• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Penerapan Islam pada Pelayanan Bank Syariah

Untuk mengantisipasi pengembangan produk dan sesuai dengan beragamnya kebutuhan nasabah, maka bank yang berlandaskan prinsip syariah hendaknya menerapkan prinsip fiqh muamalah ke dalam produk perbankan.

Fiqh muamalah merupakan salah satu dari bagian hukum Islam yang mengatur semua kegiatan yang dilakukan antar sesama manusia, baik hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum penggunaan harta, hukum pemerintahan, dan sebagainya. Semua bentuk persoalan yang tercantum dalam hukum fiqh merupakan pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul ditengah masyarakat, yang kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwanya (Hendry, 1999:27).

Dari hukum fiqh muamalah inilah yang diterapkan dalam setiap kegiatan yang berhubungan antar sesama manusia termasuk didalamnya masalah ekonomi terutama perbankan. Dimana perbankan syariah merupakan perbankan yang

berdasarkan kepada Al-qur'an dan Hadits, sehingga tidak lain yang menjadi pedoman bank syariah adalah fiqh muamalah itu sendiri.

Prinsip fiqh muamalah mengenai hak, milik, harta, dan tasarruf (transaksi yang mengandung konsekuensi dengan hukum) merupakan pembahasan yang berkaitan dengan akad-akad tertentu yang diterapkan dalam pelayanan perbankan syariah (Ismail, 2008:30).

Dalam kontrak pembiayaan pada perbankan konvensional, sering terjadi dimana kedudukan antara bank dan nasabah tidak seimbang. Adakalanya bank lebih kuat daripada nasabah apabila nasabah tersebut termasuk kedalam golongan ekonomi lemah. Sebaliknya apabila bank berhadapan dengan nasabah yang berpengaruh besar, maka kedudukan bank lemah (Hendry, 1999:29). Pembuatan akad yang hanya berlandaskan pada asas kebebasan kontrak semata, dapat menghasilkan isi atau klausul yang bisa berat sebelah pada kontrak tersebut.

Sebagai bank yang berlandaskan syariah, isi dari perjanjian/akad seharusnya merupakan kesepakatan yang bersifat adil sebagaimana yang dianjurkan dalam agama Islam, sehingga nasabah maupun bank sepakat serta saling rela satu sama lain tanpa ada klausul yang merugikan salah satu pihak dan sama-sama mendapat keuntungan dalam menerima pembiayaan.

2.6.1 Akad dalam Perbankan Syariah

Akad dalam Islam berarti perikatan, perjanjian, dana kesepakatan. Adanya ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan)

ijab dan qabul itu memenuhi ketentuan syariah, maka muncullah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut (Hendry, 1999:30).

Beberapa akad dalam Islam yang secara tekhnis diterapakan dalam perbankan syariah pada umumnya ialah mudharabah, musyarakah, wadi'ah, dan rahn (Ismail, 2011:83).

2.6.1.1 Mudharabah

Salah satu bentuk pengelolaan uang/harta yang dibenarkan oleh Allah adalah menyalurkan dengan cara memberikan modal kepada seseorang atau lembaga kemudian dikelola dalam suatu usaha yang layak.

Banyak orang yang mempunyai dana berlebih namun tidak mampu memanfaatkan dana tersebut dikarenakan kurangnya pengalaman, usaha atau waktu. Sementara dilain pihak, ada orang yang mampu untuk melakukan sebuah usaha tetapi dibatasi dengan kekurangan dana yang diperlukan untuk usaha tersebut.

Secara muamalah mudharabah berarti pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama (Hendry, 1999:70).

Dengan demikian teknis perbankan dari mudharabah tersebut ialah akad kerjasama antara bank yang menyediakan modal, dengan nasabah yang memanfaatkannya untuk tujuan usaha-usaha yang produktif dan halal. Dan hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang telah disepakati.

2.6.1.2 Syirkah/Musyarakah

Musyarakah yang dikenal di dunia perbankan adalah salah satu sistem

dasar bagi Bank-bank Islam. Sistem ini melahirkan pemikiran bahwasanya eksistensi perbankan syariah bukan hanya sebatas penyuplai dana, tetapi juga sebagai partner bagi para nasabah. Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah adalah hubungan berserikat (partnership), bukan hubungan kreditor dan debitor seperti halnya pada bank konvensional.

Syirkah menurut bahasa bermakna percampuran, yaitu penggabungan dua

bagian atau lebih, yang tidak bisa dibedakan lagi antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan menurut syariah, syirkah adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang mana semua pihak yang bertransaksi telah sepakat untuk melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.

Syirkah terbagi dua macam, yaitu syirkah amlak (berdasarkan hak milik)

dan syirkah 'uqud (berdasarkan transaksi). Pada syrikah 'uqud terbagi atas tiga bagian yaitu syirkah inan, syirkah mufwadhah, dan syirkah wujuh. Dari bagian-bagian syirkah ini, transaksi yang diterapkan adalah syirkah inan (Ismail, 2008:89). Dimana syirkah inan mempunyai makna yaitu, dua orang yang berserikat dalam permodalan untuk melakukan perdagangan dengan bagi hasil untung rugi. Jadi, semua pihak yang bertransaksi sama-sama memeperoleh keuntungan, dan sama-sama menanggung resiko kerugian (Hendry, 1999:85).

Dengan demikian, teknis perbankan dari syirkah inan adalah kerjasama yang dilakukan dua orang/lembaga atau lebih yang bisa memanfaatkan harta dengan cara mengumpulkan sejumlah harta/saham tertentu dengan pembagian

(nisbah) yang jelas dan diketahui keduabelah pihak. Kerjasama tersebut dilakukan untuk perkembangan suatu usaha secara bersama-sama, yang kemudian keuntungan dari usaha itu dibagi sesuai harta/saham yang ditanam, begitu pula dengan resiko kerugiannya.

2.6.1.3 Wadi'ah

Menurut bahasa, wadi'ah bermakna meninggalkan/menitipkan. Dan dalam syariah, wadi'ah ialah suatu akad titipan dimana obyek yang dititipkan berbentuk harta atau barang berharga lainnya kepada orang yang dipercayainya, agar bisa dikembalikan lagi pada saat diminta (Hendry, 1999:120)

Konesp titip menitip ini sebenarnya sudah dilakukan sejak adanya manusia dan mulai bertransaksi, dan terus-menerus berkembang dengan metode yang berbeda-beda, yang kemudian konsep titip menitip ini dilakukan oleh sebuah lembaga yang ikut mempertanggungjawabkan obyek titipan tersebut (Karim, 2004:141).

Dengan demikian, teknis perbankan dari akad wadi'ah ini ialah, konsep titip menitip, dimana pemilik dana/harta menyimpan uang/barang nya untuk dijaga oleh bank. Bank kemudian akan meminta izin untuk menggunakan dana tersebut dan segala keuntungan maupun resiko kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pihak bank. Pemilik dana/harta diberikan kebebasan untuk mengambil kembali dana/hartanya baik sebagian atuaupun seluruhnya tanpa waktu yang ditentukan.

2.6.1.4 Rahn

Menurut bahasa rahn berarti jaminan. Sedangkan menurut syariah rahn ialah menjadikan nilai jaminan sebagai ganti rugi utang ketika tidak bisa melunasinya (Hendry, 1999:128).

Melihat dari definisi rahn menurut syariah dapat dinilai mempunyai makna yang sama dengan metode sistem gadai, tetapi berbeda dalam aplikasinya. Dimana dalam sistem gadai menggunakan sistem bunga dalam pembayarannya, sedangkan pada rahn dilakukan secara sukarela untuk saling tolong menolong tanpa mengambil keuntungan atas apapun (Ismail, 2008:101).

Dengan demikian, teknis perbankan dari akad rahn ialah penyerahan barang/harta dari nasabah peminjam sebagai barang jaminan yang ditahan sebagai alasan meminta pinjaman. Dengan memberikan barang/harta secara fisik kepada bank, kemudian bank mengeluarkan dana pinjaman tersebut kepada nasabah sesuai kesepakatan yang berlaku, baik dari jumlah dana pinjaman, jumlah fisik barang/harta, serta jangka waktu pengembalian.

Dokumen terkait