• Tidak ada hasil yang ditemukan

Susunan Pemanfaatan Ruang dengan Jaringan Prasarana

KAJIAN SPASIAL PERMUKIMAN TIDAK TERENCANA

5.3. Susunan Pemanfaatan Ruang dengan Jaringan Prasarana

Pola spasial suatu permukiman ditentukan oleh bentuk yang melekat pada ruang. Daerah pesisir pantai dan daerah yang tidak berada pada pesisir pantai memiliki perbedaan terkait keadaan spasial ruangnya dikarenakan oleh kondisi fisik tapak atau keadaan lingkungannya. Pola spasial diidentifikasi melalui sistem blok massa, sistem jaringan jalan, ruang terbuka, dan sistem utilitas. Sedangkan sistem struktur berhubungan dengan fungsi atau penggunaan lahan. Untuk sistem blok massa, bangunan dibedakan berdasarkan fungsi. Fungsi tersebut dibedakan atas fungsi hunian, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi ibadah, fungsi MCK, dan lain-lain (Gambar 5.14). Pada daerah Kampung Nelayan ini, massa dapat dibedakan atas bangunan yang mempunyai kepemilikan yang sah dan bangunan yang tidak memiliki izin pemerintah. Keterangan penggunaan lahan pada permukiman dan luas tiap fungsi

Gambar 5.14 Peta Penggunaan Lahan pada kawasan Kampung Nelayan Keterangan Gambar:

: Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan : Laut

Tabel 5.4 Luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Jalan Gulama

Lokasi Keterangan Penggunaan

Lahan pada Permukiman

Luas Fungsi Permukiman

(a) Jalan Gulama Pada Jalan Gulama,

sebagian besar lokasi ini memiliki fungsi sebagai hunian. Setelah itu terdapat banyak lokasi ekonomi seperti toko kelontong, rumah makan, atau bengkel. Sebagian besar dari aktivitas ekonomi ini dilakukan di dalam rumah pemilik toko sehingga toko bergabung dengan fungsi hunian.

Pada area

permukiman tidak terencana di Jalan Gulama, fungsi paling luas terdapat pada permukiman. Setelah permukiman, fungsi terbanyak selanjutnya adalah area ruang terbuka atau

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Jalan Gulama.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 9101,2 m2 85 Perdagangan dan Jasa 1725,53 m2 18 Coastal Port 1379,42 m² 9 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga 389,07 m2 1 Kesehatan - - Keterangan Gambar: : Permukiman : Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

kondisi yang kurang baik seperti berlumpur dan dijadikan tempat pembuangan sampah tidak resmi. Pada Jalan Gulama juga terdapat banyak hunian yang digunakan sebagai tempat perdagangan seperti toko kelontong atau rumah makan.

(b) Jalan Hiu Sedangkan pada

Jalan Hiu, fungsi paling luas adalah area ruang terbuka atau lahan kosong. Luas area ruang terbuka lebih besar dibandingkan area hunian. Pada area Jalan Hiu tidak terdapat permukiman dengan struktur bangunan di bawah standard. Namun, akibat dari bangunan yang berdiri di pinggiran pantai, area tersebut termasuk permukiman informal sebab berdiri di atas tanah yang bukan milik pribadi. Selain itu di Jalan Hiu juga terdapat

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Jalan Hiu.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 1456,08 m² 15 Perdagangan dan Jasa 233,29 m² 2 Coastal Port 705,5 m² 6 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga - - Jl. Hiu Keterangan Gambar: : Permukiman : Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

sekolah tidak termasuk area permukiman tidak terencana.

Kesehatan - -

Ruang Terbuka 1831,73 m² 7

(c) Lorong Bakti

Area Lorong Bakti adalah salah satu dari empat buah lorong yang tersambung dengan Jalan T. M. Pahlawan. Pada area ini, luas lahan paling banyak digunakan untuk fungsi hunian. Luas hunian berkisar antara 22 m2 sampai 180 m2. Pada area Lorong Bakti juga terdapat coastal port atau tempat berlabuh kapal nelayan. Kapal-kapal tersebut ditambatkan di depan jalan hunian penduduk.

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Lorong Bakti.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 2123,27 m² 36 Perdagangan dan Jasa 433,03 m² 5 Coastal Port 114,58 m² 1 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga - - Kesehatan - - Ruang Terbuka 806,46 m² 1 Lorong Bakti Keterangan Gambar: : Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

jalan kecil sebagai sambungan antara kedua area permukiman. Pada Lorong Amal terdapat 26 massa dengan fungsi hunian dan memiliki luas sekitar 1976,18 m2. Pada area ini juga terdapat coastal port yang berada di depan hunian pemukim seperti pada Lorong Bakti.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 1976,18 m² 26 Perdagangan dan Jasa 895,65 m² 5 Coastal Port 241,31 m² 1 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga - - Kesehatan - - Ruang Terbuka - -

(e) Lorong Sukur Lorong Sukur adalah lorong

kedua terdapat pada aera permukiman tidak terencana di kawasan ini. Peta penggunaan lahan menunjukkan lokasi area ruang terbuka lebih luas dibandingkan area permukiman. Area ruang

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Lorong Sukur.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 3663,19 m² 92 Perdagangan 312,2 m² 12 Lorong Amal Keterangan Gambar: : Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

sebagian digunakan sebagai kuburan. Massa hunian ada 92 buah dan terdapat jalan- jalan atau gang-gang sempit yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Jalan kecil ini akan menghubungkan Lorong Sukur dengan Lorong Supir yang berada di sebelahnya. Semua jalan kecil yang terbentuk pada lokasi ini dikategorikan sebagai jaringan jalan tidak terencana dan terbentuk akibat dari pola hunian yang menciptakan ruang kosong sebagai tempat berlalu lalang. dan Jasa Coastal Port 18,4 m² 1 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga - - Kesehatan - - Ruang Terbuka 4068,37 m² 3

(f) Lorong Supir Lorong terakhir yang

tersambung dengan Jalan T. M. Pahlawan bernama Lorong Supir. Lorong Supir adalah lorong dengan

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di Lorong Supir.

Lorong Sukur

Keterangan Gambar: : Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

pada lokasi ini. Pada lokasi ini terdapat 223 buah massa dengan fungsi hunian. Selain itu, pada lokasi ini juga terdapat fungsi hunian dengan luas terbesar dibandingkan dengan area permukiman informal yang lain pada Kampung Nelayan Belawan Medan. Selain itu, hanya pada lokasi permukiman informal ini terdapat fungsi peribadatan.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 11931,85 m² 223 Perdagangan dan Jasa 330,09 m² 9 Coastal Port 388,69 m² 5 Peribadatan 189,61 m² 2 Pendidikan dan Olahraga - - Kesehatan - - Ruang Terbuka 6230,71 m² 7 Lorong Supir Keterangan Gambar: : Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

(g) Ujung Jalan T. M. Pahlawan Lokasi permukiman tidak terencana terakhir berada pada area ujung Jalan T. M. Pahlawan. Pada area ini terdapat banyak lahan kosong yang cukup luas sekitar 19.000 m2. Area coastal port di lingkungan ini paling luas dibandingkan dengan lokasi permukiman tidak terencana lainnya. Hal ini disebabkan oleh lokasi ini yang berada dekat dengan laut lepas. Selain itu tidak terdapat banyak hunian di area ini. Setiap massa hunian tampak berjarak cukup jauh dengan hunian lain. Berbeda dengan area lorong yang terintegrasi dengan Jalan T. M. Pahlawan yang memiliki pola massa yang berdempetan dan rapat antara satu dengan yang lainnya..

Berikut luas dan jumlah blok massa sesuai dengan fungsinya pada lokasi permukiman informal di ujung Jalan T. M. Pahlawan.

Fungsi Luas Jumlah

(massa/lokasi) Permukiman 3870,99 m² 21 Perdagangan dan Jasa 746,46 m² 3 Coastal Port 2735,73 m² 84 Peribadatan - - Pendidikan dan Olahraga - - Kesehatan - - Ruang Terbuka 19524,16 m² 2 Jl. T. M. Pahlawan Keterangan Gambar: : Permukiman

: Perdagangan dan Jasa : Coastal Port : Jalan : Area terbuka : Peribadatan : Pendidikan : Kesehatan

Setelah menghitung dan mengidentifikasi luas pada tiap fungsi massa pada permukiman informal yang terbentuk di tiap lokasi pada Kampung Nelayan, total luas fungsi massa diakumulasikan kembali (Tabel 5.5). Setelah diakumulasikan terdapat kesimpulan bahwa tidak terdapat fasilitas kesehatan pada permukiman informal ini. Lokasi fungsi pendidikan juga hanya terdapat satu buah di area Jalan Gulama. Area ruang terbuka memiliki luas terbesar. Luas area ruang terbuka ternyata lebih luas dibandingkan luas area permukiman. Namun, massa permukiman atau titik lokasi permukiman lebih banyak dibandingkan titik ruang terbuka. Terdapat sebanyak 498 hunian pada lokasi permukiman tidak terencana di Kampung Nelayan. Setelah hunian, fungsi dengan titik lokasi terbanyak adalah coastal port. Hal ini disebabkan oleh lokasi permukiman yang berada di pesisir pantai sehingga banyak warga yang berprofesi sebagai nelayan. Profesi ini menyebabkan pemukim memiliki perahu atau menyewa sendiri perahu mereka dan menambatkannya di depan rumah mereka sendiri.

Tabel 5.5 Akumulasi fungsi ruang yang terbentuk pada permukiman informal di Kampung Nelayan Belawan Medan

Fungsi Luas Jumlah (massa/lokasi)

Permukiman 34122,76 m2 498

Perdagangan dan Jasa 4676,25 m2 54

Coastal Port 5583,63 m2 107

Peribadatan 189,61 m2 2

Pendidikan dan Olahraga 389,07 m2 1

Fungsi Luas Jumlah (massa/lokasi)

Ruang Terbuka 35006,67 m2 23

TOTAL 79967,99 m2 685

Gambar 5.15 Peta keadaan jaringan jalan pada permukiman Kampung Nelayan Belawan Medan Keterangan Gambar:

: Jalan yang dibangun pemerintah

: Jalan yang dibangun pemukim

Selain blok massa dan fungsi yang mengiringinya, struktur ruang pada permukiman Kampung Nelayan Belawan Medan ini juga dibentuk oleh sistem jaringan jalan. Jalan pada permukiman ini dapat dibagi menjadi dua kategori. Klasifikasi tersebut adalah pembagian jalan berdasarkan pihak pembangun jalan berdasarkan jenis kendaraan yang dapat melewati jalan tersebut. Berdasarkan pihak yang membangun jalan pada permukiman ini, terdapat dua tipe jalan yang terbentuk yaitu jalan formal yang dibangun oleh pemerintah dan jalan yang dibentuk oleh pemukim. Jalan yang dibangun pemerintah memiliki peraturan dan sistemnya sendiri sesuai dengan Undang-undang yang berlaku sedangkan jalan yang dibangun oleh pemukim disesuaikan dengan kebutuhan pemukim itu sendiri. Jalan yang dibangun oleh pemukim itu sendiri sering ditemukan pada lokasi permukiman tidak terencana dan terbentuk akibat ruang-ruang kosong yang berada di depan atau samping rumah pemukim. Walaupun jalan ini terbentuk tanpa peraturan pemerintah, di beberapa titik lokasi terdapat jalan yang diberi perkerasan oleh pemerintah dalam rangka membantu struktur ruang permukiman tidak terencana tersebut.

Jaringan jalan yang dibangun oleh pemerintah memiliki luas lebih besar dibandingkan jalan yang dibangun oleh pemukim (Tabel 5.6). Keadaan jaringan jalan yang dibangun oleh pemerintah juga telah diberi perkerasan untuk digunakan baik kendaraan roda empat maupun pelajan kaki (Gambar 5.15). Jalan yang dibangun pemerintah tersebar dari Jalan Gulama yang terintegrasi dengan jalan-jalan lain di sebelah utara kawasan seperti Jalan Alu-alu, Jalan Bawal, Jalan Bandeng, dan lain-lain. Kemudian Jalan Hiu dan Jalan T. M. Pahlawan juga

termasuk jalan yang dibangun oleh pemerintah. Sedangkan jalan yang dibangun oleh pemukim tersebar dari Lorong Bakti sampai Lorong Supir. Jalan ini memiliki luas lebih kecil dikarenakan oleh lebar dan panjang jalan yang tidak terlalu luas. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya lahan pada permukiman tidak terencana. Selain itu, padatnya hunian atau massa bangunan menyebabkan jaringan jalan yang dibangun disesuaikan dengan kondisi massa. Sehingga, jalan-jalan pada permukiman tidak terencana banyak yang hanya dapat dilewati pejalan kaki saja.

Tabel 5.6 Luas jaringan jalan pada permukiman Kampung Nelayan berdasarkan tipe jalan

Tipe Jalan Luas

Jalan Formal 42133,19 m²

Jalan yang Dibentuk oleh Pemukim 3572,13 m²

TOTAL 45705,32 m2

Area ruang terbuka pada permukiman ini ditandai dengan lahan kosong di depan dan di samping hunian (Gambar 5.16). Area ini biasanya memiliki tanah yang berlumpur dan ditumpuki banyak sampah sehingga tidak terdapat banyak aktivitas di atasnya. Beberapa area ruang terbuka juga dimanfaatkan beberapa pemukim sebagai jalan pintas menuju tempat penangkaran kapal nelayan mereka. Area ruang terbuka pada permukiman ini adalah area dengan fungsi terluas. Luas area lahan kosong pada permukiman ini mencapai total 101084,15 m².

Gambar 5.16 Peta ruang terbuka permukiman Kampung Nelayan Belawan Medan

Sistem utilitas pada permukiman Kampung Nelayan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu sistem yang terintegrasi dengan pemerintah dan sistem yang tidak terintegrasi dengan pemerintah. Utilitas dapat dibagi menjadi sistem air bersih dan sistem air kotor. Pada permukiman yang memiliki sertifikat hak milik yang sah dari pemerintah, sistem air bersih memakai sumber langsung dari PDAM

Keterangan Gambar: : Permukiman : Jalan : Coastal Port : Ruang Terbuka : Laut

sedangkan sistem air kotor memiliki pembuangan langsung ke parit di depan rumah. Pada permukiman yang tidak terencana, sumber air bersih tidak didapat dari PDAM melainkan dibeli langsung memakai jerigen dan sistem air kotor dibuang langsung ke laut.

Setelah menganalisa pemanfaatan tanah yang terbentuk pada tiap elemen fisik permukiman di Kampung Nelayan, dilakukan perhitungan dengan menggunakan Space Syntax mengenai integrity yang terjadi di antara ketujuh lokasi permukiman informal yang tersebar di Kampung Nelayan (Gambar 5.17). Ketujuh lokasi permukiman tersebut dianalisa berdasarkan tipe kedekatan yang muncul di antara tiap lokasi (Gambar 5.18).

Gambar 5.17 Lokasi pembagian permukiman informal ke dalam beberapa titik: (a) Jalan Gulama, (b) Jalan Hiu, (c) Lorong Bakti, (d) Lorong Amal, (e) Lorong Sukur, (f) Lorong Supir, (g) Ujung

Dapat dilihat berdasarkan peta lokasi, di mana akses antara satu lokasi dengan lokasi lainnya dapat berbeda. Untuk mengetahui hubungan akses yang terjadi pada lokasi permukiman informal ini akan dilakukan perhitungan connectivity lewat space syntax yang dikemukakan oleh Hillier (1993). Menurut Hillier (1993), konektivitas antara tiap ruang yang terbentuk dapat dihitung berdasarkan step depth atau seberapa mudah akses dari satu titik ke titik lainnya. Semakin tinggi nilai step depth suatu lokasi, semakin mudah aksesibilitas ke lokasi tersebut. Keterangan: A = Jalan Gulama B = Jalan Hiu C = Lorong Bakti D = Lorong Amal E = Lorong Sukur F = Lorong Supir G = Ujung Jalan T. M. Pahlawan

X = Jalan T. M. Pahlawan

Gambar 5.18 Kontektivitas yang terbentuk di antara ruang permukiman informal Kampung Nelayan Belawan Medan

A

B

X

D

D

E

F

G

C

Connectivity adalah kedekatan antar ruang. Berdasarkan perhitungan space syntax, connectivity antara tiap masing-masing elemen adalah sebagai berikut (Gambar 5.18):

 Nilai connectivity ruang A adalah 1;

 Nilai connectivity ruang B adalah 2;

 Nilai connectivity ruang C adalah 2;

 Nilai connectivity ruang D adalah 3;

 Nilai connectivity ruang E adalah 3;

 Nilai connectivity ruang F adalah 3;

 Nilai connectivity ruang G adalah 1.

Sesuai dengan teori integrity pada space syntax yang dikemukakan oleh Hillier (1984), X adalah ruang pengamatan dengan nilai integrity yang relatif lebih tinggi dari ruang lainnya sebab ruang X terhubung secara langsung dengan banyak ruang lainnya. Di sini X adalah Jalan T. M. Pahlawan yang terhubung hampir ke semua titik lokasi permukiman. Jalan ini juga dekat dengan pusat pasar dan menuju langsung ke arah jalan primer/Jl. Yos Sudarso. Berdasarkan perhitungan connectivity, ruang D, E, F adalah ruang-ruang dengan aksesibilitas yang paling banyak dibandingkan ruang lainnya pada permukiman. Setelah menghitung connectivity akan dilakukan perhitungan integrity yang menyatakan kekompakan tiap ruang dalam sistem ruang. Ruang dengan nilai integrity yang

tinggi dapat diinterpretasikan sebagai ruang dengan derajat kesatuan yang tinggi terhadap konfigurasi ruang secara keseluruhan, sedangkan ruang dengan nilai integrity yang rendah akan cenderung memisahkan diri dalam konfigurasi. Adapun berdasarkan hasil perhitungan integrity lewat analisa space syntax per lokasi permukiman adalah sebagai berikut:

 Nilai integrity ruang A adalah 9,3;

 Nilai integrity ruang B adalah 6,67;

 Nilai integrity ruang C adalah 11,67;

 Nilai integrity ruang D adalah 9,03;

 Nilai integrity ruang E adalah 9,03;

 Nilai integrity ruang F adalah 11,67;

 Nilai integrity ruang G adalah 7,6;

Berdasarkan perhitungan space syntax mengenai integrity di atas dapat disimpulkan bahwa urutan nilai integrity dari terendah ke tertinggi adalah B, G, A, D, E, C, F. Menurut Hillier (1984), semakin tinggi nilai integrity semakin tinggi derajat kesatuan ruang tersebut terhadap konfigurasi ruang secara total. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai integrity, ruang cenderung memisahkan diri dari konfigurasi. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dikaji bahwa ruang dengan nilai integrity yang tinggi memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi sedangkan ruang dengan nilai integrity yang rendah aksesibilitasnya juga

cukup rendah. Dengan mengetahui nilai integrity dapat dianalisa ke dalam Tabel 5.7 mengenai hubungan nilai integrity dengan banyaknya bangunan yang terbentuk pada lokasi tersebut sehingga dapat dilihat apakah masyarakat atau pemukim di permukiman Kampung Nelayan menjadikan aksesibilitas sebagai salah satu pilihan dalam membangun huniannya. Hal ini juga dapat mengindikasikan hubungan spasial antara jalan dengan massa bangunan (Tabel 5.7).

Tabel 5.7 Analisa integrity dengan jumlah massa bangunan yang terbentuk pada permukiman informal Kampung Nelayan Belawan Medan

Lokasi Nilai Integrity Jumlah massa yang

terbentuk Jalan Gulama 9,3 19 Jalan Hiu 6,67 5 Lorong Bakti 11,67 29 Lorong Amal 9,03 13 Lorong Sukur 9,03 35 Lorong Supir 11,67 64 Ujung Jalan T. M. Pahlawan 7,6 19

Berdasarkan hasil Tabel 5.7, dapat disimpulkan bahwa massa terbanyak terdapat pada daerah Lorong Supir. Pada Lorong Supir juga terdapat nilai integrity yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lain. Hal ini dapat dilihat pada akses di Lorong Supir yang cukup banyak dan terhubung langsung ke Jalan T. M. Pahlawan sehingga aksesibilitas dari Lorong Supir ke pusat pasar tidak terlalu

jauh. Namun, korelasi antara nilai integrity dan jumlah massa bangunan yang terbentuk pada Jalan Gulama dan ujung Jalan T. M. Pahlawan tidak terdapat korelasi karena nilai integrity di ujung Jalan T. M. Pahlawan yang rendah karena aksesibilitas yang tidak terlalu baik menghasilkan jumlah massa yang sama dengan daerah Jalan Gulama padahal akses dari Jalan Gulama termasuk cukup tinggi.

Walaupun begitu, tentu ada banyak faktor yang mengakibatkan hasil tersebut tidak terkolerasi seperti banyaknya massa bangunan formal pada Jalan Gulama. Pada perhitungan di atas, massa bangunan yang mengikuti peraturan pemerintah tidak dihitung karena ingin membuktikan hubungan antara aksesibilitas jaringan jalan terhadap banyaknya bangunan informal yang terbentuk. Dapat dilihat bahwa aksesibilitas tidak selalu menjadi pilihan utama masyarakat dalam membangun massa bangunan pada permukiman informal. Hubungan spasial antara massa bangunan dan jaringan jalan terbentuk oleh karena kebutuhan masyarakat akan aksesibilitas namun perbuatan atau alasan masyarakat dalam membangun hunian pada suatu tempat belum tentu didasarkan pada aksesibilitas yang mudah antar lokasi permukiman ke daerah pusat pasar.

5.4. Pengaruh Jaringan Prasarana dan Pemanfaatan Tanah terhadap