• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

2. Uji Model Fit

5.1. Pengaruh Faktor Psikologis terhadap Kinerja Bidan

5.1.3. Pengaruh Sikap terhadap Kinerja Bidan

Kotler (2000), menjelaskan bahwa sikap merupakan hasil dari proses pembentukan persepsi seseorang. Mangkunegara dalam Arindita (2002), berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penerimaan stimulus dan penafsiran terhadap program Jaminan Persalinan (Jampersal).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 33 (67.3%) dari 49 responden yang sikapnya tidak baik, memiliki kinerja baik. Sementara responden yang sikapnya baik, semuanya memiliki kinerja baik. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel sikap berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value = 0.044 (p-value < 0.05).

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Setiawan di Kabupaten Tasikmalaya (2007), dengan menggunakan pendekatan cross-sectional diperoleh hasil bahwa sikap dalam pelayanan berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value = 0,000). Sementara Darsiwan (2002), memperoleh hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara sikap bidan di desa dengan kinerja bidan dalam Pertolongan Persalinan (p-value =0,963).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, meskipun sebagian besar bidan menjawab setuju setiap indikator, namun dari hasil juga diketahui bahwa masih banyak bidan yang mengatakan kurang setuju pada beberapa indikator, yaitu sebesar 38.6% bidan kurang setuju untuk mengajak bidan lain ikut serta dalam program Jampersal, dikarenakan program Jampersal belum sepenuhnya diminati bidan praktik swasta. Hal ini disebabkan pendapatan bidan lebih besar jika melayani pasien di luar Jampersal. Sebesar 25.7% kurang setuju bila bidan dinyatakan senang dalam penyampaian laporan bukti-bukti pelayanan yang sah dan harus ditanda tangani oleh peserta Jampersal. Adanya sikap yang kurang senang karena pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui sebesar 48.6% bidan kurang setuju apabila bidan tidak menarik biaya tambahan kepada peserta program Jampersal diluar tarif yang ditentukan dengan alasan apapun. Sikap bidan yang kurang setuju dikarenakan biaya persalinan normal yang dibutuhkan tidak mencukupi apabila hanya mengandalkan dari klaim Jampersal. Biaya itu mencakup persalinan, obat, alat habis pakai, kamar, dan makanan bergizi. Selain itu, untuk menambah pendapatan bidan maka ada bidan yang menyediakan fasilitas cuci pakaian dan mengurus akta kelahiran. Selain itu, dari hasil juga diketahui sebesar 48.6% bidan kurang setuju bila bidan diberi sanksi apabila bidan memungut biaya tambahan pelayanan kesehatan kepada peserta program Jampersal, karena bidan beranggapan bahwa uang pengganti persalinan dari pemerintah dianggap tidak sepadan.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebesar 30.0% bidan kurang setuju bila bidan dinyatakan akan memperpanjang kerjasama dalam program Jampersal sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama. Timbulnya sikap kurang setuju untuk tidak menandatangani kontrak jampersal lagi dikarenakan bidan berpandangan bahwa unit biaya yang ditanggung Jampersal terlalu kecil untuk di Kota Padangsidimpuan, sekalipun adanya isu bahwa pemerintah Kota Padangsidimpuan akan menaikkan tarif untuk membantu persalinan normal dan tarif pemeriksaan ibu hamil per kunjungan.

Ajzen (1994), berpendapat bahwa sikap tumbuh karena adanya suatu kecenderungan untuk merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek, orang lembaga, atau peristiwa tertentu. Mueller (1996), juga mengatakan bahwa sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Berkowitz, “sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorabel) ataupun perasaan tidak mendukung (tak-favorabel) terhadap objek,” (Saifuddin, 1998). Dengan kata lain, sikap dapat bersifat positif dan negatif.

5.1.4. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Bidan

Ishak dan Hendri (2003), mengatakan bahwa manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan

sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya ada 1 (8.3%) dari 12 responden yang motivasinya tidak baik, memiliki kinerja baik. Sementara responden yang motivasinya baik, memiliki kinerja baik yaitu sebanyak 53 (91.4%) dari 58 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.036 (p-value < 0.05).

Hasil penelitian tersebut senada dengan Surani (2007), dengan judul penelitian “Analisis Karakteristik Individu dan Faktor Instrinsik yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Kendal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Diperoleh hasil bahwa motivasi berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan (p-value =0,0001). Sementara hasil penelitian Darsiwan (2002), memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja bidan dalam Pertolongan Persalinan (p-value =0,626).

Beberapa hal yang membuat beberapa bidan kurang termotivasi terhadap Program Jampersal adalah karena program jampersal juga diberlakukan bagi ibu yang tergolong mampu. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Program Jampersal

memang berlaku untuk semua kalangan, baik kaya maupun miskin. Untuk mendapatkan pelayanan program tersebut cukup gampang, masyarakat cukup memberikan KTP saja dan tidak perlu memberikan keterangan surat kurang mampu, karena program tersebut berlaku untuk semua masyarakat baik kaya maupun miskin. Menurut bidan, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sehingga bagi para ibu yang berkecukupan secara ekonomi, rasanya kurang tepat bila melayani pasien persalinan orang kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan. Sehingga persepsi bidan tersebut mempengaruhi kinerja bidan terhadap pelaksanaan program Jaminan Persalinan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Agar bidan tidak memiliki persepsi salah terhadap program Jampersal, maka program Jampersal harus lebih disosialisaikan lagi. Menurut Edward (1999), dimensi kemunikasi sangat menentukan dalam berhasilnya suatu program. Oleh karena itu penyampaian pesan merupakan hal yang mutlak harus diperhatikan. Persyaratan utama bagi implementasi yang efektif adalah bahwa para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan, keputusan kebijakan harus disalurkan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi transformasi, kejelasan, dan konsistensi. Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target grup, dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat

diterima dengan jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut.

Selain masalah kepesertaan Program Jampersal yang berlaku untuk semua ibu tanpa memandang sosial ekonominya, dari hasil juga diketahui bahwa sebesar 37,1% bidan mengatakan tidak tertantang untuk bekerja semaksimal mungkin melaksanakan tugas sebagai bidan dalam pelaksanaan program Jampersal. Bidan akan tertantang untuk bekerja maksimal bila layanan Jampersal di Kota Padangsidimpuan hanya diperuntukan bagi ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi. Misalnya, umur si ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun, tingginya kurang dari satu meter, juga punya riwayat penyakit. Dengan adanya petunjuk seperti itu, diharapkan para ibu hamil yang mempunyai kondisi normal tidak lagi berbondong-bondong ingin melahirkan di tempat praktik bidan secara gratis serta memanfaatkan program Jampersal.

Di luar semua masalah yang berkaitan dengan motivasi bidan terhadap Program Jampersal, namun secara keseluruhan diketahui bahwa semua bidan memiliki tujuan ikut program Jampersal karena keinginannya untuk ikut serta dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, dan akan tetap memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, meskipun ekonomi mereka tergolong mampu namun merupakan pasien Jampersal (70,0%), serta bekerja sesuai dengan standar pelayanan kebidanan agar program Jampersal dapat tercapai (100,0%). Kecenderungan ini mendukung teori yang menyatakan bahwa jika seseorang

termotivasi, maka dia akan berusaha keras. Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Gibson, 2000). Tangkilisan (2005), mengatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh motivasi para pelaku kebijakan terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan.

Insentif merupakan salah satu cara memotivasi tenaga bidan agar bidan dapat memberikan kinerja terbaiknya, maka pemberian insentif yang sesuai dengan tarif yang ditetapkan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011 merupakan salah satu bentuk kebijakan dalam meningkatkan motivasi bidan agar memberikan kinerja yang baik dalam meningkatkan pelayanan yang berkaitan dengan pelaksanaan program Jampersal. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebesar 55 (78,6%) bidan mengatakan bahwa insentif yang mereka terima akan dapat meningkatkan gairah kerja yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa insentif dalam bentuk uang (finansial) dan non uang (non finansial) termasuk salah satu faktor motivasi ekstrinsik yang dapat meningkatkan kinerja provider bidan dalam pelaksanaan program Jampersal. Kepuasan terhadap imbalan/uang insentif terkait dengan persepsinya terhadap

perbandingan antara apa yang diperolehnya dari pekerjaan berupa gaji/insentif dan upaya yang dicurahkannya dengan perbandingan yang sama diperoleh oleh orang lain (Gibson, 2000).

Dokumen terkait