• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN

4.1 Usaha Dagang

4.1.2 Pengadaan Barang

Untuk pengadaan bahan-bahan mentah biasanya mereka membeli dari pedagang besar di pasar setelah selesai berjualan, seperti bahan-bahan untuk membuat makanan jadi atau jajanan. Bahan-bahan-bahan tersebut mereka beli dalam jumlah yang cukup banyak, terutama untuk bahan-bahan yang tahan lama karena , jika sewaktu-waktu mereka tidak mempunyai uang mereka sudah mempunyai persediaan bahan. Hal ini mereka lakukan karena, pendapatan dalam setiap harinya tidak tetap dan bahkan kadang habis untuk belanja kebutuhan sehari- hari. Seperti yang dialami oleh pedagang jajanan, untuk dapat berjualan setiap hari banyak bahan yang dibutuhkan, seperti terigu, gula, minyak, telur dan bahan-bahan lain yang diperlukan, padahal pendapatan yang diperolehnya tidak tetap. Oleh karena itu, jika pendapatan yang diperoleh lebih dari biasanya, maka akan dibelanjakan bahan-bahan dalam jumlah yang lebih banyak, supaya dapat disimpan dan sewaktu-waktu diperlukan tidak perlu bingung lagi. Menurut bakul tersebut untuk menjual jajanan di pasar memerlukan sekitar Rp 200.000,00 setiap kali berjualan, karena sekarang ini harga-harga kebutuhan pokok sangatlah mahal. Dalam pengolahan ia dibantu ole h suami dan anaknya. Setiap kali berjualan, kurang lebih menjual 500 butir jajanan.

Berbeda dengan bakul makanan jadi, bakul tempe memperoleh kedelai dari membeli di KUD (semua bakul tempe yang ada di Desa Sember Bahagia merupakan anggota KUD). Namun karena letak KUD yang jauh, maka mereka menggunakan sistem drop per unit di tempat

salah seorang penduduk di Desa Sumber Bahagia. Alasan mereka membeli kedelai di KUD, karena harganya yang lebih murah serta mutunya lebih baik, seperti sekarang ini (April 2006) satu kg kedelai di pasar mencapai Rp5.000,00 sedangkan di KUD berkisar antara Rp4.000,00 sampai dengan Rp4.500,00 . Di samping itu, kedelai yang berasal dari KUD dapat bertahan lama. Selain harga dan mutu, dalam pembayarannya pun dapat dibayar sesudahnya (mengambil terlebih dahulu). Oleh karena itu, mereka lebih memilih membeli di KUD, sedangkan banyaknya kedelai yang mereka butuhkan dalam satu hari sebanyak 40-50 kg, yang dapat dibuat menjadi tempe kurang lebih sebanyak 400-500 bungkus, tergantung besar ke cil serta tinggi rendahnya harga kedelai, tetapi biasanya mereka membuat tempe dalam ukuran kecil dengan harga yang murah. Dengan demikian, modal yang mereka pergunakan untuk berdagang pun juga berbeda-beda. Para bakul ini tidak mau memakai buruh dalam pengolahan, karena jika memakai buruh berarti mereka harus mengeluarkan biaya untuk membayar buruh, sedangkan keuntungan yang mereka peroleh tidak tetap. Oleh karena itu mereka memilih untuk mengolah sendiri bersama keluarga (industri rumah tangga).

Berbeda dengan bakul sayuran. Bakul sayuran membeli atau kulakan barang dagangannya dari tengkulak yang datang dari desa lain yaitu Danau Ranau dan Liwa. Setiap pagi mereka menunggu sampai mobil sayuran itu datang, lalu memborong atau membeli dalam jumlah

yang tidak terlalu banyak sesuai dengan uang yang ada, baru kemidian mereka menjualnya di pasar tersebut dengan mengecerkannya dengan harga yang sudah berbeda karena, mereka juga mengambil untung, walaupun tidak dalam jumlah yang banyak.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bakul kecil merupakan usaha yang tidak memerlukan banyak modal. Ada pun untuk modal awal, biasanya mereka meminjam dari saudara atau pun dari hasil sawah. Namun seringkali dalam berjualan, mereka tidak membedakan antara modal dan keuntungan sehingga hasil yang diperoleh dari berjualan juga digunakan untuk berbelanja kebutuhan sehari- hari.

4.1.3 Pemasaran

Bakul kecil merupakan usaha yang tidak memerlukan banyak modal. Walaupun hanya merupakan jenis usaha kecil-kecilan, namun di dalam menjalankan usahanya mereka juga berusaha mencari keuntungan dan mengurangi kerugian sekecil mungkin. Demikian pula di dalam memasarkan barang dagangannya, mereka juga mengupayakan agar barang dagangannya cepat laku terjual. Salah satu cara yang umum mereka lakukan adalah menawarkan barang dengan harga yang murah. Dengan cara ini, mereka mengambil keuntungan serendah mungkin untuk setiap jenis satuan barang, seperti untuk tempe baik di pasar maupun di rumah dijual dengan harga Rp 100,00 untuk setiap butirnya (dengan ukuran kacil), tetapi jika yang membeli

juga bakul biasanya diberi tambahan, setiap kelipatan sepuluh pasti ditambah dua, supaya tidak merasa rugi tetapi mendapat untung juga. Begitulah cara mereka berbagi keuntungan dalam berjualan tempe.

Demikian dengan bakul jajanan, dia juga hanya mengambil keuntungan sedikit untuk setiap satuan jenis makanan (biasanya berkisar Rp 100 per butir ). Untuk bakul bahan mentah, mereka biasanya sudah mempunyai kesepakatan harga dengan pedagang tempat mereka kulakan, sehingga mereka tinggal mengambil keuntungan dari harga jual yang diberikan. Selain masalah harga, cepat tidaknya barang dagangn laku terjual sebenarnya tergantung pula dari banyak sedik itnya pembeli. Ada saat-saat dimana barang dagangan mereka lebih cepat laku, seperti pada saat musim liburan. Begitu pula dengan bakul jajanan, jika musim liburan sekolah mereka dapat menjual dagangannya lebih banyak, dan biasanya pendapatan pun lebih banyak yaitu dua kali lipat dari hari biasa. Namun demikian, tidak jarang pula barang dagangan mereka lambat laku bahkan mungkin tidak laku. Maka dari itulah, untuk mencegah kerugian karena barang dagangan cepat membusuk (seperti sayuran dan jajanan, ataupun barang yang tidak dpat tahan lama) maka bakul harus membanting harga, tetapi jika ada yang mau menjualkannya maka barang dagangan tersebut akan dititipkan pada pedagang lain, namun sering kali bakul harus berkeliling pasar untuk menawarkan barang dagangannya. Apa bila barang dagangan yang tidak laku tersebut

masih dapat diolah menjadi makanan jadi, maka barang dagangan tersebut akan dibawa pulang ke rumah dan diolah sendiri untuk di makan sendiri. Bagi mereka, hal ini juga dianggap sebagai bentuk keuntungan dari usaha mereka.

Dalam pemasaran barang dagangan, mereka tidak pernah mempermasalahkan tentang persaingan antar sesama bakul. Walaupun mereka tidak pernah membuat kesepakatan bersama mengenai harga barang yang dijual, tetapi harga jual yang mereka tawarkan biasanya hanya berbeda sekitar Rp100,00-Rp200,00 setiap barangnya, dan hal tersebut bagi mereka sudah dianggap sebagai hal yang wajar. Di samping itu, diantara mereka sudah ada saling pengertian sebagai sesama bakul.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa bakul sebagai pedagang berskala kecil mempunyai pendapatan yang bervariasi setiap harinya, tergantung ramai atau sepinya pembeli. Padahal pengeluaran mereka terus-menerus dalam setiap harinya. Dengan demikian, walaupun pendapatan yang mereka peroleh terbatas, namun ternyata mereka dapat membantu memenuhi kebutuhan harian rumah tangga.

Dokumen terkait