• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKLON TROPIS DI SEKITAR BENUA MARITIM

BENTUK-BENTUK CUACA EKSTREM

9.3. SIKLON TROPIS DI SEKITAR BENUA MARITIM

Dengan mengacu kepada berbagai kriteria di atas, maka dapat dilihat bahwa wilayah Indonesia sebenarnya bukanlah jalur tempat pembentukan dan pergerakan siklon tropis. Namun demikian, bukannya siklon tropis yang menjadikan bahaya, akan tetapi ekor dari siklon tropis dapat membawa bahaya seperti badai, angin kencang, dan gelombang tinggi. Besar kecilnya gelombang di laut lebih banyak ditentukan oleh posisi bumi dan bulan serta distribusi kepulauan. Besarnya gelombang laut yang dihasilkan oleh badai tropis akan meningkatkan turbiditas di lapisan laut bagian atas di daerah pesisir. Turbiditas adalah tingkat kekeruhan air laut yang sangat membahayakan kehidupan ikan-ikan di laut. Penyebab turbiditas ini karena besarnya gelombang permukaan dan lapisan mixing di laut menjadi lebih tebal (Gambar 9.2).

Pada Gambar 9.3 ditunjukkan rekapitulasi kejadian siklon tropis disekitar benua maritim yang menunjukkan bahwa Indonesia bukan merupakan jalur lintasan siklon tropis dimana siklon sepertinya berada pada daerah lintang di atas 10 derajat. Hanya ada satu siklon yang melintas wilayah Sumatera yaitu siklon Vameii yang terjadi pada Desember 2001 setelah terbentuk di daerah Laut Cina selatan dan bergerak ke arah Singapura dan terus ke arah barat.

Gambar 9.3. Kejadian siklon tropis disekitar benua maritim Indonesia

pada tahun 1995 hingga 2006 di lintang utara (atas) dan di lintang selatan (bawah), sumber Mustika, 2008.

Dari data yang sama ditunjukkan bahwa kejadian siklon lebih banyak di bumi belahan utara dibanding belahan selatan. Puncak kejadian siklon dikedua belahan bumi tersebut berlawanan yaitu di musim kemarau (Juli sampai Oktober) pada bumi belahan utara dan di musim hujan benua Maritim pada bumi belahan selatan (Januari sampai Maret). Kesuburan kejadian siklon tropis pada musim kemarau seringkali membawa berkah tersendiri bagi benua maritim terlebih dengan dampak pemanasan global dimana terjadi peningkatan kekuatan siklon tropis. Ekor dari siklon tropis akan lebih jauh dikarenakan lebih kuatnya energi dinamis yang dimilikinya. Dengan kuatnya energi dinamis ini semakin menguatkan daya tarik siklon yang akan memperpanjang ekor yang terbentuk. Sehingga daerah yang berpotensi hujan akan semakin meluas. Terbentuknya siklon di utara ekuator pada musim kemarau membawa hujan di wilayah Indonesia yang terkena dampak ekor siklon tersebut.

Dari hasil rekapitulasi yang ada juga terlihat bahwa tidak terdapat hubungan dari kejadian siklon tropis dan fenomena El Niño. Hal ini dikarenakan dua hal yaitu siklon tropis terbentuk dan mengalir pada daerah sub tropis sedangkan El Niño adalah fenomena di jalur ekuator. Selain itu daerah pembentukan siklon tropis lebih dominan pada daerah antara 120 hingga 160 derajat bujur timur yang merupakan daerah netral dari dampak El Niño. Dengan demikian kasus pembentukan siklon tropis tidak terpengaruh oleh fenomena El Niño.

9. 4. TSUNAMI

Istilah tsunami berasal dari Bahasa Jepang yang berarti gelombang besar. Salah satu gelombang laut yang sering ditakuti adalah gelombang tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena peristiwa

geologis dan tektonik seperti pergeseran lempengan dan gempa. Meskipun terjadi gempa di dasar samudra, belum tentu akan terbentuk gelombang tsunami. Tsunami biasanya terjadi apabila di permukaan tanah di dasar samudra terjadi patahan yang menurunkan lempeng dasar samudra secara mendadak. Apabila gempa terjadi di bawah dasar samudra maka kecil kemungkinan terjadinya tsunami. Orang sering menyalah artikan tsunami karena badai atau peristiwa meteorologis, padahal tidak demikian. Selain itu sering dipertanyakan apakah gelombang tsunami membawa akibat perubahan angin dan suhu muka laut mengikuti penyebaran gelombangnya. Gelombang tsunami adalah gelombang longitudinal bukan transversal. Gelombang longitudinal memiliki ciri bahwa arah pergerakan gelombang berbeda dengan arah penjalaran energi. Pada kasus tsunami, energi menjalar secara horizontal, tetapi pergerakan gelombang naik turun atau vertikal. Sehingga suhu muka air laut setempat tidak menjalar, karena pada dasarnya tidak terjadi pergeseran masa air laut, tetapi terjadi penjalaran energi tsunami.

Peristiwa tsunami biasanya ditandai dengan surutnya muka air laut dipantai sesaat setelah patahan di dasar samudra turun. Surutnya muka air laut disebabkan massa volume air tertarik ke daerah gelombang tinggi yang datang yang akan mengancam garis pantai disekitar daerah gempa. Gelombang tsunami dapat mencapai ketinggian hingga di atas 20 m di permukaan laut dan dapat mengikis garis pantai hingga jauh ke pedalaman dan menghabiskan semua yang ada di atasnya. Peristiwa tsunami terakhir yang paling dashyat terjadi setelah gempa di lepas pantai barat laut Pulau Sumatera tanggal 26 Desember 2004 yang merenggut sekurangnya 300.000 jiwa di berbagai negara di kawasan lautan India terutama di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara.

9. 5. INFORMASI CUACA LAUT EKTREM BAGI PESISIR, P E R I K A N A N , A S U R A N S I , P E L AYA R A N , D A N PARIWISATA.

Pemanfaatan data cuaca untuk keperluan maritim seringkali dihubungkan dengan keperluan perikanan, asuransi keselamatan, bidang pelayaran, dan turisme. Sasaran utama dari pelayanan tersebut adalah memberikan pemantauan dan laporan terhadap bahaya dari kondisi cuaca ekstrem yang berdampak buruk terhadap berbagai sektor tersebut. Biasanya sebuah kapal besar akan dilengkapi dengan radio komunikasi dan tidak jarang dengan radar cuaca serta informasi data satelit seperti penerima satelit NOAA. Jenis jenis informasi yang dapat disediakan dari pelayanan cuaca seperti data satelit bagi keperluan di atas termasuk diantaranya kondisi per-awanan, kandungan uap air yang menunjukkan potensi cuaca buruk, kondisi hujan, angin, suhu permukaan laut, tutupan salju di laut.

Pemanfaatan data meteorologi untuk perikanan membantu penempatan nelayan pada lokasi tempat berkumpulnya ikan dan menghindarkannya dari lokasi dimana terjadinya cuaca ektrem. Pemanfaatan data cuaca sangat membantu perusahaan asuransi dalam menghadapi klaim kecelakaan di laut. Seringkali faktor cuaca dijadikan alasan diluar faktor kesalahan manusia. Informasi cuaca sangat penting dilakukan untuk menyingkap yang bertanggung jawab terhadap kecelakaan di laut dan membantu pihak perusahaan asuransi dalam mengatasi klaim. Untuk tujuan pelayaran, informasi cuaca sangat penting untuk mencapai suatu tujuan pelayaran dalam waktu yang singkat tanpa risiko yang berat. Industri pariwisata juga sangat berkepentingan terhadap informasi cuaca dalam mendukung keberhasilan program-program pariwisata terutama untuk wisata bahari dan pesisir.

Berikut ini adalah jenis informasi cuaca dan iklim bagi keperluan pengembangan daerah pesisir, perikanan, pelayaran dan pariwisata bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika.

Jenis informasi cuaca dan iklim bagi daerah pesisir:

 Info tentang kondisi ekstrem cuaca kelautan (gelombang tinggi, angin, arah dan pergerakan siklon tropis)

 Sistem peringatan dini cuaca ekstrem  Informasi iklim/cuaca wilayah pesisir,  Informasi swell (keluaran model)  Peta rawan tsunami dan petir

 Informasi wind rose utk pertimbangan arsitektur (desain coastal

airport, run way)

 Model gelombang dan arus laut untuk desain pelabuhan

 Informasi dan model pasang surut (dari AWS maritim) untuk pertimbangan desain kolam pelabuhan

 Kelembaban dan suhu udara untuk pergudangan di pesisir Jenis informasi cuaca dan iklim bagi perikanan:

 Buletin cuaca perairan harian

 Prakiraan gelombang harian (setiap 3 jam)

 Isoterm suhu muka laut dan suhu permukaan yang menunjukkan kaitan dengan upwelling

 Prakiraan gelombang mingguan (sampai 7 hari ke depan)  Informasi daerah gelombang tinggi

 Prakiraan musim hujan/musim kemarau  Peringatan dini tsunami

 Informasi suhu muka laut

 Peta rawan gempa bumi dan tsunami Jenis informasi cuaca dan iklim bagi pelayaran:  Buletin cuaca untuk pelayaran perairan harian  Prakiraan gelombang harian (setiap 3 jam)

 Frekuensi angin, gelombang, hari hujan, peta seismisitas bagi pelabuhan

 Prakiraan gelombang mingguan (sampai 7 hari ke depan)  Informasi peringatan gelombang tinggi

 Informasi cuaca ekstrem dan peringatan dini Jenis informasi cuaca dan iklim bagi pariwisata:

 Peta panjang musim, informasi suhu, kelembaban (diagram kenyamanan) dan curah hujan

 Informasi jumlah hari hujan, lama hari siang, intensitas matahari  Frekuensi hari nyaman wisata (suhu, angin, hujan, asap)

 Peta rawan gempa, tsunami, dan petir

9. 6. OBSERVASI SATELIT

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pengetahuan meteorologi dewasa ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi inderaja satelit dalam melakukan observasi atmosfer bumi. Observasi satelit dilakukan dengan memakai prinsip inderaja aktif dan pasif. Pada sistim aktif seperti halnya pada teknologi radar, instrumen inderaja selain mendeteksi sinyal yang datang juga mengeluarkan sinyal. Pada sistim pasif, instrumen inderaja hanya menerima sinyal elektromagnetis berupa radiasi yang

dipancarkan oleh benda-benda angkasa. Benda yang berfungsi menyerap total energi radiasi disebut sebagai benda hitam (black body). Kebanyakan benda di angkasa bukan merupakan benda hitam sehingga masih berfungsi memancarkan radiasi.

Gambar 9.4 Daya serap (absorbsi) beberapa gas terhadap spektrum radiasi

matahari

Pada prinsip inderaja satelit pasif dimanfaatkan hasil pantulan energi radiasi matahari. Energi matahari yang dipancarkan dari benda dengan suhu sekitar 6.000 K memiliki spektrum energi yang sangat luas.

Pancaran radiasi yang dikeluarkan ini tidak semuanya diterima oleh permukaan bumi karena sebagian terserap di atmosfer oleh gas-gas tertentu yang berfungsi sebagai gas rumah kaca. Selain diserap, sebagian radiasi matahari juga dipantulkan oleh benda-benda di atmosfer seperti awan atau oleh permukaan. Radiasi yang dipantulkan inilah yang kemudian dipakai sebagai materi sinyal pasif dan diterima oleh sensor inderaja. Pada dasarnya semua benda memancarkan sinyal elektromagnetis dengan kekuatan energi setara dengan pangkat empat dari suhu benda tersebut dan dengan variasi panjang gelombang yang berbeda-beda.

Berdasarkan panjang gelombangnya daerah operasi satelit inderaja dibagi dalam batasan berikut ini:

- Gelombang tampak (visible) yang memanfaatkan hampir keseluruhan radiasi terpantul dari matahari pada panjang gelombang tampak dan infra merah dekat (0.4 hingga 1.1 µm). - Gelombang infra merah yang memanfaatkan radiasi

gelombang panjang bumi dan atmosfer yang melingkupinya pada panjang gelombang termal infra merah (10 hingga 12 µm) - Gelombang uap air yang memanfaatkan emisi radiasi dari uap

air di atmosfer (6 hingga 7 µm)

- Gelombang 3.7 µm yang merupakan panjang gelombang mencakup kedua region antara radiasi matahari dan bumi yang sering dikenal sebagai gelombang infra merah dekat.

Berdasarkan jenis orbitnya maka satelit inderaja dikenal dengan tipe:

- Satelit orbit polar

850 km di atas muka laut. Dengan kecepatan orbitnya biasanya satelit ini mengitari bumi 14 kali dalam 24 jam. Dengan sistim orbit seperti ini satelit dapat memberikan pantauan seluruh bumi sekitar 2 kali sehari. Daya pantau satelit ini sekitar 2600 km (swath distance) tepat di bawah lintasannya. Keunggulan utama dari tipe satelit ini adalah resolusi spasial dari daerah yang dipantaunya sangat tinggi, karena rendahnya orbit yang dipakai. Contoh satelit jenis ini adalah satelit NOAA yang memiliki resolusi tinggi hingga satuan kilometer.

- Satelit orbit geostationer

Jenis satelit ini berada pada titik orbit dimana terjadi kesetimbangan gaya tarik bumi dan luar angkasa sehingga satelit ini berputar atau mengorbit mengikuti periode orbit bumi. Titik orbit ini dikenal sebagai titik orbit geostationer. Pada hasilnya wilayah yang dipantau satelit ini selalu pada titik yang sama. Ketinggian orbit dari satelit ini adalah sekitar 35.800 km dari muka laut. Biasanya satelit geostationer ini diletakkan di garis ekuator. Prinsip kerja dari satelit ini yang biasanya berupa drum berputar akan melakukan scan dari citra bumi dari hasil putaran drum yang berisikan sensor. Diperlukan sekitar 25 menit untuk menyelesaikan scan seluruh muka bumi. Keuntungan dari satelit tipe ini adalah resolusi temporal yang tinggi karena hanya dibutuhkan kurang dari setengah jam untuk melakukan sekali scan posisi bumi dan dapat memantau sekitar sepertiga muka bumi sekaligus. Dibandingkan dengan tipe orbit polar maka tipe satelit ini kurang baik pada resolusi spasial.

Jenis satelit baik polar maupun geostationer sering dipakai untuk memantau fenomena meteorologis dan juga pengamatan laut. Dengan

kemampuan satelit dan kurangnya kemampuan observasi di tengah laut maka teknologi satelit inderaja dapat memberikan pantauan banyak parameter di laut seperti suhu muka laut, angin, gelombang, tingkat kesuburan, tingkat kekeruhan, tingkat sedimentasi dan curah hujan di laut.

Dengan satelit geostationer dapat dipantau misalnya ketinggian awan berdasarkan nilai suhu yang dipantulkan oleh awan yang menunjukkan nilai suhu benda hitam (Black Body Temperature). Semakin dingin suhu yang dipantau akan semakin tinggi awan yang dipantau yang berasosiasi dengan curah hujan tinggi. Dengan memanfaatkan citra satelit jenis ini pada temporal berurutan akan diperoleh gambaran pergerakan awan dan uap air dan juga dapat digambarkan gejala sinoptik (regional) yang bekerja. Pada akhirnya dapat digambarkan bagaimana perubahan tekanan, suhu dan angin secara regional.

Pemantauan badai serta siklon tropis sangat dibantu oleh kemajuan teknologi inderaja satelit. Kemajuan teknologi satelit dalam hal ini sangat membantu upaya peringatan dini untuk mengurangi resiko cuaca ekstrem di laut dan dampak di daratan. Untuk pemantauan gelombang di laut diperlukan teknologi satelit tipe polar untuk memberikan data dengan resolusi tinggi. Akan tetapi tipe satelit ini memeiliki kekurangan pada resolusi temporal dimana seringkali tidak memadai untuk memberikan waktu respon yang cukup untuk analisis, pengambilan keputusan dan evakuasi. Aplikasi dari pemantauan swell akan sangat berguna terutama apabila pemantauan dilakukan pada swell yang terjadi sangat jauh dari garis pantai. Untuk pemantauan tsunami, hingga saat ini juga kurang efektif karena pemantauan gelombang tsunami dengan tipe satelit orbital tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengambil keputusan.

Gambar 9.5. Kondisi citra satelit geostationer MTSAT mengenai kondisi

awan pukul 6 WIB 6 Oktober 2005. Kumpulan awan tinggi di sebelah barat pulau Jawa menunjukkan aktivitas aktif MJO yang akan dirasakan seminggu kemudian setelah pergerakan kearah timur.

Aplikasi jenis lain dari pemantauan inderaja satelit seperti pemantauan asap kebakaran hutan maupun sebaran aerosol dari gurun pasir. Untuk keperluan dua di atas ini biasanya memakai tipe satelit polar karena jenis bahaya bagi keduanya tidak terlalu ekstrem sehingga dapat memakai data yang tersedia dua kali sehari.

Akhir-akhir ini kemajuan teknologi inderaja satelit memadukan teknologi satelit dengan teknologi radar sehingga terjadi inderaja aktif. Pada proses ini hambatan seperti pada pemantauan terdahulu yaitu tidak dapat menembus cuaca buruk seperti awan tebal dapat diatasi. Awan memiliki prinsip menyerap panjang gelombang uap air sehingga daya pantau satelit menurun. Penurunan ini terutama dirasakan pada satelit pemantau tingkat kesuburan laut dimana tutupan awan seringkali menggangu pemantauan.