• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MUSIM TERHADAP TANGKAPAN IKAN DI SEKITAR JAWA

PERAN IKLIM DAN CUACA LAUT TERHADAP PERIKANAN

8.3. PENGARUH MUSIM TERHADAP TANGKAPAN IKAN DI SEKITAR JAWA

Estimasi dari stok ikan nasional termasuk di dalam wilayah ZEE sekitar 6.4 juta ton/tahun dengan estimasi kemampuan produksi 63% dari nilai tersebut (BRKP, 2001). Stok ikan tersebut terdiri dari 5.14 juta ton/tahun yang berpotensi ditangkap di wilayah benua maritim dan 1.26 juta ton/tahun di wilayah ZEE. Ikan pelagis adalah jenis yang paling utama bagi perikanan tangkap di Indonesia karena sekitar 75% dari total ikan yang tersedia atau sekitar 4.8 juta ton/tahun adalah termasuk jenis ini.

Data yang dipakai diambil dari empat pelabuhan utama yang dianggap mewakili jenis pengaruh yang berbeda karena letak dari pelabuhan yang menghadap laut yang berbeda yaitu Laut Jawa, Samudra Indonesia, Selat Bali, dan Selat Sunda. Data penangkapan ikan yang tersedia adalah data 20 tahun dari keempat pelabuhan utama tersebut. Menurut beberapa studi terdahulu, penangkapan ikan pelagis masih sekitar 50 % di selatan Jawa akan tetapi untuk di Laut Jawa sudah dieksploitasi penuh (Luong, 1997).

Gambar 8.2. Sebaran kloropil-a di sekitar Pulau Jawa pada 24 Agustus

2004 berdasarkan pantauan inderaja satellit (Hendiarti et al. 2005)

Variabilitas dari sirkulasi di muka laut seperti Laut Jawa akan merubah distribusi spasial dari lapisan termohalin atau lapisan temperature dan salinitas. Perubahan dari distribusi termohalin terutama tingkat salinitas memiliki pengaruh kuat terhadap jenis ikan pelagis kecil. Sebagai contoh distribusi dan kelimpahan dari ikan layang yang merupakan jenis pelagis kecil di Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh distribusi salinitas yang dikendalikan oleh sistim monsun regional (Potier et al, 1989).

Untuk melihat pengaruh iklim terhadap potensi perikanan di empat wilayah sekitar Jawa perlu diperhatikan proses yang

mendominasi daerah pesisir seperti pengaruh arus laut dalam migrasi ikan, pengayaan nutrisi dengan upwelling yang mempengaruhi rantai makanan dari fitoplankton hingga ikan serta dengan melihat kemungkinan pengaruh dari aliran sungai dari daratan ke muara pantai. Metode observasi yang dapat dipakai dengan melihat data dari satelit

ocean color seperti dari Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) Aqua atau Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) untuk data konsentrasi kloropil.

Gambar 8.3. Pola musiman suhu muka laut dan kloropil-a di sekitar Jawa

(atas) dan data tangkapan ikan dari Pelabuhan Sarang - Rembang Jawa Tengah yang menunjukkan pola musiman (Hendiarti et al., 2005).

Kelimpahan dari fitoplankton didapat dari data observasi kloropil-a. Pada periode monsun kering (Juni hingga Oktober) massa air arlindo dari Indonesia timur yang kaya nutrisi masuk menuju Laut Jawa. Pada akhirnya dalam periode ini terjadi peningkatan konsentrasi kloropil-a di Laut Jawa dan Selat Sunda. Pada sisi selatan terjadi peningkatan konsentrasi kloropil-a akibat proses upwelling yang terjadi di selatan Jawa. Kekuatan dari proses dinamis ini bervariasi tergantung pada kekuatan monsun. Pengaruh El Niño seperti pada tahun 1997 jelas nampak pada aktivitas upwelling di selatan Jawa seperti dilaporkan oleh Susanto et al., 2001. Pada saat tahun La Niña seperti 1998 terjadi konsentrasi tinggi dari kloropil-a di Laut Jawa dan Selat Sunda pada saat kekuatan upwelling di selatan Jawa jauh lebih lemah dari rata rata 1999 hingga 2004.

Proses fisis di Laut Jawa

Ada sekitar 30 jenis ikan pelagis yang terdapat di Laut Jawa dimana sekitar 11 dari padanya adalah 90% dari keseluruhan ikan tangkap. Jenis ikan pelagis yang ditemukan adalah Carangids (Decapterus russelli dan D. macrosoma; trevallies, S.

crumenophthalmus), Clupeids (sardinella, S. gibbosa, A. sirm), dan

Scrombids (mackerels, R. kanagurta). Spesies lainnya yang terdapat di sekitar pantai adalah Selaroides leptolepis, Sardinella brachysoma, Rastrelliger brachysoma dan Stolephorus spp. Ikan pelagis kecil di laut ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu populasi laut dalam yang banyak terdapat pada saat arus dari Laut Banda mengalir ke Laut Jawa, populasi neritik yang banyak terdapat setiap saat dan populasi pantai yang terdapat di sekitar garis pantai dengan populasi rendah. Secara umum variasi jumlah tangkapan ikan terdapat dua puncak maksimum di bulan September dan November serta puncak minimum di bulan Maret dan April.

Pengaruh iklim terhadap tangkapan ikan yang musiman tersebut dipengaruhi oleh sifat arus permukaan yang mengalir sesuai dengan aliran angin monsun. Aliran arus permukaan yang mendorong arah dari migrasi ikan pelagis kecil

Untuk ikan pelagis besar, ikan layang dan deles (Decapterus

russelli dan D. macrosoma) adalah jenis yang paling dominan sekitar 50

% di Laut Jawa. Maksimum waktu penangkapan adalah bulan September dan November. Jenis ikan lainnya adalah Sardinella gibbosa pada bulan Mei dan Juni, ikan selar ditemukan dalam populasi rendah, bawal hitam dan tuna pantai kecil.

Fluktuasi tangkap musiman dari berbagai spesies mencapai puncak sekitar bulan September-November di Laut Jawa, sementara bulan Maret- April di Selat Makassar. Pada bulan Mei dan Juni air dengan tingkat salinitas rendah mencapai ke arah timur dan mencapai puncaknya. Selanjutnya Sadhotomo dan Potier (1995) menyebutkan adanya evolusi besar ikan pelagis kecil di sekitar Jawa, ikan besar terletak disebelah timur, yang menunjukkan jenis ikan laut dalam. Selanjutnya juga terdapat pengaruh dari fluks aliran sungai dari daratan ke lautan sepanjang musim hujan (Desember ke Maret).

Proses fisis di Selat Sunda

Karakter dari Selat Sunda bervariasi secara waktu dan ruang dengan pengaruh masukan massa air dari Laut Jawa dan dari Samudra Indonesia. Masukan aliran massa air dari Laut Jawa terjadi pada saat monsun tenggara atau musim kemarau dengan suhu massa air sekitar 29.5 C dan mengandung konsentrasi kloropil tinggi dan salinitas rendah yang mungkin diakibatkan oleh aliran fluks sungai dari daratan. Populasi ikan di selat ini dibagi dalam dua yaitu ikan pelagis kecil yang berasal

dari selat tersebut dan ikan besar dari samudra. Ikan pelagis kecil terdiri dari ikan tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp.), selar (Selaroides leptolepis), layang (Decapterus spp.) dan lemuru (Sardinella longiceps) dari Laut Jawa, sedangkan ikan pelagis besar terdiri dari tongkol (Auxis thazard) dan tenggiri (Scomberomorus spp.) dari Samudra Indonesia.

Ketika massa air hangat dari laut Jawa mengalir akan membuat kondisi nyaman bagi ikan pelagis kecil. Di selat ini puncak penangkapan terjadi di bulan Juni sedangkan di bulan September-Oktober penangkapan menurun.

Proses fisis di selatan Jawa, Samudra Indonesia

Proses upwelling mendominasi proses fisis bagi penangkapan ikan di selatan Pulau Jawa disaat di mana terjadi kelimpahan fitoplankton. Wilayah ini sangat cocok untuk ikan karena memberikan kondisi nutrisi yang baik untuk larva, anak ikan hingga ikan dewasa. Jenis ikan pelagis besar di daerah ini terdiri dari Skipjack (Katsuwonus

pelamis), Tuna (Thunnus albacores), Layar (Istiophorus spp.), Tenggiri

(Scomberomorus spp,) Cucut (Isurus glaucus), Tongkol (Euthynnus

spp), dan BlueMarlin (Thunnus spp.). Pada saat monsun tenggara atau

musim kemarau, peningkatan konsentrasi kloropil-a biasanya diikuti oleh jumlah penangkapan ikan cakalang. Hal serupa tidak terjadi pada kasus penangkapan ikan tuna. Dari Pelabuhan Banyuwangi tangkapan ikan pelagis kecil seperti sardinella ditemukan di daerah upwelling di selatan Jawa Timur yang ditandai dengan laut yang dingin dan konsentrasi kloropil tinggi. Ikan tuna (Thunnus sp.) yang memakan ikan pelagis kecil biasanya terdapat dalam jumlah besar disekitar populasi ikan pelagis kecil. Sehingga kelimpahan tuna juga seringkali dijumpai pada area upwelling yang produktif.

Proses fisis di Selat Bali

Ikan Sardinella lemuru adalah jenis yang paling dominan ditangkap di daerah ini. Puncak tangkapan terjadi di bulan September hingga November dan puncak kecil terjadi pada bulan Maret-April. Fluktuasi dari tangkapan ini juga terpengaruh oleh proses di laut terutama pada saat terdapat upwelling. Masa pemijahan terjadi pada bulan Juni dan Juli dimana terjadi puncak proses upwelling di selatan dari Selat Bali. Pada bulan Agustus terdapat puncak kelimpahan dari "semenit" yaitu anak dari ikan Lemuru yang berumur satu hingga dua bulan. Sedangkan ikan dewasa mulai nampak pada bulan Mei setelah berumur lebih dari setahun.

Hasil dari keempat jenis laut di sekitar Pulau Jawa menunjukkan proses fisis penting yang berhubungan dengan iklim yang mendukung keberadaan ikan tangkap. Pertumbuhan dari fitoplankton pada daerah tertentu berhubungan dengan kejadian proses pantai dan laut yang didorong angin. Bantuan dari teknologi inderaja dari ocean color sangat membantu bagi pemahaman proses fisis yang terjadi. Proses fisis yang terjadi adalah aliran arus permukaan, aliran fluks dari sungai di darat yang keduanya terjadi di pantai Laut Jawa dan Selat Sunda. Sedangkan

upwelling yang ditandai dengan konsentrasi tinggi kloropil dan suhu

muka laut rendah dijumpai di selatan Jawa dan Selat Bali.

Fenomena monsun adalah pendorong utama dari terjadinya proses yang menentukan variabilitas penangkapan ikan di sekitar Pulau Jawa. Umumnya periode tangkap terjadi pada musim kemarau. Pada keempat wilayah perairan di sekitar Pulau Jawa terdapat kemiripan waktu puncak penangkapan ikan walaupun di masing-masing region monsun mempengaruhi proses fisis yang berbeda. Sementara itu proses

yang mendorong pengaruh dari fenomena global El Niño dan La Niña pada berbagai proses fisis tersebut belum dibahas.

Table 1. Karakter dari ikan pelagis dan proses fisis laut (Hendiarti et al., 2005).

8. 4. ENSO DAN IKAN TANGKAP

Fenomena El Niño seringkali dihubungkan dengan perubahan fisis dan biologis di lautan yang mempengaruhi distribusi ikan. Beberapa perubahan penting yang diakibatkan adalah perubahan pada suhu muka laut, pergerakan vertikal, struktur thermal laut (terutama di pesisir) dan perubahan arus upwelling di pesisir. Perubahan tersebut dapat secara langsung mempengaruhi komposisi dan kelimpahan ikan. Pada wilayah yang mengalami peningkatan suhu permukaan akibat El Niño, spesies ikan akan berenang lebih ke daerah sub tropis menjauhi wilayah hangat atau berenang lebih dalam. Ikan yang bertahan akan mengalami pelambatan pertumbuhan, reproduksi, dan daya tahan.

Pada saat El Niño tahun 1997 terjadi pergerakan ikan dalam jumlah besar menjauhi daerah tropis dan mengurangi tangkapan ikan di wilayah pasifik timur seperti pantai barat Amerika Serikat. Ikan tropis seperti mahi- mahi, ikan pedang, marlin garis, dan marlin biru terlihat berada di lepas pantai Alaska hingga Oregon. Ikan lain seperti whitebait smelt, thresher shark, finescale triggerfish, spotted cuskeel, pacific saury, common dolphinfish, white seabass, fantail ragfish, halfmoon, ocean sunfish, barracuda, california tonguefish, dan california lizardfish terpantau pada daerah yang bukan daerah asal mereka. Selain itu juga terjadi pergerakan ke utara dari cumi-cumi dan gangguan terhadap pertumbuhan ikan salmon di Samudra Pasifik. Dalam pengertian ini terjadi penurunan tangkapan ikan yang berarti kehilangan potensi

Regions Spesies Dominan Karakter musim dan proses

Max.: Sept Nov (SE monsoon) Warm and rich surface current,

Laut Jawa Small pelagic: a)

oceanic: D. macrosoma, A. sirm, R. kanagurta; b) neritic: D. russelli; c) coastal: S. crumenophthalmus, S. gibbosa Min.: March April - - Small pelagic: Sardinella spp., Rastrelliger spp., Selaroides leptolepis, Decapterus spp. Max.: June (SE monsoon) Surface water and upwelling Selat Sunda - Big pelagic: Auxis thazard, Scomberomorus spp. Min.: December Max.: June Sept. (SE monsoon) Upwelling

Indian Ocean Big pelagic

Min.: Nov Jan - Max.: Sept.- Nov. (SE monsoon) Influenced by indirect upwelling

Bali Strait Small pelagic: S.

lemuru

Min.: March - April

ekonomi. Kasus pada saat El Niño akan sangat berguna karena potensi perubahan iklim di masa mendatang akan seperti kemiripan dengan gejala El Niño dan mengetahui proses migrasi ikan akan berguna bagi peningkatan potensi perikanan tangkap.

Gambar 8.4. Perpindahan ikan skijpack tuna ditandai, dimana a.) tuna

yang dilepas bulan April 1991 dan ditangkap sebelum Februari 1992. b.) Tuna dilepas bulan Mei 1991, dan ditangkap sebelum Februari 1992. c.) Trpindahan ikan skipjack tuna yuna dilepas bulan Maret 1992 dan ditangkap bulan Oktober 1992. Garis panah menunjukkan arah dan besaran perpindahan dari ikan tuna beserta metoda pusat gravity selama masa penangkapan.

Untuk wilayah benua maritim Indonesia, El Niño berarti aliran massa air permukaan yang dingin karena berpindahnya warm pool ke timur. Aliran massa air dingin terdeteksi oleh aliran ikan tuna menuju wilayah perairan utara Indonesia (Lehodey et al., 1997). Dengan sifat iklim seperti ini maka benua maritim Indonesia sangat diuntungkan oleh kondisi El Niño dimana terdapat aliran ikan dari laut dalam menuju permukaan dan potensi pergeseran migrasi ikan masuk ke perairan wilayah Indonesia. Selain itu juga terdapat potensi upwelling akibat angin permukaan yang juga mendukung kelimpahan ikan di muka laut. Kondisi di dunia perikanan benua maritim tersebut sangat bertolak belakang dibandingkan dengan kondisi pertanian sebagai dampak kejadian El Niño dimana kekeringan hebat terjadi saat puncak pengaruh El Niño yaitu pada saat puncak musim kemarau. Akan tetapi keuntungan di sektor perikanan ini tidak serta merta dapat berdampak positif bagi perekonomian karena mayoritas mata pencaharian masih di bidang pertanian dibandingkan perikanan.

8.5. PEMANASAN GLOBAL DAN PERIKANAN TANGKAP