisa secara fisik (analisa elongasi dan KPAP) dan SEM (Scanning Electron Microscope).

Dokumen terkait