• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keluarga dan Lay Rafeal Group

PEMANFAATAN PENGOBATAN ALTERNATIF ”SEMPURNA”

4.2. Hal-Hal yang Mendasari Penggunaan Pengobatan Alternatif Sempurna

4.2.3. Pengaruh Keluarga dan Lay Rafeal Group

Proses pertama yang dilakukan dalam perilaku sakit adalah gejala (simptom) dan tanda (sign) sebagai suatu permasalahan. Kemudian menginterpretasikan apakah permasalahan tersebut patut mendapatkan penanganan atau tidak (Muzaham, 1995: 100). Proses pengenalan, perumusan dan tindakan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada setiap fase, faktor –faktor sosial, budaya dan psikologis dapat mempengaruhi pemahaman maupun alternatif tindakan yang dilakukan. Pada saat seseorang menyatakan dirinya sakit (illnes) dan setelah dilegitimasi oleh dokter bahwasannya ia sakit (disease) maka akan banyak faktor yang mempengaruhi keluarga, rekan sekerja, kelompok bermain (peergroup) maupun diri sendiri merupakan faktor pengaruh dalam pengambilan keputusan tindakan pengobatan alternatif.

Unsur yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan penggunaan pengobatan alternatif adalah diri sendiri. Interpretasi pribadi terhadap gejala dan ancaman penyakit, dalam hal ini sangat penting dalam pengambilan keputusan. Hal itu disebabkan oleh kondisi pasien yang masih dalam kondisi sadar. Rata-rata informan menunjukkan peran yang aktif dalam menentukan tindakan. Faktor-faktor lain seperti

keluarga, teman sekerja, lingkungan tetangga berfungsi pemberi masukan dan nasehat tentang apa yang dilakukan.

Keluarga sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Khususnya dalam pemanfaatan pengobatan alternatif. Keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, mempunyai peran yang vital, sebab merekalah yang paling dekat jika anggota keluarga inti lain yang sakit. Dalam hal ini kedekatan seorang anggota keluarga yang sakit dengan anggota keluarga yang lain menentukan sikap dalam pengambilan keputusan. Hubungan sosial yang dekat dengan sesama anggota keluarga akan membawa pengaruh besar tentang tindakan apa yang akan dilakukan.

Seorang informan yang bernama Ibu Nurhayati yang berumur 35 tahun termasuk orang yang supel dan dekat dengan keluarga. Hubungannya selama ini tidak ada masalah dengan anggota kelurga yang lain. Walaupun berjiwa tegar dalam menghadapi masalah, namun dari data yang di kumpulkan, pengaruh keluarga ternyata tidak begitu besar dalam penentuan tindakan pengobatan. Dalam hal ini nasehat dan pandangan keluarga tidak mutlak, yang paling menentukan adalah diri sendiri. Pemahaman dan interpretasi individu terhadap kondisi tubuh merupakan hal yang dominan, sedangkan nasehat keluarga inti kurang inti kurang dijadikan pertimbangan. Hal ini ditunjukkan oleh seorang informan lain, yang mengatakan :

”..saya tahu penyakit saya diakibatkan karena dulu saya bekerja sangat berat. Saya yang tahu kondisi tubuh saya. Jadi obat apa yangsaya pilih, apakah dokter atau ke tempat lain saya yang menentukan. Saya punya pertimbangan sendiri. Anak dan istri saya hanya membantu dan membuat suasana keluarga menjadi tenang”.

Seseorang yang memiliki sifat pribadi yang tegar dan mandiri memiliki kecendrungan menentukan sendiri pengobatan apa yang dilakukan. Dalam hal ini pilihannya untuk mengunjungi pengobatan alternatif merupakan keputusan pribadi. Ibu yang bekerja di perusahaan swasta ini merupakan orang yang melakukan hal seperti ini. Melalui penjelasannya ia mengatakan :

”Saya orangnya keras. Dari dulu saya sudah mandiri. Hidup keras sampai sekarang. Jadi obat yang saya gunakan merupakan pilihan saya. Tetapi saya yang menentukan diri saya. Keluarga sebatas memberi masukan. Mereka tidak memaksa karena mereka sudah kenal saya bagaimana”.

Terlihat dari ungkapan tersebut bahwa fungsi keluarga kurang menentukan. Pilihan pada pemanfaatan pengobatan alternatif merupakan hak yang bersangkutan. Sedangkan keluarga hanya berfungsi sebagai pengaruh skunder. Maksudnya keluarga hanya dapat membantu setelah pilihan jenis pengobatan ditentukan. Ia juga menjelaskan

”Keluarga saya hanya menuruti apa yang saya perintah. Kalu berobat ke sana, ya...!, kesana. Karena saya yang lebih mengerti tentang penyakit saya. Mereka mengerti dan paham kalau sudah begitu. Mereka bantu membawa saya, menghubungi dokter, tabib dan sebagainya”.

Rata-rata informan merasa lebih mengerti penyakitnya. Keluarga hanya menuruti petunjuk orang yang sakit. Pada satu kasus, seorang informan bahkan melakukan kunjungan pengobatan walaupun telah dilarang oleh anggota keluarga. Hal ini menunjukkan penegasan asumsi di atas. Keluarga juga sering menjadi tidak berfungsi sama sekali dalam pengambilan keputusan pengobatan. Jika penyakit yang diderita tergolong ringan, peran keluarga boleh dikatakan tidak ada. Penyakit ringan dianggap tidak mengganggu. Jadi untuk mengikutsertakan anggota keluarga yang lain merupakan satu ketidakharusan. Informan yang seorang ibu rumah tangga melakukan

itu. Penyakit yang dideritanya merupakan disebabkan oleh tekanan psikologis yang begitu berat akibat konflik dengan kerabatnya. Rasa nyeri di punggung, sakit di perut dan pinggang dirasakannya selama bertahun-tahun. Selama saat itu ia tidak pernah mengkonsultasikan keluhannya itu pada anggota keluarganya yang lain sampai ia memutuskan untuk mengunjungi balai pengobatan alternatif Sempurna.

Untuk melihat faktor lain yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil tindakan kunjungan pengobatan di luar faktor keluarga memiliki kesulitan. Banyak kategori-kategori lain yang turut mempengaruhi. Selain merujuk kepada keluarga inti (nuclear family), pihak teman, rekan sekerja, maupun kerabat besar (extended family) merupakan pihak yang sering dimintai nasehat. Nasehat dari orang lain, khususnya yang masuk ke dalam sistem rujukan awal (keluarga, kerabat, teman, rekan kerja) adalah penting. Sebab tiap-tiap orang ataupun kelompok sosial memiliki pengalaman maupun pemahaman yang berbeda tentang penyakit maupun pengobatan. Boleh dikatakan tiap orang punya keunikan tersendiri berkaitan dengan kesehatan. Untuk itu sudah menjadi kebiasaan orang yang sakit untuk mendapatkan masukan maupun petunjuk.

Namun demikian rujukan tetap tidak dominan sifatnya. Petunjuk maupun nasehat yang diberikan orang lain hanya berupa informasi, yaitu informasi tentang sumber-sumber penyembuhan yang mujarab untuk keluhan penyakit yang dialami. Salah satu sumber rujukan awal yang sering dijadikan masukan untuk melakukan tindakan kunjungan maupun pilihan pengobatan yang dipakai adalah dari rekan kerja. Salah seorang informan yang bernama Bapak Rajab yang berumur 48 tahun ia bekerja di pengadilan tinggi. Ia memiliki lingkungan pekerjaan yang sangat mendukung.

Interaksi atar pegawai yang setara maupun bawahan berlangsung baik. Ditambah lagi memang informan merupakan orang yang tergolong supel dan mampu beradaptasi dengan baik.

Kedekatan di dalam lingkungan kerja membantu perolehan informasi tentang pengobatan. Pengalaman-pengalaman yang dialami rekan kerja sangat membantu untuk memperoleh informasi jenis pengobatan dan juga dalam mengontrol kesehatan seseorang. Hasilnya, ia memperoleh informasi tentang adanya seorang tabib yang manjur, khususnya untuk penyakit diabetes. Setelah mendapatkan informasi tersebut informan memang tidak langsung mengunjungi tabib tersebut, namun menjadikan salah satu alternatif tindakan.

“Saya sebenarnya tahu kalau saya sakit dari rekan sejawat saya. Mereka melihat kaki saya semakin kecil dan badan saya juga. Lalu saya disuruh mengunjungi Bapak Tabib Suryadi. Katanya manjur dan mereka ada yang pernah kesana. Informasi tentang pantangan-pantangan juga dari mereka. Misalnya tidak boleh makan ini, makan itu, harus minum ini, minum itu”.

Peran rekan-rekan kerja di kantor tampak sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Apalagi bagi orang-orang yang banyak menghabiskan waktunya bekerja dan berinteraksi dengan kawan-kawan kerja maupun orang-orang lain yang berhubungan dengan pekerjaannya. Informasi dari rekan sekerja bukan hanya sekedar berguna sebagai masukan semata. Tapi yang terjadi adalah proses pembenaran tindakan. Walupun seseorang sebelumnya menganggap pengobatan alternatif bertentangan dengan pengetahuannya namun jika ternyata telah dilakukan oleh rekan kerjanya yang berstatus sama dapat melunturkan pandangan tersebut. Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh orang lain yang dipandang memiliki kesamaan pengetahuan dan

pemahaman akan penyakit sangat mempengaruhi bagi seseorang untuk melakukan hal yang sama, walaupun sebenarnya bertentangan. Tapi lama kelamaan terjadi pembenaran, seorang informan mengungkapkan sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut, ia ,emjelaskan :

“Saya pergi ke pengobatan alternatif itu karena dapat informasi dari kawan- kawan. Banyak rekan-rekan saya yang sudah ke sana dan hasilnya bagus, sebelumnya saya belum pernah ke tempat seperti itu, apalagi ke yang namanya tabib atau dukun. Tapi karena banyak rekan-rekan yang pergi ke sana ya, saya juga. Lagipula saya lihat pengobatannya tidak bertentangan dengan pengetahuan saya dan status saya”.

Bapak Tabib Suryadi juga mempertegaskan bahwa informasi dari rekan-rekan kerja memang penting. Mayoritas pasiennya adalah orang-orang yang mendapat informasi dari rekan kerja. Mengenai hal itu ia mengatakan:

“…orang-orang penting yang bekerja di PEMDA, perusahaan swasta, pegawai negri juga polisi banyak datang yang kesini. Mereka mendapat informasi dari temen-temen mereka. Misalnya kalau atasan mereka datang biasanya besok-besoknya bawahannya atau yang lainnya seperti kenal- kenalan datang ke sini”.

Masukan atau nasehat dari kerabat atau keluarga jauh sebagai kelompok rujukan (referral group) juga mempengaruhi pandangan orang sakit terhadap penyakit, toleransi maupun tindakan yang akan diambil untuk mengobati penyakit. Masukan atau nasehat yang akan diberikan oleh kerabat memiliki kemungkinan lebih besar untuk diterima dibandingkan dengan masukan dari rujukan lain, sebab dalam hubungan kerabat terdapat ikatan yang lebih kuat.

Untuk penyakit-penyakit yang tergolong parah (kronis) peran keluarga jauh atau kerabat cendrung lebih besar. Parahnya penyakit yang diderita menjadi pengait kunjungan kerabat. Artinya, perhatian, rasa hormat, kasihan, kesopanan, kepantasan

menjadi pengaruh atas kunjungan seorang kerabat kepada kerabat yang sakit. Namun dalam hal ini pengaruh kerabat tidaklah begitu mutlak, khususnya dalam penentuan tindakan. Pengaruh keluarga hanya dijadikan referensi bagi menambah alternatif tindakan pengobatan yang diambil.

Kerabat masih diikutsertakan jika terdapat masalah dalam satu keluarga. Namun demikian, masukan atau nasehat dari kerabat agak dibatasi. Tidak lagi pada hal-hal yang utama. Dalam hal ini tidak dalam penentuan pengobatan, tetapi hanya sebagai masukan, seperti yang dituturkan oleh seorang informan yang bernama Bapak Ismail 45 tahun.

”Saya dapat informasi tentang tabib dari ipar saya. Katanya ada tabib yang bagus. Katanya dia pernah sembuh disitu.Tapi saya kurang percaya, lantaran keluarga, ya...! saya iyakan saja, tapi belum saya lakukan. Baru agak lama setelah saya disuruh anak saya pergi ke tabib tersebut. Itupun, saya yang menentukan”.

Nasehat dari kerabat tidak secara langsung dan mutlak. Sebab mereka punya sumber-sumber di lingkungan kerja maupun informasi-informasi dari media massa sehingga peran kerabat menjadi agak minim. Minimnya peran kerabat juga dipengaruhi oleh jenis penyakit. Seorang informan yang berpenyakit mental (stress) lebih ditentukan oleh diri sendiri dalam pengambilan tindakan maupun rujukan, karena penyakit yang bersifat kejiwaan (psikis) lebih tertutup dan dampaknya tidak tampak. Informan yang mengalami tekanan mental yang berat berusaha mencari tindakan sendiri tanpa melibatkan informasi dari orang lain. Mengenai hal itu seorang informan mengatakan :

”...penyakit saya hanya saya yang tahu, jangankan kerabat, suami saya pun tidak diberitahu. Padahal saya sangat tertekan, jadi saya sendiri yang menenangkan diri juga minta masukan dan pengobatan melalui kebatinan di pengobatan alternatif sempurna ini”.

Kunjungan ke pengobatan di luar medis dalam hal ini ditentukan secara pribadi tanpa dipengaruhi oleh keluarga dan juga kerabat. Tekanan mental yang dialami informan ini kemudian diikuti dengan penyakit fisik ringan. Akhirnya mengakibatkan ketertutupan dalam penerimaan informasi.

4.2.4. Pengobatan Alternatif Sempurna Sebagai Pengobatan yang Unik, Holistik