• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Internalisasi Nilai Pancajiwa pada Pembina Santri di PMD Gontor Gontor Gontor

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data

2. Proses Internalisasi Nilai Pancajiwa pada Pembina Santri di PMD Gontor Gontor Gontor

179

Gambaran proses di atas menandakan bahwa para pembina santri PMD Gontor menggunakan praktik kepemimpinan dalam berorganisasi sebagai wahana penghayatan nilai pancajiwa. Peran yang ditunjukkan oleh masing-masing pihak dengan menjadikan pendelegasian tugas sebagai sarana: 1) pengendalian diri; 2) meneladani sikap; 3) pembiasaan sikap; 4) learning by doing; 5) melatih keikhlasan; 6) mengembangkan kreatifitas; dan 7) mengembangkan tanggung jawab sosial.

2. Proses Internalisasi Nilai Pancajiwa pada Pembina Santri di PMD Gontor

a. Sosialisasi nilai Pancajiwa

Filsosofi nilai pancajiwa tidak terlepas dari pemikiran Founding

Father PMD Gontor mengenai pendidikan pesantren seperti disinggung

di atas. Hal ini sebenarnya diakui sendiri oleh KH. Imam Zarkasyi yang secara definitif menyebut pesantren sebagai “lembaga pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kiai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kiai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.”50

Definisi pesantren perspektif KH. Imam Zarkasyi ini menyisakan keunikan tersendiri. Di satu sisi PMD Gontor mendeklarasikan sebagai pesantren modern, namun pada sisi lain kiai tetap sebagai figur sentral. Ini membuktikan PMD Gontor tetap mempertahankan tradisi keilmuan pesantren. Kiai PMD Gontor tetap

50 Staf Sekretaris Pondok Modern Gontor, Serba serbi tentang Pondok Modern Gontor untuk

180

ditempatkan sebagai pemeran utama dalam transfer nilai. Tradisi keilmuan pesantren sendiri adalah tatanan dan kebiasaan-kebiasaan pembentukan pribadi dan pembinaan wawasan yang telah berlangsung dari waktu ke waktu dalam kehidupan pesantren sebagai upaya kiai dan para pembentunya mentransfer ilmu dan nilai-nilai agama.51

Sosialisasi pancajiwa terus menerus diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran nilai dan tradisi pesantren. Merujuk pernyataan KH. Syamsul Hadi Abdan, tradisi pondok modern dipraktikkan dan dipidatokan setiap khutbat al-arsh (pekan perkenalan).

Sejak 5 tahun ini pembacaan sejarah persemar diadakan lagi, karena kita khawatir semuanya kurang mengerti tentang ajaran pondok. Maka guru kader harus memiliki 7 referensi, buku pekan perkenalan, piagam badan wakaf, isi pendidiran IPD 1963, lembaran peringatan persemar, AD/ART Badan Wakaf, pidato-pidato Trimurti, bukan orang sekarang tanpa menambah atau mengurangi. Selain itu, semua itu dipidatokan setiap tahun.52

Upaya menjaga nilai agar diresapi sebagai moral tidak berhenti pada sosialisasi secara lisan, tetapi juga diintegrasikan pada tata kelola pondok. Semua lembaga di PMD Gontor selalu evaluasi dan dikontrol agar selalu bergerak dalam koridor pancajiwa dan pancajangka. “Semua ada pedomannya. Misalnya, apa yang dikerjakan IKPM kembali kepada pancajiwa dan pancajangka.”53

Adanya kontrol tanggung jawab pada gilirannya dapat memberlakukan sistem koordinasi dan komunikasi antar

51

Amir Faisol, “Tradisi Keilmuan Pesantren, Studi Banding Nurul Iman dan Assalam” (Disertasi--Program Pasca Sarjana UIN Sunan KalijagaJogyakarta, 2001), 13.

52 KH. Syamsul Hadi Abdan, Pimpinan PMD Gontor, Wawancara, PMD Gontor, 5 Mei 2018. 53 Ibid.

181

komponen agar dapat menjalankan nilai-nilai pancajiwa yang sesuai dengan sunah-sunah pondok. Terkait hal ini Ustaz Aip menegaskan:

Ada koordinasi antar semua lembaga, seperti bagian pelajaran sore, bagian muhaḍarah, mabikori, semuanya harus koordinasi dengan pengasuhan santri. Karena kalau hanya pengasuhan santri saja, pasti kurang bisa mengontrolnya. Kalau ada instruksi dari pimpinan, tidak setiap hari, hanya kalau misalnya ada banyak anak sakit, diinstruksi untuk mengeceknya, setelah diketahui penyebabnya, pengasuhan santri menginstruksikan kepada OPPM dan seterusnya untuk menanganinya.54

Di kalangan pembina santri mentradisikan koordinasi dimaksudkan untuk mengawal internalisasi nilai moral pancajiwa. Seperti diungkapkan Rahman, “kita sebenarnya ada dua pertemuan dalam seminggu, dengan pengasuhan dan pembimbing, itu pada hari hari kamis dan ahad. Yang dibicarakan evaluasi program kerja, kita melaporkan apa yang kita kerjakan selama seminggu. Kalau kita mau bicara lebih, bisa minta waktu sendiri.”55

Yusuf menambahkan, “kalau cakupan besar, kita buat forum rapat. Kalau tidak, hanya menyesuaikan kebutuhan saja.”56

Adanya koordinasi dalam wadah organisasi santri berakibat langsung pada pembangunan mata rantai keilmuan antara senior dan junior. Seperti digambarkan Zamzabil, “Di klub olahraga kita memakai pendekatan kaderisasi, karena kita memakai pelatih dari santri sendiri, tidak mengambil pelatih dari luar PMD Gontor.”57

Upaya ini dimaknai sebagai kesempatan improvisasi sendiri yang tidak keluar dari rel sunah pondok.

54

Aip Wahidul Lathief, Staf Pengasuhan Santri, Wawancara, PMD Gontor, 5 Mei 2018. 55 Rahman, Ketua OPPM, Wawancara, PMD Gontor, 26 April 2018.

56 M. Yusuf Prasetyo, Wakil Ketua OPPM, Wawancara, PMD Gontor, 26 April 2018. 57 Zamzabil, Pengurus Klub Olahraga, Wawancara, 26 April 2018.

182

Idealisme mempertahankan nilai pancajiwa untuk juga disosialisasikan kepada alumni yang dilembagakan melalui keberadaan IKPM agar alumni tetap menjaga sunah-sunah pondok. Menurut Ustaz Badrun, “perspektif kita tetap pesantren, bahwa sampai kapanpun santri itu tetap dimonitor dan dikawal, inilah keberadaan IKPM utuk mengawal itu semua. Jadi hubungan kita dengan alumni adalah hubungan kultural.” 58

Usaha seperti ini diharapkan agar para alumni tetap mempertahankan nilai-nilai moral pancajiwa meskipun di lingkungan yang tidak mendukung, seperti dirasakan Kuncoro Hadi, “Pendidikan nilai yang diajarkan di PMD Gontor yang tidak didapatkan dari non PMD Gontor diantaranya keikhlasan dalam hal menjalankan amanat (tugas). Kalau kita punya jiwa berkorban dengan etos kerja, sementara mereka melihat jam kerja saja.59

Dapat disimpulkan bahwa sosialisasi nilai pancajiwa dilakukan untuk menjaga moralitas melalui: 1) transfer imu dan nilai oleh Kiai; 2)

controling; 3) koordinasi; dan 4) pengembangan mata rantai keilmuan.

b. Penugasan

Pancajiwa dalam perspektif PMD Gontor penuh dengan nilai-nilai moral untuk mempersiapkan hidup dalam lingkungan sosial. Untuk itu, dalam rangka menghayati nilai-nilai moral pancajiwa diperlukan sarana internalisasi, dimulai oleh seluruh pembina santri agar memiliki bekal dalam transformasi nilai selanjutnya Di kalangan pembina santri

58 Badrun Syahir, Wakil Ketum PP IKPM, Wawancara, PMD Gontor, 10 Mei 2018. 59 Kuncoro Hadi, Alumni/PNS, Wawancara, Ponorogo, 10 Mei 2018.

183

penghayatan nilai-nilai pancajiwa moral di PMD Gontor mulai diaktualisasikan dengan cara melaksanakan tanggungjawab (amanat) sebagai pengurus, karena menimbulkan motivasi instrinsik untuk belajar mengatur orang lain dengan baik. Persepsi ini diakui Firdaus, “Saya memang ingin belajar organisasi, maka saya improvisasi diri saya untuk dapat mengatur orang lain, belajar bagaimana mengajar anak yang susah diatur menjadi mudah diatur. Di situlah kita belajar untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda-beda.”60

Kompetensi pengurus organisasi santri didapatkan dari penempaan diri selama menjadi anggota. Di sinilah letak arah pendidikan yang mengedepankan prinsip belajar dari pengalaman. Diakui oleh Yusuf, pengalaman menghasilkan nilai-nilai yang baik untuk ditiru dan lebih membekas daripada apa yang dipelajari secara teoritis.61

Dalam internalisasi nilai pancajiwa PMD Gontor melalui pemberian tugas dan tanggungjawab dimulai dengan memberikan keteladanan Kiai. Sebagaimana diutarakan KH. Hasan Abdullah Sahal, “Yang bikin Gontor hanya dua itu, yaitu keteladanan dan amanat. Yang lain itu nomor 27. Yang di luar kita itu sudah nol, amanat nol, keteladanan nol.”62

Diakui pula oleh Ustaz Heru Wahyudi, amanat sebagaimana dimaksudkan KH. Hasan Abdullah Sahal mendorong Pengasuh Pondok untuk tampil sebagai teladan dalam mengamalkan pancajiwa dalam kehidupan sehari-hari.

60

Firdaus, Pengurus Klub Bahasa, Wawancara, PMD Gontor, 26 April 2018.

61 M. Yusuf Prasetyo, Wakil Ketua OPPM, Wawancara, PMD Gontor, 26 April 2018.

62 KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan PMD Gontor, Wawancara, PMD Gontor, 17 September 2018.

184

Keteladanan Kiai itulah yang diikuti santri secara simultan dalam kehidupan di pesantren sehingga membentuk pola pembiasaan. Pembiasaan diarahkan agar seorang santri dapat menjalankan nilai-nilai pesantren menjadi bagian dari hidupnya sehingga ia merasakan enjoyful selama berada di pesantren. Inilah inti dari ungkapan yang menjadi nasehat Trimurti kepada para santri, “sebesar keinsyafanmu sebesar itu pula keuntunganmu.63

Bagi pembina santri, pemberlakuan berbagai kegiatan yang variatif sebagai sarana pembiasaan agar mampu melaksanakan nilai-nilai moral pancajiwa. Menurut Ustaz Aip, melalui kepanitiaan para santri dilatih untuk mengemban tanggung jawab agar bisa mengemban amanat. “Sampai hal sekecil apapun di rayon, mereka berperan atas nama organisasi kamar karena di kamar itulah mereka dapat menjalankan organisasinya, mulai dari kebersihannya, salat berjamaah di rayon supaya mereka belajar menjadi Imam salat.”64

Pemberian keteladanan untuk melatih tanggungjawab merupakan upaya membangun kesadaran diri para pembina santri untuk menghayati nilai pancajiwa.

c. Pembiasaan

1) Pembiasaan dalam membangun keikhlasan

Keharusan menjalankan tugas memimpin digunakan untuk melatih keikhlasan. Seperti yang dialami Rahman, ia menghayatinya dengan berusaha menjalankan tugas dengan ikhlas, meskipun masih ada yang dianggap salah di mata orang lain dan atasan. Baginya,

63 Ustaz H. Heru Wahyudi, Wakil Pengasuh PMD Gontor, Wawancara, PMD Gontor III, 15 September 2018.

185

kesalahan dalam tugas tidak membuat berhenti begitu saja karena dirinya tidak bisa menghindar dari tugas yang menjadi kewajibannya.65

Tampak pula dalam keseharian pengurus rayon menjalankan tugas tanpa harus diawasi oleh pengurus OPPM maupun staf pengasuhan santri secara langsung. Mulai dari aktifitas membangunkan santri saat subuh tiba sampai memastikan mereka berangkat sekolah, semuanya nampak biasa dilakukan dengan serius tanpa beban. Demikian halnya para pengurus OPPM dan Kepramukaan, mereka tampak mengawal kegiatan harian dan mingguan para santri dengan penuh tanggungjawab.66

Di antara acara tahunan adalah pekan perkenalan untuk mengenalkan PMD Gontor secara menyeluruh, seperti kuliah umum, lomba-lomba, demonstrasi bahasa dan apel tahunan. 67 Adapun kegiatan harian dan mingguan seperti berikut ini.

Tabel 4.1

Kegiatan Harian Santri PMD Gontor68

No Jam Kegiatan

1 04.00-05.30 Bangun Tidur; Salat Subuh; Membaca al-Qur’an; Belajar Kosa Kata bahasa Arab/Inggris

2 05.30 -06.00 Bersih lingkungan; olahraga; Kursus bahasa/ketrampilan/kesenian, persiapan pribadi.

3 06.00-06.45 Makan pagi; persiapan masuk kelas. 4 07.00-12.30 Masuk kelas (KMI)

5 12.30 -14.00 Keluar kelas; Salat Dzuhu berjamaah; Makan Siang; Persiapan Masuk Kelas Sore

6 14.00-15.00 Masuk kelas sore (pelajaran tambahan) 7 15.00-15.45 Salat Ashar berjamaah; Membaca al-Qur’an. 8 15.45 -16.45 Aktivitas bebas

9 15.45 -17.15 Mandi dan persiapan ke masjid

65

M. Rahman Hadi, Ketua OPPM, Wawancara, PMD Gontor, 26 April 2018. 66 Peneliti, Observasi, 26-31 April 2018.

67 Jadwal Tahunan KMI PMD Gontor 1438-1439.