4.3 Interpretasi Data
4.3.2 Penerimaan terhadap Trik Sulap Limbad (Faqir/Bizzare)
Penerimaan Aji terhadap trik sulap Limbad adalah dominant dan negosiasi. Artinya, di satu sisi Aji menyatakan bahwa permainan sulap Limbad adalah murni trik sulap, di sisi lain Aji menyatakan bahwa Limbad mampu memainkan trik sulap tersebut karena Limbad juga ngelmu. Jadi Limbad bisa melakukan aksi-aksi yang kadang tidak masuk akal tersebut selain memang didukung oleh alat sulap yang sudah disetting dari awal juga diiringi dengan kemampuan Limbad dalam ngelmu. Penggabungan trik sulap, alat-alat sulap, dan perolehan ngelmu yang dimiliki oleh Limbad tersebut menghasilkan permainan sulap yang sulit diterima oleh akal, seperti dilindas truk. Meskipun aksi Limbad dilindas truk merupakan hasil setting penggunaan alat sulap, namun bagi Aji tetap ada kombinasi antara alat sulap dengan hasil ngelmu. Sedangkan permainan Limbad membengkokkan linggis dianggap sebagai murni trik sulap, karena linggis yang digunakan oleh Limbad adalah linggis yang dibeli dari toko alat sulap.
Penerimaan negosiasi dari Aji ini tidak terlepas dari adanya pengalaman Aji di bidang bela diri, dan pengaruh latar belakang keadaan sosial budaya keluarganya, mengingat ayah dari Aji adalah seorang guru ngaji dan berdasarkan hasil observasi, dirumah Aji yang bernuansa hijau tersebut, di atas meja ruang tamunya peneliti melihat terdapat majalah bernuansa religi. Bantal dari kursi tamu yang digunakan menyerupai ketupat berwarna hijau kekuningan. Dan di dindingnya tergantung dua buah kaligrafi Arab, dan sebuah gambar lukisan Ka’bah. Hal ini terkait dengan teori, bahwa dalam analisis penerimaan terdapat tiga paradigma pokok, dimana salah satunya adalah berdasarkan etnografis. Etnografis disini mempunyai arti bahwa penerimaan media bisa dipahami dari karakter etnik audiens (Baran dan Davis, 2009, p.245).
Paulus memiliki penerimaan dominan dan menyatakan bahwa permainan limbad itu 100% teknik sulap. Paulus juga menyatakan bahwa Limbad menggunakan alat sulap yang memiliki karakteristik tertentu yang tidak diketahui oleh penonton. Hal ini ditunjukkan dari Adanya peralatan yang dipakai dalam sulap berupa alat-alat sulap seperti linggis, pedang, dan sebagainya. Dalam hal ini Paulus meyakinkan peneliti bahwa semua permainan sulap Limbad adalah sangat logis dan sangat nalar karena dalam permainan sulap itu menggunakan berbagai
disiplin ilmu yang ada seperti psikologi, mekanika, elektronika, dan sebagainya. Lamanya meneguni dunia sulap menjadikan Paulus sedemikian yakin bahwa permainan Limbad tersebut adalah benar-benar murni trik sulap.
Ugi juga memiliki penerimaan dominan dan negosiasi. Penerimaan dominan tersebut ditunjukkan dari pernyatannya bahwa semua yang dimainkan oleh Limbad itu hanya semata-mata trik dan menggunakan gimmick (alat bantu/alat sulap). Penerimaan dominan ini didasarkan pada pengalaman Ugi yang menjual perlengkapan peralatan sulap yang telah dijalani selama ini, dimana pembelinya adalah para pesulap dan orang-orang yang tertarik belajar sulap. Bahkan peserta The Master RCTI juga ada yang membeli peralatan sulapnya di Toko Sulap yang dijaga oleh Ugi. Beberapa alat sulap yang dijual Ugi di antaranya adalah linggis yang bisa bengkok, tiang listrik yang bisa penyok, dan lain-lain.
Meskipun demikian, kedekatan Ugi dengan Aji mempengaruhi penerimaan negosiasi, sehingga Ugi menyatakan bahwa dalam permainannya Limbad juga menggunakan puasa atau semedi. Pernyataan tersebut didasarkan pada pengalaman Ugi yang menyaksikan Aji melakukan ritual-ritual seperti puasa, meditasi, dan sebagainya. Sementara Aji sendiri memainkan sulap yang beraliran sama dengan Limbad.
David yang juga memiliki sedikit pengetahuan tentang sulap memiliki penerimaan dominan terhadap trik sulap Limbad. David menyatakan bahwa permainan Limbad tersebut adalah permainan yang tidak menggunakan hal-hal berbau mistis. Karena menurutnya pada dasarnya semua permainan sulap apapun jenisnya itu hanya trik saja. Dalam menyikapi trik sulap Limbad maka David membedakan antara permainan Limbad dengan permainan kuda lumping. Sedangkan keberadaan burung hantu yang selalu mengiringi Limbad adalah sebatas aksesoris saja untuk menambah suasana. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Jean-Eugene Robert-Houdin, seorang pesulap Perancis yang diakui sebagai Bapak Sulap Moderen, bahwa “A magician is an actor playing the role of a magician” (dalam Lee, 2004, p.xvii). Artinya bahwa pesulap adalah seorang aktor yang berperan sebagai pesulap. Hal ini karena dalam kenyataannya pesulap tidak benar-benar bisa melakukan hal-hal gaib, maka ia harus menjadi ‘aktor’ dalam memeragakan hal-hal yang tidak masuk akal (Lee, 2004, p.xvii).
Penerimaan dominan David ini rupanya dilatarbelakangi oleh pengalaman David selama belajar sulap yang diminati sejak SMP dan seringnya David nongkrong di toko sulap di area City of Tomorrow Surabaya.
Penerimaan Mita terhadap trik sulap yang dimainkan oleh Limbad adalah oppositional dan sedikit negosiasi. Penerimaan oposisional tersebut ditunjukkan dari pernyataannya bahwa permainan Limbad itu tidak murni trik sulap saja, dan yang dilakukan oleh Limbad itu mengandung unsur mistis, karena menurutnya Limbad itu menyajikan hal-hal yang di luar logika. Penerimaan Mita ini didasarkan pada latar belakang Mita yang menyatakan bahwa Mita mampu melihat makhluk-makhluk halus dan menurutnya burung hantu yang dibawa oleh limbad tersebut juga ada makhluk halusnya. Ketika Mita diminta peneliti menjelaskan makhluk halus yang ada di tempat kerjanya, Mita juga dengan lancar menyebut sosok-sosok yang dilihatnya di setiap ruangan, bahkan Mita menyebutkan ada sosok anjing yang berkeliaras di antara dua ruangan yang ada di dalam tempat kerjanya tersebut. Mita menyatakan bahwa kemampuannya tersebut diperoleh dari kakeknya.
Selain itu, Mita juga menjelaskan bahwa dalam permainan sulap itu sebenarnya terbagi menjadi dua yaitu trik yang memakai gaib dan trik yang memakai logika. Dengan demikian, meskipun menggunakan makhluk gaib (makhluk yang tidak terlihat oleh mata) tetapi Mita tetap menyebutkan sebagai trik sulap.
Sementara itu Yogi menunjukkan penerimaan oppositional, dimana hal tersebut tampak dari pernyataannya bahwa apa yang ditampilkan oleh Limbad benar-benar tidak bisa dijelaskan secara logika dan tidak dapat dipelajari karena menurutnya sangat aneh mengapa Limbad menginjak pedang, linggis tidak mengeluarkan darah seperti orang pada umumnya. Selanjutnya, Yogi juga menyatakan bahwa kalau permainan pesulap lain dapat dijelaskan secara logika seperti menggunakan kecepatan tangan tetapi berbeda dengan Limbad, menurutnya ada unsur-unsur lain yang tidak dimengerti. Penerimaan oppositional tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman Yogi yang memiliki pengalaman yang berkaitan dengan mistis, yaitu ada teman Yogi yang memiliki kemampuan
memasukkan roh halus ke dalam cincin, sehingga cincin tersebut bisa bergerak-gerak sendiri.
Penerimaan yang oppositional yang muncul dari informan tidak lepas dikarenakan adanya keterkaitan dengan teks itu sendiri. Teks sendiri adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. (Eriyanto, 2001, p. 289). Dalam hal ini teks yang dilihat adalah semua yang ada pada saat Limbad mempertunjukan aksinya. Hal-hal itu dapat berupa pakaian Limbad yang menyerupai jubah berwarna hitam, riasan muka Limbad yang menggunakan eyeliner hitam, berambut gimbal, memakai cat kuku berwarna hitam, backsound musik yang terdengar menyeramkan yang diputar ketika Limbad menunjukan aksinya, penciptaan karakter yaitu dengan tidak berbicara, dan juga membawa seekor burung hantu dalam tiap aksinya.
Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Fairclough, dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur yaitu representasi, relasi, dan identitas. Unsur reprentasi disini yang ingin dilihat adalah bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Unsur relasi disini melihat bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Sedangkan unsur identitas ingin melihat bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks. (Eriyanto, 2001, p. 289). Dalam hal ini objek yang ada adalah Limbad itu sendiri, dimana Limbad ini sendiri mempunyai hubungan dengan objek lain. Objek lain tersebut berupa karakter seorang dukun. Dimana karakter seorang dukun menyerupai karakter yang ditampilkan oleh limbad seperti berpakaian serba hitam, berambut gimbal dan sebagainya. Hal ini lah yang ditangkap oleh para penonton televisi juga khususnya informan.