• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

2. Uji Model Fit

5.2. Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Bidan

5.2.3. Pengaruh Sumber Daya terhadap Kinerja Bidan

Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan (Tangkilisan, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya ada 1 (7.1%) dari 14 responden yang memiliki sumber daya tidak baik, namun kinerjanya baik. Sementara responden yang sumber dayanya baik, memiliki kinerja baik sebanyak 53 (94.6%) dari 56 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel sumber daya berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.020 (p-value < 0.05).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Setiawan (2007), memperoleh hasil bahwa sumber daya berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value = 0,001). Ketersedian sumber daya dalam bentuk sarana pelayanan sebagai salah satu faktor pendukung juga dikemukakan

Gitosudarmo, dkk., (2000), yang mengatakan bahwa faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan adalah sarana atau alat dalam pelaksanaan tugas pelayanan, sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masih ada bidan yang mengatakan bahwa sumber daya yang mereka miliki belum memadai dalam melakukan praktik kebidanan. Hal tersebut diketahui dari hasil kuesioner yang menunjukkan sebesar 18,6% bidan mengatakan bahwa transportasi tidak tersedia untuk merujuk ibu hamil dengan cepat jika terjadi kegawat daruratan ibu dan janin, sebesar 30,0% bidan mengatakan bahwa peralatan praktek tidak lengkap, sebesar 12,9% bidan mengatakan bahwa perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV (set infuse, Ringer laktat dan alat suntik sekali pakai) tidak tersedia, dan sebesar 12,9% bidan mengatakan bahwa obat anti hipertensi yang dibutuhkan untuk kegawatdaruratan (mis: Magnesium Sulfat, kalsium glukonas) tidak tersedia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), bahwa dengan didukungan oleh peralatan yang memadai, karyawan akan produktif dalam bekerja sehari-hari. Robbin (2006), menyatakan bahwa dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu

(kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, dan peralatan yang belum memadai.

Menurut Timple (1992), fasilitas kerja berhubungan dengan penampilan kerja, dimana fasilitas diperlukan agar keterampilan petugas bisa dilaksanakan sehingga motivasi petugas meningkat yang akan meningkatkan kinerja petugas. Lebih lanjut Azwar (1996), menambahkan bahwa sarana/alat merupakan suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu tujuan.

5.2.4. Pengaruh Imbalan terhadap Kinerja Bidan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 16 (51.6%) dari 31 responden yang mendapatkan imbalan kategori tidak baik, namun kinerjanya baik. Sementara responden yang mendapatkan imbalan kategori baik, memiliki kinerja baik sebanyak 38 (97.4%) dari 39 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel imbalan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.021 (p-value < 0.05).

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa sebesar 52,9% bidan mengatakan bahwa imbalan yang diterima saat ini tidak sesuai dengan tantangan pekerjaan yang dirasakan, dan sebesar 50,0% bidan mengatakan bahwa imbalan yang diterima dari pihak tim pengelola program Jampersal tidak sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Dengan adanya persepsi bidan terhadap

pemberian imbalan dalam menjalankan program Jampersal yang belum sesuai dengan harapan mereka, maka hal tersebut mempengaruhi kinerja bidan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Setiawan (2007), memperoleh hasil bahwa imbalan berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value = 0,003). Sementara hasil penelitin Darsiwan (2002), memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara imbalan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value =0,963)

Program Jampersal yang memberikan bantuan persalinan dengan gratis memiliki segi negatif. Sebab, program Jampersal bisa dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Seharusnya program tersebut lebih tepat diarahkan khusus untuk masyarakat ekonomi lemah. Selain itu, imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan sangatlah kecil. Padahal, dalam proses persalinan, tenaga yang harus dikeluarkan oleh bidan sangatlah besar dan sangat berisiko. Belum lagi ketegangan yang harus dialami selama menunggu proses persalinan serta observasi yang dilakukan oleh bidan kadang membutuhkan waktu lebih dari 24 jam. Seorang bidan tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan proses persalinan, melainkan ada bantuan dari beberapa orang asisten. Para asisten tersebut juga harus mendapatkan hak mereka yaitu berupa gaji dan bonus setiap persalinan yang dilakukan. Belum lagi obat-obat serta alat medis sekali pakai yang dibutuhkan saat proses persalinan. Maka imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan belumlah cukup.

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara juga diketahui bahwa pada umumnya bidan merasa menolong sesama merupakan panggilan jiwa. Sehingga dalam proses menolong persalinan seorang bidan tidak bisa meninggalkan prosedur yang berlaku. Dimana, dibutuhkan alat-alat kesehatan serta obat-obatan sekali pakai, meskipun obat-obatan tersebut nilainya cukup tinggi. Bidan memang menyadari bahwa imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan tergolong kecil. Namun, keinginan bidan untuk membantu sesama khususnya bagi keluarga ekonomi lemah masih tinggi. Dimana, di lingkungan sekitar tempat tinggal bidan, masih banyak masyarakat yang selama ini tidak berani berkunjung ke praktek bidan. Itu karena masyarakat tersebut takut tidak bisa membayar jasa pelayanan ke tempat praktek bidan. Bidan senang karena bisa beramal kepada orang-orang tidak mampu meskipun anggaran Jampersal dari pemerintah kecil.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Arymurti (2006) menemukan bahwa pelaksanaan pemberian imbalan mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja Sumber Daya Manusia, yang mendapat imbalan lebih besar kinerja semakin meningkat pula. Gibson (2000), mengatakan bahwa insentif atau imbalan dapat diberikan dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman). Samsudin (2006), juga mengatakan hal yang sama, bahwa suatu kompensasi akan dapat meningkatkan atau menurunkan prestasi kerja atau memotivasi karyawan. Jika para karyawan berpersepsi kompensasi

mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi maupun kepuasan kerja dapat menurun drastis. Program-program kompensasi sangatlah penting untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena mencerminkan adanya usaha organisasi atau perusahaan untuk mempertahankan kinerja sumber daya manusia.

Pemerintah Kota Padangsidimpuan seharusnya memberikan imbalan sesuai dengan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/MENKES/ PER/XII/2011, yaitu untuk pemeriksaan kehamilan sebesar Rp. 80.000 dengan frekuensi 4 kali, tarif persalinan normal sebesar Rp. 500.000,-, dan pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan sebesar Rp. 80.000 dengan frekuensi 4 kali.

Para Bidan mengeluhkan dana klaim yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/MENKES/ PER/XII/2011 terkait dengan layanan paket program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diterima bidan. Akibatnya, sejumlah bidan praktik swasta enggan untuk terlibat dalam program Jampersal tersebut. Bidan mengatakan bahwa adanya keengganan bidan swasta yang tidak ikut serta dalam Program Jampersal karena mereka mendapat laporan dari para bidan lainnya terkait dengan biaya paket persalinan yang kerap diterima hanya sebesar 70-80% dari tarif pelayanan program jaminan persalinan yang telah ditentukan.

Tangkilisan (2005), mengatakan bahwa kurangnya insentif yang diberikan kepada pelaksana kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat

melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Terbatasnya insentif tersebut tidak akan mampu mengubah sikap dan perilaku para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki sikap tinggi dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup. Besar kecilnya insentif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pelaku kebijakan. Insentif tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk rewards and punishment.

BAB 6

Dokumen terkait