• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Negatif Terhadap Pengobatan Modern

PEMANFAATAN PENGOBATAN ALTERNATIF ”SEMPURNA”

4.2. Hal-Hal yang Mendasari Penggunaan Pengobatan Alternatif Sempurna

4.2.1. Pengalaman Negatif Terhadap Pengobatan Modern

Pada umumnya, seseorang yang merasa menderita suatu penyakit (illnes) sudah pasti akan mencari sumber-sumber pengobatan. Sumber-sumber pengobatan yang dipilihnya merupakan sistem pengobatan yang memiliki kesesuaian dan tidak bertentangan dengan kepercayaannya. Pemilihan suatu sistem pengobatan dipengaruhi oleh pemahaman maupun pengetahuan tentang penyakit untuk selanjutnya menentukan sistem pengobatan apa yang akan dipilihnya. Jadi, seseorang yang memiliki pemahaman yang rasional tentang penyakit akan memilih sistem diagnosa dan terapi yang dapat diterima akal dan tidak bertentangan dengan pandangan rasionalnya tentang dunia.

Dalam hal ini seseorang yang masuk ke dalam masyarakat golongan menengah hingga atas akan memilih pengobatan yang dapat diterima akal, yakni pengobatan formal biomedikal modern yang berasal dari Barat. Hal tersebut sudah merupakan pemandangan biasa. Namun sekarang ini masyarakat yang tergolong memiliki intelektualitas tinggi dan modern telah memanfaatkan obat-obatan di luar medis kedokteran. Mereka mendatangi tempat-tempat praktek tabib, dukun maupun praktisi- praktisi pengobatan alternatif lainnya

Melalui data yang didapat dari tiap-tiap informan, salah satu penyebab munculnya keinginan untuk memanfaatkan pengobatan alternatif adalah di akibatkan oleh pengalaman negatif pada sistem pengobatan modern. Rata-rata informan

menjelaskan bahwa setelah dinyatakan menderita penyakit dari pemeriksaan laboratorium maupun dokter (disease) maka langkah pertama yang mereka lakukan adalah mengunjungi dokter ataupun paramedis yang ada di rumah sakit.

Namun dari kunjungan pengobatan yang dilakukan ternyata banyak yang tidak memuskan mereka. Banyak penyakit yang mereka derita tidak menunjukkan kesembuhan maupun perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diinginkan. Pengalaman negatif dengan sistem pengobatan medis kedokteran ini sangat berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya yang akan diambil oleh seorang pasien. Bagaimanapun juga seorang yang menderita penyakit berusaha memperoleh kesembuhan melalui kunjungannya ke dokter. Jika dokter tidak dapat memberikan kesembuhan maka hal itu akan membuka kemungkinan seorang pasien untuk menghentikan pencaharian pengobatan (discontunity).

Hal tersebut dialami oleh seorang informan saya yang bernama Bapak Rizal berumur 46 tahun, ia mengalami sakit yang luar biasa di bagian leher belakang. Akibat yang ditimbulkan sangat mengganggu aktivitasnya sebagai seorang pegawai negri, dengan segera ia memeriksakan penyakit tersebut. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah mengkonsultasikan keluhan tersebut kepada seorang dokter yang juga temannya. Setelah dilakukan diagnosa awal dokter tidak menemukan penyakit yang diderita.

Selanjutnya, dokter pun menganjurkan informan untuk menjalani proses pemeriksaan yang mendalam di salah satu rumah sakit swasta terkenal di Kota Medan. Namun dari hasil pemeriksaan ternyata juga tetap tidak ditemukan jenis penyakit yang diderita. Akan tetapi yang membuat informan makin tidak mengerti adalah bukannya

penyakit yang diderita yang terdeteksi, namun malah ditemukan adanya gangguan masalah kesehatan lain yakni, jantung yang selama ini tidak pernah mengalami gangguan.

Melihat tersebut informan mencari seorang dokter ahli syaraf. Setelah diadakan diagnosa, dokter tersebut kemudian mempromosikannya kepada seorang dokter tulang. Melalui diagnosa yang panjang dan rumit oleh kedua dokter inilah baru kemudian ditemukan bahwasannya penyakit yang diderita adalah penyempitan syaraf yang diakibatkan terjadinya pengapuran (spondilosis) di bagian belakang leher.

Setelah diketahui jenis penyakitnya maka informan mengunjungi praktisi physiotherapy. Kunjungan ini sendiri merupakan promosi yang diberikan oleh dokter ahli tulang yang merawatnya. Menurut dokter tersebut, penyakit sejenis pengapuran dapat ditangani oleh seorang physiotherapy. Namun, penyakit yang dideritanya tidak kunjung menunjukkan kesembuhan. Malah terlihat semakin menyiksa akibat banyaknya aturan yang harus dijalankan informan. Hal itu tampak dari ungkapan informan berikut ini.

”...sewaktu saya mendapatkan terapi dari physiotherapy, yang saya rasakan bukannya semakin baik, tetapi malah saya semakin tersiksa, karena cara kerjanya yang manual sangat sakit sehingga dampaknya bagi saya sangat besar”.

Ungkapan tersebut menunjukkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap sistem pengobatan medis. Hal ini merupakan suatu pengalaman negatif yang kemungkinan akan menambah kecendrungan pemanfaatan pengobatan alternatif. Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Tabib Suryadi yang mengatakan hal yang tidak jauh berbeda ia juga menjelaskan :

”...selain kendala ekonomi, hal utama yang menyebabkan masyarakat pergi ke pengobatan alternatif seperti pengobatan saya ini adalah keputusasaan sudah mendapatkan pengobatan dokter. Banyak dokter yang tidak bisa mendeteksi dan menyembuhkan penyakit, sehingga orang akan lari ke ukun, tabib dan yang sejenisnya”.

Tidak dapat disangkal bahwa dokter Indonesia merupakan penyumbang utama yang menyebabkan masyarakat banyak mendatangi pengobatan alternatif. Masih menurut Bapak Tabib Suryadi, ia menganggap banyak dokter yang masih berpandangan profesinya sebagai lahan cari makan dan kekayaan. Pasien masih belum diperlakukan sebagai organisme yang memiliki jiwa, yang punya perasaan dan emosi. Akan tetapi dianggap objek pemasukan uang yang tidak memiliki perasaan sehingga diagnosa dan terapi yang dilakukan bukanlah terapi dan diagnosa yang manusiawi.

Kunjungan-kunjungan ke dokter bagi masyarakat merupakan langkah pertama yang dilakukan. Begitu percayanya masyarakat dengan peran seorang dokter dalam menangani penyakit. Besar harapan seorang pasien untuk sembuh. Dengan partisipasi yang minimal seorang pasien rela menyerahkan hidupnya kepada seorang dokter, yang kemungkinan belum pernah dikenalnya. Tetapi banyak kunjungan-kunjungan tersebut yang mengecewakan pasien.

Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan kepercayaan. Ada unsur persetujuan di dalamnya. Seseorang yang menderita penyakit yang meminta kepada seseorang dokter untuk menyembuhkan penyakitnya dan dokter tersebut menyetujuinya maka saat itu terjadi suatu persetujuan, atau dengan kata lain terjadi transaksi tearapeutik antara dokter dan pasien (Bahri, 1998:5).

Hubungan tersebut haruslah hubungan antara manusia dengan manusia. Suatu hubungan yang dibuat dengan atas kepercayaan. Dokter tidak berhak mengabaikan hak pasien walaupun pasien dalam kondisi pasrah atau pasif. Namun pasien sendiri sebenarnya memiliki hak dalam hubungannya dengan dokter. Hak akan pelayanan kesehatan merupakan hasil dari kontrak antara kedokteran dan masyarakat dan antara dokter dan pasien (Hadjidjah, 1997:5)

Antara dokter dan pasien telah tercipta suatu aturan main yang harus dijalankan. Tidak boleh ada yang dirugikan antara kedua belah pihak. Namun dalam pelaksanaannya banyak yang tidak demikian. Beberapa kasus menunjukkan bahwasannya terdapat banyak kejanggalan dan pelanggaran dalam hubungan dokter dan pasien. Dalam hal ini pasienlah yang banyak menderita kerugian. Seperti ini terjadi pada kasus di Puskesmas Pati tanggal 4 Januari 1979. Kelalaian dokter mengakibatkan meninggalnya seorang pasien (Bahri, 1998:10).

Secara tidak langsung kasus-kasus seperti itu akan sangat mengganggu perkembangan sistem kesehatan modern, khususnya bagi sosok dokter. Masyarakat yang mengamati gejala-gejala tersebut mau tidak mau akan terpengaruh. Stigma hubungan dokter pasien seperti itu akan membangun suatu tatanan nilai tersendiri bagi masyarakat sehingga secara tidak langsung akan terbangun pula sistem tindakan kesehatan yang mengikutsertakan unsur pengobatan alternatif di dalammya.

Namun tidak seluruhnya pilihan ke pengobatan alternatif merupakan dampak dari buruknya hubungan dokter dan pasien atau sistem pengobatan modern dengan masyarakat. Di masyarakat juga terdapat keyakinan bahwasannya sistem pengobatan

medis kedokteran tetap fungsional dalam kesehatan masyarakat. Kegagalan dokter maupun paramedik lainnya bukan dianggap sebagai aib sistem kesehatan ilmiah ini, namun merupakan salah satu sub sistem dalam keseluruhan sistem kesehatan masyarakat. Hal tersebut dapat dillihat dari ungkapan seorang informan.

”Saya ke pengobatana alternatif disebabkan saya tidak memperoleh kesembuhan dari pengobatan dokter. Namun itu pun alternatif terakhir, bukan berarti saya tidak mempercayai dokter, tapi kebetulan saja, mungkin dokterlagi sedang tidak manjur. Lain kali kalau saya sakit, toh saya tetap pertama kali akan ke dokter”

Informan juga beranggapan bahwa tidak selamanya dokter dapat menyembuhkan penyakit. Kadangkala dokter juga tidak mampu menyembuhkan beberapa jenis penyakit tertentu. Namun peran dokter dianggapnya tetap perlu dan masih menjadi pilihan utama. Lagi pula ada juga kemungkinan bahwasannya paramedis melakukan kesalahan sehingga tidak maksimal melakukan diagnosa dan terapi. Hal itu wajar saja sebab semua sistem pengobatan memiliki keterbatasan.

Salah satu unsur pengobatan medis kedokteran yang banyak diterapkan bagi seorang penderita sakit adalah tindakan operasi (surgery). Tindakan operasi merupakan ciri khas dari pengobatan medis. Penyakit yang akut seperti kanker , tumor, penyempitan pembuluh darah dan yang lainnya dalam kacamata dunia kedokteran dapat ditangani melalui tindakan operasi sering dijadikan tindakan akhir (terminal) jika tidak ditemukan alternatif tindakan lain. Namun banyak kejadian dimana tindakan operasi sering tidak menghasilkan apa-apa bahkan dapat memperburuk keadaan. Hal-hal seperti inilah yang menakutkan masyarakat. Tindakan operasi yang disertai dengan pembiusan

(lokal maupun menyeluruh) merupakan tindakan penyerahan hidup kepada orang lain, yaitu dokter. Hal tersebut merupakan kondisi yang menakutkan bagi pasien.

Menurut Bapak Tabib Suryadi memiliki pandangan tentang maraknya pemanfaatan pengobatan allternatif, khususnya pengobatan alternatif yang di jalankannya. Pada umumnya pengobatan alternatif rata-rata memiliki pandangan yang lebih unik sekaligus manusiawi. Terapi yang diterapkan adalah praktek pengobatan yang mengikutsertakan peran pasien. Pasien dianggap benar-benar sebagai manusia yang tidak hanya butuh kesembuhan, namun juga jauh dari rasa ketakutan. Ia mengambil contoh tentang tindakan operasi. Dokter dianggap terlalu mudah men justifikasi tindakan operasi (surgery) pada seorang pasien. Padahal masih ada alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan. Secara lengkap Bapak Tabib Suryadi mengemukakan:

”Dokter sekarang terlalu gampang mengatakan harus operasi, padahal operasi itu tidak gampang.. Banyak resikonya dan juga mahal, padahal hasilnya belum tentu, Orang kan, takut kalau dioperasi. Mereka kalau disuruh milih tentu menghindari operasi”.

Hal tersebut menunjukkan bahwasannya tindakan operasi bukanlah pilihan yang populer di masyarakat dan informan juga mengatakan bahwa banyak pasien-pasien yang sebelumnya diharuskan menjalani operasi di rumah sakit kini menjadi pasiennya.