• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI HIDUP WANITA BAKULDI DESA SUMBER BAHAGIA KABUPATEN BATURAJA SUMATERA SELATAN DALAM RUMAH TANGGADAN PERDAGANGAN: SEBUAH KAJIAN FOLKLOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TRADISI HIDUP WANITA BAKULDI DESA SUMBER BAHAGIA KABUPATEN BATURAJA SUMATERA SELATAN DALAM RUMAH TANGGADAN PERDAGANGAN: SEBUAH KAJIAN FOLKLOR"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM RUMAH TANGGADAN PERDAGANGAN:

SEBUAH KAJIAN FOLKLOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Oleh

Lusiana Rosarini

024114012

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

* * * Janganlah hendaknya kamu kuatir dengan apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur .

(filipi 4:6) * * *

* * * Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat,supaya nyata bahw a

kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah,

bukan dari diri kami. (2 Kor, 4-7)* * *

* * * Tidak ada kesulitan yang tak dapat dikalahkan oleh kasih yang dalam,… tak

peduli betapa besarnya kesulitan itu,

Betapa sirnanya harapan,

Betapa rumitnya masalah dan betapa besarnya kesalahan.

Maka kesadaran akan kasih yang dalam itu mampu menguraikan

Semuanya… (Elisabet Wisto)* * *

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang suci dan tak bernoda. Puji syukur atas limpahan berkatMu.

(5)

v

I a mengajariku membaca, memahami segala tanda Ia mengajariku menulis, mengungkapkan petualangan hidup I a membesarkanku dengan kasih sayang, menemukan cinta dalam hidup I a senantiasa mengatakan dengan diam, dan menjelaskan dengan perbuatan.

( Tunanganku tercinta, pemberi semangatku. Orang-orang terdekatku, yang selalu memahamiku )

Dengan kamu pijakanku terasa teguh Dengan kamu peganganku tergenggam erat

Dengan kamu sandaranku semakin kokoh Dengan kamu pula aku belajar tentang kesederhanaan,

Berpasrah diri dan memaknai hidup.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan

daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Tanggal, 22 Januari 2007

Penulis

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus, atas rahmat dan

karuniaNya yang melimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini.

1.

Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum, selaku dosen pembimbing I.

Terimakasih atas bimbingan, masukan, kesabaran, serta semangat yang

selama ini telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, selaku dosen pembimbing II. Terima kasih

atas

bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Praptomo Baryadi I, M. Hum, Drs.P. Ari Subagyo, M. Hum, Drs .F.X

Santosa, Drs. Hery Antono, M. Hum , S.E. Peni Adji, S. S. M. Hum,

Dra. Tjandrasih, M. Hum. Terimakasih atas ilmu yang diberikan dan atas

jasa-jasanya dalam membimbing sebagai dosen Sastra Indonesia.

4. Staf sekertariat Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas bantuannya

dalam mengurus keperluan kuliah.

5. Staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas

(8)

viii

6. Orang tuaku terkasih, Bpk. Agustinus Suroto dan Ibu. Veronika. S.

Terimakasih atas pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang selama ini

diberikan yang tidak ternilai.

7. Kakakku tersayang, Petrus Fajar Santoadi, S.Pd, dan Maria Indah

Prihutami. Terimakasih atas dukungannya

8. Tunanganku tercinta, Albertus Lukman. Terimakasih karena selalu ada di

setiap waktu, dan selalu memberi dukungan.

9. Omku tersayang, Petrus Pardamean Tamba Tua, S.T. Terimakasih atas

nasehat dan motifasi ya ng diberikan kepada penulis, hingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

10. Bpk. Andi Alfian, Manajer PT. Semesta Prima Mandiri. Terimakasih atas

dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

11. Semua teman-temanku Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma

angkatan 2002, dan teman-teman kos. Terima kasih atas persahabatan

yang terjalin baik dan kebersamaan yang indah.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca sekalian dan

dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogjakarta, 22 Januari 2007

Penulis

(9)

ix

ABSTRAK

Rosarini, Lusiana. 2006. Tradisi HidupWanita

Bakul

dalam Rumah Tangga dan

Perdagangan: di Desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatra Selatan: Sebuah

Kajian Folklor. Skripsi Strata I (S-I). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini membahas tentang Tradisi Hidup Wanita

Bakul

dalam Rumah

Tangga dan Perdagangan : di desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatra Selatan:

sebuah Kajian Folklor. Studi ini memiliki dua tujuan, yakni (1) mendeskripsikan

tradisi hidup wanita

bakul

dalam rumah tangga di desa Sumber Bahagia, Baturaja

Sumatera Selatan. (2) menjelaskan tradisi hidup wanita

bakul

dalam perdagangan di

Desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatera Selatan.

Studi ini menggunakan pendekatan folklor. Kerangka teori yamg digunakan

dalam studi ini adalah folklor dan kajian etnografis. Penelitian ini menggunakan tiga

teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi, kepustakaan, dan wawancara

mendalam.

(10)

x

ABSTRACT

Rosarini, Lusiana, 2006. Living strategy of Woman Vendor in Household and

Trade in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South Sumatra

Province: a Folklore Study. Thesis Strata I . Indonesian Letter Study Program,

Letter Department, Sanata Dharma University.

The research studies about living strategy of women seller in household and

trade Trade in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South Suma tra Province:

a Folklore Study.The purposes of this study are (1) describing living strategy of

woman seller in household in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South

Sumatra Province. (2) describing trade living strategy of woman seller in Sumber

Bahagia Village, District of Baturaja, South Sumatra Province.

The research use folklore approach. Main Theoretical frame used in this study

was folklore and ethnographical approach. Researcher used three methods of data

collection: observation, deep interview, and documentation.

(11)

xi

DAFTAR TABEL

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PENGESAHAN ...

ii

MOTTO ...

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

v

KATA PENGANTAR ...

vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRAC...

ix

DAFTAR TABEL ...

x

DAFTAR ISI ...

xi

BAB I PENDAHULUAN...

1

1.1 Latar Belakang Masalah ...

1

1.2 Rumusan Masalah...

6

1.3 Tujuan Penelitian...

6

1.4 Manfaat Penelitian...

7

1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori...

7

1.5.1 Tinjauan Pustaka...

7

1.5.2 Landasan Teori ...

8

1.5.2.1 Folklor dan Kajian Etnografis ...

8

1.5.2.2 Folklor Wanita

Bakul

...

13

1.6 Metodologi Penelitian...

18

1.6.1 Pendekatan...

18

1.6.2 Metode ...

18

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ...

19

1.6.3.1 Observasi ...

19

(13)

xiii

1.6.3.3 Kepustakaan...

20

1.7 Sumber Data ...

20

1.8 Sistematika Penyajian...

20

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...

22

2.1 Lokasi Penelitian ...

22

2.1.1 Letak dan Keadaan Alam...

22

2.1.2 Penduduk dan Keadaan Sosial Keadaan Ekonomi ...

24

2.1.3 Pasar Pucok ...

29

2.2 Karakteristik Wanita Bakul ...

34

2.3 Rangkuman...

37

BAB III TRADISI HIDUP WANITA BAKUL DALAM

RUMAH TANGGA ...

38

3.1 Struktur Rumah Tangga ...

38

3.2 Aktivitas Rumah Tangga ...

39

3.3 Alokasi Waktu ...

42

3.4 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga ...

44

3.5 Strategi Rumah Tangga ...

47

3.6 Pendidikan Anak...

52

3.7 Rangkuman...

52

BAB IV TRADISI HIDUP WANITA BAKUL DALAM

PERDAGANGAN ...

55

4.1 Usaha Dagang ...

55

4.1.1 Latar Belakang Memilih Jenis Barang Dagangan...

55

4.1.2 Pengadaan Barang...

59

4.1.3 Pemasaran...

62

(14)

xiv

4.2.1 Ibu Joyo ...

65

4.2.2 Ibu Daonah...

68

4.2.3 Ibu Roidah...

72

4.2.4 Ibu Wastini ...

74

4.2.5 Ibu Otang...

78

4.2.6 Ibu Tarso ...

79

4.3 Rangkuman...

82

BAB V PENUTUP ...

84

5.1 Kesimpulan...

84

5.2 Saran...

85

DAFTAR PUSTAKA ...

86

(15)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang banyak dihadapkan

pada berbagai masalah pembangunan, termasuk usaha untuk mencapai

pemerataan pembangunan. Seperti di negara yang sedang berkembang

lainnya, pada saat ini Indonesia juga merupakan negara yang sedang

mengadakan modernisasi di segala bidang atau segala aspek kehidupan.

Modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya

merupakan perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu

perencanaan, yang biasanya dinamakan “Social Planning”

(Soekanto,1977:273). Di Indonesia, modernisasi terutama ditekankan pada

sektor pertanian, karena modernisasi pertanian tidak hanya menyangkut

masalah peningkatan produksi, tetapi juga secara langsung menyangkut

sumber daya manusia yaitu petani dan penduduk pedesaan.

Modernisasi dalam bidang pertanian yang lebih dikenal dengan

sebutan “Revolusi Hijau”, ternyata mempunyai dampak yang sangat besar

terhadap pertanian dan pedesaan pada umumnya; terutama dalam menghadapi

peluang kesempatan kerja di pedesaan. Artinya bahwa dengan adanya

“Revolusi Hijau” mengakibatkan besarnya angkatan kerja yang ada di

pedesaan menjadi tidak seimbang dengan peluang kerja baru yang ada. Hal ini

(16)

pertanian mulai diterapkan oleh pemerintah, banyak tenaga kerja wanita yang

terserap dalam sektor pertanian mulai dari masa menanam sampai masa panen.

Namun dengan adanya modernisasi dalam bidang pertanian, menyebabkan

partisipasi wanita pedesaan dalam sektor perta nian menjadi berkurang. Proses

perubahan tersebut mengakibatkan peranan mereka dalam sektor pertanian

menjadi menurun sehingga sumbangan untuk mencukupi kebutuhan mereka di

dalam rumah tangga pun menjadi menurun pula.

Pembangunan pertanian yang pada mulanya bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas pertanian dengan penggunaan teknologi moderen

yang bersifat efisien baik dalam pengolahan maupun tenaga kerja, ternyata

sangat berpengaruh pada penciptaan kesempatan kerja di pedesaan bahkan

mengakibatkan turunnya tingkat pendapatan sebagian penduduk pedesaan. Hal

inilah yang mengakibatkan banyak petani kemudian mencari pekerjaan lain di

luar sektor pertanian, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Demikian

juga halnya kaum wanita yang kemudian ikut membantu memenuhi

kebutuhan rumah tangga, dengan melakukan aktivitas kerja di luar sektor

pertanian.

Wanita sebenarnya merupakan sumber daya yang tidak kalah

pentingnya dengan pria. Mereka memberi sumbangan yang besar bagi

kelangsungan hidup dan kesejahteraan rumah tangga serta masyarakat

(Kodiran dan Hudayana,1990:1). Pada kenyataannya wanita mempunyai

(17)

makanan, mengatur keuangan, sebagai orientasi sosialisasi anak-anak, maupun

dalam melekatkan hubungan dengan keluarga lain yang sekerabat.

Namun di sisi lain, Budiman (1985:29) beranggapan bahwa

sebenarnya pekerjaan wanita di dalam rumah tangga dianggap tidak

mempunyai nilai pasar, tidak mempunyai nilai tukar, meskipun pekerjaan itu

berguna. Pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga dianggap sebagai

pekerjaan ‘demi cinta’ oleh karena itu gratis.

Dengan me lihat pandangan tersebut, terdapat pertentangan dalam

melihat peranan wanita dalam rumah tangga. Penjelasan tersebut

menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga terdapat pembagian kerja antara

pria dan wanita dengan tujuan agar tercapai keselarasan. Itulah kehidupan

sehari- hari para wanita bakul yang berbeda dengan kehidupan orang-orang

pada umumnya yang bukan berprofesi sebagai wanita bakul. Tradis i hidup

(living strategy) atau dapat disebut juga dengan kebiasaan maupun rutinitas

kehidupa n sehari-hari para wanita bakul, memiliki ciri khas yang berbeda

yang dapat kita lihat juga sebagai ciri utama yang membedakannya dengan

wanita yang lain, yaitu para wanita yang berprofe si di luar bakul.

Masyarakat di desa Sumber Bahagia khususnya mereka yang bekerja

sebagai bakul pemba gian kerja tidak didasarkan pada jenis kelamin, tetapi

berdasarkan kemampuan dan kesempatan dari masing- masing (pria dan

wanita) dalam memperoleh sumber penghasilan. Hal ini dikarenakan pada

masyarakat pedesaan tenaga kerja wanita dan anak-anak merupakan tenaga

(18)

bidang pertanian yang sudah sangat sulit bagi kaum wanita untuk dapat

memperoleh sumber penghasilan. Wanita -wanita tersebut kebanyakan

melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya di luar pertanian, seperti

bekerja pada industri kecil ataupun berdagang secara kecil-kecilan yang secara

populasi dikenal sebagai bakul kecil. Bakul merupakan aktivitas perdagangan

yang paling banyak diminati dan dilakukan oleh kaum wanita di pedesaan.

Oleh karena itu, keterlibatan wanita desa dalam perdagangan di pasar

sangatlah tinggi.

Di Baturaja, mereka yang bekerja sebagai bakul kecil atau berdagang

kecil-kecilan di rumah kebanyakan adalah kaum wanita. Para wanita bakul

tersebut berjualan sayuran, buah-buahan (yang sebagian d ipetik dari

pekarangan sendiri), makanan kecil (jajanan), dan tempe (produksi lokal).

Dari hasil berjualan, para wanita tersebut dapat sedikit membantu memenuhi

kebutuhan harian rumah tangga.

Dari sudut pandang folklor, dapat disebutkan bahwa wanita bakul di

desa Sumber Bahagia merupakan sebuah folk tersendiri yang memiliki tradisi

dan kebiasaan tersendiri pula. Aktivitas hidup para wanita bakul memiliki ciri

khas tersendiri yang dapat dijadikan pembeda dengan aktivitas dan rutinitas

hidup wanita-wanita lain di luar yang tidak berperan sebagai bakul. Ciri yang

khas itu dapat di lihat dari peran mereka, yaitu bahwa Wanita Bakul memiliki

wewenang atau otoritas penuh dalam pengambilan keputusan, yang berbeda

dengan ibu-ibu rumah tangga biasa, yaitu pengambilan keputusan dalam

(19)

menikah dengan orang-oarang timur, disana wanita benar-benar tidak

memiliki wewenang apa-apa, semua keputusan ada di tangan suami karena,

bagi mereka wanita yang sudah dinikahi sama dengan sudah di beli dan

mereka merasa membelinya dengan mahal maka peran istri hanyalah

mengurus urusan rumah tangga saja, dan semua yang diluar urusan rumah

tangga merupakan urusan suami. Begitu pula dalam hal pengambilan

keputusan, istri tidak memiliki wewenang apa-apa karena, semua keputusan

ada di tangan suami. Itulah yang menjadi pembeda atau ciri khas dari Wanita

Bakul dengan wanita-wanita lain di luar bakul.

Aktivitas atau rutinitas hidup itu dapat juga disebut dengan sebua h

tradisi, yaitu tradisi wanita bakul yang memiliki ciri tertentu. Tradisi hidup

(living strategy) juga dapat diartikan sebagai kebiasaan atau rutinitas yang

dilakukan, dan di sini dimaksutkan sebagai pembeda yang membedakan

rutinitas kegiatan sehari-hari wanita bakul dengan wanita-wanita lain yang

bekerja di luar sektor perdagangan atau disebut dengan istilah bakul.

Sebuah kajian yang menda lam mengenai folklor wanita bakul di

sebuah lokasi tertentu dapat membantu kita memahami secara mendalam

peran ganda yang mereka jalankan, baik dalam sektor publik (perdagangan)

maupun sektor domestik (rumah tangga). Kajian semacam ini akan

bermanfaat pula bagi yang ingin mengkaji tentang studi wanita, khususnya

hal yang menyangkut isu kesetaraan gender.

(20)

Dengan melihat uraian latar belakang tersebut, tampaknya peranan

wanita bakul sangatlah kompleks. Wanita tidak hanya berperan sebagai ib u

rumah tangga, tetapi juga memerankan berbagai peran lain, baik sosial

maupun ekonomi yang seimbang sesuai dengan perkembangan masyarakat

yang ada. Demikian pula dengan wanita pada masyarakat petani di desa

Sumber Bahagia. Bertitik tolak dari uraian tersebut, muncul pertanyaan yang

akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :

1.2.1 Bagaimana tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam

kehidupa n rumah tangga?

1.2.2 Bagaimana tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam

aktivitas perdagangan?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menggambarkan

tentang

1.3.1 Tradisi hidup hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam

kehidupan rumah tangga.

1.3.2 Tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam aktivitas

perdagangan.

(21)

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dalam beberapa hal,

diantaranya yaitu :

1.4.1 Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya wawasan, terutama

dalam bidang kebudayaan ataupun folklor.

1.4.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan

penelitian baru di bidang folklor ataupun kebudayaan yang lain.

1.4.3 Penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan penelitian atau kajian

tentang kesetaraan gender, da lam bidang studi wanita.

1.5. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Abdullah (1986:28) dalam artikel yang berjudul “Strategi Ekonomi

Pedagang Kaki Lima, kasus-kasus orang Minang di Malioboro Yogyakarta”,

membahas tentang bagaimana orang-orang Minang yang berjualan di

Malioboro Yogyakarta menghadapi tantangan untuk hidup dengan jalan

berjualan di kaki lima, serta strategi ekonomi yang mereka guna kan,

bagaimana mereka tetap dapat makan untuk menyambung hidup serta

menyisakan uang untuk berjualan supaya dapat memperoleh uang dan

memenuhi kebutuhan hidup yang lain.

Elip (1986:9-10) dalam artikel yang berjudul ”Peranan Wanita Jawa

pada Masyarakat Jawa”, membahas tentang bagaimana para wanita Jawa ikut

ambil bagian dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, yang

(22)

mendapatkan pekerjaan tetap untuk memperoleh penghasilan tetap sebagai

pemenuhan kebutuhan ekonomi tersebut.

Tinjauan yang secara khusus membahas tentang Tradisi Hidup Wanita

Bakul di Desa Sumber Bahagia belum pernah dilakukan, maka peneliti tertarik

untuk menelitinya. Dalam penelitian yang meneliti tentang Strategi Hidup

Wanita Bakul ini membahas tentang bagaimana strategi hidup yang mereka

jalankan untuk pemenuhan segala kebutuhan, dan bagaimana peran Wanita

Bakul tersebut dalam rumah tangga yang berhubungan dengan hal

pengambilan keputusan, yaitu peran istri yang lebih dominan dibanding peran

suami.

1.5.2 Landasan Teori

1.5.2.1 Folklor dan Kajian Etnografis

Teori folklor digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini

. Sesuai dengan apa yang menjadi objek, akan diungkapkan tentang

folklor wanita bakul. Menurut Dundes (Danandjaja,1998:53) via

Endraswara folk adalah kelompok orang yang memiliki ciri-ciri

pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan

dari kelompok yang lainnya. Ciri fisik, antara lain berwujud warna

kulit. Ciri lain yang tidak kalah pentingnya adalah mereka memiliki

tradisi tertentu yang telah turun-temurun. Trad isi inilah yang sering

dinamakan lore. Folklor memiliki ragam yang bermacam-macam.

(23)

unsur-unsur folklor. Misalnya saja menurut Bascom, folklor terdiri

dari: budaya material, organisasi, dan religi (Endraswara, 2006: 217).

Kelompok wanita bakul merupakan folk yang realistis,

mereka memiliki tradisi hidup yang berbeda, perbedaannya adalah

terletak pada peran mereka dalam hal pengambilan keputusan.

Wanita bakul lebih dominan dalam hal penagmbilan kep utusan di

bandingkan suami, mereka memiliki otoritas itu karena, dalam

perekonomian keluarga wanita bakul memiliki penghasilan sendiri

yang sangat membantu kehidupan mereka, dan cenderung

penghasilan wanita bakul lebih besar dibandingkan penghasilan

suami, sehingga mereka tidak harus bergantung pada suami pada saat

mereka hendak memutuskan membeli sesuatu atau mengatur

perekonomian keluarga.

Folklor merupakan bagian kebudayaan suatu kolektif. Ada

beberapa bentuk folklor menurut Brunvand via Danandjaja (2002

21-22) yaitu: mentifact (folklor lisan), sociofact (folklor sebagian lisan),

dan artifact (folklor bukan lisan). Bentuk folklor yang termasuk

sastra lisan antara lain bahasa rakyat, ungkapan tradisional,

pertanyaan tradisional, puisi rakyat, dan cerita prosa rakyat. Bentuk

folklor sebagian lisan, seperti kepercayaan rakyat, te ater rakyat,

tradisi rit ual rakyat, dan adat istiadat, sedangkan folklor bukan lisan

biasanya akan lebih menarik bidang kajian lain, seperti arsitektur

(24)

mengaitkan folklor sebagai adat istiadat tradisional dan cerita rakyat

yang diwariskan turun- temurun tetapi tidak dibakukan. Bekerja

sebagai bakul merupakan sebuah pekerjaan sekaligus kenyataan

hidup yang turun-temurun diala mi oleh masyarakat kalangan bawah,

terutama yang berada di desa dan bekerja sebagai petani. Bakul

diartikan sebagai komunitas pedagang yang berjualan disuatu tempat

umum (pasar, pinggir jalan, emperan toko) tanpa menggunakan izin

usaha dari pemerintah, ata u pedagang yang hanya berjualan barang

dagangan tertentu dalam skala kecil-kecilan atau eceran

(Abdullah,1986:28). Jadi wanita bakul adalah wanita yang berjualan

dagangan tertentu dalam skala kecil atau eceran.

Wanita bakul disebut sebagai folklor karena, kelompok ini

memiliki ciri yang menonjol, baik dilihat dari pekerjaan, rutinitas

hidup, sosial, kebudayaan dan ciri fisik yang berbeda dengan

kelompok lain di luar bakul. Dari Pekerjaan mereka jelas sekali

terlihat bahwa para wanita itu bekerja sebagai bakul atau pedagang

kecil. Rutinitas hidup mereka adalah berdagang di pasar selain

mengurus segala urusan rumah tangga, yaitu mengurus suami dan

anak. Dalam hal sosial pun mereka tetap berperan, seperti

berorganisasi, membantu warga yang memerlukan bantuan, dan

lainnya yang berhubungan dengan kahidupan bermasyarakat mereka

tetap turut berperan di dalamnya. Dalam hal kebudayaan atau tradisi

(25)

tangga yang dominan dalam hal pengambilan keputusan. Wanita

bakul memiliki wewenang untuk memutuskan segala sesuatu yang

berhubungan dengan keperluan rumah tangga dan mengurus segala

keperluan anak, baik keperluan sekolah maupun keperluan di rumah.

Dalam penelitian ini juga digunakan kajian etnografis. Model

etnografis adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan

sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa

kultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek

studi. Studi ini akan terkait bagaimana subjek berpikir, hidup, dan

berprilaku. Tentu saja perlu dipilih peristiwa yang unik yang jarang

teramati oleh kebanyakan orang. Penelitian etnografi adalah kegiatan

pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara

sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan

berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat, dan berbagai

peristiwa serta kejadian unik dari komunitas budaya yang menarik

perhatian (Endraswara, 2006: 207). Etnografi pada dasarnya lebih

memanfaatkan teknik pengumpulan data pengamatan. Hal ini sejalan

dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno

(bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Etnografi

merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami

cara orang-orang berinteraksi dan bekerja sama melalui fenomena

yang teramati dalam kehidupan sehari-hari (Endraswara, 2006: 208).

(26)

penduduk setemp at. Hal ini cukup bisa dipahami karena , melalui

etnografi akan mengangkat keberadaan senyatanya dari fenomena

budaya. Dengan demikian akan ditemukan makna dari tindakan

budaya suatu komunitas yang dideskripsikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kajian etnografis

diartikan sebagai kajian yang dilakukan secara etnografi. Etnografi

sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indone sia diartikan sebagai

kajian deskripsi tentang kebudayaan suku bangsa yang hidup, atau

ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup

tersebar di muka bumi (KBBI, 1990:237). Kebudayaan masyarakat

yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang

berada di Baturaja -Sumsel, khususnya di desa Sumber Bahagia.

Bahan-bahan penelitian etnografi berasal dari masyarakat yang

disusun secara deskriptif. Deskripsi etnografi menurut

Koentjaraningrat (1990:333) via Endraswara sudah baku, yaitu

bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem

pengetahuan, kesenian dan sistem religi.

Di dalam kehidupan manusia, setiap individu mempunyai

kemampuan untuk melakukan usaha sesuai dengan kemampuan yang

ada pada diri manusia itu dan segala sumber daya lain yang tersedia

dilingkungannya guna memenuhi kebutuhan. Namun setiap manusia

mempunyai kemampuan yang berbeda-beda di dalam kehidupan

(27)

kelakuan yang berbeda-beda pula di dalam pemenuhan kebutuhan.

Oleh karena itu, dalam usaha memenuhi kebutuhannya, manusia

menggunakan kebudayaan yang dimilikinya sebagai kerangka

kesadaran. (Suparlan,1983:70).

1.5.2.2 Folklor Wanita Bakul

Kata folklor adalah pengindonesiaan dari kata inggris

folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata

dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki

ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat

dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal fisik itu

antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut

yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf

pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun, yang lebih

penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni

kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua

generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Di samping

itu yang paling penting adalah bahwa mereka sadar akan identitas

kelompok mereka sendiri (Danandjaja, 2002:1-2)

Dari uraian di atas bila dikaitkan dengan kehidupan para

wanita bakul yang ada saat ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa

wanita bakul merupakan sebuah folk tersendiri, karena mereka

memiliki kekhasan tersendiri, yaitu mereka hidup dalam aktivitas

(28)

Kesamaan yang paling menonjol adalah mereka memiliki mata

pencaharian yang sama, yaitu berdagang eceran di pasar maupun di

rumah yang dikenal dengan sebutan wanita bakul. Kesamaan lain

dari para wa nita bakul tersebut adalah bahasa yang mereka gunakan

cenderung sama, untuk konteks bahasa Jawa, sesuai dengan asal

mereka yang mayoritas datang dari Pulau Jawa. Selain itu, para

wanita bakul tersebut taraf pendidikannya tidaklah berbeda jauh

antara satu dengan yang lainnya yaitu SD dan maksimal SMP, begitu

pula dengan agama yang mereka anut, mereka mayoritas beragama

islam.

Dari sekian banyak ciri khas tersebut, dalam kehidupan

rumah tangga sehari-hari pun mereka memiliki rutinitas. Para wanita

bakul tersebut memiliki aktivitas lain selain berdagang, mereka

meiliki kelompok arisan khusus para pedagang, yang lazim

digolongkan sebagai lembaga berciri sosial dan ekonomi, para

wanita bakul yang terlibat dalam kelompok arisan memperoleh

manfaat dari lembaga itu. Jelas bahwa keterlibatan dalam kelompok

arisan ini merupakan bagian dari cara hidup dan strategi yang paling

menonjol di sektor non-produksi. Selain itu juga ada kelompok

pengajian (doa merangkap arisan) yang merupakan contoh lembaga

yang mencoba memad ukan tujuan sosial (keagamaan) dan ekonomi.

(29)

masih memperoleh manfaat ekonomi (dari arisan), sebagai

kompensasi waktu yang disisihkan untuk mengaji atau berdoa.

Manfaat yang diperoleh dari kelompok arisan ataupun

kelompok pengajian (doa merangkap arisan), umumnya berkenaan

dengan terbukanya kemungkinan untuk membiayai kebutuhan yang

memerlukan biaya agak besar. Penerimaan dari arisan itu lazimnya

dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan yang cukup besar, misalnya

untuk biaya sekolah anak, ataupun untuk modal yang lainnya. Selain

itu juga ada perkumpulan kematian, perkumpulan tersebut

merupakan lembaga yang bertujuan sosial, yaitu membantu anggota

yang mengalami kemalangan. Jadi manfaat yang diperoleh sebagian

besar rumah tangga yang terlibat dalam lembaga itu terutama adalah

kebersamaan atau solidaritas dalam wujud bantuan sosial.

Bagi anggota perkumpulan, bantuan sosial itu membawa

implikasi yang sangat berarti, yaitu keringanan beban yang

diperlukan untuk ritus kemalangan. Dengan demikian dapat

dipahami jika ada rumah tangga yang merasa memperoleh manfaat

dari perkumpulan tersebut.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa folklor adalah

sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan

turun temurun, serta memiliki ciri khas. Dari ciri yang ada,

penelitian ini difokuskan pada folk wanita bakul yang berada di

(30)

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia

sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk memahami dan

menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya untuk

mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan

(Suparlan,1983:67). Di samping itu, sebenarnya sistem pengetahuan

yang ada di dalam kebudayaan suatu masyarakat juga berkaitan

dengan masalah peranan wanita, dan hal ini akan tampak dalam

pola-pola tingkah laku dalam berbagai aktivitas yang dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga tersebut (Elip,1985:9).

Begitu pula dengan apa yang terjadi pada wanita-wanita bakul

tersebut, dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya,

mereka mengatur perilaku serta mengikuti aturan-aturan yang ada,

yang berlaku dalam sistem perdagangan di pasar, dan pengetahuan

ini kemudian dijadikan pegangan mereka di dalam melakukan

perdagangan di pasar.

Pasar pada hakikatnya merupakan tempat para penjual dan

pembeli saling bertemu, dan tempat yang menyediakan barang serta

jasa untuk dijual belikan sehingga terjadi perpindahan hak milik.

Adapun bakul merupakan salah satu bagian dalam proses

perdagangan, yaitu sebagai perantara atau orang yang menjual atau

menyampaikan barang ke konsumen. Dengan demikian, bakul juga

merupakan salah satu basis dalam perdagangan ekonomi, karena

(31)

dalam arti bahwa melalui bakul ini akan terjadi hubungan timbal

balik serta saling ketergantungan antara kedua belah pihak.

Untuk memahami pasar dapat dilihat dari tiga sudut pandang,

yaitu pasar sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu,

kemudian pasar sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk

memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut, dan ketiga

pasar sebagai sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme itu

tertanam(Geertz,1977:31).

Oleh karena itu, pasar sebagai arus barang dan jasa merupakan tempat yang memungkinkan bagi para wanita bakul

untuk mendapatkan peluang penghasilan karena, di tempat ini

mereka dapat memperoleh pekerjaan yaitu sebagai bakul kecil. Pasar

selain sebagai mekanisme yang menunjang kehidupan setiap orang,

juga merupakan tempat berkumpulnya bermacam-macam pedagang

baik pedagang besar, kecil, maupun menengah yang kesemuanya itu

berdasarkan besar kecilnya usaha yang dilakukan. Masing- masing

bakul tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda pula di dalam

kehidupan rumah tangganya. Namun di antara bakul-bakul tersebut,

peranan bakul kecil yang paling banyak berpengaruh di dalam

kehidupan rumah tangga karena, kebanyakan dari mereka adalah

wanita yang berasal dari masyarakat golongan bawah.

Keterlibatan wanita dalam perdagangan di desa, ternyata

(32)

wanita karena , wanita mempunyai sifat telaten dan luwes dalam

aktivitas tawar-menawar yang merupakan unsur pokok dalam

perdagangan.

1.6 Metodologi Pe nelitian 1.6.1 Pendekatan

Penelitian yang akan membahas tentang wanita bakul ini

menggunakan pendekatan folklore dengan menggunakan kajian

etnografis dan folklore wanita bakul sebagai objeknya.

1.6.2 Metode

Untuk mengumpulkan data di lapangan, penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan

observasi atau terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan

mencatat gejala sosial serta tradisi atau cara hidup sehari- hari wanita

bakul yang ditemui di lapangan atau bisa disebut juga sebagai metode

penelitian di kampung. Selain observasi, juga dilakukan wawancara

tersetruktur dengan kepala kampung, pemuka adat, dan beberapa

informan kunci lainnya. Studi kasus ini juga menggunakan metode

wawancara mendalam terhadap responden, sedangkan terhadap informan

dilakukan wawancara bebas sebagai pelengkap data dari para responden.

Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dipakai adalah populasi dan

(33)

umumnya, sedangkan sampelnya dikususkan pada masyarakat yang

tinggal di desa Sumber Bahagia, khususnya wanita bakul.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data 1.6.3.1 Observasi

Observasi menghasilkan deskripsi yang khusus tentang apa

yang telah terjadi (Komaruddin,1974:97). Cara ini digunakan untuk

mendukung wawancara. Dengan cara ini dapat diperoleh gambaran

tentang bagaimana tradisi hidup wanita bakul. Cara ini akan menambah

kelengkapan data hasil wawancara.

1.6.3.2 Wawancara

Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi.

Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan wawancara,

dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung

kepada responden. Wawancara merupakan salah satu bagian yang

penting dari setiap survei. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan

informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung

kepada responden. Dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh

beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.

Faktor-faktor tersebut adalah : pewawancara, responden, topik penelitian

yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.

(34)

1.6.3.3Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

dan lain sebagainya. (Arikunto,1993:234). Teknik kepustakaan

dipergunakan untuk mendapatkan data yang konkret.

1.7 Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

populasi dan sampel. Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu

objek yang mer upakan perhatian peneliti (Kountour , 2003:137-138). Dalam

penelitian ini populasinya adalah wanita bakul yang tinggal (menetap) di desa

Sumber Bahagia, sedangkan sampelnya adalah 6 orang wanita bakul yang

dipilih secara acak.

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi

pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan perihal latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

landasan teori dan tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika

penyajian. Bab II berisi tentang gambaran umum daerah penelitian. Bab III

(35)

tangga . Bab IV berisi tentang tradisi hidup wanita bakul dalam aktivitas

(36)

22

Gambaran umum daerah penelitian ini akan membahas tiga hal pokok,

yakni:(1) Lokasi penelitian. (2) Gambaran tentang Pasar Pucok, (3) Karakteristik

wanita bakul. Pada setiap bab akan di beri sedikit rangkuman dari keseluruhan isi,

supaya dapat dipahami secara mendalam sebelum mengkaji permasalahan

berikutnya. Kemudian pada bagian ke empat berisi rangkuman tentang tradisi

hidup wanita bakul dalam aktivitas rumah tangga dan perdagangan kususnya

masyarakat Baturaja yang berdomisili di desa Sumber Bahagia.

2.1 Lokasi Penelitian

2.1.1 Letak dan Keadaan Alam

Desa Sumber Bahagia adalah salah satu dari beberapa desa yang

berada di Kecamatan Peninjauan, Kabupaten Baturaja (OKU Induk-

SUMSEL). Desa Sumber Bahagia terletak di bagian timur Kecamatan

Peninjauan dengan jarak sekitar 20 km dari kantor camat peninjauan atau

sekitar 23 km ke arah timur dari batas kota Kabupaten Baturaja.

Wilayah desa Sumber Bahagia secara administratif berbatasan dengan

Desa Mandi Angin di sebelah barat, dengan desa Gunung Meraksa di

sebelah timur. Jalan utama menuju ke desa Sumber Bahagia adalah Jalan

Lintas Baturaja- Palembang. Desa Sumber Bahagia ada karena sekitar 25

(37)

datang ke Sumatera untuk mendapatkan lahan dan pekerjaan dengan

cuma-cuma. Dari sekian banyak transmigran yang datang dari Pulau

Jawa, kurang lebih 100 kepala keluarga ditempatkan di desa tersebut,

yang sekarang ini dikenal dengan Desa Sumber Bahagia oleh

masyarakat setempat.

Desa Sumber Bahagia sebagai salah satu desa yang terletak di

pinggir kota, merupakan desa yang masih mempunyai lahan sawah dan

tegal serta pekarangan yang cukup luas. Tanah yang ada tersebut

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan menanam berbagai

tanaman pangan dan juga karet sebagai sumber penghasilan yang cukup

dapat diandalkan untuk membantu memenuhi kebutuhan. Hal tersebut

mereka lakukan karena, potensi tanah di daerah ini sangat baik dan

subur. Berdasarkan data monografi, wilayah desa Sumber Bahagia seluas

42,4928 ha, yang terbagi atas beberapa bagian, di antaranya yaitu: lahan

sawah dengan luas 15,2200 ha (35,82%), tegal 9,6330 ha (22,67%),

pekarangan 9,7275 ha (22,9%), dan selebihnya seluas 7,0098 ha (16,5%)

sebagai tempat pemukiman, sisanya 0,9025 ha (2,12%) merupakan tanah

lain-lain (lapangan, jalan, kuburan, dan lain-lain). Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa sebagian wilayah Desa ini terdiri dari tanah

pertanian.

Pertanian di daerah penelitian baik, walaupun tidak cukup

mengandung air, namun masyarakat dapat menyiasatinya dengan cara

(38)

itu, potensi tanah di daerah ini sangat baik sebagai penunjang kehidupan

perekonomian masyarakat setempat. Selain itu, keadaan ini juga

ditunjang oleh adanya sebuah jalan beraspal yang dilewati oleh

kendaraan umum, yaitu angkutan kota. Dengan adanya jalan yang baik

serta transportasi umum tersebut, sangat membantu kelancaran kegiatan

penduduk baik yang menyangkut bidang pertanian maupun non

pertanian. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut ternyata sangat

menunjang penduduk dalam mengembangkan perekonomian mereka.

2.1.2 Penduduk dan Keadaan Sosial Ekonomi

Desa Sumber Bahagia dihuni oleh 294 kk dengan jumlah 1,151

jiwa, yang terdiri atas 578 (50,22%) laki-laki dan 573 (49,78%)

perempuan, pada tahun 2006 (berdasarkan sensus RT dan RW Desa

Sumber Bahagia). Kompisisi penduduk menurut umur dapat dilihat secara

rinci pada tabel I berikut.

Tabel I

(39)

Kelompok Umur Jumlah %

0- 4 128 11,12

5- 9 109 9,47

10- 14 123 10,69

15- 60 752 65,33

60+ 39 3,39

Jumlah 1,151 100,00

Sumber data: Monogarfi tahun 2006 Desa Sumber Bahagia

Pada tabel 1 tersebut, terlihat bahwa penduduk yang berumur 15-

60 tahun merupakan kelompok terbesar, yaitu 65,33%. Adapun penduduk

yang berumur di bawah 15 tahun ( bayi dan anak-anak) sebesar 31,28%,

sedangkan yang berumur d i atas 60 tahun hanya sebesar 3,39%. Dengan

demikian, dari tabel tersebut terlihat bahwa Desa Sumber Bahagia

merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk usia produktif ( 15-

60 tahun ) yang cukup tinggi yaitu 65,33%.

Desa Sumber Bahagia selain mempunyai potensi alam, juga

mempunyai potensi penduduk yang sudah cukup baik. Hal tersebut

ditunjang oleh kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan, walau

pada kenyataannya usaha untuk pendidikan selalu terbentur oleh biaya

(76,5% penduduknya berpendidikan) dan untuk lebih jelasnya dapat

dilihat secara rinci pada tabel 2. Walaupun jarak yang ditempuh cukup

jauh untuk dapat sekolah kejenjang yang lebih tinggi, masyarakat Desa

(40)

yang jaraknya dekat, sedangkan SMP ataupun SMA hanya ada di kota.

Desa Sumber Bahagia belum memiliki SMP maupun SMA yang dapat

dijadikan sebagai sarana untuk menuntut ilmu, namun penduduk tetap

bersemangat dan berusaha keras. Tidak tersedianya sarana pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi tidaklah menyurutkan niat mereka untuk terus

menuntut ilmu karena, ilmu adalah hal yang sangat berharga dibandingkan

segala-galanya, kata mereka.

Tabel 2

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah %

Blm/ tdk sekolah 370 30,46

SD 319 28,47

SMP 317 27,54

SMU 105 10,81

Sarjana Muda 17 1,16

Sarjana 23 1,56

Jumlah 1.151 100,00

Sumber data: Monografi tahun 2006 Desa Sumber Bahagia

Selain pendidikan, pembangunan di bidang lain di desa ini juga

berkembang, perkembangan ini kemudian mempengaruhi kondisi sosial

ekonomi penduduk. Hal ini tampak dari masyarakat yang mencoba

membuka lahan pertanian lain, yaitu dengan menanam karet karena , karet

(41)

hasilnya, jadi kebanyakan petani karet rata -rata dikerjakan oleh kaum

laki-laki, sedangkan para perempuan atau ibu rumah tangga tetap dengan

usahanya sebagai wanita bakul baik di rumah maupun di pasar. Namun

demikian para perempuan juga tetap membantunya dalam hal perawatan,

karena walaupun tanaman berjangka waktu yang lama, karet merupakan

tabungan yang lumayan menjanjikan bagi hidup mereka. Tidak jarang

mereka juga membiayai anaknya dari hasil panen karet setiap bulannya.

Tabel 3

Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut

Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah %

Petani 254 52,92

(42)

Buruh 71 14,79

Karyawan/ Pegawai/ Guru 27 5,63

Pertukangan 18 3,75

Lain- lain 13 2,70

Jumlah 480 100,00

Sumber data: Monografi Tahun 2006 Desa sumber Bahagia

Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk yang mempunyai mata

pencaharian sebagai petani sebesar 254 orang atau (52,92%) merupakan

kelompok terbesar. Mereka rata-rata petani pemilik lahan sendiri.

Sementara itu penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang atau

bakul sebanyak 97 orang (20,21%) yang terdiri dari bakul kecil dan

pedagang warung. Adapun dari ke 97 orang pedagang tersebut, yang

paling banyak adalah mereka yang bekerja sebagai bakul cilik. Pada

umumnya mereka berjualan kebutuhan sehari- hari. Kemudian 71 orang

(14,79%) bekerja sebagai buruh ada yang bekerja sebagai buruh bangunan

dan tukang, tapi yang paling banyak mereka bekerja sebagai buruh di

perkebunan kelapa sawit baik milik pemerintah maupun milik usaha

perorangan atau kelompok. Mereka yang bekerja sebagai karyawan hanya

27 Orang (5,63%). Selebihnya 31orang (6,45%) adalah mereka yang

bekerja sebagai tukang maupun lain- lain. Mereka ya ng termasuk dalam

kelompok lain- lain diantaranya adalah pengusaha industri rumah tangga

(43)

Dengan melihat kondisi yang ada di Desa Sumber Bahagia ini

tampak bahwa penduduk di desa ini memiliki keinginan yang besar untuk

maju, baik dalam pendidikan, sistem mata pencaharian, perekonomian,

dan penghasilan, serta hal yang berhubungan dengan perkembangan

wilayah desa tersebut. Walaupun demikian, di dalam kehidupan

sehari-hari mereka mempertahankan sifat kegotong royongan yang merupakan

sifat khas yang dimiliki oleh masyarakat desa di Indonesia.

2.1.3 Pasar Pucok

Di dalam kehidupan sehari- hari, manusia memerlukan berbagai

macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut,

manusia memerlukan berbagai sarana maupun tempat, di antaranya

adalah pasar. Pasar merupakan tempat berbagai macam kebutuhan

sehari- hari rumah tangga tersedia. Selain itu, pasar juga merupakan

tempat para penjual dan pembeli saling bertemu untuk melakukan

kegiatan jual- beli, baik barang maupun jasa. Dengan demikian, pasar

muncul atau ada karena adanya kebutuhan manusia yang bermacam-

macam.

Pasar biasanya berada di persimpangan jalan atau tempat- tempat

yang strategis, dan juga sering kali mengambil nama dari tempat atau

daerah dimana pasar itu berada (Koentjaraningrat, 1984: 187). Demikian

pula dengan Pasar Pucok (Pucok merupakan nama pasar), pasar ini

(44)

berjualan sehari-hari. Pasar tersebut diberi nama Pasar Pucok oleh

penduduk setempat karena letak atau posisi pasar berada di tempat yang

berdataran tinggi, maka masyarakat setempat dan para pedagang yang

berjualan di pasar tersebut memberi nama Pasar Pucok. Mengapa diberi

nama Pucok dan menggunakan bahasa daerah? Pemberian nama

tersebut dilatarbe lakangi oleh penduduk setempat karena , mereka

mayoritas orang Sumatera (penduduk asli) dan bahasa yang mereka

gunakan adalah bahasa daerah, bahasa itu mereka sebut dengan istilah

Bahasa Ogan (bahasa ibu penduduk Baturaja asli). Nama Ogan sendiri

diambil dari nama sungai yang ada di Baturaja, yaitu sungai ogan. Kota

Baturaja pun memiliki cerita tersendiri. Konon ada orang tua (sesepuh)

yang setiap harinya mencari ikan di Sungai Ogan, pada saat mencari ikan

itulah orang tua tersebut melihat ada bongkahan batu yang amat sangat

besar dipinggir sungai. Orang tua tersebut terkejut dan menggumam

dengan bahasa ogan. “ besaknyo batu ini cak rajo bae, apo ini rajonyo

segalo batu” (artinya: besar sekali batu ini, seperti raja, apa ini rajanya

semua batu).

Setelah saat itu banyak orang yang mengetahuinya, dan orang

mengenalnya kota tersebut dengan nama Baturaja. Bongkahan batu itu

sekarang ini sudah tidak terlihat seiring dengan semakin banyaknya

masyarakat Baturaja yang sering datang ke Sungai, batu terebut habis

terkikis oleh masyarakat setempat yang bermata pencaharian mencari

(45)

karena semakin langkanya batu di sungai, yang telah habis diambil oleh

para pencari batu .

Di pasar inilah para bakul kecil yang berasal dari beberapa desa

yang berada di Baturaja berjualan atau melakukan transaksi. Selain

bertransaksi di pasar itu pula masyarakat banyak belajar dan banyak

mengetahui tentang dunia luar. Apa yang tidak mereka ketahui di rumah,

mereka ketahui di pasar, karena selain berjualan mereka juga

berinteraksi dengan orang-orang yang ada di pasar.

Awal mula berdirinya Pasar Pucok adalah karena adanya

kebutuhan masyarakat yang berada di Baturaja. Pasar ini sudah ada sejak

kira-kira tahun 1970 an. Pada waktu itu Pasar Pucok belum memiliki

bangunan yang bersifat permanen dengan los-los yang berjumlah

banyak, dan bakul-bakul yang ada pun hanya merupakan bakul-bakul

kecil yang menjual keperluan sehari-hari, meliputi sayuran, bumbu

dapur, buah-buahan dan sebagainya yang berasal dari hasil kebun

sendiri, namun dari waktu-kewaktu Pasar Pucok mengalami kemajuan,

dari sarana -prasarananya sampai pada pedagangnya. Hingga pada tahun

1993 pasar yang sudah semakin maju dan ramai penduduknya karena,

penduduk Baturaja pun sudah semakin banyak dan dari semua desa yang

ada rata -rata datang kepasar tersebut. Pasar Pucok kebakaran dan

semuanya terbakar habis, dan kegitan jual beli pun sempat macet dan

(46)

direnovasi. Akhirnya pasar pun direnovasi dan menjadi lebih bagus serta

rapi hingga saat ini.

Adapun sejarah munculnya Pasar Pucok ini bermula dari

seseorang yang berasal dari desa Kampung Baru yang berjualan di

pinggir jalan. Pada waktu itu, dia hanya menjual sayuran dan

buah-buahan yang merupakan hasil pertanian setempat. Hal ini kemudian

diikuti oleh orang lain, dan lama -kelamaan tempat tersebut menjadi

ramai oleh penjual atau bakul yang tidak hanya berasal dari satu desa

saja. Namun kesemua bakul yang ada tersebut hanya merupakan bakul

kecil ( pedagang kecil). Dengan semakin banyaknya bakul yang

berjualan di tempat tersebut, mengakibatkan tempat yang ada dianggap

kurang memadai lagi. Setelah beberapa tahun ( kurang lebih 6 tahun).

Kemudian oleh pemerintah daerah Baturaja didirik an bangunan pasar

yang permanen yang bertempat di tempat semula, karena tempat yang

sudah ada dianggap tempat yang cukup strategis.

Sekarang dalam perkembangannya, Pasar P ucok merupakan

sebuah pasar yang pe rmanen, artinya pasar yang memiliki prasarana fisik

yang tetap. Bangunan fisik yang tersedia di Pasar Pucok berupa

kios-kios dan los-los. Kios-kios-kios tersebut disewa oleh mereka yang berjualan

agak besar dan mamp u. Sedangkan los- los yang ada dipakai oleh para

bakul, namun demikian ba nyak juga para bakul-bakul kecil yang menata

dagangannya di luar los, tapi di tempat yang sekiranya masih dapat

(47)

karung-karung bekas saja (di pinggir-pinggir bangunan induk ).

Bakul-bakul yang berjualan di pinggir-pinggir bangunan induk, biasanya

mereka dalam berjualan barang dagangannya hanya diletakkan di atas

tanah yang diberi alas ( di sebut bakul lesehan).

Berdasarkan tempat yang digunakan dalam menyajikan barang

dagangan para pedagang di pasar dibedakan atas dua golongan, yaitu

pedagang pasar dan pedagang kecil ( bakul cilik ). Pedagang pasar

adalah mereka yang menjual barang dagangannya pada tempat-tempat

yang telah ditetapkan sebagai tempat transaksi umum (los), sedangkan

pedagang kecil

( bakul cilik) adalah mereka yang berjualan di luar los. Pedagang yang

berasal dari desa Sumber Bahagia termasuk golongan yang kedua. Para

wanita bakul ini berjualan di Pasar Pucok karena di desa mereka (

Sumber Bahagia ) tidak ada pasar, adanya hanya kalangan saja.

Kalangan juga bisa disebut pasar, bedanya aktivitas yang sama dengan

pasar ini hanya bisa dinikmati se tiap hari minggu saja (satu kali dalam

seminggu).

Oleh karena itu mereka memilih berjualan ke Pasar Pucok.

Wanita bakul yang berjualan di pasar tersebut hanya menjual barang

dagangan dalam jumlah sedikit, baik yang berupa produksi sendiri

seperti tempe, jajanan, ataupun yang berasal dari kulakan ( membeli dari

orang lain untuk dijual lagi) seperti sayuran, bahan-bahan mentah dan

(48)

menghabiskan waktu sampai setengah hari. Mereka pulang apabila

dagangan yang dibawa terjual habis. Dengan demikian, mereka tidak

perlu seharian berada di pasar, sehingga mereka dapat mengurus rumah

tangga. Sebelum pulang terlebih dahulu mereka berbelanja kebutuhan

rumah tangga serta kebutuhan unutk persiapan perdagangan keesokan

harinya, khususnya bagi mereka yang berjualan makanan jadi.

Demikian sedikit gambaran tentang Pasar Pucok, yang

merupakan sebuah pasar dengan aktifitas perekonomian setiap hari, yaitu

dari pagi hingga siang hari dan jenis komoditas yang diperjualbelikan,

meliputi hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan (produksi lokal

seperti pisang, pepaya, nanas dan sebagainya), bumbu dapur dan

lain-lain. Setiap hari tidak kurang dari 300 orang pedaga ng yang melakukan

aktivitas di Pasar P ucok, dan ada sebagian dari para bakul-bakul kecil itu

berasal dari desa Sumber Bahagia .

2.2 Karakteristik Wanita Bakul

Peran wanita dalam ekonomi rumah tangga semakin penting sejalan

dengan menurunnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian desa. Hal

ini yang mendorong munculnya perdagangan berskala kecil karena,

perdagangan berskala kecil tidak mengikat wanita untuk terus menerus

berdagang sepanjang hari, sehingga peranannya di dalam rumah tangga tidak

terlalu terganggu. Di samping itu bidang perdagangan kecil-kecilan sangat

mudah dimasuki oleh siapa saja karena , tidak ada syarat tertentu, seperti

(49)

dipenuhi. Dengan demikian, keterlibatan wanita dalam perdagangan sangat

menguntungkan bagi rumah tangga petani, karena dengan begitu mereka dapat

membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga harian.

Sebagian besar bakul di Desa Sumber Bahagia adalah wanita, bahkan

mereka yang berjualan di Pasar Pucok kesemuanya adalah wanita. Kesemua

wanita ini merupakan bakul kecil karena , barang yang mereka perdagangkan

hanya dalam skala kecil ata u berjumlah sedikit. Bakul kecil itu terdiri dari

bakul lesehan, bakul los, bakul walik dasar dan bakul ider. Bakul lesehan

adalah mereka yang menjual dagangannya dengan cara menggelar alas ( terpal

ataupun karung) di tanah ( lesehan). Bakul los adalah mereka yang menjual

dagangannya di los-los pasar. Sedangkan bakul walik dasar adalah pedagang

yang memperoleh barang dagangan serta menjual barang dagangan di tempat

yang sama, dan bakul ider adalah pedagang yang menjalankan usahanya

hanya dengan cara berkeliling menjajakan barang dagangannya, baik hasil

pertanian maupun nonpertanian. (Kutanegara, 1989:13- 16)

Di Pasar Pucok, para wanita bakul yang berjualan pada umumnya

berusia antara 40- 60 tahun. Hal ini disebabkan karena mereka yang berusia

relatif muda cenderung memilih bekerja di bidang lain, seperti buruh di

perkebunan, pembantu rumah tangga di kota, penjaga toko di kota dan

pedagang pasar di kota. Para wanita bakul ini pada umumnya berpendidikan

rendah, bahkan ada pula yang tidak berpendidikan. Akan tetapi, mereka

menerapkan arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Meskipun para

(50)

mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berdagang,

karena menurut mereka keberhasilan dalam berdagang ditentukan oleh faktor

keberuntungan.

Di samping bekerja sebagai bakul, para wanita ini juga mempunyai

aktivitas lain sebagai kerja sampingan. Kerja sampingan adalah semua

pekerjaan yang dilakukan di luar aktivitas rumah tangga. Pekerjaan sampingan

tersebut meliputi sebagai buruh tani, buruh pembuat tempe, membantu suami

mengolah sawah, mencari kayu atau pun rumput, dan lain sebagainya. Namun,

walaupun mereka mempunyai aktivitas kerja yang bermacam- macam, tetapi

mereka tetap tidak melalaikan tugas utama mereka di dalam rumah tangga.

Oleh karena itu, mereka berusaha mengatur waktu dengan sebaik -baiknya,

sehingga semua pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Bila

dilihat dari segi waktu yang mereka pergunakan, terkadang tidak seimbang

dengan penghasilan yang mereka peroleh. Namun bagi mereka, hal tersebut

tidaklah menjadi permasalahan, karena yang penting bagi mereka adalah

mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan. Di samping itu semua ini

juga tidak terlepas dari peranan atau keterlibatan suami di dalam aktivitas

mereka.

Dari beberapa suami responden, mereka mempunyai pekerjaan

berragam, ada yang bekerja sebagai petani, buruh dan ada juga yang nyambi

atau mempunyai pekerjaan sampingan sebagai tukang. Keterlibatan mereka

dalam aktivitas istri tampak pada saat mereka mempersiapkan barang

(51)

seperti membuat tempe. Misalnya membungkus tempe atau membantu

membuatkan biting ( alat penjepit bungkus tempe).

Dengan demikian, walaupun di antara suami dan istri masing- masing

mempunyai aktivitas kerja sendiri-sendiri, tetapi sebenarnya tidak dapat

bekerja secara terpisah. Contohnya, suami selain bertani seringkali juga ikut

membantu istri, dan istri pun selain mengurus anak, mengurus rumah dan

berdagang juga membantu suami mengolah sawah.

2.3 Rangkuman

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa peran wanita dalam proses

pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga semakin penting dan sangat

dibutuhkan untuk membantu suami yang dianggap sebagai kepala keluarga,

yang bertugas mencarikan nafk ah untuk anak dan istri mereka. Sudah jelas

mengapa kebanyakan para istri turut serta mencari nafkah. Alasannya adalah

karena , penghasilan yang diperoleh suami tidak tetap dan tidak mencukupi.

Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan, hal semacam itu bukanlah

sesuatu yang aneh. Seorang istri ikut mencari nafkah untuk keluarganya

merupakan hal yang sangat lumrah (biasa) karena , yang terpenting bagi

mereka adalah mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan. Berbeda

dengan keadaan masyarakat menengah ke atas. Walaupun mereka juga

bekerja, namun mereka bekerja bukan semata-mata untuk mencari nafkah dan

memenuhi kebutuhan rumah tangga karena, mereka memiliki suami yang

(52)

tidak jenuh dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Itulah yang

membedakan antara masyarakat petani didesa dengan masyarakat kalangan

menengah keatas. Sama -sama wanita dan sama -sama bekerja, tetapi peran

(53)

39

DALAM RUMAH TANGGA

3.1 Struktur Rumah Tangga

Di Desa Sumber Bahagia, antara suami dan istri dalam keluarga

mempunyai penghasilan yang tidak terlalu berbeda. Keduanya sama-sama

berusaha untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan rumah

tangga. Oleh karena itu, mereka berusaha melakukan berbagai kegiatan agar

kebutuhan rumah tangga tersebut dapat terpenuhi. Hal ini mereka lakukan

karena , pertanian yang mereka usahakan dianggap tidak lagi menjamin

stabilitas pendapatan rumah tangga mereka. Maka dari itulah banyak wanita

dari desa ini yang memilih bekerja di luar sektor pertanian. Namun, hal ini

ternyata tidak mengakibatkan terjadinya perubahan dalam keseimbangan kerja

antara suami dan istri dalam rumah tangga, walaupun keduanya sama-sama

melakukan aktivitas kerja. Hal tersebut karena antara keduanya sudah ada

pembagian kerja ataupun tugas dan tanggung jawab sesuai peranan

masing-masing, misalnya suami berperan dalam mengolah sawah atau mencari nafkah

dan istri mengurus rumah tangga, walaupun ia juga bekerja sebagai bakul.

Oleh karena itu, walaupun sibuk ia (istri) tetap harus bertanggung jawab

mengurus rumah tangga. Pembagian peran ataupun tanggung jawab tersebut,

(54)

yang mereka lakukan tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan rumah

tangga sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan struktur ekonomi keluarga dalam

rumah tangga pada tulisan ini adalah keadaan, hubungan, serta peranan suami

dan istri dalam keluarga bakul, yang berkaitan dengan pendapatan rumah

tangga mereka, karena masing- masing dari mereka melakukan suatu pekerjaan

untuk tujuan yang sama yaitu demi kepentingan rumah tangga. Oleh karena

itu, dalam tulisan ini akan diungkapkan tentang aktivitas rumah tangga,

pembagian waktu, serta peranan suami dan istri dalam rumah tangga dalam

hal pengambilan keputusan.

3.2 Aktivitas Rumah Tangga

Dalam kehidupan masyarakat di daerah penelitian, keterlibatan pihak

laki- laki dalam sektor pertanian sangat menonjol, sedangkan wanita banyak

terlibat dalam sektor non pertanian, yaitu perdagangan. Keterlibatan wanita

dalam perdagangan ternyata menghasilkan keuntungan bagi rumah tangga

mereka, karena dengan berdagang mereka dapat memberikan bantuan dalam

memenuhi kebutuhan rumah tangga harian walaupun hasil yang diperoleh

terbatas.

Masyarakat desa pada umumnya secara normatif masih menganggap

bahwa peranan seorang wanita dalam rumah tangga adalah mengurus seluruh

kebutuhan anggota keluarga, sedangkan mencari nafkah merupakan urusan

kaum pria. Berbeda dengan masyarakat desa yang tinggal di daerah penelitian.

(55)

wanita (suami dan istri) di dalam rumah tangga. Semua aktivitas sebisa

mungkin dikerjakan bersama-sama, apa yang bisa dilakukan mereka kerjakan

tanpa harus menyinggung peran masing- masing. Oleh karena itu, walaupun

seorang istri ikut berperan dalam membantu perekonomian rumah tangga,

dengan melakukan aktivitas perekonomian di luar rumah, tetapi tanggung

jawab mereka tetap berkewajiban mengelola rumah tangga, karena kegiatan

rumah tangga secara rutin merupakan pekerjaan utama bagi wanita. Begitu

pula dengan laki-laki, mereka tetap membantu pekerjaan rumah walaupun

mereka sudah bekerja mencari nafkah.

Bagi wanita bakul yang ada di desa Sumber Bahagia, peranan

sebagai ibu rumah tangga merupakan peranan yang utama. Jadi semua

aktivitas kerja yang dilakukan di luar aktivitas rumah tangga bagi mereka

hanya merupakan aktivitas sampingan, meskipun usaha kecil-kecila n yang

mereka lakukan tersebut sebenarnya merupakan usaha yang sangat

menguntungkan, walaupun keuntungan yang diperoleh tidak tetap dan

terbatas. Namun bagi mereka bentuk keuntungan yang diperoleh tidaklah

selalu dalam bentuk uang, karena sisa berjualan ya ng tidak lak u dapat diolah

kembali di rumah. Hal seperti itu pun bagi mereka juga merupakan bentuk dari

keuntungan.

Aktivitas dalam rumah ta ngga sebagai aktivitas utama ibu-ibu tidak

pernah mereka lupakan, walaupun dalam keadaan sesibuk apa pun. Hal ini

terlihat pada waktu mereka sedang mempersiapkan barang-barang dagangan

(56)

Pada waktu mereka sibuk mengurus hal-hal tersebut, mereka selalu

menyisihkan waktu untuk mengurus rumah, mencuci, ataupun memasak,

bahkan mereka juga ke sawah ataupun ke ladang untuk ikut membantu

suaminya. Begitu pula setelah pulang dari berjualan, mereka kemudian

kembali mengurus urusan rumah tangga, dan tidak lupa juga mengurus

anak-anak mereka, mengawasi dan membantunya dalam belajar. Semua aktivitas

tersebut mereka lakukan dari pagi hingga malam. Oleh karenanya, mereka

sering kali harus dapat membagi pencurahan waktu baik untuk aktivitas rumah

tangga maupun di luar rumah tangga.

Para wanita bakul tersebut harus dapat membagi waktu, agar semua

peran dapat dijalankan dengan baik dan seimbang. Selain menjalankan

kewajiban dalam rumah tangga, mereka kadang-kadang juga masih harus

memenuhi kewajiban-kewajiban sosial sebagai anggota masyarakat desa

tempat di mana dia tinggal. Contohnya seperti: nyumbang (memberi

sumbangan kepada saudara atau tetangga yang mempunyai hajat, ataupun ada

acara lainnya) yang melibatkan semua warga kampung atau warga desa.

Dengan demikian terlihat bahwa aktivitas yang harus mereka lakukan

sangatlah banyak, sehingga mereka harus dapat membagi peran dengan

sebaik-baiknya. Selain aktivitas dalam rumah tangga, berjualan sebagai

aktivitas sampingan memang tidak rutin mereka lakukan, misalnya jika

mereka sedang memiliki keperluan seperti pada saat panen, tandur (tanam),

atau keperluan lainnya, mereka akan berhenti berjualan untuk sesaat. Namun

(57)

rumah tangga karena , selain dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan

sehari- hari, pendapatan dari berdagang ini juga memungkinkan bagi mereka

untuk memenuhi kewjiban-kewajiban sosial mereka di lingkungan

masyarakat. Di samping itu, dengan berdagang mereka juga memiliki

kekuatan atau wewenang untuk mengambil keputusan terutama dalam hal

memutuskan masalah kepentingan sehari- hari rumah tangga, seperti keputusan

dalam memberikan sumbangan, dalam mengelola urusan rumah tangga, serta

pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga dan sebagainya. Hal

seperti yang diungkapkan oleh salah seorang wanita bakul dari desa Sumber

Bahagia. Ia mengatakan bahwa aktivitas berjualan merupakan aktivitas

ekonomi yang sangat menguntungkan baginya, karena dengan berdagang

selain dapat membantu keperluan rumah tangga, ia juga dapat memperoleh

otonomi dalam mengelola rumah tangga. Misalnya, apabila ia ingin membeli

sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, maka ia

tidak perlu menunggu atau meminta uang dari suaminya. Begitu pula jika

anaknya meminta uang untuk jajan atau membeli kebutuhan sekolah, ia dapat

langsung memberikannya. Dengan demikian, adanya kekuatan dalam

memutuskan sesuatu kepentingan harian rumah tangga (otonomi) tersebut,

para wanita bakul tersebut dapat menunjukan peranan mereka yang sangat

penting dalam rumah tangga.

3.3 Alokasi Waktu

Di daerah penelitian, alokasi waktu yang digunakan oleh para wanita

(58)

dagangan yang mereka jual. Bagi bakul makanan, waktu yang mereka

butuhkan lebih banyak dalam kegiatan berjualan. Dalam satu hari mereka

memerlukan waktu kurang lebih delapan jam untuk mengurus kegiatan

berdagang, dan sisanya untuk mengurus aktivitas rumah tangga. Adapun

untuk bakul tempe, waktu yang mereka pergunakan untuk mengurus kegiatan

berdagang juga lebih banyak, karena untuk mengolah kedelai memerlukan

waktu yang cukup lama. Pengolahan tersebut dimulai dari mencuci, memasak,

sampai membungkus serta menjualnya, kurang lebih memerlukan waktu 10

jam setiap harinya.

Bagi mereka yang berjualan sayuran dan bahan-bahan mentah, dalam

satu hari hanya memerlukan waktu kurang lebih lima jam untuk

mempersiapkan serta menjual ke pasar, sedangkan sisa waktu yang ada

dipergunakan untuk mengurus rumah tangga, sawah, tegalan, dan sebagainya.

Namun demikian, walaupun waktu yang mereka pergunakan banyak tersita

untuk mengurus kesemua aktivitas tersebut, tetapi mereka tetap menempatkan

suami dan anak sebagai prioritas utama dalam pencurahan waktu, kemudian

barulah dagangan dan lainnya. Dengan demikian, waktu yang mereka miliki

lebih mereka utamakan untuk keluarga, karena kesemua aktivitas tersebut bagi

mereka hanya merupakan aktivitas sampingan dalam rumah tangga. Hal inilah

yang membuat mereka terlihat berbeda dibanding wanita biasa lainnya

(ibu-ibu rumah tangga lain yang tidak bekerja sebagai bakul), karena walaupun

mereka memiliki aktivitas yang bermacam- macam namun kesemua aktivitas

(59)

Menurutnya, walaupun berjualan dapat memberikan penghasilan

yang lumayan, namun tidak boleh meninggalkan tugasnya untuk selalu

mengurus suami dan anak. Jadi setiap selesai berj

Gambar

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk yang mempunyai mata

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Humas PT PLN (Persero) APJ Surakarta dalam Menjalin Hubungan Baik dengan Pelanggan melalui Media Radio. Metode penelitian

Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa

Formula Fitosom dan Liposom Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galangal) sebagai Antitusif DEPKUMHAM RI Telah didaftarkan,. Nomor Reg

Pada Gambar 4.5 merupakan System flow proses persetujuan perijinan siswa yang dimulai dari administrator yang melakukan login ke dalam.. Gambar 4.4 System Flow

Kepuasan Kerja dengan Motivasi Kader dalam Pelaksanaan Posyandu Balita. di Desa Kembaran Kecamatan Kembaran

Untuk menghitung sample dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin Husein Umar,2003:141 yaitu sebagai berikut: Rifqi Satria Gilang Pamungkas, 2013 Upaya Meningkatkan Keputusan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Temperatur likuifikasi, waktu fermentasi dan kandungan gula pada pati sorgum sangat mempengaruhi

Abstrak: Kinerja perawat merupakan tindakan yang dilakukan seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, dimana kinerja yang