KAJIAN SPASIAL PERMUKIMAN TIDAK TERENCANA
5.4. Pengaruh Jaringan Prasarana dan Pemanfaatan Tanah terhadap Bentuk terkait Fungsi Ruang pada Permukiman di Pesisir Belawan
Sistem struktur ruang permukiman berhubungan dengan pola spasial yang terbentuk pada permukiman tersebut. Menurut Yang, dkk (2015) hubungan antara morfologi dan fungsi mempunyai dua aspek utama. Aspek pertama meninjau hubungan antara spasial atau pola distribusi geografis dari kegiatan sosial ekonomi. Aspek kedua meninjau hubungan antara bentuk fisik dan mekanisme morfologi yang berlandaskan pada transformasi fungsional. Fitur morfologi dapat diinterpretasikan sebagai ukuran blok, kepadatan bangunan, bentuk spasial, garis pandang, pola fasad bangunan, koneksi dengan fisik, atau bahkan hubungannya secara topologi. Melalui teori Yang, dkk (2015), bentuk spasial adalah salah satu aspek morfologi yang memiliki hubungan dengan fungsi ruang. Hubungan ini berlandaskan pada perubahan fungsi yang terjadi pada lingkungan ruang tersebut terbentuk.
Mempelajari pola adalah melihat tatanan yang memperlihatkan bagaimana hubungan di antara unsur-unsur tersebut terjadi atau berlangsung dan bagaimana unsur-unsur tersebut diletakkan. Mempelajari pola fisik adalah mempelajari rancangan fisiknya (Alexander, C., 1977). Untuk itu mempelajari pola spasial adalah melihat korelasi atau koneksi antar setiap elemen fisik lingkungan binaan, bagaimana tatanan terbentuk atau berlangsung dan di mana unsur tersebut berada. Letak unsur setiap elemen fisik mempengaruhi korelasi yang terjadi. Permukiman informal pada Kampung Nelayan Belawan Medan tersebar ke dalam beberapa lokasi, mulai dari Jalan Gulama sampai kepada ujung Jalan T. M. Pahlawan.
Orientasi bangunan pada setiap lokasi sebagian besar menghadap badan jalan. Pada area yang dekat dengan laut juga sebagian besar bangunan berorientasi ke jalan walaupun ada juga rumah yang berorientasi ke laut, terutama apabila masyarakat tersebut memiliki kapal nelayan dan tempat penangkarannya. Pada setiap area, bangunan yang berdiri memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi tersebut antara lain hunian, perdagangan dan jasa, pendidikan, dan tempat ibadah. Fungsi terbanyak adalah hunian, kemudian perdagangan dan jasa. Sedikit lokasi yang memiliki tempat ibadah dan hanya satu lokasi yang memiliki fasilitas pendidikan. Sedikitnya fasilitas umum yang terdapat pada permukiman informal tersebut dapat terjadi akibat dari faktor jaringan jalan yang sempit dan tidak strategis, kemudian masyarakat setempat yang tidak mampu secara ekonomi untuk mendirikan fasilitas tersebut, atau tidak adanya peran pemerintah dalam pembentukan permukiman sehingga fasilitas dasar lain seperti kesehatan dan ruang terbuka tidak disediakan. Tabel 5.8 menjelaskan faktor yang melatarbelakangi fungsi hunian yang terbentuk, bagaimana orientasi bangunan terhadap jaringan jalan, dan bagaimana bentuk spasial yang terjadi pada permukiman tersebut.
Tabel 5.8 Struktur Ruang dan Pola Spasial pada Permukiman Tidak Terencana di Kampung Nelayan Belawan Medan
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi (a) Jalan Gulama Jalan Gulama adalah jalan formal yang
terintegrasi dengan jalan-jalan di sekitarnya seperti Jalan Alu-alu, Jalan Bawal, Jalan Bandeng, dan lain-lain. Lebar jalan Gulama sekitar 8 meter.
-Hunian -Perdagangan dan Jasa -Pendidikan
Jalan Gulama termasuk salah satu jalan formal yang dibangun oleh pemerintah. Bangunan yang berorientasi pada Jalan Gulama berbentuk permanen dan tampak seperti rumah pada permukiman informal walaupun bangunan tersebut tidak didirikan di atas lahan pribadi. Hal ini menyebabkan banyak rumah yang berdiri berjejer mengikuti garis jalan karena pemukim meniru keadaan permukiman formal yang terintegrasi dengan Jalan Gulama.
Selain bentuk bangunan pada Jalan Gulama yang permanen, beberapa bangunan yang
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi atas jalan yang mereka bangun sendiri. Jalanan ini berukuran sempit karena faktor keterbatasan lahan dan kebutuhan masyarakat yang tidak memerlukan jalan yang terlalu lebar.
(b) Jalan Hiu Jalan Hiu adalah jalan formal yang dibangun pemerintah. Lebar jalan Hiu sekitar 8 sampai 9 meter.
-Hunian
-Perdagangan dan Jasa
Area permukiman informal di Jalan Hiu berorientasi ke arah laut. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan lahan atau kebutuhan pemukim yang bermatapencaharian nelayan untuk memiliki tempat penangkaran kapal nelayannya sendiri di depan huniannya. Pada area permukiman informal di Jalan Hiu hanya terdapat hunian dan perdagangan. Pada area ini bangunan banyak yang didirikan secara permanen seperti pada
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi
Jalan Gulama karena masyarakat
di sekitar Jalan Hiu meniru bangunan yang berada di sekitarnya. Jalan Hiu juga dekat dengan pasar dan jalan arteri primer/Jl. Yos Sudarso.
(c) Lorong Bakti
Lorong Bakti terintegrasi dari Jalan T. M. Pahlawan dan berakhir menuju laut. Lorong ini dibentuk oleh kebutuhan pemukim yang tinggal di lokasi permukiman informal dan berukuran kurang lebih 3,5 meter dan semakin sempit di ujung jalan.
-Hunian
-Perdagangan dan Jasa
Akibat dari bentuk jaringan jalan pada Lorong Bakti yang lurus dan menuju ke arah laut, bangunan yang berdiri di sekitarnya berbentuk persegi dan langsung menghadap badan jalan. Susunan massa bangunan lebih rapi dan mengikuti jalan karena tidak terdapat banyak jaringan jalan yang bercabang dari Lorong Bakti. Selain itu tidak banyak terdapat area perdagangan dan jasa karena area Lorong Bakti
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi sempit, hanya dapat dilalui kendaraan roda dua dan pejalan kaki, sehingga hanya area perdagangan hanya berupa toko kelontong saja. Jaringan jalan yang membentuk Lorong Bakti mempengaruhi letak bangunan pada lorong tersebut.
(d) Lorong Amal Lorong Amal sama seperti Lorong
Bakti yang terintegrasi langsung dengan Jalan T. M. Pahlawan. Lorong ini juga berakhir pada area laut dan dibentuk oleh pemukim untuk memenuhi kebutuhan mereka akan prasarana jaringan jalan. Aksesibilitas di jalan ini juga hanya dapat dilalui oleh sepeda motor dan pejalan kaki.
-Hunian
-Perdagangan dan Jasa
Keadaan pada Lorong Amal hampir mirip dengan keadaan pada Lorong Bakti. Hal ini dapat terjadi akibat dari kedekatan antar lorong sehingga masyarakat cenderung mengikuti apa yang terjadi atau dilakukan oleh tetangganya ketika membangun atau menciptakan hunian dan
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi
Lorong Amal jaringan jalan berbentuk lurus dan langsung berhenti di laut. Pada ujung jalan terdapat tempat penangkaran kapal nelayan seperti apa yang khas ditemukan pada Kampung- kampung Nelayan. Jaringan jalan yang lurus menyebabkan bangunan yang berdiri juga lurus karena mengikuti badan jalan. Pada Loron Amal tidak terdapat banyak jaringan jalan yang bercabang. Jalan yang bercabang terhubung ke Lorong Bakti karena kebutuhan pemukim untuk dapat pergi mengunjungi lorong tetangga tanpa harus keluar dari Lorong Amal terlebih dahulu. Hal ini mengindikasikan jaringan jalan yang terbentuk sesuai
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi untuk bersosialisasi dan aksesibilitas yang lebih gampang.
(e) Lorong Sukur
Lorong Sukur memiliki ruas-ruas yang terhubung ke Lorong Supir dan Lorong Amal. Ruas-ruas tersebut bersinggungan dan pada badan jalannya didirikan bangunan yang sebagian besar berupa hunian dan perdagangan. Lebar Lorong Sukur sekitar 3 meter.
-Hunian
-Perdagangan dan Jasa
Pada Lorong Sukur jalanan tampak lebih tidak teratur dan bercabang banyak dibandingkan pada dua lorong sebelumnya, yaitu Lorong Bakti dan Lorong Amal. Pada Lorong Sukur, jalan terhubung dengan Lorong Supir. Bangunan terbentuk mengikuti badan jalan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan masyarakat atau pemukim akan aksesibilitas atau jalan. Seperti yang terjadi pada dua lorong sebelumnya, bangunan pada Lorong Sukur juga berorientasi pada jaringan jalan sehingga percabangan jalan membentuk orientasi hunian- hunian.
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi (f) Lorong Supir Lorong Supir termasuk lorong dengan
cabang-cabang lorong yang lebih banyak dan ribet dibandingkan dengan lorong-lorong sebelumnya. Lorong ini cukup sempit dan hanya selebar 2 meter sehingga hanya dapat dilalui sepeda motor dan pejalan kaki.
-Hunian
-Perdagangan dan Jasa
-Peribadahan
Lorong Supir memiliki jaringan jalan yang panjang dan bercabang ke berbagai arah. Cabang jalan ini tersebar ke berbagai arah dan sebagian menjadi buntu atau mengarah ke laut. Pada area ini banyak bangunan yang berimpitan saling membelakangi atau berhadapan sehingga akses terlihat rumit dan tidak teratur. Ketidakteraturan jaringan jalan menyebabkan beragamnya bentuk bangunan. Pada ujung jalan terdapat tempat penangkaran kapal nelayan karena lebih memudahkan masyarakat yang bermatapencaharian nelayan untuk pergi melaut.
Blok/Jalan Jaringan Prasarana Pemanfaatan
Tanah Faktor yang Melatarbelakangi Pahlawan yang berlanjut terus sampai
berhenti buntu pada ujung area. Pada area ini terdapat bangunan yang berdiri sendiri dan kelihatan tersebar tanpa ada jaringan jalan yang terbangun di sekitarnya.
dan Jasa jalan arteri primer/Jalan Yos Sudarso. Jalanan ini mengarah pada area ruang terbuka yang luas namun tidak terawat. Akibat dekat dengan air laut, tanah pada area ini cenderung lembab walaupun berkontur datar. Pada area ini banyak bangunan yang terbengkalai walaupun jumlah hunian yang terbangun paling sedikit dibandingkan dengan area lain. Pada area ini juga terdapat fungsi perdagangan namun hanya berupa tempat pengumpulan ikan untuk dibawa kembali ke pasar karena area ini tidak strategis untuk perdagangan.
Keterangan Gambar: : Massa bangunan informal
Adapun dalam membangun permukiman dan merancang lingkungan binaannya, terdapat kecenderungan yang terjadi pada tujuh kawasan permukiman informal di Kampung Nelayan Belawan Medan ini (Tabel 5.9). Kecenderungan ini terjadi akibat dari pengaruh massa bangunan dan jaringan jalan, prioritas kebutuhan masyarakat sehingga mempengaruhi jenis fungsi ruang yang terbentuk, dan kondisi sosial yang menyebabkan masyarakat cenderung mengikuti keadaan massa bangunan di sekitarnya.
Tabel 5.9 Pola Spasial yang Terbangun dan Hubungannya dengan Kondisi Prasarana di Kampung Nelayan Belawan Medan
Contoh Lokasi Kecenderungan Spasial
yang Terbangun
(a) Lorong Bakti (b) Lorong Sukur Keterangan:
: Jaringan jalan : Pola massa
1. Bangunan cenderung terbentuk mengikuti pola jalan yang telah terbangun. Apabila jalan yang dibangun linear, maka pola bangunan yang terbentuk juga cenderung lurus dengan bidang persegi panjang. Apabila jalan yang dibangun bercabang dan berkelok, pola bangunan juga cenderung berkelok mengikuti jalan dan terlihat asimetris.
(a) Jalan Gulama (b) Lorong Supir Keterangan: : Jaringan jalan : Pola massa : Laut
2. Akibat dari kebutuhan akan hunian, pemukim dapat membangun sendiri akses ke permukimannya atau jaringan jalan sendiri di sekitar rumahnya. Jalanan ini biasanya berukuran 2-3 meter dan hanya dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Jalanan tersebut dapat dibangun dengan menggunakan semen ataupun kayu.
(a) Jalan Gulama
(b) Lorong Supir Keterangan:
: Lokasi massa
3. Massa bangunan yang
terbentuk pada
permukiman tidak
terencana ini juga cenderung mengikuti massa bangunan yang ada di sekitarnya.
Apabila massa
bangunan dibangun pada jalan formal atau jalan yang dibangun
pemerintah, maka
huniannya cenderung
mengikuti fasad
bangunan yang berada
di jalan formal
walaupun bangunan
yang dimaksud
termasuk pada kategori bangunan informal.
Juga pada area
permukiman tidak
terencana, bangunan cenderung mengikuti bentuk fisik rumah di sekitarnya. Hal ini dapat
disebabkan oleh
kecenderungan manusia untuk meniru atau menemukan pola pada lingkungan yang telah terbentuk sebelumnya.
(a) Lorong Supir Keterangan:
: Lokasi massa
4. Ada prioritas pada pembentukan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat cenderung memprioritaskan
bangunan dan jalan lalu kemudian teras depan untuk halaman dan tempat penangkaran kapal bagi yang tinggal dekat dengan laut. Oleh karena itu, teras dan halaman atau taman jarang terlihat pada kawasan permukiman informal ini karena keterbatasan masyarakat dalam membangun lingkungannya dan faktor lain seperti daerah pinggiran laut yang tidak cocok dijadikan area berkebun.
(a) Jalan Gulama dekat dengan pusat pasar dan jalan arteri primer/Jl. Yos Sudarso memiliki panjang
5. Aksesibilitas yang terbentuk lewat jaringan jalan mempengaruhi banyaknya bangunan. Semakin panjang jalan tersebut maka bangunan akan semakin banyak. Semakin dekat jalan tersebut dengan jalan arteri primer (Jalan Yos
jalan 500 meter. Kelompok massa bangunan yang terbangun padat dan banyak dibandingkan dengan
Jalan T. M. Pahlawan.
(b) Ujung Jalan T. M. Pahlawan yang jauh dari pusat pasar dan jalan arteri primer sehingga bangunan
cenderung lebih sedikit dan terpencar. Keterangan:
: Jaringan jalan : Pola massa
Sudarso) maka massa
bangunan yang
terbangun lebih banyak dibandingkan daerah yang jauh dari pusat pasar.
Daerah yang dekat dengan jalan formal
atau jalan yang
dibangun pemerintah memiliki kelompok massa bangunan yang banyak. Bangunan pada badan jalan pemerintah cenderung berdekatan atau menempel satu sama lain dibandingkan
bangunan yang
dibangun pada jalan informal atau jalan yang dibangun pemukim.
PENEMUAN