• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.5 Pengamatan Bentuk Patahan

Pengamatan ini mengamati bentuk patahan dari benda uji akibat pengujian tarik. Benda uji memperlihatkan beberapa jenis patahan yang berbeda-beda. Jenis perpatahan yang umum adalah patah getas dan patah ulet.

1. Perpatahan Ulet

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut dan gelap seperti pada Gambar 2.12 ditunjukkan tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sempel ji tarik, sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir dan terang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Perpatahan ulet umumnya lebih dipilih karena bahan yang ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat streosacan macroscope.

Gambar 2.12 Tahapan Perpatahan Ulet Pada Sempel Uji Tarik (Sumber: Sriati Djaprie.Metalurgi Mekanik p.262 Edisi 3)

a. Penyempitan awal

b. Pembentukan rongga-rongga kecil

c. Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan d. Perambatan retak

e. Perpatahan geser akhir pada sudut 45°

2. Perpatahan Getas

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material

b. Perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material.

c. Pada material lunak dengan butir kasar maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal kegagalan.

d. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.

e. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan bercahaya dan mulus.

Gambar 2.13 Patah Getas Pada Spesimen Uji Tarik (Sumber : Calister, 2007)

Sampel dari hasil uji Tarik dapat menampilkan beberapa patahan. Pada Gambar 2.14 adalah ilustrasi perpatahan pada hasil Uji Tarik.

Gambar 2.14 (a) bentuk patahan ulet, (b) bentuk patahan ulet setelah terjadi necking, (c) bentuk patahan getas tanpa terjadi deformasi plastis

(Sumber: Callister,2007)

2.6 Ujian Impak

Menurut George E Dieter (1988) uji impak digunakan dalam menentukan kecenderungan material untuk rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya.

Hasil uji impak juga tidak dapat membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada batang uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada persetujuan secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya. Sejumlah uji impak batang uji bertakik dengan berbagai desain telah dilakukan dalam menentukan perpatahan rapuh pada logam. Metode yang telah menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode Charpy dan metode Izod.

Metode charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, sedangkan metode izod lebih sering digunakan di sebagian besar dataran Inggris. Batang uji metode charpy memiliki spesifikasi, luas penampang 10 mm x 10 mm, takik berbentuk V. Proses pembebanan uji impak pada metode charpy dan metode izod dengan sudut 45°, kedalaman takik 2 mm dengan jari-jari dasar 0.25 mm. Batang uji charpy kemudian diletakkan horizontal pada batang penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang sisi takik oleh pendulum berat berayun (kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji diberi energi untuk melengkung sampai kemudian patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik−1. Batang uji izod, lebih banyak dipergunakan saat ini, memiliki luas penampang berbeda

dan takik berbentuk v yang lebih dekat pada ujung batang. Dua metode ini juga memiliki perbedaan pada proses pembebanan. (Dieter, George E., 1988)

Gambar 2.15 Ilustrasi skematis pengujian Impak

(Sumber: Jurnal Imiah Teknik Mesin, Vol. 1, No. 2, Agustus 2013, Universitas Islam 45, Bekasi)

Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji dikelompokkan kedalam dua golongan standar Antara lain:

1. Metoda Charpy

Pada metoda ini banyak digunakan di Amerika Serikat, dan merupakan cara pengujian dimana spesimen dipasang secara horizontal dengan kedua ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan pada spesimen diletakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat diatas takikan. Pada metoda memiliki beberapa kelebihan seperti:

a. lebih mudah dipahami dan dilakukan

b. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang c. Harga alat lebih murah

d. Waktu pengujian lebih singkat dan memiliki beberapa kekurangan seperti:

a. Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal

b. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam c. Pengujian hanya dapat dilakukan pada spesimen yang kecil d. Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam

perancangan karena level tegangan yang diberikan tidak rata.

Gambar 2.16 Peletakan spesimen berdasarkan metoda charpy

(Sumber: Jurnal Imiah Teknik Mesin, Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 , Universitas Islam 45, Bekasi)

2. Metoda Izood

Pada metoda ini banyak digunakan di Eropa terutama Inggris dan merupakan cara dimana Spesmen berada pada posisi vertical pada tumpuan dengan salah satu ujungnya dicekam dengan arah takikan pada arah gaya tumbukan. Tumbukan pada Spesmen dilakukan tidak tepat pada pusat takikan melainkan pada posisi agak diatas dari takikan.

Gambar 2.17 Peletakan spesimen berdasarkan metoda izood

(Sumber: Jurnal Imiah Teknik Mesin, Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 , Universitas Islam 45, Bekasi)

Pada metoda memiliki beberapa kelebihan seperti:

a. Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam.

b. Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.

c. Spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.

dan memiliki beberapa kekurangan seperti:

a. Biaya pengujian yang lebih mahal.

b. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.

c. Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.

2.6.1 Prinsip Dasar Alat Uji Impak Charpy

Secara skematik alat uji impak charpy seperti gambar 2.18 dibawah ini:

Gambar 2.18 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak

(Sumber: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 , Universitas Islam 45, Bekasi)

Bila pendulum pada kedudukan h

ı

dilepaskan, maka akan mengayun sampai kedudukan fungsi akhir pada ketinggian h

yang juga hampir sama dengan tinggi semula h

ı

dimana pendulum mengayun bebas. Usaha yang

dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi yang diserap benda uji sampai patah didapat rumus yaitu:

𝑊 = 𝐺 × 𝑅 (cos 𝛽 − cos 𝛼) × 𝑔 joule

(2-4) 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑢𝑙𝑒𝑡𝑎𝑛 =

𝑊

𝐴 joule/𝑚𝑚2

(2-5)

Keterangan:

W= Tenaga Patahan (joule)

A = Luas Penampang Patahan (mm²)

G = Berat pendulum/masa dikalikan percepatan gravitasi (23,87 N) R = Panjang jari-jari/radius pendulum (0,674m)

α = Sudut ayun awal/sudut yang di bentuk pendulum tanpa beban (tanpa benda uji)

β = Sudut ayun akhir/sudut yang di bentuk setelah mematahkan benda uji g = Gravitasi bumi (9,8 m/s²)

2.7 Tinjauan Pustaka

Dalam jurnal yang disusun oleh Gunawan Dwi Haryadi (2006) yang berjudul “PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460” bahan yang di gunakan untuk penelitian adalah Baja K-460, Baja K-460 merupakan baja produk BOHLER, baja ini mengandung karbon (C)=0,95%, Mangan (Mn)=1%, Chrom (Cr)=0,5%, Vanadium (V)=0,1%, dan Wolfram (W)=0,5%.

Baja K-460 termasuk jenis baja karbon tinggi yaitu antara (0,70 < 0,95 < 1,40).

Baja ini digunakan untuk alat-alat perkakas potong karena kekerasannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan logam yaitu baja k-460. Baja k-460 mempunyai kekerasan yang tinggi dan diharapkan mempunyai keuletan. Dengan tempering baja akan menambah sifatsifatnya, seperti kekerasan, keuletan dan tegangan tariknya.

Hasil pengujian yang telah dilakukan setelah proses tempering dengan variasi suhu telah merubah kekerasannya. Kekerasan baja setelah pemanasan menurun ketika suhu tempering dinaikkan. Perubahan suhu tempering juga

mempengaruhi nilai kekuatan tarik. Pada suhu 100°C kekuatan tarik maksimumnya 2014,8 Mpa, dan pada suhu 200°C, 300°C, dan 400°C masing-masing kekuatan tarik maksimumnya adalah 1671,1 Mpa, 1444,6 MPa dan 1023,3 MPa.

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan, kekuatan tarik dan struktur mikro dipengaruhi oleh suhu tempering. Ketika suhu tempering dinaikkan kekerasan dan kekuatan tariknya akan menurun.

Penelitian dari Silvester Taufan Dwi Christiyanto (2017) yang berjudul

“PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU KOROSI DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA KARBON SEDANG DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING DAN NORMALIZING” menyatakan bahwa ingin mengetahui laju korosi, kekuatan tarik dan struktur mikro baja dengan perlakuan panas quenching normalizing dan normalizing di lingkungan pantai.

Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan adalah baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,65%. Proses terkorosinya spesimen dengan cara spesimen diletakkan pada lingkungan pantai setelah itu dilakukan pengambilan dan pengujian secara berkala 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa perhitungan laju korosi spesimen quenching normalizing dan spesimen normalizing yang terkorosi dibulan pertama sebesar 99,10 mdd (mg/mm²/day) dan nilai laju korosi dibulan keempat terkorosi sebesar 204,78 mdd. Spesimen quenching normalizing mengalami kenaikan nilai laju korosi sebesar 106,47%. Sedangkan nilai laju korosi pada spesimen normalizing yang terkorosi dibulan pertama terkorosi sebesar 105,41 mdd dan nilai laju korosi dibulan keempat terkorosi sebesar 213,10 mdd.

Spesimen normalizing mengalami kenaikan sebesar 102,16%. Hasil pengujian tarik untuk mengetahui kekuatan tarik maksimal spesimen quenching normalizing serta spesimen normalizing dengan media pendinginan oli memiliki fasa ferit (putih), perlit (hitam), bainit (keabu-abuan). Sedangkan spesimen normalizing memiliki fasa ferit (putih) dan perlit (hitam).

Dalam jurnal yang disusun oleh Sheng-Guan Qu, Ya-Long Zhang, Fu-Qiang Lai and Xiao-Fu-Qiang Li (2018) yang berjudul “EFFECT OF TEMPERING TEMPERATURES ON TENSILE PROPERTIES AND ROTARY BENDING FATIGUE BEHAVIORS OF 17CR2NI2MOVNB STEEL” Dengan pesatnya perkembangan industri otomotif di Cina, baja roda gigi umum tidak lagi memenuhi persyaratan kecepatan tinggi dan beban berat industri otomotif. Baja 17Cr2Ni2MoVNb adalah jenis baru dari baja roda gigi di industri otomotif, tetapi sifat mekanik 17Cr2Ni2MoVNb tidak terdokumentasi dengan baik. Dalam penelitian ini, sifat-sifat tarik dan perilaku kelengkungan rotari dari 17Cr2Ni2MoVNb diselidiki, (padam pada 860 _C dan tempered pada 180, 400, 620_C) struktur mikro dan permukaan fraktur dianalisis menggunakan mikroskop optik, pemindaian mikroskop elektron dan transmisi elektron.

mikroskopi. Hasilnya menunjukkan bahwa pada suhu temper yang lebih tinggi, jaringan lebih padat, dan residu austenit berubah menjadi bainit atau martensit yang lebih rendah. Kepadatan dislokasi berkurang sementara suhu temper meningkat. Selain itu, sampel dengan suhu temper 180_C menunjukkan kekuatan tarik tertinggi 1456 MPa, di samping batas kelelahan 730, 700 dan 600 MPa masing-masing pada suhu 180, 400, dan 620 _C.

Dalam jurnal yang disusun oleh R. Kumar, R. K. Behera, S. Sen yang berjudul “EFFECT OF TEMPERING TEMPERATURE AND TIME ON STRENGTH AND HARDNESS OF DUCTILE CAST IRON” Efek suhu dan waktu tempering pada sifat mekanik besi cor ulet diselidiki dalam penelitian ini.

Spesimen diestenitisasi pada 900°C selama 120 menit dan kemudian didinginkan dalam minyak mineral pada suhu kamar. Segera setelah quenching spesimen di-tempered pada suhu 400° C dan 200° C selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Pada kisaran suhu temper 200° C-400° C, tiba-tiba ada peningkatan kekuatan impak, keuletan dan ketangguhan material, karena suhu dan waktu meningkat. UTS turun pada awalnya, dan kekerasan bahan akan tergantung pada jumlah fase martensit dan mempertahankan nodul austenitik

dan grafit. Dalam pekerjaan ini unsur-unsur paduan juga mempengaruhi struktur mikro spesimen. Dan karena peningkatan waktu tempering, jumlah fasa martensit akan menurun dan fasa austenitik yang ditahan akan meningkat, fasa austenitik yang ditahan lebih lunak daripada martensit sehingga kekerasan akan berkurang.

34 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Skema Penelitian

Langkah-langkah penelitian ini dapat dijabarkan seperti pada Gambar 3.1:

c

1. Perhitungan Kekuatan Tarik pada Uji Tarik 2. Perhitungan Harga Keuletan pada Uji Impak 3. Penghitungan Laju Korosi

Perlakuan Panas Quenching dan Tempering Suhu 600º C

Analisa Hasil Dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran

3.2. Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja S45C dengan kadar karbon 0,42-0,48% yang memiliki profil silinder. Untuk lebih menguasai teori tentang baja, penulis terlebih dahulu menjelaskan dasar–dasar teori, seluk beluk tentang baja dan pengaruh lingkungan pantai terhadap baja serta efek perlakuan panas yang diberikan.

3.2.1. Baja S45C

Material baja S45C adalah merk salah satu produk baja yang diproduksi oleh bohler. Baja S45C JIS G 4051 (Japan) merupakan baja karbon untuk penggunaan struktur mesin. Baja ini memiliki komposisi kandungan Sulfur 0,035% S, Karbon 0,42% - 0,48 %, Silikon 0,15% - 0,35%, Khrom 0,2% Cr, Mangan 0,6% - 0,9 %, Nikel 0,2% Ni, Phospor 0,03% P dan Tembaga 0,3% Cu.

Sedangkan data mekanik sesuai dengan dengan propertinya memiliki kekerasan HB: 137–170, dengan suhu kritis Ac: 720-780°C dan suhu kritis Ar: 689-750°C.

Material ini banyak digunakan pada industri otomotif untuk bahan baku pembuat komponen atau struktur mesin melalui pembentukan panas pengerolan maupun tempa. Produk yang dihasilkan adalah connecting rod, piston pin, axies, shaft, crankshaft, rel kereta dan lain-lain. Untuk memperbaiki sifat mekanis dari bahan ini diberikan perlakuan panas (heat treatment). Sifat mekanis bahan disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan ketika menjadi bagian dari elemen permesinan. Perbaikan sifat mekanik ini akan memudahkan dalam proses permesinan, asembly serta ketahanan dari kerusakan yang fatal. (Edi Widodo, Miftahul Huda 2016).

Gambar 3.2 Spesimen Baja S45C

3.2.2. Uji Komposisi Baja S45C

Penelitian ini menggunakan baja yang berbentuk silinder dengan kadar karbon 0.47% dan dengan paduan logam lainnya. Pada penelitian ini juga akan dilakukan uji komposisi untuk mengetahui kandungan-kandungan logam lainnya yang berada dalam spesimen uji.

Tabel 3.1 Unsur Kimia Baja Karbon Sedang S45C

3.3. Peralatan yang digunakan

Alat–alat yang digunakan dalam pembuatan dan pengujian spesimen meliputi :

a. Alat yang digunakan dalam pembuatan spesimen 1. Mesin bubut

Gambar 3.3 merupakan contoh mesin bubut. Mesin bubut ini digunakan untuk membuat spesimen uji tarik.

Unsur Kandungan

Gambar 3.3 Mesin Bubut 2. Mesin milling

Mesin milling seperti Gambar 3.4 sering digunakan dalam proses pemesinan dimana mesin ini menggunakan mata pisau yang berputar digunakan untuk menyayat benda kerja, mesin ini digunakan untuk pembuatan specimen uji impak yang dari awal profil silinder dan akhirnya menjadi profil kubus.

Gambar 3.4 Mesin milling 3. Jangka Sorong

Gambar 3.5 adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur ukuran-ukuran pada saat mengerjakan spesimen uji.

Gambar 3.5 Jangka Sorong 4. Pahat Bubut

Pahat bubut seperti pada Gambar 3.6 digunakan sebagai alat potong pada saat pembentukan spesimen uji.

Gambar 3.6 Pahat Bubut 5. Kikir

Kegunaan kikir pada Gambar 3.7 digunakan untuk meratakan, menghaluskan suatu bidang, dan membuat rata permukaan.

Gambar 3.7 Kikir b. Alat yang digunakan dalam pengujian spesimen

1. Mesin Uji tarik

Alat uji tarik ASTM A370 dengan seri GEOTECT KT -7010AZ Taiwan, ROC Dengan kemampuan maksimal tarik 5 ton (5000 kg) yang di

sajikan pada Gambar 3.8 dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan.

Gambar 3.8 Mesin uji tarik ASTM A370 2. Oven

Kegunaan oven untuk memamaskan atau mengeringkan alat-alat laboratorium atau objek-objek lainnya. Gambar 3.9 merupakan contoh alat oven.

Gambar 3.9 Oven Metallurgi 3. Stopwatch

Alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan dalam kegiatan, misalnya: berapa lama sebuah benda dapat bertahan pada suhu 600° C. Gambar 3.10 merupakan contoh alat stopwatch.

Gambar 3.10 Stopwatch 4. Neraca Digital

Neraca Digital pada Gambar 3.11 digunakan untuk menimbang berat awal dari spesimen uji dan perubahan berat setelah dibersihkan dari korosi.

Neraca yang digunakan memiliki ketelitian 0,01 gram.

Gambar 3.11 Neraca Digital 5. Accu zurr

Air aki zuur mengandung asam sulfat (H2S04). Karena adanya asam sulfat di air aki zuur ini, maka air aki yang bewarna bening ini sifatnya keras dan mengandung elektrolit, yaitu zat yang dapat menyimpan serta mneghantarkan listrik. Gambar 3.12 merupakan contoh aki zuur.

Gambar 3.12 Accu zurr

6. Oli

Sebagai media pendingin dalam proses quenching dan sebagai pelumas.

Gambar 3.13 merupakan media pendinginan menggunakan oli.

Gmbar 3.13 Oli 7. Thermometer

Kegunaan thermometer untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Gambar 3.14 merupakan contoh alat thermometer.

Gambar 3.14 Thermometer 8. Mesin Uji Impak

Merupakan alat uji untuk mengetahui kekuatan dan keuletan material.

Gambar 3.15 merupakan mesin alat uji impak.

Gambar 3.15 Mesin Uji Impak

3.4 Pembuatan Spesimen

Sebelum penelitian dimulai, baja akan dibuat spesimen uji sesuai dengan ukuran standar ASTM A370-08a untuk uji tarik yang disajikan pada Gambar 3.16 dan standar JIS Z 2202 (1968) untuk uji impak yang disajikan pada Gambar 3.18. Mesin bubut digunakan untuk pembuatan spesimen uji tarik sedangkan mesin milling digunakan untuk pembuatan spesimen uji impak.

Ukuran dari spesimen uji menyesuaikan mesin uji tarik dan mesin uji impak di laboratorium ilmu logam Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma dan di laboratorium pengujian bahan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri IST Akprind Yogyakarta.

Gambar 3.16 Standar ASTM A370-08a

(Sumber: © ASTM International , 100 Barr Harbor Drive, PO Box C700, West Conshohocken, PA 19428-2959, United States)

Tahap–tahap pembuatan spesimen uji tarik :

a. Memilih baja silinder dengan ukuran 13x120 mm.

b. Menentukan ukuran spesimen berdasarkan standar ASTM A370-08a dengan skema pada Gambar 3.15.

c. Baja silinder dibentuk menggunakan mesin bubut dengan ukuran yang telah ditentukan.

Gambar 3.17 Bentuk dan Ukuran Spesimen Uji Tarik

Gambar 3.18 Standar JIS Z 2202 (1968)

(Sumber: JIS Hand Book Non- Ferrous Metals and Metallurgy 1973 Edited and Published by Jepanese Standards Association1-24, Akasaka 4-chrome, Minato-ku,

Tokyo 107, Japan)

Tahap–tahap pembuatan spesimen uji impak :

a. Memilih baja silinder dengan ukuran lebih dari 10x55 mm.

b. Menentukan ukuran spesimen berdasarkan standar Standar JIS Z 2202 (1968) dengan skema pada Gambar 3.17

c. Baja silinder dibentuk menggunakan mesin milling dengan ukuran yang telah ditentukan.

25 mm 13 mm

120 mm 6,25 mm 32 mm

Gambar 3.19 Bentuk dan Ukuran Spesimen Uji Impak metode charpy

3.5 Proses Perlakuan Panas

Perlakuan panas (heat treathmen) pada baja digunakan untuk memodifikasi struktur mikro pada baja sehingga dapat mengubah karakteristik mekanik baja. Perubahan struktur mikro baja dengan perlakuan panas sangat bergantung pada proses pemanasan dengan suhu tertentu dan pendinginan dengan kecepatan tertentu.

Sebelum diberi perlakuan panas tempering, spesimen uji diberi perlakuan panas quencing terlebih dahulu untuk mengeraskan spesimen uji dan selanjutnya dilakukan proses tempering untuk melunakkannya.

3.6 Proses Quencing

Proses quencing dilakukan untuk mengeraskan spesimen uji, langkah awal dari proses ini adalah memanaskan spesimen uji ke dalam oven dengan suhu 850oC. Setelah suhu yang ditentukan telah tercapai, dilakukan penahanan suhu 60 menit agar seluruh bagian spesimen uji memiliki suhu yang sama.

Kemudian benda dikeluarkan dari oven dan didinginkan secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis dengan media pendinginan oli.

Gambar 3.20 spesimen didinginkan dalam oli

3.7 Proses Tempering

Baja yang telah melalui proses quencing akan mengalami kerapuhan.

Kerapuhan dapat dikurangi dengan melakukan proses tempering pada spesimen uji. Perlakuan panas tempering terdiri dari pemanasan kembali spesimen uji yang telah dikeraskan dibawah suhu kritis lalu dilanjutkan dengan pendinginan.

Berikut ini adalah langkah proses tempering pada spesimen uji :

1. Spesimen uji yang telah di quencing dimasukkan kembali ke dalam oven dan dipanaskan kembali dengan suhu 600o C.

Gambar 3.21 spesimen uji dipanaskan kembali dengan suhu 600o C

2. Setelah dipanaskan dengan suhu 600o C spesimen uji ditahan didalam oven selama 60 menit agar suhu dari oven merata pada spesimen uji.

3. Setelah mencapai 60 menit yang ditentukan, oven bisa dimatikan dan biarkan benda tetap berada di dalam oven hingga dingin.

Gambar 3.22 Spesimen uji dengan perlakuan tempering

3.8 Penempatan Spesimen Uji pada Lingkungan pantai

Penempatan pada lingkungan pantai bertujuan untuk membandingkan laju korosi antara spesimen polos dengan spesimen quenching tempering. Lama waktu ditempatkan di pantai adalah 45 hari sampai 90 hari dengan metode spesimen uji digantungkan pada lingkungan pantai, setiap bulan spesimen akan diambil untuk diuji, spesimen uji akan diuji tarik dan impak serta dihitung laju korosinya.

Gambar 3.23 Spesimen uji digantungkan pada lingkungan pantai

3.9 Uji Tarik

Pengujian tarik dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik spesimen uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjangan yang dialami spesimen uji (Djaprie, 1986:276). Mesin yang digunakan adalah jenis Universal Testing Machine dengan kekuatan tarik maksimum 5 ton (5000 kg).

Langkah-langkah pengujian tarik adalah:

1. Spesimen uji diukur menggunakan jangka sorong untuk mendapatkan dimensi awal.

2. Pada Gambar 3.23 Spesimen uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji tarik dengan menaikan atau menurunkan grip bagian bawah, sehingga spesimen uji berada pada posisi grip dengan tepat dan betul-betul vertikal.

Gambar 3.24 Spesimen uji dipasang pada grip (penjepit) mesin uji tarik 3. Pada bagian ujung-ujung gauge length spesimen uji dipasang alat

pengukur pertambahan panjang (Ekstensometer).

4. Spesimen uji diberi beban sehingga spesimen uji akan bertambah panjang dan sampai pada saat spesimen uji tersebut mengalami kegagalan atau patah.

Gambar 3.25 spesimen uji tersebut mengalami kegagalan atau patah

5. Data hasil penarikan yang terlihat pada panel mesin dicatat. Data ini meliputi nilai pertambahan panjang, beban tarik dan print out diagram pertambahan panjang berbanding beban.

3.10 Uji Impak

Uji Impak digunakkan untuk mengetahui kekuatan, kekerasan, serta keuletan material. Oleh karena itu uji impak banyak dipakai dalam bidang menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut. Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Perbedaan dari pembebanan jenis ini dapat dilihat pada strain rate.

Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban impak, terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu beban yang menumbuk ke spesimen. Proses penyerapan energi ini, akan diubah dalam berbagai respon material seperti deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.

Mesin yang digunakan adalah mesin uji impak impact Charpy HUNG TA

Mesin yang digunakan adalah mesin uji impak impact Charpy HUNG TA