• Tidak ada hasil yang ditemukan

17

c. Dapat dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya, dan untuk memperoleh perbandingan sehingga memperkaya penelitian.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang pesantren telah banyak dilakukan oleh para peneliti, namun setelah penulis menelusuri beberapa kajian dan tulisan yang terdahulu seputar pesantren, masih belum ada yang menulis tentang internalisasi nilai etika dan moral di pesantren yang dilakukan pembina santri sebagai subjek pendidikan, sebagaimana tulisan yang berikut ini:

Manfred Ziemek dalam penelitiannya menjelaskan sistem nilai budaya yang mempengaruhi orientasi pendidikan pesantren dalam merajut eksistensinya. Menurutnya, Kiai menjadi mata rantai utama dalam pembangunan sistem nilai budaya di pesantren, yaitu tradisi intelektual dan spititual yang berlangsung turun temurun dan berlangsung lama. Dengan begitu Ziemek hanya membatasi orientasi menjaga tradisi sebagai sistem nilai yang menjadi acuan dalam beragama.30

Sama halnya dengan Ziemek, Mastuhu memandang Kiai menjadi faktor utama dalam pembangunan nilai dalam sistem pendidikan pesantren. Meski mengakui ajaran Islam menjadi sumber pendidikan Islam, namun Mastuhu memandang penerapannya dapat menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang melingkarinya. Di sinilah peran Kiai sangat kuat dalam menentukan konsep teologi, manusia, kehidupan, tugas dan

18

tanggungjawab terhadap kehidupan dan pendidikan untuk dirajut sebagai sistem nilai yang dianut bersama dalam kehidupan pesantren.31

Sedikit berbeda dengan Ziemek dan Mastuhu, Zamakhsyari Dhofier lebih spesisik meletakkan nilai-nilai moral, spiritual, etika, kemandirian dan pengembangan diri sebagai tujuan pendidikan pesantren. Dalam hal ini Dhofier tidak lagi menempatkan tradisi di bawah otoritas Kiai sebagai puncak akhir pencapaian nilai, tetapi baginya pengetahuan seorang santri diukur oleh usahanya sendiri dalam mempelajari buku yang pernah dipelajarainya dan kepada ulama mana saja ia telah berguru.32

Beberapa hal yang sedikit banyak menyentuh peran santri dalam pendidikan nilai dapat dilihat dari temuan Bachtiar Effendy. Dalam tulisannya Bachtiar Effendy dijelaskan formula ideal yang dapat dilakukan santri untuk mempertahankan nilai-nilai dalam bergumul dengan perkembangan modern. Baginya, diperlukan fungsi ganda santri; pertama, mengembangkan dan memperdalam nilai-nilai transendental dalam ajaran Islam dan kedua, mengkomunikasikan nilai-nilai transendetal kepada dunia modern. 33 Sayangnya Effendy belum mengemukakan pola pembentukan santri agar dapat mengejawantahkan nilai-nilai transendental dalam kehidupan modern saat ini.

Lebih spesifik pada penggalian nilai-nilai pendidikan yang menopang pendidikan karakter santri, Najahah dalam penelitiannya menemukan keberhasilan pembangunan karakter di Pondok Pesantren ditopang oleh

31 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajain tentang Unsur dan Nilai Sistem

Pendidikan Peantren (Jakarta: INIS, 1994).

32 Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren.

33 Bachtiar Effendy, “Nilai-nilai Kaum Santri” dalam M. Dawam Rahardjo (ed.), Pergulatan

19

kuatnya landasan filosofi. Ia hanya menggali ide dasar landasan pembangunan karakter, metode pembangunan karakter, optimalisasi pelaksanaan pembangunan karakter serta evaluasi dan hasilnya, tanpa menggali pembentukan sikap santri.34

Berkaitan dengan internalisasi nilai yang lebih spesifik, M. Syukri Azwar Lubis telah melakukan penelitian dengan fokus kajian pada pembinaan mental santri melalui bimbingan dan konseling. Dari temuannya dijelaskan pembinaan mental santri dilakukan melalui pola penanaman nilai akhlak, baik kepada Allah, akhlak individual, akhlak sosial, serta akhlak kepada alam. Pola– pola penanaman akhlak yang digali dari lapangan menunjukkan pola pegagogis semata dan belum menampilkan peran serta santri untuk menggali sendiri pengetahuannya.35

Pada spektrum yang lebih luas, Mardiyah menemukan budaya pesantren yang bertahan dengan kebesarannya hingga saat ini disebabkan oleh nilai sebagai dasar perilaku pesantren dan tradisi keilmuan didukung oleh pengalaman mengarungi sejarah yang panjang. Mardiyah tetap menempatkan Kiai yang memegang peran penting, meskipun demikian ia menemukan bahwa tradisi pengelolaan lembaga yang tampak dalam pesantren karena didukung motivasi bermutu dan semangat kerja, keterlibatan pembantu Kiai dan para guru dan harapan dan dukungan masyarakat tinggi.36

34

Najahah, “Pembangunan Karakter(Character Building) di Pondok Pesantren Al-Amein Prenduan Sumenep dan Pondok Pesantren Termas Pacitan”(Disertasi -- Pascasarajana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).

35 M. Syukri Azwar Lubis, “Pembinaan Kesehatan Mental Melalui Bimbingan dan Konseling Islami di Pesantren di Sumatera Utara” (Disertasi—Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, 2017).

36 Mardiyah, “Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi di PMD Gontor, Lirboyo Kediri, dan Pesantren Tebuireng Jombang” dalam Jurnal Peradaban Islam Tsaqafah, Vol. 8, No. 1 (April, 2012).

20

Sementara itu, penelitian mengenai penggalian nilai-nilai pendidikan di PMD Gontor yang menjadi objek penelitian ini lebih banyak dilakukan dengan meneliti pemikiran tokoh pendirinya, di antaranya pemikiran pendidikan KH. Imam Zarkasyi. Dalam penelitiannya Yunus Abu Bakar menggali konsep pendidikan KH. Imam Zarkasyi dan implementasinya pada Pondok Pesantren alumni. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemikiran pendidikan KH. Imam Zarkasyi mengandung falsafah yang sangat kuat terhadap pembentukan kehidupan para santri ke depan. Proses pendidikannya memuat proses internalisasi niai-nilai keislaman dan sekaligus memuat nilai-nilai pendidikan yang konstruktif bagi pembentukan pribadi santri, yaitu sistem pendidikan totalitas, baik totalitas software maupun hardware pendidikan, dan mengutamakan pembangunan mental skill daripada technical skill pada pribadi-pribadi santri. Karena terfokus pada penggalian pemikiran, tentu saja penelitian ini belum sampai pada pada pembentukan sikap santri sebagai subjek pendidikan.37

Pemikiran KH. Imam Zarkasyi yang menyangkut nilai-nilai pendidikan juga ditelaah Amal Fathullah. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya, Amal Fathullah lebih luas lagi menggali gagasan reformasi pendidikan Islam yang ditelurkan KH. Imam Zarkasyi berupa: pertama, metode pembelajaran bahasa Arab bagi pelajar non Arab, kedua, integrasi ilmu agama dan umum dalam kurikulum pesantren, ketiga, integrasi kurikulum yang memuat intrakurikuler, ekstrakurikurikuler dan ko-kurikuler; keempat dalam

37 M. Yunus Abu Bakar, “Konsep Pemikiran Pendidikan KH. Imam Zarkasyi dan Implementasinya pada Pondok Pesantren Alumni” (Disertasi--Program Pasca Sarjana UIN Sunan KalijagaJogyakarta, 2007).

21

pengintegrasian moral, intelektual, spiritual-religius dan pendidikan fisik ke dalam pendidikan kepribadian, kepemimpinan dan life skill; dan kelima, penguatan sistem manajerial dalam rangka pengembangan sistem pesantren.38

Di antara hasil penelitian yang telah disebutkan diatas, penelitian Yuwan Ebit Saputro lebih spesifik menjelaskan implementasi pendidikan Pancajiwa di PMD Gontor. Namun pembahasannya hanya sekedar menjelaskan arti masing-masing sila dalam Pancajiwa kemudian dijabarkan bagaimana penerapannya di PMD Gontor. Dengan begitu pembahasan itu belum menyentuh bagaimana internalisasi nilai Pancajiwa yang mengarah kepada kesadaran untuk menjadikan prinsip hidup dalam konteka pendidikan nilai di PMD Gontor.39

Keseluruhan penelitian di atas jelas tidak mengkonsentrasikan pada bagaimana pesantren, seperti halnya PMD Gontor memberikan kesempatan kepada peserta didik dan pendidiknya menginternalisasikan nilai-nilai moral yang terhimpun dalam pancajiwa dalam rangka memperkuat idialisme pesantren. Dengan demikian, posisi kajian ini di antara karya-karya yang mengkaji pesantren tersebut jelas berbeda. Meskipun begitu, peneliti mengakui bahwa tema dalam penelitian ini bukan merupakan sesuatu yang baru. Namun, dilihat dari sisi pendidikan nilai pesantren – sepanjang pengetahuan peneliti – belum ada penelitian yang mengangkat tema dimaksud, sehingga penelitian ini menemukan signifikansinya.

38Amal Fathullah Zarkasyi, “Tajdīdu Fikr al-Tarbawiy al-Islāmiy ‘inda al-Syaikh Imām Zarkasyi” dalam Journal of Indonesian Islam; ISSN1978-6301, Volume 05, Number 01, (June 2011).

39Yuwan Ebit Saputro, et al., "Implementation of Education Based “Pancajiwa” at Boarding School in The Effort to Create Golden Generation" (Case Study in Modern Islamic Boarding School of Darussalam Gontor Ponorogo, East Java, Indonesia)” in Pesantren Management and

Development towards Globalization, Proceeding of 1th International Conference of Pesantren

22