• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Mie Basah Jagung dengan Mie Basah Terigu

Mie basah jagung memiliki ciri khas (karakteristik) tersendiri yang berbeda dengan mie terigu. Akan tetapi, karakteristik yang dimiliki ini mesti disesuaikan dengan mie basah terigu. Hal ini dilakukan karena kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi mie basah terigu sebagai makanan sehari-hari. Untuk itulah dilakukan perbandingan mie basah jagung dengan mie basah terigu, baik dari segi proses maupun karakteristik fisik yang dianggap sebagai parameter mutu mie basah (persen elongasi dan KPAP).

Perbedaan utama antara mie basah jagung dengan mie basah terigu terletak pada proses pembuatan mie. Tepung terigu memiliki protein gluten (gliadin dan glutenin) yang punya sifat dapat membentuk massa yang

elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni. Gliadin memiliki berat

molekul yang rendah sehingga berguna untuk meningkatkan kekentalan larutan dan glutenin bertanggung jawab terhadap sifat elastis adonan dnegan bentuk ikatan thiol-disulfida (Slade, et al., 1989). Kemudian terbentuklah matriks gluten yang berfungsi sebagi pengikat bagi komponen-komponen lainnya yang berada di dalam adonan.

Berbeda halnya dengan tepung jagung. Tepung jagung tidak memiliki protein gluten. Tepung jagung memerlukan proses gelatinisasi yang berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen lain yang berada dalam adonan. Oleh karena itu, dalam pembuatan mie basah jagung diperlukan proses pengukusan agar pati dalam tepung jagung mengalami proses gelatinisasi. Proses gelatinisasi merupakan proses kritis dalam pembuatan mie basah jagung. Proses gelatinisasi berkaitan dengan suhu dan waktu proses, karena suhu dan waktu proses mempengaruhi jumlah pati yang tergelatinisasi dalam adonan. Suhu adonan diharapkan berada dalam kisaran suhu gelatinisasinya. Jika suhu adonan berada dibawah kisaran suhu gelatinisasinya, untaian mie akan memiliki tekstur yang kasar dan mudah patah. Waktu proses berpengaruh karena lamanya waktu pengukusan berguna untuk melihat pencapaian tingkat gelatinisasi yang diinginkan dari

adonan. Tingkat gelatinisasi yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi dapat menyebabkan karakteristik mi basah tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Warna kuning alami yang terdapat pada mie basah jagung merupakan karakteristik khas yang dapat meningkatkan nilai tambah mie basah jagung. Selain bukan karena penambahan bahan tambahan pangan, warna kuning pada mie basah jagung menunjukkan bahwa masih terdapat kandungan pigmen beta karoten pada mie. Pigmen beta karoten merupakan senyawa provitamin A yang dapat membantu meningkatkan ketahanan tubuh (Rianto, 2006).

Varietas mie basah jagung yang dibandingkan dengan mie basah terigu adalah varietas Lamuru. Hal ini dikarenakan varietas ini memiliki karakteristik terbaik berdasarkan hasil perbandingan yang terdapat pada Tabel 19. Khususnya parameter mutu inti mie basah, nilai terbaik dimiliki oleh varietas ini.

Persen elongasi dan KPAP dijadikan parameter mutu inti mie basah karena kebiasaan masyarakat mengkonsumsi mie menggunakan sumpit sehingga diharapkan mie basah tidak mudah putus, dalam arti nilai elongasi mie basah cukup tinggi dan diharapkan kuah dari hasil perebusan mie tidak kental akibat banyaknya partikel-partikel pati yang lepas saat dilakukan pemasakan. Banyaknya partikel pati yang lepas saat pemasakan tidak hanya membuat kuah mie hasil pemasakan menjadi kental akibat adanya pati, tetapi juga menyebabkan rapuhnya untaian mie yang mengakibatkan mie basah mudah putus. Hal ini berarti nilai KPAP mie basah diharapkan serendah mungkin.

Tabel 20. Perbandingan mie basah jagung varietas Lamuru dengan mie

basah terigu

Faktor Pembeda Mi Basah jagung Mi basah Terigu

Proses Pembuatan Pencampuran bahan, Pengukusan 1, Pencetakan mie Pengukusan 2, Perebusan Pencampuran bahan, Pengulian, Pencetakan mie, Perebusan

Warna Kuning Putih

Celup tanpa

guar gum 95.43 % 107.35%

Rebus tanpa

guar gum 25.09 % 118.47%

Celup dengan

guar gum 106.24 % Tidak dilakukan Nilai Elongasi

Rebus dengan

guar gum 61.49 % Tidak dilakukan

Nilai KPAP 5.41% 5.59%

Dari Tabel 20 dapat diketahui bahwa perbedaan proses pembuatan kedua mie ini adalah mie basah jagung membutuhkan dua kali proses pengukusan dan satu kali proses perebusan untuk menghasilkan mie basah jagung matang, sedangkan mie basah terigu hanya membutuhkan proses perebusan saja untuk menghasilkan mie basah terigu matang. Mie basah jagung memiliki warna kuning alami yang merupakan nilai plus dari mie basah jagung karena tidak membutuhkan bahan tambahan pangan seperti mie basah terigu agar mie basah matang berwarna kuning.

Nilai persen elongasi mie basah jagung dengan metode celup ataupun dengan metode rebus tanpa penambahan guar gum dan dengan penambahan guar gum masih lebih rendah dibandingkan mie basah terigu tanpa penambahan guar gum. Akan tetapi nilai KPAP mie basah jagung lebih rendah dibandingkan mie basah terigu.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa elongasi dan KPAP merupakan faktor terpenting dalam menentukan karakteristik mie. Walaupun demikian, mie basah jagung memiliki nilai KPAP yang lebih rendah dibandingkan mie basah terigu. Karakteristik ini tentu berpengaruh terhadap eating quality produk mi pada saat dikonsumsi.

Analisa kemudian dilanjutkan dengan analisa mikrostruktur menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) pada mie basah terigu. Hasil SEM dapat dilihat pada Gambar 34.

20 kV X3500 10µm 5µm X2000 20 kV (a) (b) Keterangan :

(a) Mie basah terigu 20kV X11000 (X2000) (b) Mie basah terigu 20kV X9000 (X3500)

Gambar 34. (a) dan (b) Foto SEM mie basah terigu

Nilai X11000 dan X9000 merupakan nilai magnification (perbesaran) sebenarnya. Nilai ini didapatkan dari pembagian panjang garis yang terdapat pada gambar dengan direct magnification (panjang garis yang terdapat pada gambar, yaitu 10µm dan 5µm). Nilai 20kV merupakan tekanan yang digunakan saat penembakan elektron pada SEM.

Dari Gambar 34 di atas dapat dilihat bahwa (a) dan (b) mie basah terigu menghasilkan gambar mikrostruktur yang beraturan. Ikatan gluten yang dihasilkan terlihat jelas (Gambar 34a.). Hal ini dikarenakan protein gluten yang terdiri atas gliadin dan glutenin. Gliadin berfungsi sebagai

plasticizer dan pemerekat yang dapat menginduksi sifat rheology yang

dimiliki oleh glutenin, sedangkan glutenin berfungsi untuk membentuk visko-elastisitas tepung terigu. Glutenin bisa membentuk visko-elastisitas karena kaya akan asam amino prolin dnegan struktur sedikit terlipat dimana lipatan terbuka selama proses pencampuran dan pengulian (kneading) sehingga strukur menjadi renggang dan adonan menjadi elastis. Ini juga didukung oleh sifat protein gandum yang unik, ikatan-ikatan serta interaksi yang terdapat di dalamnya ( Damodaran, 1996 dalam Fennema 1996).

Inilah yang menjadi pembeda utama antara mie basah jagung dengan mie basah terigu. Mie basah terigu memiliki mikrostruktur yang homogen karena terbentuknya ikatan protein (gluten), sedangkan pada mie basah jagung (Gambar 27 c dan d) memiliki mikrostruktur yang cenderung tidak seragam dan ikatan yang terbentuk berupa ikatan antar granula pati yang membentuk matriks yang cukup kuat. Ikatan antar granula pati ini memiliki fungsi sama dengan gluten pada proses pembuatan mie, yaitu sebagai pengikat komponen-komponen lain dalam adonan mie. Hal ini didukung oleh Khoo et al. (1975) yang menyatakan bahwa hasil SEM dapat memperlihatkan kehalusan matriks protein dibandingkan jaringan dari granula pati.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait