• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI

3. Pengajaran Problem-based Learning (PBL)

Pembelajaran Problem-based Learning (PBL) merupakan salah satu metode untuk menampilkan situasi dunia nyata yang signifikan, terkontekstual, dan memberikan sumber, bimbingan, dan petunjuk saat siswa mengembangkan isi pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah. Siswa bekerja sama untuk mempelajari isu suatu masalah dengan merancang suatu pemecahan masalah yang dapat dilakukan. Pembelajaran ini biasanya terjadi dalam kelompok diskusi kecil yang difasilitasi oleh guru. Pendekatan pembelajaran Problem-based Learning (PBL) merupakan salah satu pendekatan yang inovatif yang diterapkan dalam pembelajaran pengetahuan alam (IPA). “Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa dalam memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya” (Ratumanan cit. Trianto, 2007: 123).

commit to user

Pilar Celik (2011: 656) menyatakan bahwa pembelajaran Problem-Based

Learning (PBL) merupakan metode yang sesuai berdasarkan pada teori

konstruktivistik yang cukup efektif membantu siswa dalam memperoleh semua keterampilan. Berdasarkan teori konstruktivistik, pembelajaran terjadi dengan mengkonstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa. Hal terpenting dalam proses ini yaitu pengetahuan sebelumnya dan pengalaman setiap individu. Jika pengetahuan baru konsisten dengan pengetahuan awal siswa, pengetahuan dapat diasimilasi dengan mudah namun bila tidak konsisten maka dapat mempengaruhi belajar selanjutnya. Hal ini berpengaruh positif terhadap proses konstruksi pengetahuan siswa. Pada pembelajaran ini, masalah diberikan kepada siswa melalui perencanaan yang disusun secara realistis yang berisi petunjuk untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

a. Ciri-ciri Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Arends cit. Trianto (2007: 68) ciri-ciri pembelajaran Problem-Based memiliki lima ciri sebagai berikut: (1) pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau masalah yaitu pembelajaran yang bukan hanya mengorganisasi prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka memberikan situasi kehidupan yang asli (autentik), menghindari jawaban yang sederhana dan memungkinkan berbagai solusi pemecahan masalah. (2) fokus interdisiplin ilmu (berfokus kepada interdisiplin ilmu yang berkaitan) yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu tetapi pemecahan masalah dapat ditinjau dari berbagai ilmu

commit to user

pengetahuan, sebagai contoh masalah polusi di suatu daerah dapat dicari solusi dari mata pelajaran lain seperti biologi, ekonomi, dan sosiologi. (3) penyelidikan autentik yaitu pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan pemeriksaan autentik yang mencari pemecahan masalah nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan percobaan dan menarik kesimpulan. Investigasi memakai metode tergantung pada masalah sedang dipelajari. (4) produk / artefak dan pameran yaitu pembelajaran berbasis masalah mengha- ruskan siswa membangun produk dalam karya nyata misalnya berwujud karya seni hal itu menggambarkan/menjelaskan atau mempresentasikan pemecahan masalah mereka. Produk dapat tiruan bisa jadi laporan, contoh fisik misalnya video, atau program komputer. (5) kerja sama (kolaborasi) yaitu Pembelajaran berbasis masalah ditandai adanya kerjasama siswa satu sama lain biasanya berdua-dua atau kelompok kecil bekerja bersama saling memberi motivasi untuk melakukan tugas gabungan dan memperbesar kesempatan untuk berbagi keterangan, pengembangan berpikir dan keahlian sosial.

b. Sintaks Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Dalam pembelajaran Problem-based Learning siswa mengalami suatu proses belajar dengan memecahkan masalah secara aktif melalui tahap-tahap yang tersruktur. Hal ini dinyatakan oleh Arends cit. Trianto (2007: 71) dalam bentuk sintaks pembelajaran Problem-based Learning (PBL) pada Tabel 2.1.

commit to user

Tabel 2.1. Sintaksis Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Fase Tahap-tahap Kegiatan Guru

Fase 1 Penyajian masalah Siswa mendapatkan penyajian masalah dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru.

Fase 2 Pengorganisasian siswa Siswa secara aktif melakukan perencanaan penyelidikan bersama kelompok dengan bimbingan guru.

Fase 3 Penyelidikan kelompok Siswa melakukan kegiatan penyelidikan untuk mengumpulkan data – data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.

Fase 4 Pengembangan dan Penyajian hasil karya

Setiap perwakilan kelompok menyampaikan hasil penyelidikan berdasarkan hasil analisis kelompok.

Fase 5 Pengevaluasian hasil penyelidikan

Siswa membuat kesimpulan dan rangkuman dari hasil penyelidikan yang telah mereka lakukan dengan bimbingan guru.

Pendapat lain dari John Dewey cit. Wina Sanjaya (2007: 217) juga menjelaskan tahapan pembelajaran Problem-based Learning (PBL) yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

commit to user

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Tahap-tahap Rincian Kegiatan

1. Perumusan masalah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2. Penganalisasian masalah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

3. Perumusan hipotesis siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4. Pengumpulan data siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5. Pengujian hipotesis siswa mengambil atau merumuskan

kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6. Perumusan kesimpulan siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Secara umum, dari kedua pendapat tersebut tidak jauh berbeda atau hampir sama dalam merumuskan sintaks pembelajaran Problem-based Learning (PBL). Pada penelitian ini, tahapan PBL yang digunakan dirumuskan dengan menggabungkan kedua pendapat yang ada. Dari kedua pendapat ahli mengenai langkah-langkah PBL tersebut maka secara umum PBL dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1) memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, guru menyajikan tujuan pembelajaran dalam bentuk masalah atau pertanyaan, siswa mengemukakan pendapat atau opini dari masalah itu; (2) mengorganisasikan siwa untuk meneliti permasalahan, Guru membantu siswa untuk mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan

commit to user

permasalahannya; (3) mengumpulkan data dan menganalisisnya, Guru mengarahkan siswa untuk melakukan pengumpulan data dari eksperimen/ pekerjaan siswa untuk mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan, kemudian data yang didapatkan tersebut di tabelkan; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah, data yang didapatkan tersebut dianalisis dengan mengacu pada tujuan penyelesaian masalah, lalu mengambil kesimpulan dan melakukan presentasi dari hasil penyelesaian masalah; (5) melakukan evaluasi dan menarik kesimpulan, guru melakukan evaluasi hasil dari suatu proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan oleh siswa.

c. Keunggulan dan kelemahan PBL

Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan yaitu: (1) pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran; (2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata; (5) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah tersebut juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya; (6) melalui pemecahan masalah dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu

commit to user

yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari buku-buku saja; (7) pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa; (8) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; (9) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; 10) pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Disamping keunggulan, PBL juga memiliki kelemahan, yaitu: (1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; (2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Kelemahan pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat diatasi dengan cara selalu membangkitkan semangat, minat, dan motivasi siswa pada awal pembelajaran. Guru perlu menekankan kepada siswa bahwa setiap masalah yang ada, pasti ada jalan keluarnya dan dapat dipecahkan bersama-sama dengan kelompoknya. Untuk itu, perlu adanya variasi kegiatan awal pembelajaran yang menarik bagi siswa. Disamping itu, agar PBL dapat berjalan dengan baik maka perlu persiapan yang cukup oleh guru.

commit to user 4. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode dan media pembelajaran, kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Gerlach dan Ely cit. Azhar Arsyad (2007: 13), secara umum mengungkapkan bahwa media dapat dipahami sebagai manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Berdasarkan pengertian ini maka guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Yusufhadi Miarso (1986: 48) menyatakan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Pengertian lain diungkapkan oleh AECT (Association of Education and

Communication Technology) yang mengatakan bahwa media sebagai segala

bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Media dapat diartikan sebagai medium atau mediator yang mengatur hubungan antara siswa dan materi pelajaran. Mediator dapat pula mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pembelajaran mulai dari guru hingga peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Jadi media dalam pengertian mediator berperan sebagai alat yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat

commit to user

disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang dituangkan oleh pengajar atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non verbal atau visual. Untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa, biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar berupa gambar, model, atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap atau yang lebih dikenal sebagai alat bantu visual.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu siswa dalam memberikan pengalaman yang bermakna. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Kerucut pengalaman Dale merupakan salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teoritis pemanfaatan media dalam pembelajaran. Dale membuat klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari tingkat yang paling konkret ke yang paling abstrak sesuai Gambar 2.1. Tingkat pengalaman dalam kerucut tersebut berdasarkan seberapa banyak indera yang terlibat didalamnya.

commit to user

Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Edgar Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale mengemukakan bahwa hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman konkret hingga abstrak. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapkan dengan mempertimbangkan situasi belajar. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman tersebut karena melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasam penciuman dan peraba. Berdasarkan perolehan pengetahuan siswa seperti yang digambarkan oleh Kerucut Pengalama Dale dikatahui bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila pesan hanya

Pengalaman langsung Pengalaman Buatan Pameran, Karyawisata Radio, Rekaman, Gambar diam Lambang Visual Lambang verbal Film

Demonstrasi Sajian untuk siswa yang

bentuknya gerak, pada tahap ini siswa dalam belajarnya, memanipulasi materi secara langsung

Sajian untuk siswa yang bentuknya persepsi statik. Tahap ini siswa sudah melibatkan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek,

Sajian untuk siswa yang bentuknya bahasa dan simbol. Tahap ini siswa sudah mampu memanipulasi simbol-simbol dan hanya sedikit sekali mengandalkan gambaran objek-objek konkret

Pengalaman piktorial (Ikonik):

Pengalaman Konkret (Enaktif):

commit to user

disampaikan melalui kata verbal. Hal semacam ini akan menimbulkan kesalahan persepsi pada siswa, oleh sebab itu sebaiknya siswa diberikan pengalaman yang lebih konkret salah satunya dengan mengalaminya secara langsung agar pesan yang akan disampaikan benar-benar mencapai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.

Penggunaan media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar bahkan akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi saat pembelajaran. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data atau informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah media laboratorium real dan virtual.

Ahmad Rohandi (1997: 9) menyatakan terdapat beberapa pendapat tentang fungsi media yaitu: 1) menyampaikan informasi dalam proses pembelajaran, 2) memperjelas informasi pada waktu tatap muka dalam pembelajaran, 3) mendorong motivasi, 4) meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menyampaikannya, 5) mendorong terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta siswa dengan lingkungannya.

c. Ciri-ciri Umum Media Pembelajaran

Adapun ciri-ciri umum media pembelajaran adalah (1) media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat

commit to user

keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera; (2) media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai

software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam

perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa; (3)

penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio; (4) media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik

di dalam maupun di luar kelas; (5) media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran; (6) media pembelajaran dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP) atau perongan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video, recorder); (7) sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manjemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

d. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di kelas adalah sebagai berikut: (1) penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama; (2) proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan; (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan; (4) lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam

commit to user

jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa; (5) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan; (6) pengajaran dapat diberikan

kapanpun dan dimanapun; (7) sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan; (8) peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran pada penelitian ini menggunakan media pembelajaran dengan laboratorium real dan virtual.

Dokumen terkait