• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan substrat yang akan dijadikan medium fermentasi sangat menentukan struktur metabolit primer dan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroba. Oleh karena itu pemilihan sumber karbon sebagai penyusun utama dalam medium fermentasi harus disesuaikan dengan kebutuhan mikroba untuk pembentukan metabolit primer atau metabolit sekunder yang diharapkan (Crueger dan Crueger 1984). Menurut (Stanbury dan Whitaker 1984) laju metabolisme sumber karbon berpengaruh terhadap pembentukan biomassa dan produk metabolit yang dihasilkan. Dengan demikian pemilihan sumber karbon merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan metabolit yang diharapkan.

Sebelum dilakukan optimasi medium fermentasi secara simultan menggunakan Response Surface Methodology (RSM), terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan variabel terbaik sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral. Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini meliputi glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dekstrin, dan molase. Pemilihan sumber karbon glukosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa didasarkan pada lintasan awal metabolisme diantara maltosa, sukrosa dan laktosa yang berbeda. Glukosa merupakan senyawa monosakarida yang umumnya bersifat paling mudah

dimetabolisme oleh mikroba dibanding gula lainnya, sehingga disebut sebagai substrat primer (Wang et al. 1978). Lintasan metabolisme glukosa sebagian besar mengikuti lintasan Embden-Meyerhof. Glukosa dikonversi menjadi glukosa-6- fosfat yang selanjutnya dalam beberapa tahapan dikonversi menjadi asam piruvat. Senyawa ini merupakan sumber karbon dan energi utama bagi sebagian besar mikroba serta menjadi titik awal sebagian besar lintasan metabolisme mikroba. Penggunaan substrat maltosa membutuhkan enzim maltose-glukoamilase yang akan memecah maltosa menjadi glukosa, dan enzim maltose-fosforilase yang akan maltosa menjadi glukosa-1-fosfat. Selanjutnya glukosa-1-fosfat diisomerisasi menjadi glukosa-6-fosfat, sehingga lintasan menjadi sama dengan glukosa (Moat et al. 2002). Menurut Hoque et al (2003) beberapa isolat Streptomyces yang diisolasi dari tanah mampu menghasilkan enzim maltase. Selanjutnya lintasan metabolisme sukrosa diawali dengan konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa menggunakan enzim invertase yang berlanjut menjadi fruktosa-6-fosfat oleh enzim fruktokinase sampai terbentuknya asam piruvat. Lintasan metabolisme laktosa diawali dengan hidrolisis laktosa oleh enzim β-galaktosidase menjadi galaktosa dan glukosa. Glukosa hasil hidrolisis masuk dalam lintasan Embden-Meyerhof, sedangkan galaktosa dikonversi mejadi galaktosa-1-fosfat oleh galaktokinase dan berlanjut menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim fosfogalaktoseuridiltansferase (Moat et al. 2002). Menurut Dan dan Szabo (1973) Streptomyces griseus mampu menghasilkan enzim β-galaktosidase melalui induksi menggunakan substrat galaktosa.

Dekstrin merupakan produk antara hasil hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa yang memiliki rantai 6-10 glukosa. Lintasan metabolisme dekstrin mirip dengan lintasan metabolisme maltosa dan glukosa yang diawali dengan hidrolisis dekstrin menjadi maltosa dan glukosa. Dekstrin memiliki keunggulan lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan pati. Beberapa enzim α- amilase dan glukoamilase mampu menghidrolisis dekstrin menjadi glukosa atau maltosa. Lintasan metabolisme glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, dan dekstrin dapat digambarkan pada Gambar 20. Pada proses glikolisis, setiap molekul glukosa akan dikonversi menjadi 2 molekul asam piruvat. Asam piruvat merupakan senyawa antara untuk pembentukan berbagai asam amino dan asam

lemak yang merupakan komponen pembentukan metabolit primer dan metabolit sekunder. Glukosa-6-P Glukosa-1-P Sukrosa D-Glukosa Maltosa Fruktosa Fruktosa-6-P Dektrin Laktosa Galaktosa Galaktosa-1-P Fruktosa-1,6-difosfat 1,6 difosfogliserat 3-fosfogliserat 2-fosfogliserat fosfoenolpiruvat Asam piruvat

Gambar 20 Lintasan metabolisme glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa sampai menjadi asam piruvat (Moat et al. 2002).

Pemilihan molase (gula tebu) sebagai sumber karbon didasarkan pada komposisi molase yang komplek dan kaya akan sumber gula seperti sukrosa sekitar 33,4 %, gula invert 21,2 %, beberapa mineral seperti Cu, Fe, Mn, Zn,Co, Mg, K, Na, dan asam amino seperti riboflavin, tiamin, niasin, dan kolin (Crueger dan Crueger (1984). Namun demikian komposisi gula, kandungan mineral, dan asam amino di dalam molase bervariasi tergantung dari proses produksi gula yang digunakan. Molase yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari industri gula Madukismo yang berlokasi di Yogyakarta.

Hasil percobaan diperoleh informasi bahwa sumber karbon terbaik untuk produksi senyawa aktif siklo(tirosil-prolil) dihasilkan oleh dekstrin dan maltosa (Gambar 21). 0 5 10 15 20 25 30

laktosa glukosa molase sukrosa dekstrin maltosa

sumber karbon k o n s e n tr a s i s ik lo (t ir o s il -p ro lil) mg L -1

Gambar 21 Pengaruh sumber karbon terhadap konsentrasi siklo(tirosil- prolil)

Hasil analisis ragam (Lampiran 13a) menunjukkan bahwa perlakuan terhadap beberapa sumber karbon berpengaruh nyata terhadap konsentrasi antibiotik yang dihasilkannya. Dari Gambar 21 terlihat bahwa sumber karbon dekstrin menghasilkan konsentrasi antibiotik sebesar 28,41 mg L-1 dan diikuti dengan maltosa dengan konsentrasi sebesat 25,29 mg L-1. Hasil Uji Duncan dengan taraf nyata α (0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik yang dihasilkan oleh kedua sumber karbon dekstrin dan maltosa tidak berbeda nyata. Apabila dilihat dari konsentrasi antibiotik dan rasio konsentrasi antibiotik terhadap konsumsi sumber karbon (Tabel 10) terlihat bahwa dektrin menunjukkan sumber karbon yang terbaik.

Konsumsi dekstrin terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan glukosa maupun maltosa, namun demikian konsentrasi antibiotik yang dihasilkan lebih besar, artinya bahwa konversi sumber karbon menjadi metabolit sekunder adalah lebih besar (Tabel 10). Hal yang sama ditunjukkan pada rasio konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang dihasilkan terhadap total konsumsi sumber karbon, terlihat dekstrin menunjukkan rasio yang paling tinggi. Berbeda halnya dengan

glukosa, konsumsi glukosa cenderung besar, namun demikian konsentrasi antibiotik yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan dekstrin. Menurut Wang (1979) sebagian besar mikroba lebih menyukai glukosa yang dapat dimetabolisme secara langsung dibandingkan sumber karbon lainnya. Konsumsi glukosa pada fase logaritma diiringi pertumbuhan sel yang cepat, sehingga jumlah sel cenderung meningkat lebih cepat. Data selengkapnya disajikan dalam Lampiran 13b.

Tabel 10 Konsentrasi antibiotik yang dihasilkan adanya perlakuan sumber karbon

Sumber karbon Konsentrasi siklo (tirosil- prolil) (mg L-1) Notasi Total konsumsi sumber karbon (mg) (So-S)/So x 100%

Rasio konsentrasi siklo (tirosil-prolil) terhadap total konsumsi sumber

karbon (Yp/s) Laktosa 12,84 a 4034 32,26 0,00318 Sukrosa 14,05 a 4401 47,87 0,00319 Molase 15,50 a 4933 83,47 0,00314 Glukosa 23,00 bc 9747 86,05 0,00224 Maltosa 25,29 cd 9409 79,45 0,00269 Dekstrin 28,41 d 8573 78,08 0,00331

Total konsumsi sumber karbon : konsentrasi sumber karbon awal (sebelum fermentasi) dikurangi konsentrasi sumber karbon setelah fermentasi

Tabel 10 menunjukkan konsumsi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi maltosa dan dektrin. Pada awal fermentasi dan fase logaritma, konsumsi glukosa lebih banyak digunakan untuk pembentukan sel. Menurut Stanbury dan Whitaker (1984) adanya glukosa dalam medium fermentasi dapat menyebabkan terjadinya metabolisme cepat (fast metabolism) untuk pembentukan sel dan secara bersamaan akan merepresi reaksi enzim pembentukan metabolit sekunder. Namun demikian apabila konsentrasi glukosa mulai terbatas, pembentukan metabolit sekunder akan terjadi.

Untuk dapat menggunakan substrat maltosa atau dektrin masuk kedalam sel, diperlukan pemecahan atau hidrolisis maltosa atau dekstrin menjadi glukosa terlebih dahulu. Gambar 20 menunjukkan lintasan metabolisme maltosa dapat melalui glukosa yang dilanjutkan dengan glikolisis menjadi glukosa-6-fosfat dan melalui lintasan melalui konversi maltosa menjadi glukosa-1-fosfat yang berlanjut menjadi glukosa-6-fosfat. Lintasan metabolisme dektrin menjadi lebih panjang, yaitu melalui pemecahan dektrin menjadi maltosa dan glukosa, dan tahap selanjutnya mengikuti lintasan metabolisme glukosa dan maltosa. Perbedaan

lintasan metabolisme menyebabkan laju penggunaan substrat antara glukosa, maltosa, dan dekstrin menjadi berbeda. Perbedaan lintasan metabolisme juga berpengaruh terhadap besarnya energi, dalam hal ini ATP yang diperlukan atau dibebaskan dalam proses anabolisme dan katabolisme.

Konsumsi sumber karbon laktosa, sukrosa, dan molase terlihat jauh lebih kecil dibandingkan sumber karbon glukosa, maltosa, dan dekstrin, demikian juga konsentrasi antibiotik yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa isolat Streptomyces sp.A11 kurang mampu menghidrolisis dan mengkonsumsi sumber karbon tersebut. Untuk dapat digunakan dalam metabolisme sel, laktosa terlebih dahulu dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa. Enzim yang terlibat dalam proses hidrolisis laktosa adalah enzim β-galaktosidase. Kurangnya kemampuan dalam mengasimilasi laktosa ditandai dengan pertumbuhan sel yang lambat. Hal yang sama terjadi pada konsumsi sukrosa. Sukrosa merupakan disakarida yang disusun dari glukosa dan fruktosa. Sebelum dapat diasimilasi oleh mikroba, sukrosa terlebih dahulu dihidrolisis menggunakan enzim invertase. Tidak semua mikroba memiliki kemampuan untuk menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Adapun reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa disajikan sebagai berikut:

C22H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6invertase

Glukosa Fruktosa Sukrosa

Penggunaan molase sebagai sumber karbon pada percobaan ini diperoleh konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan sumber karbon glukosa, maltosa, dan dektrin. Molase merupakan hasil samping dari proses produksi gula. Disamping kaya akan sukrosa, fruktosa, dan glukosa, molase juga mengandung bermacam-macam mineral. Namun demikian karena molase merupakan hasil samping yang sebelumnya dilakukan penambahan bahan kimia dalam proses produksi gula, sulit untuk memprediksi komposisi kimia sebenarnya yang terkandung di dalam molase. Banyak kemungkinan unsur-unsur logam yang terkandung didalamnya menghambat atau mempercepat pertumbuhan mikroba. Molase yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pertumbuhan isolat Streptomyces sp. A11 yang lambat, demikian

juga dengan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang dihasilkannya. Kompleksitas komposisi molase menjadi lebih sulit untuk memprediksi kemungkinan penyebab kecilnya laju pertumbuhan dan produktivitas siklo(tirosil-prolil). Dalam penggunaan sumber karbon komplek seperti halnya molase, maka perlu diperhatikan regulasi penggunaan sumber karbon dalam sel. Menurut Sanchez et al. (2010) salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses fermentasi adalah regulasi sumber karbon dalam metabolisme sel. Regulasi sumber karbon ditentukan oleh kecepatan penggunaan sumber karbon yang paling disukai oleh mikroba tersebut. Salah satu faktor regulasi sumber karbon yang paling penting adalah represi katabolit sumber karbon. Mikroba akan menentukan sumber karbon yang paling disukai untuk dimetabolisme terlebih dahulu dibandingkan sumber karbon lainnya dengan melakukan represi reaksi enzim tertentu yang terjadi di dalam metabolisme tersebut (Martin dan Demain 1980).

Dalam jalur metabolisme, dektrin dan maltosa dihidolisis menjadi glukosa, dan berlanjut sampai terjadinya glikolisis menjadi piruvat. Walaupun jalur metabolisme yang digunakan oleh dekstrin dan maltosa pada akhirnya mirip dengan lintasan glukosa, namun produktivitas siklo(tirosil-prolil) dengan sumber karbon dekstrin dan maltosa lebih tinggi dibandingkan dengan sumber karbon glukosa. Glukosa merupakan sumber karbon yang siap dimetabolisme secara langsung tanpa dilakukan hidrolisis seperti halnya dektrin atau polisakarida lainnya. Mikroba akan merasa nyaman dan terus tumbuh dengan adanya glukosa dalam jumlah yang cukup. Pada Tabel 10 terlihat bahwa konsumsi glukosa terlihat relatif lebih banyak dibandingkan maltosa dan dekstrin. Berbeda halnya dengan sumber karbon dekstrin dan maltosa, kedua sumber karbon ini akan mengalami hidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa untuk dapat digunakan dalam proses metabolisme sel. Dengan demikian jumlah glukosa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dapat diatur dengan sendirinya oleh mikroba tersebut. Hal yang sama terjadi pada produksi aktinomisin D menggunakan isolat Streptomyces parvulus (Sausa et al. 2001). Penggunaan glukosa dalam medium fermentasi mengakibatkan pertumbuhan sel yang cepat dan produktivitas aktinomisin D menjadi berkurang.

Streptomyces merupakan salah satu bakteri Gram-positif non-motil yang memiliki kemampuan menghidrolisis berbagai sumber karbon polimer yang ada di lingkungan. Streptomyces memiliki jumlah protein & enzim yang paling lengkap yang dapat mendukung kemampuannya untuk dapat bertahan hidup di lingkungannya. Sebagai contoh Streptomyces coelicolor memiliki 614 protein untuk mendukung kelangsungan hidupnya (Sanchez et al. 2010).

Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, maka sumber karbon dekstrin dipilih sebagai sumber karbon untuk penelitian selanjutnya. Dekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisis parsial pati yang memiliki unit rantai glukosa yang pendek (6 – 10 molekul glukosa) sehingga dektrin memiliki sifat lebih mudah larut di dalam air. Dektrin juga menjadi sumber karbon terbaik untuk produksi antibiotik spiramycin oleh Streptomyces ambofaciens (Benslimane et al.1995; Ashy dan Abou-Zeid 1982).