DALAM RUMAH TANGGADAN PERDAGANGAN:
SEBUAH KAJIAN FOLKLOR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Oleh
Lusiana Rosarini
024114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iii
iv
* * * Janganlah hendaknya kamu kuatir dengan apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur .
(filipi 4:6) * * *
* * * Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat,supaya nyata bahw a
kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah,
bukan dari diri kami. (2 Kor, 4-7)* * *
* * * Tidak ada kesulitan yang tak dapat dikalahkan oleh kasih yang dalam,… tak
peduli betapa besarnya kesulitan itu,
Betapa sirnanya harapan,
Betapa rumitnya masalah dan betapa besarnya kesalahan.
Maka kesadaran akan kasih yang dalam itu mampu menguraikan
Semuanya… (Elisabet Wisto)* * *
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini untuk :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang suci dan tak bernoda. Puji syukur atas limpahan berkatMu.
v
I a mengajariku membaca, memahami segala tanda Ia mengajariku menulis, mengungkapkan petualangan hidup I a membesarkanku dengan kasih sayang, menemukan cinta dalam hidup I a senantiasa mengatakan dengan diam, dan menjelaskan dengan perbuatan.
( Tunanganku tercinta, pemberi semangatku. Orang-orang terdekatku, yang selalu memahamiku )
Dengan kamu pijakanku terasa teguh Dengan kamu peganganku tergenggam erat
Dengan kamu sandaranku semakin kokoh Dengan kamu pula aku belajar tentang kesederhanaan,
Berpasrah diri dan memaknai hidup.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Tanggal, 22 Januari 2007
Penulis
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus, atas rahmat dan
karuniaNya yang melimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini.
1.
Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum, selaku dosen pembimbing I.
Terimakasih atas bimbingan, masukan, kesabaran, serta semangat yang
selama ini telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, selaku dosen pembimbing II. Terima kasih
atas
bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
3. Dr. Praptomo Baryadi I, M. Hum, Drs.P. Ari Subagyo, M. Hum, Drs .F.X
Santosa, Drs. Hery Antono, M. Hum , S.E. Peni Adji, S. S. M. Hum,
Dra. Tjandrasih, M. Hum. Terimakasih atas ilmu yang diberikan dan atas
jasa-jasanya dalam membimbing sebagai dosen Sastra Indonesia.
4. Staf sekertariat Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas bantuannya
dalam mengurus keperluan kuliah.
5. Staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas
viii
6. Orang tuaku terkasih, Bpk. Agustinus Suroto dan Ibu. Veronika. S.
Terimakasih atas pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang selama ini
diberikan yang tidak ternilai.
7. Kakakku tersayang, Petrus Fajar Santoadi, S.Pd, dan Maria Indah
Prihutami. Terimakasih atas dukungannya
8. Tunanganku tercinta, Albertus Lukman. Terimakasih karena selalu ada di
setiap waktu, dan selalu memberi dukungan.
9. Omku tersayang, Petrus Pardamean Tamba Tua, S.T. Terimakasih atas
nasehat dan motifasi ya ng diberikan kepada penulis, hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Bpk. Andi Alfian, Manajer PT. Semesta Prima Mandiri. Terimakasih atas
dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
11. Semua teman-temanku Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
angkatan 2002, dan teman-teman kos. Terima kasih atas persahabatan
yang terjalin baik dan kebersamaan yang indah.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca sekalian dan
dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Yogjakarta, 22 Januari 2007
Penulis
ix
ABSTRAK
Rosarini, Lusiana. 2006. Tradisi HidupWanita
Bakul
dalam Rumah Tangga dan
Perdagangan: di Desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatra Selatan: Sebuah
Kajian Folklor. Skripsi Strata I (S-I). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan
Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini membahas tentang Tradisi Hidup Wanita
Bakul
dalam Rumah
Tangga dan Perdagangan : di desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatra Selatan:
sebuah Kajian Folklor. Studi ini memiliki dua tujuan, yakni (1) mendeskripsikan
tradisi hidup wanita
bakul
dalam rumah tangga di desa Sumber Bahagia, Baturaja
Sumatera Selatan. (2) menjelaskan tradisi hidup wanita
bakul
dalam perdagangan di
Desa Sumber Bahagia, Baturaja Sumatera Selatan.
Studi ini menggunakan pendekatan folklor. Kerangka teori yamg digunakan
dalam studi ini adalah folklor dan kajian etnografis. Penelitian ini menggunakan tiga
teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi, kepustakaan, dan wawancara
mendalam.
x
ABSTRACT
Rosarini, Lusiana, 2006. Living strategy of Woman Vendor in Household and
Trade in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South Sumatra
Province: a Folklore Study. Thesis Strata I . Indonesian Letter Study Program,
Letter Department, Sanata Dharma University.
The research studies about living strategy of women seller in household and
trade Trade in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South Suma tra Province:
a Folklore Study.The purposes of this study are (1) describing living strategy of
woman seller in household in Sumber Bahagia Village, District of Baturaja, South
Sumatra Province. (2) describing trade living strategy of woman seller in Sumber
Bahagia Village, District of Baturaja, South Sumatra Province.
The research use folklore approach. Main Theoretical frame used in this study
was folklore and ethnographical approach. Researcher used three methods of data
collection: observation, deep interview, and documentation.
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PENGESAHAN ...
ii
MOTTO ...
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
v
KATA PENGANTAR ...
vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRAC...
ix
DAFTAR TABEL ...
x
DAFTAR ISI ...
xi
BAB I PENDAHULUAN...
1
1.1 Latar Belakang Masalah ...
1
1.2 Rumusan Masalah...
6
1.3 Tujuan Penelitian...
6
1.4 Manfaat Penelitian...
7
1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori...
7
1.5.1 Tinjauan Pustaka...
7
1.5.2 Landasan Teori ...
8
1.5.2.1 Folklor dan Kajian Etnografis ...
8
1.5.2.2 Folklor Wanita
Bakul
...
13
1.6 Metodologi Penelitian...
18
1.6.1 Pendekatan...
18
1.6.2 Metode ...
18
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ...
19
1.6.3.1 Observasi ...
19
xiii
1.6.3.3 Kepustakaan...
20
1.7 Sumber Data ...
20
1.8 Sistematika Penyajian...
20
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...
22
2.1 Lokasi Penelitian ...
22
2.1.1 Letak dan Keadaan Alam...
22
2.1.2 Penduduk dan Keadaan Sosial Keadaan Ekonomi ...
24
2.1.3 Pasar Pucok ...
29
2.2 Karakteristik Wanita Bakul ...
34
2.3 Rangkuman...
37
BAB III TRADISI HIDUP WANITA BAKUL DALAM
RUMAH TANGGA ...
38
3.1 Struktur Rumah Tangga ...
38
3.2 Aktivitas Rumah Tangga ...
39
3.3 Alokasi Waktu ...
42
3.4 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga ...
44
3.5 Strategi Rumah Tangga ...
47
3.6 Pendidikan Anak...
52
3.7 Rangkuman...
52
BAB IV TRADISI HIDUP WANITA BAKUL DALAM
PERDAGANGAN ...
55
4.1 Usaha Dagang ...
55
4.1.1 Latar Belakang Memilih Jenis Barang Dagangan...
55
4.1.2 Pengadaan Barang...
59
4.1.3 Pemasaran...
62
xiv
4.2.1 Ibu Joyo ...
65
4.2.2 Ibu Daonah...
68
4.2.3 Ibu Roidah...
72
4.2.4 Ibu Wastini ...
74
4.2.5 Ibu Otang...
78
4.2.6 Ibu Tarso ...
79
4.3 Rangkuman...
82
BAB V PENUTUP ...
84
5.1 Kesimpulan...
84
5.2 Saran...
85
DAFTAR PUSTAKA ...
86
1
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang banyak dihadapkan
pada berbagai masalah pembangunan, termasuk usaha untuk mencapai
pemerataan pembangunan. Seperti di negara yang sedang berkembang
lainnya, pada saat ini Indonesia juga merupakan negara yang sedang
mengadakan modernisasi di segala bidang atau segala aspek kehidupan.
Modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya
merupakan perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu
perencanaan, yang biasanya dinamakan “Social Planning”
(Soekanto,1977:273). Di Indonesia, modernisasi terutama ditekankan pada
sektor pertanian, karena modernisasi pertanian tidak hanya menyangkut
masalah peningkatan produksi, tetapi juga secara langsung menyangkut
sumber daya manusia yaitu petani dan penduduk pedesaan.
Modernisasi dalam bidang pertanian yang lebih dikenal dengan
sebutan “Revolusi Hijau”, ternyata mempunyai dampak yang sangat besar
terhadap pertanian dan pedesaan pada umumnya; terutama dalam menghadapi
peluang kesempatan kerja di pedesaan. Artinya bahwa dengan adanya
“Revolusi Hijau” mengakibatkan besarnya angkatan kerja yang ada di
pedesaan menjadi tidak seimbang dengan peluang kerja baru yang ada. Hal ini
pertanian mulai diterapkan oleh pemerintah, banyak tenaga kerja wanita yang
terserap dalam sektor pertanian mulai dari masa menanam sampai masa panen.
Namun dengan adanya modernisasi dalam bidang pertanian, menyebabkan
partisipasi wanita pedesaan dalam sektor perta nian menjadi berkurang. Proses
perubahan tersebut mengakibatkan peranan mereka dalam sektor pertanian
menjadi menurun sehingga sumbangan untuk mencukupi kebutuhan mereka di
dalam rumah tangga pun menjadi menurun pula.
Pembangunan pertanian yang pada mulanya bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas pertanian dengan penggunaan teknologi moderen
yang bersifat efisien baik dalam pengolahan maupun tenaga kerja, ternyata
sangat berpengaruh pada penciptaan kesempatan kerja di pedesaan bahkan
mengakibatkan turunnya tingkat pendapatan sebagian penduduk pedesaan. Hal
inilah yang mengakibatkan banyak petani kemudian mencari pekerjaan lain di
luar sektor pertanian, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Demikian
juga halnya kaum wanita yang kemudian ikut membantu memenuhi
kebutuhan rumah tangga, dengan melakukan aktivitas kerja di luar sektor
pertanian.
Wanita sebenarnya merupakan sumber daya yang tidak kalah
pentingnya dengan pria. Mereka memberi sumbangan yang besar bagi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan rumah tangga serta masyarakat
(Kodiran dan Hudayana,1990:1). Pada kenyataannya wanita mempunyai
makanan, mengatur keuangan, sebagai orientasi sosialisasi anak-anak, maupun
dalam melekatkan hubungan dengan keluarga lain yang sekerabat.
Namun di sisi lain, Budiman (1985:29) beranggapan bahwa
sebenarnya pekerjaan wanita di dalam rumah tangga dianggap tidak
mempunyai nilai pasar, tidak mempunyai nilai tukar, meskipun pekerjaan itu
berguna. Pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga dianggap sebagai
pekerjaan ‘demi cinta’ oleh karena itu gratis.
Dengan me lihat pandangan tersebut, terdapat pertentangan dalam
melihat peranan wanita dalam rumah tangga. Penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga terdapat pembagian kerja antara
pria dan wanita dengan tujuan agar tercapai keselarasan. Itulah kehidupan
sehari- hari para wanita bakul yang berbeda dengan kehidupan orang-orang
pada umumnya yang bukan berprofesi sebagai wanita bakul. Tradis i hidup
(living strategy) atau dapat disebut juga dengan kebiasaan maupun rutinitas
kehidupa n sehari-hari para wanita bakul, memiliki ciri khas yang berbeda
yang dapat kita lihat juga sebagai ciri utama yang membedakannya dengan
wanita yang lain, yaitu para wanita yang berprofe si di luar bakul.
Masyarakat di desa Sumber Bahagia khususnya mereka yang bekerja
sebagai bakul pemba gian kerja tidak didasarkan pada jenis kelamin, tetapi
berdasarkan kemampuan dan kesempatan dari masing- masing (pria dan
wanita) dalam memperoleh sumber penghasilan. Hal ini dikarenakan pada
masyarakat pedesaan tenaga kerja wanita dan anak-anak merupakan tenaga
bidang pertanian yang sudah sangat sulit bagi kaum wanita untuk dapat
memperoleh sumber penghasilan. Wanita -wanita tersebut kebanyakan
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya di luar pertanian, seperti
bekerja pada industri kecil ataupun berdagang secara kecil-kecilan yang secara
populasi dikenal sebagai bakul kecil. Bakul merupakan aktivitas perdagangan
yang paling banyak diminati dan dilakukan oleh kaum wanita di pedesaan.
Oleh karena itu, keterlibatan wanita desa dalam perdagangan di pasar
sangatlah tinggi.
Di Baturaja, mereka yang bekerja sebagai bakul kecil atau berdagang
kecil-kecilan di rumah kebanyakan adalah kaum wanita. Para wanita bakul
tersebut berjualan sayuran, buah-buahan (yang sebagian d ipetik dari
pekarangan sendiri), makanan kecil (jajanan), dan tempe (produksi lokal).
Dari hasil berjualan, para wanita tersebut dapat sedikit membantu memenuhi
kebutuhan harian rumah tangga.
Dari sudut pandang folklor, dapat disebutkan bahwa wanita bakul di
desa Sumber Bahagia merupakan sebuah folk tersendiri yang memiliki tradisi
dan kebiasaan tersendiri pula. Aktivitas hidup para wanita bakul memiliki ciri
khas tersendiri yang dapat dijadikan pembeda dengan aktivitas dan rutinitas
hidup wanita-wanita lain di luar yang tidak berperan sebagai bakul. Ciri yang
khas itu dapat di lihat dari peran mereka, yaitu bahwa Wanita Bakul memiliki
wewenang atau otoritas penuh dalam pengambilan keputusan, yang berbeda
dengan ibu-ibu rumah tangga biasa, yaitu pengambilan keputusan dalam
menikah dengan orang-oarang timur, disana wanita benar-benar tidak
memiliki wewenang apa-apa, semua keputusan ada di tangan suami karena,
bagi mereka wanita yang sudah dinikahi sama dengan sudah di beli dan
mereka merasa membelinya dengan mahal maka peran istri hanyalah
mengurus urusan rumah tangga saja, dan semua yang diluar urusan rumah
tangga merupakan urusan suami. Begitu pula dalam hal pengambilan
keputusan, istri tidak memiliki wewenang apa-apa karena, semua keputusan
ada di tangan suami. Itulah yang menjadi pembeda atau ciri khas dari Wanita
Bakul dengan wanita-wanita lain di luar bakul.
Aktivitas atau rutinitas hidup itu dapat juga disebut dengan sebua h
tradisi, yaitu tradisi wanita bakul yang memiliki ciri tertentu. Tradisi hidup
(living strategy) juga dapat diartikan sebagai kebiasaan atau rutinitas yang
dilakukan, dan di sini dimaksutkan sebagai pembeda yang membedakan
rutinitas kegiatan sehari-hari wanita bakul dengan wanita-wanita lain yang
bekerja di luar sektor perdagangan atau disebut dengan istilah bakul.
Sebuah kajian yang menda lam mengenai folklor wanita bakul di
sebuah lokasi tertentu dapat membantu kita memahami secara mendalam
peran ganda yang mereka jalankan, baik dalam sektor publik (perdagangan)
maupun sektor domestik (rumah tangga). Kajian semacam ini akan
bermanfaat pula bagi yang ingin mengkaji tentang studi wanita, khususnya
hal yang menyangkut isu kesetaraan gender.
Dengan melihat uraian latar belakang tersebut, tampaknya peranan
wanita bakul sangatlah kompleks. Wanita tidak hanya berperan sebagai ib u
rumah tangga, tetapi juga memerankan berbagai peran lain, baik sosial
maupun ekonomi yang seimbang sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang ada. Demikian pula dengan wanita pada masyarakat petani di desa
Sumber Bahagia. Bertitik tolak dari uraian tersebut, muncul pertanyaan yang
akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1.2.1 Bagaimana tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam
kehidupa n rumah tangga?
1.2.2 Bagaimana tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam
aktivitas perdagangan?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menggambarkan
tentang
1.3.1 Tradisi hidup hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam
kehidupan rumah tangga.
1.3.2 Tradisi hidup wanita bakul di desa Sumber Bahagia dalam aktivitas
perdagangan.
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dalam beberapa hal,
diantaranya yaitu :
1.4.1 Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya wawasan, terutama
dalam bidang kebudayaan ataupun folklor.
1.4.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan
penelitian baru di bidang folklor ataupun kebudayaan yang lain.
1.4.3 Penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan penelitian atau kajian
tentang kesetaraan gender, da lam bidang studi wanita.
1.5. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka
Abdullah (1986:28) dalam artikel yang berjudul “Strategi Ekonomi
Pedagang Kaki Lima, kasus-kasus orang Minang di Malioboro Yogyakarta”,
membahas tentang bagaimana orang-orang Minang yang berjualan di
Malioboro Yogyakarta menghadapi tantangan untuk hidup dengan jalan
berjualan di kaki lima, serta strategi ekonomi yang mereka guna kan,
bagaimana mereka tetap dapat makan untuk menyambung hidup serta
menyisakan uang untuk berjualan supaya dapat memperoleh uang dan
memenuhi kebutuhan hidup yang lain.
Elip (1986:9-10) dalam artikel yang berjudul ”Peranan Wanita Jawa
pada Masyarakat Jawa”, membahas tentang bagaimana para wanita Jawa ikut
ambil bagian dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, yang
mendapatkan pekerjaan tetap untuk memperoleh penghasilan tetap sebagai
pemenuhan kebutuhan ekonomi tersebut.
Tinjauan yang secara khusus membahas tentang Tradisi Hidup Wanita
Bakul di Desa Sumber Bahagia belum pernah dilakukan, maka peneliti tertarik
untuk menelitinya. Dalam penelitian yang meneliti tentang Strategi Hidup
Wanita Bakul ini membahas tentang bagaimana strategi hidup yang mereka
jalankan untuk pemenuhan segala kebutuhan, dan bagaimana peran Wanita
Bakul tersebut dalam rumah tangga yang berhubungan dengan hal
pengambilan keputusan, yaitu peran istri yang lebih dominan dibanding peran
suami.
1.5.2 Landasan Teori
1.5.2.1 Folklor dan Kajian Etnografis
Teori folklor digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini
. Sesuai dengan apa yang menjadi objek, akan diungkapkan tentang
folklor wanita bakul. Menurut Dundes (Danandjaja,1998:53) via
Endraswara folk adalah kelompok orang yang memiliki ciri-ciri
pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan
dari kelompok yang lainnya. Ciri fisik, antara lain berwujud warna
kulit. Ciri lain yang tidak kalah pentingnya adalah mereka memiliki
tradisi tertentu yang telah turun-temurun. Trad isi inilah yang sering
dinamakan lore. Folklor memiliki ragam yang bermacam-macam.
unsur-unsur folklor. Misalnya saja menurut Bascom, folklor terdiri
dari: budaya material, organisasi, dan religi (Endraswara, 2006: 217).
Kelompok wanita bakul merupakan folk yang realistis,
mereka memiliki tradisi hidup yang berbeda, perbedaannya adalah
terletak pada peran mereka dalam hal pengambilan keputusan.
Wanita bakul lebih dominan dalam hal penagmbilan kep utusan di
bandingkan suami, mereka memiliki otoritas itu karena, dalam
perekonomian keluarga wanita bakul memiliki penghasilan sendiri
yang sangat membantu kehidupan mereka, dan cenderung
penghasilan wanita bakul lebih besar dibandingkan penghasilan
suami, sehingga mereka tidak harus bergantung pada suami pada saat
mereka hendak memutuskan membeli sesuatu atau mengatur
perekonomian keluarga.
Folklor merupakan bagian kebudayaan suatu kolektif. Ada
beberapa bentuk folklor menurut Brunvand via Danandjaja (2002
21-22) yaitu: mentifact (folklor lisan), sociofact (folklor sebagian lisan),
dan artifact (folklor bukan lisan). Bentuk folklor yang termasuk
sastra lisan antara lain bahasa rakyat, ungkapan tradisional,
pertanyaan tradisional, puisi rakyat, dan cerita prosa rakyat. Bentuk
folklor sebagian lisan, seperti kepercayaan rakyat, te ater rakyat,
tradisi rit ual rakyat, dan adat istiadat, sedangkan folklor bukan lisan
biasanya akan lebih menarik bidang kajian lain, seperti arsitektur
mengaitkan folklor sebagai adat istiadat tradisional dan cerita rakyat
yang diwariskan turun- temurun tetapi tidak dibakukan. Bekerja
sebagai bakul merupakan sebuah pekerjaan sekaligus kenyataan
hidup yang turun-temurun diala mi oleh masyarakat kalangan bawah,
terutama yang berada di desa dan bekerja sebagai petani. Bakul
diartikan sebagai komunitas pedagang yang berjualan disuatu tempat
umum (pasar, pinggir jalan, emperan toko) tanpa menggunakan izin
usaha dari pemerintah, ata u pedagang yang hanya berjualan barang
dagangan tertentu dalam skala kecil-kecilan atau eceran
(Abdullah,1986:28). Jadi wanita bakul adalah wanita yang berjualan
dagangan tertentu dalam skala kecil atau eceran.
Wanita bakul disebut sebagai folklor karena, kelompok ini
memiliki ciri yang menonjol, baik dilihat dari pekerjaan, rutinitas
hidup, sosial, kebudayaan dan ciri fisik yang berbeda dengan
kelompok lain di luar bakul. Dari Pekerjaan mereka jelas sekali
terlihat bahwa para wanita itu bekerja sebagai bakul atau pedagang
kecil. Rutinitas hidup mereka adalah berdagang di pasar selain
mengurus segala urusan rumah tangga, yaitu mengurus suami dan
anak. Dalam hal sosial pun mereka tetap berperan, seperti
berorganisasi, membantu warga yang memerlukan bantuan, dan
lainnya yang berhubungan dengan kahidupan bermasyarakat mereka
tetap turut berperan di dalamnya. Dalam hal kebudayaan atau tradisi
tangga yang dominan dalam hal pengambilan keputusan. Wanita
bakul memiliki wewenang untuk memutuskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan keperluan rumah tangga dan mengurus segala
keperluan anak, baik keperluan sekolah maupun keperluan di rumah.
Dalam penelitian ini juga digunakan kajian etnografis. Model
etnografis adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan
sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa
kultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek
studi. Studi ini akan terkait bagaimana subjek berpikir, hidup, dan
berprilaku. Tentu saja perlu dipilih peristiwa yang unik yang jarang
teramati oleh kebanyakan orang. Penelitian etnografi adalah kegiatan
pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara
sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan
berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat, dan berbagai
peristiwa serta kejadian unik dari komunitas budaya yang menarik
perhatian (Endraswara, 2006: 207). Etnografi pada dasarnya lebih
memanfaatkan teknik pengumpulan data pengamatan. Hal ini sejalan
dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno
(bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Etnografi
merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami
cara orang-orang berinteraksi dan bekerja sama melalui fenomena
yang teramati dalam kehidupan sehari-hari (Endraswara, 2006: 208).
penduduk setemp at. Hal ini cukup bisa dipahami karena , melalui
etnografi akan mengangkat keberadaan senyatanya dari fenomena
budaya. Dengan demikian akan ditemukan makna dari tindakan
budaya suatu komunitas yang dideskripsikan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kajian etnografis
diartikan sebagai kajian yang dilakukan secara etnografi. Etnografi
sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indone sia diartikan sebagai
kajian deskripsi tentang kebudayaan suku bangsa yang hidup, atau
ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup
tersebar di muka bumi (KBBI, 1990:237). Kebudayaan masyarakat
yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
berada di Baturaja -Sumsel, khususnya di desa Sumber Bahagia.
Bahan-bahan penelitian etnografi berasal dari masyarakat yang
disusun secara deskriptif. Deskripsi etnografi menurut
Koentjaraningrat (1990:333) via Endraswara sudah baku, yaitu
bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, kesenian dan sistem religi.
Di dalam kehidupan manusia, setiap individu mempunyai
kemampuan untuk melakukan usaha sesuai dengan kemampuan yang
ada pada diri manusia itu dan segala sumber daya lain yang tersedia
dilingkungannya guna memenuhi kebutuhan. Namun setiap manusia
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda di dalam kehidupan
kelakuan yang berbeda-beda pula di dalam pemenuhan kebutuhan.
Oleh karena itu, dalam usaha memenuhi kebutuhannya, manusia
menggunakan kebudayaan yang dimilikinya sebagai kerangka
kesadaran. (Suparlan,1983:70).
1.5.2.2 Folklor Wanita Bakul
Kata folklor adalah pengindonesiaan dari kata inggris
folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata
dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki
ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat
dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal fisik itu
antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut
yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf
pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun, yang lebih
penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni
kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua
generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Di samping
itu yang paling penting adalah bahwa mereka sadar akan identitas
kelompok mereka sendiri (Danandjaja, 2002:1-2)
Dari uraian di atas bila dikaitkan dengan kehidupan para
wanita bakul yang ada saat ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
wanita bakul merupakan sebuah folk tersendiri, karena mereka
memiliki kekhasan tersendiri, yaitu mereka hidup dalam aktivitas
Kesamaan yang paling menonjol adalah mereka memiliki mata
pencaharian yang sama, yaitu berdagang eceran di pasar maupun di
rumah yang dikenal dengan sebutan wanita bakul. Kesamaan lain
dari para wa nita bakul tersebut adalah bahasa yang mereka gunakan
cenderung sama, untuk konteks bahasa Jawa, sesuai dengan asal
mereka yang mayoritas datang dari Pulau Jawa. Selain itu, para
wanita bakul tersebut taraf pendidikannya tidaklah berbeda jauh
antara satu dengan yang lainnya yaitu SD dan maksimal SMP, begitu
pula dengan agama yang mereka anut, mereka mayoritas beragama
islam.
Dari sekian banyak ciri khas tersebut, dalam kehidupan
rumah tangga sehari-hari pun mereka memiliki rutinitas. Para wanita
bakul tersebut memiliki aktivitas lain selain berdagang, mereka
meiliki kelompok arisan khusus para pedagang, yang lazim
digolongkan sebagai lembaga berciri sosial dan ekonomi, para
wanita bakul yang terlibat dalam kelompok arisan memperoleh
manfaat dari lembaga itu. Jelas bahwa keterlibatan dalam kelompok
arisan ini merupakan bagian dari cara hidup dan strategi yang paling
menonjol di sektor non-produksi. Selain itu juga ada kelompok
pengajian (doa merangkap arisan) yang merupakan contoh lembaga
yang mencoba memad ukan tujuan sosial (keagamaan) dan ekonomi.
masih memperoleh manfaat ekonomi (dari arisan), sebagai
kompensasi waktu yang disisihkan untuk mengaji atau berdoa.
Manfaat yang diperoleh dari kelompok arisan ataupun
kelompok pengajian (doa merangkap arisan), umumnya berkenaan
dengan terbukanya kemungkinan untuk membiayai kebutuhan yang
memerlukan biaya agak besar. Penerimaan dari arisan itu lazimnya
dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan yang cukup besar, misalnya
untuk biaya sekolah anak, ataupun untuk modal yang lainnya. Selain
itu juga ada perkumpulan kematian, perkumpulan tersebut
merupakan lembaga yang bertujuan sosial, yaitu membantu anggota
yang mengalami kemalangan. Jadi manfaat yang diperoleh sebagian
besar rumah tangga yang terlibat dalam lembaga itu terutama adalah
kebersamaan atau solidaritas dalam wujud bantuan sosial.
Bagi anggota perkumpulan, bantuan sosial itu membawa
implikasi yang sangat berarti, yaitu keringanan beban yang
diperlukan untuk ritus kemalangan. Dengan demikian dapat
dipahami jika ada rumah tangga yang merasa memperoleh manfaat
dari perkumpulan tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa folklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan
turun temurun, serta memiliki ciri khas. Dari ciri yang ada,
penelitian ini difokuskan pada folk wanita bakul yang berada di
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya untuk
mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan
(Suparlan,1983:67). Di samping itu, sebenarnya sistem pengetahuan
yang ada di dalam kebudayaan suatu masyarakat juga berkaitan
dengan masalah peranan wanita, dan hal ini akan tampak dalam
pola-pola tingkah laku dalam berbagai aktivitas yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga tersebut (Elip,1985:9).
Begitu pula dengan apa yang terjadi pada wanita-wanita bakul
tersebut, dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya,
mereka mengatur perilaku serta mengikuti aturan-aturan yang ada,
yang berlaku dalam sistem perdagangan di pasar, dan pengetahuan
ini kemudian dijadikan pegangan mereka di dalam melakukan
perdagangan di pasar.
Pasar pada hakikatnya merupakan tempat para penjual dan
pembeli saling bertemu, dan tempat yang menyediakan barang serta
jasa untuk dijual belikan sehingga terjadi perpindahan hak milik.
Adapun bakul merupakan salah satu bagian dalam proses
perdagangan, yaitu sebagai perantara atau orang yang menjual atau
menyampaikan barang ke konsumen. Dengan demikian, bakul juga
merupakan salah satu basis dalam perdagangan ekonomi, karena
dalam arti bahwa melalui bakul ini akan terjadi hubungan timbal
balik serta saling ketergantungan antara kedua belah pihak.
Untuk memahami pasar dapat dilihat dari tiga sudut pandang,
yaitu pasar sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu,
kemudian pasar sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk
memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut, dan ketiga
pasar sebagai sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme itu
tertanam(Geertz,1977:31).
Oleh karena itu, pasar sebagai arus barang dan jasa merupakan tempat yang memungkinkan bagi para wanita bakul
untuk mendapatkan peluang penghasilan karena, di tempat ini
mereka dapat memperoleh pekerjaan yaitu sebagai bakul kecil. Pasar
selain sebagai mekanisme yang menunjang kehidupan setiap orang,
juga merupakan tempat berkumpulnya bermacam-macam pedagang
baik pedagang besar, kecil, maupun menengah yang kesemuanya itu
berdasarkan besar kecilnya usaha yang dilakukan. Masing- masing
bakul tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda pula di dalam
kehidupan rumah tangganya. Namun di antara bakul-bakul tersebut,
peranan bakul kecil yang paling banyak berpengaruh di dalam
kehidupan rumah tangga karena, kebanyakan dari mereka adalah
wanita yang berasal dari masyarakat golongan bawah.
Keterlibatan wanita dalam perdagangan di desa, ternyata
wanita karena , wanita mempunyai sifat telaten dan luwes dalam
aktivitas tawar-menawar yang merupakan unsur pokok dalam
perdagangan.
1.6 Metodologi Pe nelitian 1.6.1 Pendekatan
Penelitian yang akan membahas tentang wanita bakul ini
menggunakan pendekatan folklore dengan menggunakan kajian
etnografis dan folklore wanita bakul sebagai objeknya.
1.6.2 Metode
Untuk mengumpulkan data di lapangan, penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan
observasi atau terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan
mencatat gejala sosial serta tradisi atau cara hidup sehari- hari wanita
bakul yang ditemui di lapangan atau bisa disebut juga sebagai metode
penelitian di kampung. Selain observasi, juga dilakukan wawancara
tersetruktur dengan kepala kampung, pemuka adat, dan beberapa
informan kunci lainnya. Studi kasus ini juga menggunakan metode
wawancara mendalam terhadap responden, sedangkan terhadap informan
dilakukan wawancara bebas sebagai pelengkap data dari para responden.
Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dipakai adalah populasi dan
umumnya, sedangkan sampelnya dikususkan pada masyarakat yang
tinggal di desa Sumber Bahagia, khususnya wanita bakul.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data 1.6.3.1 Observasi
Observasi menghasilkan deskripsi yang khusus tentang apa
yang telah terjadi (Komaruddin,1974:97). Cara ini digunakan untuk
mendukung wawancara. Dengan cara ini dapat diperoleh gambaran
tentang bagaimana tradisi hidup wanita bakul. Cara ini akan menambah
kelengkapan data hasil wawancara.
1.6.3.2 Wawancara
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi.
Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan wawancara,
dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung
kepada responden. Wawancara merupakan salah satu bagian yang
penting dari setiap survei. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan
informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung
kepada responden. Dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh
beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.
Faktor-faktor tersebut adalah : pewawancara, responden, topik penelitian
yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.
1.6.3.3Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
dan lain sebagainya. (Arikunto,1993:234). Teknik kepustakaan
dipergunakan untuk mendapatkan data yang konkret.
1.7 Sumber Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
populasi dan sampel. Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu
objek yang mer upakan perhatian peneliti (Kountour , 2003:137-138). Dalam
penelitian ini populasinya adalah wanita bakul yang tinggal (menetap) di desa
Sumber Bahagia, sedangkan sampelnya adalah 6 orang wanita bakul yang
dipilih secara acak.
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi
pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan perihal latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
landasan teori dan tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penyajian. Bab II berisi tentang gambaran umum daerah penelitian. Bab III
tangga . Bab IV berisi tentang tradisi hidup wanita bakul dalam aktivitas
22
Gambaran umum daerah penelitian ini akan membahas tiga hal pokok,
yakni:(1) Lokasi penelitian. (2) Gambaran tentang Pasar Pucok, (3) Karakteristik
wanita bakul. Pada setiap bab akan di beri sedikit rangkuman dari keseluruhan isi,
supaya dapat dipahami secara mendalam sebelum mengkaji permasalahan
berikutnya. Kemudian pada bagian ke empat berisi rangkuman tentang tradisi
hidup wanita bakul dalam aktivitas rumah tangga dan perdagangan kususnya
masyarakat Baturaja yang berdomisili di desa Sumber Bahagia.
2.1 Lokasi Penelitian
2.1.1 Letak dan Keadaan Alam
Desa Sumber Bahagia adalah salah satu dari beberapa desa yang
berada di Kecamatan Peninjauan, Kabupaten Baturaja (OKU Induk-
SUMSEL). Desa Sumber Bahagia terletak di bagian timur Kecamatan
Peninjauan dengan jarak sekitar 20 km dari kantor camat peninjauan atau
sekitar 23 km ke arah timur dari batas kota Kabupaten Baturaja.
Wilayah desa Sumber Bahagia secara administratif berbatasan dengan
Desa Mandi Angin di sebelah barat, dengan desa Gunung Meraksa di
sebelah timur. Jalan utama menuju ke desa Sumber Bahagia adalah Jalan
Lintas Baturaja- Palembang. Desa Sumber Bahagia ada karena sekitar 25
datang ke Sumatera untuk mendapatkan lahan dan pekerjaan dengan
cuma-cuma. Dari sekian banyak transmigran yang datang dari Pulau
Jawa, kurang lebih 100 kepala keluarga ditempatkan di desa tersebut,
yang sekarang ini dikenal dengan Desa Sumber Bahagia oleh
masyarakat setempat.
Desa Sumber Bahagia sebagai salah satu desa yang terletak di
pinggir kota, merupakan desa yang masih mempunyai lahan sawah dan
tegal serta pekarangan yang cukup luas. Tanah yang ada tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan menanam berbagai
tanaman pangan dan juga karet sebagai sumber penghasilan yang cukup
dapat diandalkan untuk membantu memenuhi kebutuhan. Hal tersebut
mereka lakukan karena, potensi tanah di daerah ini sangat baik dan
subur. Berdasarkan data monografi, wilayah desa Sumber Bahagia seluas
42,4928 ha, yang terbagi atas beberapa bagian, di antaranya yaitu: lahan
sawah dengan luas 15,2200 ha (35,82%), tegal 9,6330 ha (22,67%),
pekarangan 9,7275 ha (22,9%), dan selebihnya seluas 7,0098 ha (16,5%)
sebagai tempat pemukiman, sisanya 0,9025 ha (2,12%) merupakan tanah
lain-lain (lapangan, jalan, kuburan, dan lain-lain). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa sebagian wilayah Desa ini terdiri dari tanah
pertanian.
Pertanian di daerah penelitian baik, walaupun tidak cukup
mengandung air, namun masyarakat dapat menyiasatinya dengan cara
itu, potensi tanah di daerah ini sangat baik sebagai penunjang kehidupan
perekonomian masyarakat setempat. Selain itu, keadaan ini juga
ditunjang oleh adanya sebuah jalan beraspal yang dilewati oleh
kendaraan umum, yaitu angkutan kota. Dengan adanya jalan yang baik
serta transportasi umum tersebut, sangat membantu kelancaran kegiatan
penduduk baik yang menyangkut bidang pertanian maupun non
pertanian. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut ternyata sangat
menunjang penduduk dalam mengembangkan perekonomian mereka.
2.1.2 Penduduk dan Keadaan Sosial Ekonomi
Desa Sumber Bahagia dihuni oleh 294 kk dengan jumlah 1,151
jiwa, yang terdiri atas 578 (50,22%) laki-laki dan 573 (49,78%)
perempuan, pada tahun 2006 (berdasarkan sensus RT dan RW Desa
Sumber Bahagia). Kompisisi penduduk menurut umur dapat dilihat secara
rinci pada tabel I berikut.
Tabel I
Kelompok Umur Jumlah %
0- 4 128 11,12
5- 9 109 9,47
10- 14 123 10,69
15- 60 752 65,33
60+ 39 3,39
Jumlah 1,151 100,00
Sumber data: Monogarfi tahun 2006 Desa Sumber Bahagia
Pada tabel 1 tersebut, terlihat bahwa penduduk yang berumur 15-
60 tahun merupakan kelompok terbesar, yaitu 65,33%. Adapun penduduk
yang berumur di bawah 15 tahun ( bayi dan anak-anak) sebesar 31,28%,
sedangkan yang berumur d i atas 60 tahun hanya sebesar 3,39%. Dengan
demikian, dari tabel tersebut terlihat bahwa Desa Sumber Bahagia
merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk usia produktif ( 15-
60 tahun ) yang cukup tinggi yaitu 65,33%.
Desa Sumber Bahagia selain mempunyai potensi alam, juga
mempunyai potensi penduduk yang sudah cukup baik. Hal tersebut
ditunjang oleh kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan, walau
pada kenyataannya usaha untuk pendidikan selalu terbentur oleh biaya
(76,5% penduduknya berpendidikan) dan untuk lebih jelasnya dapat
dilihat secara rinci pada tabel 2. Walaupun jarak yang ditempuh cukup
jauh untuk dapat sekolah kejenjang yang lebih tinggi, masyarakat Desa
yang jaraknya dekat, sedangkan SMP ataupun SMA hanya ada di kota.
Desa Sumber Bahagia belum memiliki SMP maupun SMA yang dapat
dijadikan sebagai sarana untuk menuntut ilmu, namun penduduk tetap
bersemangat dan berusaha keras. Tidak tersedianya sarana pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi tidaklah menyurutkan niat mereka untuk terus
menuntut ilmu karena, ilmu adalah hal yang sangat berharga dibandingkan
segala-galanya, kata mereka.
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah %
Blm/ tdk sekolah 370 30,46
SD 319 28,47
SMP 317 27,54
SMU 105 10,81
Sarjana Muda 17 1,16
Sarjana 23 1,56
Jumlah 1.151 100,00
Sumber data: Monografi tahun 2006 Desa Sumber Bahagia
Selain pendidikan, pembangunan di bidang lain di desa ini juga
berkembang, perkembangan ini kemudian mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi penduduk. Hal ini tampak dari masyarakat yang mencoba
membuka lahan pertanian lain, yaitu dengan menanam karet karena , karet
hasilnya, jadi kebanyakan petani karet rata -rata dikerjakan oleh kaum
laki-laki, sedangkan para perempuan atau ibu rumah tangga tetap dengan
usahanya sebagai wanita bakul baik di rumah maupun di pasar. Namun
demikian para perempuan juga tetap membantunya dalam hal perawatan,
karena walaupun tanaman berjangka waktu yang lama, karet merupakan
tabungan yang lumayan menjanjikan bagi hidup mereka. Tidak jarang
mereka juga membiayai anaknya dari hasil panen karet setiap bulannya.
Tabel 3
Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut
Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah %
Petani 254 52,92
Buruh 71 14,79
Karyawan/ Pegawai/ Guru 27 5,63
Pertukangan 18 3,75
Lain- lain 13 2,70
Jumlah 480 100,00
Sumber data: Monografi Tahun 2006 Desa sumber Bahagia
Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk yang mempunyai mata
pencaharian sebagai petani sebesar 254 orang atau (52,92%) merupakan
kelompok terbesar. Mereka rata-rata petani pemilik lahan sendiri.
Sementara itu penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang atau
bakul sebanyak 97 orang (20,21%) yang terdiri dari bakul kecil dan
pedagang warung. Adapun dari ke 97 orang pedagang tersebut, yang
paling banyak adalah mereka yang bekerja sebagai bakul cilik. Pada
umumnya mereka berjualan kebutuhan sehari- hari. Kemudian 71 orang
(14,79%) bekerja sebagai buruh ada yang bekerja sebagai buruh bangunan
dan tukang, tapi yang paling banyak mereka bekerja sebagai buruh di
perkebunan kelapa sawit baik milik pemerintah maupun milik usaha
perorangan atau kelompok. Mereka yang bekerja sebagai karyawan hanya
27 Orang (5,63%). Selebihnya 31orang (6,45%) adalah mereka yang
bekerja sebagai tukang maupun lain- lain. Mereka ya ng termasuk dalam
kelompok lain- lain diantaranya adalah pengusaha industri rumah tangga
Dengan melihat kondisi yang ada di Desa Sumber Bahagia ini
tampak bahwa penduduk di desa ini memiliki keinginan yang besar untuk
maju, baik dalam pendidikan, sistem mata pencaharian, perekonomian,
dan penghasilan, serta hal yang berhubungan dengan perkembangan
wilayah desa tersebut. Walaupun demikian, di dalam kehidupan
sehari-hari mereka mempertahankan sifat kegotong royongan yang merupakan
sifat khas yang dimiliki oleh masyarakat desa di Indonesia.
2.1.3 Pasar Pucok
Di dalam kehidupan sehari- hari, manusia memerlukan berbagai
macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut,
manusia memerlukan berbagai sarana maupun tempat, di antaranya
adalah pasar. Pasar merupakan tempat berbagai macam kebutuhan
sehari- hari rumah tangga tersedia. Selain itu, pasar juga merupakan
tempat para penjual dan pembeli saling bertemu untuk melakukan
kegiatan jual- beli, baik barang maupun jasa. Dengan demikian, pasar
muncul atau ada karena adanya kebutuhan manusia yang bermacam-
macam.
Pasar biasanya berada di persimpangan jalan atau tempat- tempat
yang strategis, dan juga sering kali mengambil nama dari tempat atau
daerah dimana pasar itu berada (Koentjaraningrat, 1984: 187). Demikian
pula dengan Pasar Pucok (Pucok merupakan nama pasar), pasar ini
berjualan sehari-hari. Pasar tersebut diberi nama Pasar Pucok oleh
penduduk setempat karena letak atau posisi pasar berada di tempat yang
berdataran tinggi, maka masyarakat setempat dan para pedagang yang
berjualan di pasar tersebut memberi nama Pasar Pucok. Mengapa diberi
nama Pucok dan menggunakan bahasa daerah? Pemberian nama
tersebut dilatarbe lakangi oleh penduduk setempat karena , mereka
mayoritas orang Sumatera (penduduk asli) dan bahasa yang mereka
gunakan adalah bahasa daerah, bahasa itu mereka sebut dengan istilah
Bahasa Ogan (bahasa ibu penduduk Baturaja asli). Nama Ogan sendiri
diambil dari nama sungai yang ada di Baturaja, yaitu sungai ogan. Kota
Baturaja pun memiliki cerita tersendiri. Konon ada orang tua (sesepuh)
yang setiap harinya mencari ikan di Sungai Ogan, pada saat mencari ikan
itulah orang tua tersebut melihat ada bongkahan batu yang amat sangat
besar dipinggir sungai. Orang tua tersebut terkejut dan menggumam
dengan bahasa ogan. “ besaknyo batu ini cak rajo bae, apo ini rajonyo
segalo batu” (artinya: besar sekali batu ini, seperti raja, apa ini rajanya
semua batu).
Setelah saat itu banyak orang yang mengetahuinya, dan orang
mengenalnya kota tersebut dengan nama Baturaja. Bongkahan batu itu
sekarang ini sudah tidak terlihat seiring dengan semakin banyaknya
masyarakat Baturaja yang sering datang ke Sungai, batu terebut habis
terkikis oleh masyarakat setempat yang bermata pencaharian mencari
karena semakin langkanya batu di sungai, yang telah habis diambil oleh
para pencari batu .
Di pasar inilah para bakul kecil yang berasal dari beberapa desa
yang berada di Baturaja berjualan atau melakukan transaksi. Selain
bertransaksi di pasar itu pula masyarakat banyak belajar dan banyak
mengetahui tentang dunia luar. Apa yang tidak mereka ketahui di rumah,
mereka ketahui di pasar, karena selain berjualan mereka juga
berinteraksi dengan orang-orang yang ada di pasar.
Awal mula berdirinya Pasar Pucok adalah karena adanya
kebutuhan masyarakat yang berada di Baturaja. Pasar ini sudah ada sejak
kira-kira tahun 1970 an. Pada waktu itu Pasar Pucok belum memiliki
bangunan yang bersifat permanen dengan los-los yang berjumlah
banyak, dan bakul-bakul yang ada pun hanya merupakan bakul-bakul
kecil yang menjual keperluan sehari-hari, meliputi sayuran, bumbu
dapur, buah-buahan dan sebagainya yang berasal dari hasil kebun
sendiri, namun dari waktu-kewaktu Pasar Pucok mengalami kemajuan,
dari sarana -prasarananya sampai pada pedagangnya. Hingga pada tahun
1993 pasar yang sudah semakin maju dan ramai penduduknya karena,
penduduk Baturaja pun sudah semakin banyak dan dari semua desa yang
ada rata -rata datang kepasar tersebut. Pasar Pucok kebakaran dan
semuanya terbakar habis, dan kegitan jual beli pun sempat macet dan
direnovasi. Akhirnya pasar pun direnovasi dan menjadi lebih bagus serta
rapi hingga saat ini.
Adapun sejarah munculnya Pasar Pucok ini bermula dari
seseorang yang berasal dari desa Kampung Baru yang berjualan di
pinggir jalan. Pada waktu itu, dia hanya menjual sayuran dan
buah-buahan yang merupakan hasil pertanian setempat. Hal ini kemudian
diikuti oleh orang lain, dan lama -kelamaan tempat tersebut menjadi
ramai oleh penjual atau bakul yang tidak hanya berasal dari satu desa
saja. Namun kesemua bakul yang ada tersebut hanya merupakan bakul
kecil ( pedagang kecil). Dengan semakin banyaknya bakul yang
berjualan di tempat tersebut, mengakibatkan tempat yang ada dianggap
kurang memadai lagi. Setelah beberapa tahun ( kurang lebih 6 tahun).
Kemudian oleh pemerintah daerah Baturaja didirik an bangunan pasar
yang permanen yang bertempat di tempat semula, karena tempat yang
sudah ada dianggap tempat yang cukup strategis.
Sekarang dalam perkembangannya, Pasar P ucok merupakan
sebuah pasar yang pe rmanen, artinya pasar yang memiliki prasarana fisik
yang tetap. Bangunan fisik yang tersedia di Pasar Pucok berupa
kios-kios dan los-los. Kios-kios-kios tersebut disewa oleh mereka yang berjualan
agak besar dan mamp u. Sedangkan los- los yang ada dipakai oleh para
bakul, namun demikian ba nyak juga para bakul-bakul kecil yang menata
dagangannya di luar los, tapi di tempat yang sekiranya masih dapat
karung-karung bekas saja (di pinggir-pinggir bangunan induk ).
Bakul-bakul yang berjualan di pinggir-pinggir bangunan induk, biasanya
mereka dalam berjualan barang dagangannya hanya diletakkan di atas
tanah yang diberi alas ( di sebut bakul lesehan).
Berdasarkan tempat yang digunakan dalam menyajikan barang
dagangan para pedagang di pasar dibedakan atas dua golongan, yaitu
pedagang pasar dan pedagang kecil ( bakul cilik ). Pedagang pasar
adalah mereka yang menjual barang dagangannya pada tempat-tempat
yang telah ditetapkan sebagai tempat transaksi umum (los), sedangkan
pedagang kecil
( bakul cilik) adalah mereka yang berjualan di luar los. Pedagang yang
berasal dari desa Sumber Bahagia termasuk golongan yang kedua. Para
wanita bakul ini berjualan di Pasar Pucok karena di desa mereka (
Sumber Bahagia ) tidak ada pasar, adanya hanya kalangan saja.
Kalangan juga bisa disebut pasar, bedanya aktivitas yang sama dengan
pasar ini hanya bisa dinikmati se tiap hari minggu saja (satu kali dalam
seminggu).
Oleh karena itu mereka memilih berjualan ke Pasar Pucok.
Wanita bakul yang berjualan di pasar tersebut hanya menjual barang
dagangan dalam jumlah sedikit, baik yang berupa produksi sendiri
seperti tempe, jajanan, ataupun yang berasal dari kulakan ( membeli dari
orang lain untuk dijual lagi) seperti sayuran, bahan-bahan mentah dan
menghabiskan waktu sampai setengah hari. Mereka pulang apabila
dagangan yang dibawa terjual habis. Dengan demikian, mereka tidak
perlu seharian berada di pasar, sehingga mereka dapat mengurus rumah
tangga. Sebelum pulang terlebih dahulu mereka berbelanja kebutuhan
rumah tangga serta kebutuhan unutk persiapan perdagangan keesokan
harinya, khususnya bagi mereka yang berjualan makanan jadi.
Demikian sedikit gambaran tentang Pasar Pucok, yang
merupakan sebuah pasar dengan aktifitas perekonomian setiap hari, yaitu
dari pagi hingga siang hari dan jenis komoditas yang diperjualbelikan,
meliputi hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan (produksi lokal
seperti pisang, pepaya, nanas dan sebagainya), bumbu dapur dan
lain-lain. Setiap hari tidak kurang dari 300 orang pedaga ng yang melakukan
aktivitas di Pasar P ucok, dan ada sebagian dari para bakul-bakul kecil itu
berasal dari desa Sumber Bahagia .
2.2 Karakteristik Wanita Bakul
Peran wanita dalam ekonomi rumah tangga semakin penting sejalan
dengan menurunnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian desa. Hal
ini yang mendorong munculnya perdagangan berskala kecil karena,
perdagangan berskala kecil tidak mengikat wanita untuk terus menerus
berdagang sepanjang hari, sehingga peranannya di dalam rumah tangga tidak
terlalu terganggu. Di samping itu bidang perdagangan kecil-kecilan sangat
mudah dimasuki oleh siapa saja karena , tidak ada syarat tertentu, seperti
dipenuhi. Dengan demikian, keterlibatan wanita dalam perdagangan sangat
menguntungkan bagi rumah tangga petani, karena dengan begitu mereka dapat
membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga harian.
Sebagian besar bakul di Desa Sumber Bahagia adalah wanita, bahkan
mereka yang berjualan di Pasar Pucok kesemuanya adalah wanita. Kesemua
wanita ini merupakan bakul kecil karena , barang yang mereka perdagangkan
hanya dalam skala kecil ata u berjumlah sedikit. Bakul kecil itu terdiri dari
bakul lesehan, bakul los, bakul walik dasar dan bakul ider. Bakul lesehan
adalah mereka yang menjual dagangannya dengan cara menggelar alas ( terpal
ataupun karung) di tanah ( lesehan). Bakul los adalah mereka yang menjual
dagangannya di los-los pasar. Sedangkan bakul walik dasar adalah pedagang
yang memperoleh barang dagangan serta menjual barang dagangan di tempat
yang sama, dan bakul ider adalah pedagang yang menjalankan usahanya
hanya dengan cara berkeliling menjajakan barang dagangannya, baik hasil
pertanian maupun nonpertanian. (Kutanegara, 1989:13- 16)
Di Pasar Pucok, para wanita bakul yang berjualan pada umumnya
berusia antara 40- 60 tahun. Hal ini disebabkan karena mereka yang berusia
relatif muda cenderung memilih bekerja di bidang lain, seperti buruh di
perkebunan, pembantu rumah tangga di kota, penjaga toko di kota dan
pedagang pasar di kota. Para wanita bakul ini pada umumnya berpendidikan
rendah, bahkan ada pula yang tidak berpendidikan. Akan tetapi, mereka
menerapkan arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Meskipun para
mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berdagang,
karena menurut mereka keberhasilan dalam berdagang ditentukan oleh faktor
keberuntungan.
Di samping bekerja sebagai bakul, para wanita ini juga mempunyai
aktivitas lain sebagai kerja sampingan. Kerja sampingan adalah semua
pekerjaan yang dilakukan di luar aktivitas rumah tangga. Pekerjaan sampingan
tersebut meliputi sebagai buruh tani, buruh pembuat tempe, membantu suami
mengolah sawah, mencari kayu atau pun rumput, dan lain sebagainya. Namun,
walaupun mereka mempunyai aktivitas kerja yang bermacam- macam, tetapi
mereka tetap tidak melalaikan tugas utama mereka di dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, mereka berusaha mengatur waktu dengan sebaik -baiknya,
sehingga semua pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Bila
dilihat dari segi waktu yang mereka pergunakan, terkadang tidak seimbang
dengan penghasilan yang mereka peroleh. Namun bagi mereka, hal tersebut
tidaklah menjadi permasalahan, karena yang penting bagi mereka adalah
mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan. Di samping itu semua ini
juga tidak terlepas dari peranan atau keterlibatan suami di dalam aktivitas
mereka.
Dari beberapa suami responden, mereka mempunyai pekerjaan
berragam, ada yang bekerja sebagai petani, buruh dan ada juga yang nyambi
atau mempunyai pekerjaan sampingan sebagai tukang. Keterlibatan mereka
dalam aktivitas istri tampak pada saat mereka mempersiapkan barang
seperti membuat tempe. Misalnya membungkus tempe atau membantu
membuatkan biting ( alat penjepit bungkus tempe).
Dengan demikian, walaupun di antara suami dan istri masing- masing
mempunyai aktivitas kerja sendiri-sendiri, tetapi sebenarnya tidak dapat
bekerja secara terpisah. Contohnya, suami selain bertani seringkali juga ikut
membantu istri, dan istri pun selain mengurus anak, mengurus rumah dan
berdagang juga membantu suami mengolah sawah.
2.3 Rangkuman
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa peran wanita dalam proses
pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga semakin penting dan sangat
dibutuhkan untuk membantu suami yang dianggap sebagai kepala keluarga,
yang bertugas mencarikan nafk ah untuk anak dan istri mereka. Sudah jelas
mengapa kebanyakan para istri turut serta mencari nafkah. Alasannya adalah
karena , penghasilan yang diperoleh suami tidak tetap dan tidak mencukupi.
Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan, hal semacam itu bukanlah
sesuatu yang aneh. Seorang istri ikut mencari nafkah untuk keluarganya
merupakan hal yang sangat lumrah (biasa) karena , yang terpenting bagi
mereka adalah mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan. Berbeda
dengan keadaan masyarakat menengah ke atas. Walaupun mereka juga
bekerja, namun mereka bekerja bukan semata-mata untuk mencari nafkah dan
memenuhi kebutuhan rumah tangga karena, mereka memiliki suami yang
tidak jenuh dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Itulah yang
membedakan antara masyarakat petani didesa dengan masyarakat kalangan
menengah keatas. Sama -sama wanita dan sama -sama bekerja, tetapi peran
39
DALAM RUMAH TANGGA
3.1 Struktur Rumah Tangga
Di Desa Sumber Bahagia, antara suami dan istri dalam keluarga
mempunyai penghasilan yang tidak terlalu berbeda. Keduanya sama-sama
berusaha untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan rumah
tangga. Oleh karena itu, mereka berusaha melakukan berbagai kegiatan agar
kebutuhan rumah tangga tersebut dapat terpenuhi. Hal ini mereka lakukan
karena , pertanian yang mereka usahakan dianggap tidak lagi menjamin
stabilitas pendapatan rumah tangga mereka. Maka dari itulah banyak wanita
dari desa ini yang memilih bekerja di luar sektor pertanian. Namun, hal ini
ternyata tidak mengakibatkan terjadinya perubahan dalam keseimbangan kerja
antara suami dan istri dalam rumah tangga, walaupun keduanya sama-sama
melakukan aktivitas kerja. Hal tersebut karena antara keduanya sudah ada
pembagian kerja ataupun tugas dan tanggung jawab sesuai peranan
masing-masing, misalnya suami berperan dalam mengolah sawah atau mencari nafkah
dan istri mengurus rumah tangga, walaupun ia juga bekerja sebagai bakul.
Oleh karena itu, walaupun sibuk ia (istri) tetap harus bertanggung jawab
mengurus rumah tangga. Pembagian peran ataupun tanggung jawab tersebut,
yang mereka lakukan tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan rumah
tangga sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan struktur ekonomi keluarga dalam
rumah tangga pada tulisan ini adalah keadaan, hubungan, serta peranan suami
dan istri dalam keluarga bakul, yang berkaitan dengan pendapatan rumah
tangga mereka, karena masing- masing dari mereka melakukan suatu pekerjaan
untuk tujuan yang sama yaitu demi kepentingan rumah tangga. Oleh karena
itu, dalam tulisan ini akan diungkapkan tentang aktivitas rumah tangga,
pembagian waktu, serta peranan suami dan istri dalam rumah tangga dalam
hal pengambilan keputusan.
3.2 Aktivitas Rumah Tangga
Dalam kehidupan masyarakat di daerah penelitian, keterlibatan pihak
laki- laki dalam sektor pertanian sangat menonjol, sedangkan wanita banyak
terlibat dalam sektor non pertanian, yaitu perdagangan. Keterlibatan wanita
dalam perdagangan ternyata menghasilkan keuntungan bagi rumah tangga
mereka, karena dengan berdagang mereka dapat memberikan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan rumah tangga harian walaupun hasil yang diperoleh
terbatas.
Masyarakat desa pada umumnya secara normatif masih menganggap
bahwa peranan seorang wanita dalam rumah tangga adalah mengurus seluruh
kebutuhan anggota keluarga, sedangkan mencari nafkah merupakan urusan
kaum pria. Berbeda dengan masyarakat desa yang tinggal di daerah penelitian.
wanita (suami dan istri) di dalam rumah tangga. Semua aktivitas sebisa
mungkin dikerjakan bersama-sama, apa yang bisa dilakukan mereka kerjakan
tanpa harus menyinggung peran masing- masing. Oleh karena itu, walaupun
seorang istri ikut berperan dalam membantu perekonomian rumah tangga,
dengan melakukan aktivitas perekonomian di luar rumah, tetapi tanggung
jawab mereka tetap berkewajiban mengelola rumah tangga, karena kegiatan
rumah tangga secara rutin merupakan pekerjaan utama bagi wanita. Begitu
pula dengan laki-laki, mereka tetap membantu pekerjaan rumah walaupun
mereka sudah bekerja mencari nafkah.
Bagi wanita bakul yang ada di desa Sumber Bahagia, peranan
sebagai ibu rumah tangga merupakan peranan yang utama. Jadi semua
aktivitas kerja yang dilakukan di luar aktivitas rumah tangga bagi mereka
hanya merupakan aktivitas sampingan, meskipun usaha kecil-kecila n yang
mereka lakukan tersebut sebenarnya merupakan usaha yang sangat
menguntungkan, walaupun keuntungan yang diperoleh tidak tetap dan
terbatas. Namun bagi mereka bentuk keuntungan yang diperoleh tidaklah
selalu dalam bentuk uang, karena sisa berjualan ya ng tidak lak u dapat diolah
kembali di rumah. Hal seperti itu pun bagi mereka juga merupakan bentuk dari
keuntungan.
Aktivitas dalam rumah ta ngga sebagai aktivitas utama ibu-ibu tidak
pernah mereka lupakan, walaupun dalam keadaan sesibuk apa pun. Hal ini
terlihat pada waktu mereka sedang mempersiapkan barang-barang dagangan
Pada waktu mereka sibuk mengurus hal-hal tersebut, mereka selalu
menyisihkan waktu untuk mengurus rumah, mencuci, ataupun memasak,
bahkan mereka juga ke sawah ataupun ke ladang untuk ikut membantu
suaminya. Begitu pula setelah pulang dari berjualan, mereka kemudian
kembali mengurus urusan rumah tangga, dan tidak lupa juga mengurus
anak-anak mereka, mengawasi dan membantunya dalam belajar. Semua aktivitas
tersebut mereka lakukan dari pagi hingga malam. Oleh karenanya, mereka
sering kali harus dapat membagi pencurahan waktu baik untuk aktivitas rumah
tangga maupun di luar rumah tangga.
Para wanita bakul tersebut harus dapat membagi waktu, agar semua
peran dapat dijalankan dengan baik dan seimbang. Selain menjalankan
kewajiban dalam rumah tangga, mereka kadang-kadang juga masih harus
memenuhi kewajiban-kewajiban sosial sebagai anggota masyarakat desa
tempat di mana dia tinggal. Contohnya seperti: nyumbang (memberi
sumbangan kepada saudara atau tetangga yang mempunyai hajat, ataupun ada
acara lainnya) yang melibatkan semua warga kampung atau warga desa.
Dengan demikian terlihat bahwa aktivitas yang harus mereka lakukan
sangatlah banyak, sehingga mereka harus dapat membagi peran dengan
sebaik-baiknya. Selain aktivitas dalam rumah tangga, berjualan sebagai
aktivitas sampingan memang tidak rutin mereka lakukan, misalnya jika
mereka sedang memiliki keperluan seperti pada saat panen, tandur (tanam),
atau keperluan lainnya, mereka akan berhenti berjualan untuk sesaat. Namun
rumah tangga karena , selain dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan
sehari- hari, pendapatan dari berdagang ini juga memungkinkan bagi mereka
untuk memenuhi kewjiban-kewajiban sosial mereka di lingkungan
masyarakat. Di samping itu, dengan berdagang mereka juga memiliki
kekuatan atau wewenang untuk mengambil keputusan terutama dalam hal
memutuskan masalah kepentingan sehari- hari rumah tangga, seperti keputusan
dalam memberikan sumbangan, dalam mengelola urusan rumah tangga, serta
pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga dan sebagainya. Hal
seperti yang diungkapkan oleh salah seorang wanita bakul dari desa Sumber
Bahagia. Ia mengatakan bahwa aktivitas berjualan merupakan aktivitas
ekonomi yang sangat menguntungkan baginya, karena dengan berdagang
selain dapat membantu keperluan rumah tangga, ia juga dapat memperoleh
otonomi dalam mengelola rumah tangga. Misalnya, apabila ia ingin membeli
sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, maka ia
tidak perlu menunggu atau meminta uang dari suaminya. Begitu pula jika
anaknya meminta uang untuk jajan atau membeli kebutuhan sekolah, ia dapat
langsung memberikannya. Dengan demikian, adanya kekuatan dalam
memutuskan sesuatu kepentingan harian rumah tangga (otonomi) tersebut,
para wanita bakul tersebut dapat menunjukan peranan mereka yang sangat
penting dalam rumah tangga.
3.3 Alokasi Waktu
Di daerah penelitian, alokasi waktu yang digunakan oleh para wanita
dagangan yang mereka jual. Bagi bakul makanan, waktu yang mereka
butuhkan lebih banyak dalam kegiatan berjualan. Dalam satu hari mereka
memerlukan waktu kurang lebih delapan jam untuk mengurus kegiatan
berdagang, dan sisanya untuk mengurus aktivitas rumah tangga. Adapun
untuk bakul tempe, waktu yang mereka pergunakan untuk mengurus kegiatan
berdagang juga lebih banyak, karena untuk mengolah kedelai memerlukan
waktu yang cukup lama. Pengolahan tersebut dimulai dari mencuci, memasak,
sampai membungkus serta menjualnya, kurang lebih memerlukan waktu 10
jam setiap harinya.
Bagi mereka yang berjualan sayuran dan bahan-bahan mentah, dalam
satu hari hanya memerlukan waktu kurang lebih lima jam untuk
mempersiapkan serta menjual ke pasar, sedangkan sisa waktu yang ada
dipergunakan untuk mengurus rumah tangga, sawah, tegalan, dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun waktu yang mereka pergunakan banyak tersita
untuk mengurus kesemua aktivitas tersebut, tetapi mereka tetap menempatkan
suami dan anak sebagai prioritas utama dalam pencurahan waktu, kemudian
barulah dagangan dan lainnya. Dengan demikian, waktu yang mereka miliki
lebih mereka utamakan untuk keluarga, karena kesemua aktivitas tersebut bagi
mereka hanya merupakan aktivitas sampingan dalam rumah tangga. Hal inilah
yang membuat mereka terlihat berbeda dibanding wanita biasa lainnya
(ibu-ibu rumah tangga lain yang tidak bekerja sebagai bakul), karena walaupun
mereka memiliki aktivitas yang bermacam- macam namun kesemua aktivitas
Menurutnya, walaupun berjualan dapat memberikan penghasilan
yang lumayan, namun tidak boleh meninggalkan tugasnya untuk selalu
mengurus suami dan anak. Jadi setiap selesai berj