• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pengaruh Perubahan Sistem Pemerintahan Desa terhadap Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Berbasis

5 KESIMPULAN DAN SARAN 13 1 Kesimpulan

4.4 Dampak Pengaruh Perubahan Sistem Pemerintahan Desa terhadap Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Berbasis

Masyarakat

Pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh perubahan sistem pemerintahan desa terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat dilakukan dengan menggunakan uji Friedman. Hasil statistik menunjukkan bahwa χ2 hitung adalah 12 yang kemudian dibandingkan dengan χ2 tabel dengan tingkat kepercayaan 95 % adalah 5.991. Hasil ini memperlihatkan bahwa χ2 hitung > χ2 tabel, dengan demikian maka hipotesis Ho ditolak dan menerima hipotesis H1 yaitu bahwa perubahan sistem pemerintahan desa berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat di pedesaan Maluku.

Hasil analisis pengaruh perubahan sistem pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat, rezim sentralisasi dan rezim otonomi daerah di perlihatkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat, rezim sentralisasi dan rezim otonomi daerah

Sistem Pemerintahan Desa Variabel pengelolaan

sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat Rezim adat Rezim sentralisasi Rezim otonomi daerah Perencanaan : Tujuan Pengelolaan 10.0 ±0 7.9 ±3.65 9.3 ±1.48 Keterlibatan Organisasi 9.7 ±0.48 2.9 ±1.86 8.4 ±1.36 Tingkat Partisipasi 8.9 ±0.85 2.8 ±1.73 7.6 ±1.36 Pengorganisasian :

Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi

9.5 ±0.73 3.3 ±1.67 7.5 ±0.89

Pengarahan :

Motivasi dan Arahan 9.6 ±0.63 4.4 ±1.89 7.4 ±1.20 Fungsi Pengawasan 9.3 ±0.78 5.3 ±1.45 6.4 ±1.50

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai variabel pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Untuk itu maka pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat di pedesaan Maluku pada rezim adat adalah lebih baik.

Indikator pertama dari perencanaan adalah tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat. Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Oleh karena itu tujuan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat lebih baik. Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan kemudian mengalami peningkatan dari rezim sentralisasi ke rezim otonomi daerah, seperti terlihat pada Gambar 9.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Adat Sentralisasi Otonomi Daerah

Rezim P eri n g k a t Tujuan Pengelolaan

Keterlibatan Organisasi Masyarakat Partisipasi Masyarakat

Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Motivasi dan Arahan

Fungsi Pengawasan

Gambar 9 Pola perubahan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat di pedesaan Maluku pada rezim adat, rezim sentralisasi dan rezim otonomi daerah

Pola perubahan ini disebabkan karena pada rezim adat, peranan dan fungsi Kewang berjalan dengan baik dimana masyarakat adat patuh terhadap pelak- sanaan sasi sebagai bagian dari adat istiadat sehingga nampak pada tujuan pengelolaan sasi dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada pe- raturan khusus mengenai sasi di Desa Itawaka Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah, yang menyatakan bahwa cara yang dinilai paling efektif dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam dalam petuanan negeri adalah penerapan ketentuan adat dalam mengatur tertib penggunaan sumberdaya hutan maupun laut yakni sasi, yang bertujuan menjaga, mengawasi dan melestarikan sumberdaya alam baik di darat maupun di laut. Berdasarkan tujuan tersebut di atas maka ada tiga unsur pokok dari pelaksanaan sasi yaitu : menjaga, mengawasi dan melestarikan sumberdaya alam. Dengan tiga unsur pokok tersebut maka sumber daya alam dapat terus dimanfaatkan secara baik dan teratur baik pada waktu saat ini maupun pada waktu yang akan datang. Tujuan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat seperti sasi ini sangat berkaitan dengan pembangunan perikanan yang berkelanjutan yaitu upaya sadar dan berencana dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan agar bisa dimanfaatkan secara terus menerus baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Penetapan tujuan pelaksanaan sasi telah berlangsung lama sejak dulu dan ini tidak mengalami suatu proses perubahan dari waktu ke waktu karena tujuan ini sudah sangat dipahami oleh masyarakat adat. Pada rezim sentralisasi, dimana Kewang tidak memiliki peranan dan fungsi secara baik dan diikuti dengan perkembangan penduduk yang diikuti dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat maka tujuan pengelolaan perikananpun tidak berjalan dengan baik. Pada rezim otonomi daerah dimana Kewang mulai diaktifkan kembali dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya maka mulai nampak ada perubahan yang membaik. Selain itu, yang memotivasi desa untuk melaksanakan sasi kembali adalah karena bantuan subsidi pembangunan desa yang diberikan oleh pemerintah selama ini mengalami penurunan jumlahnya sehingga sekarang setiap desa harus aktif mengelola potensi sumberdaya alamnya untuk kepentingan pembangunan desa.

Indikator kedua dalam variabel perencanaan adalah keterlibatan kelompok/ organisasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat. Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai keterlibatan organisasi atau kelompok masyarakat dalam pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Dengan demikian maka keterlibatan kelompok/organisasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih baik.

Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan kemudian mengalami peningkatan dari rezim sentralisasi ke rezim otonomi daerah, seperti terlihat pada Gambar 9. Pola perubahan ini disebabkan karena pada rezim adat, penyusunan tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat melalui sasi, melibatkan berbagai pihak seperti perangkat desa, kelompok nelayan, dan kelompok masyarakat lain- nya yang terhimpun dalam organisasi Kewang. Sedangkan pada rezim sentralisasi dimana tujuan pengelolaan tidak mengalami perubahan dan tidak berfungsinya Kewang secara baik maka terlihat kurang adanya keterlibatan kelompok /organisasi masyarakat dalam menyusun kembali tujuan pengelolaan perikanan. Pada rezim otononomi daerah terlihat ada perubahan yang membaik karena mulai berfungsinya kembali Kewang sehingga tujuan pengelolaan sumberdaya per- ikanan berbasis masyarakat mulai dirumuskan kembali untuk kepentingan pem- bangunan desa dan masyarakat.

Indikator ketiga dari variabel perencanaan adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat. Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai tingkat partisipasi masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat.pada rezim adat adalah lebih baik.

Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan kemudian mengalami peningkatan dari rezim

sentralisasi ke rezim otonomi daerah, seperti terlihat pada Gambar 9. Pola peru- bahan ini disebabkan karena pada rezim adat menunjukkan keadaan dimana masyarakat lebih mentaati peraturan perikanan, lebih aktif dalam pertemuan- pertemuan yang membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan perikan- an serta turut aktif dalam pengambilan keputusan pengelolaan perikanan. Pada rezim sentralisasi tingkat partisipasi masyarakat rendah, disebabkan karena pengaruh perubahan sistem pemerintahan desa yang diikuti dengan perkembangan penduduk dan peningkatan kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Pada rezim otonomi daerah, terjadi adanya perubahan ke arah peningkatan yang disebabkan karena berubahnya sistem pemerintahan desa ke sistem adat, selain itu faktor yang penting adalah adanya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai sarana untuk ke-langsungan hidup masyarakat.

Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai tugas pokok dan fungsi lembaga pelaksana pengelolaan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Hal itu berarti bahwa tugas pokok dan fungsi lembaga pengelolaan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat lebih baik.

Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan kemudian mengalami peningkatan dari rezim sentralisasi ke rezim otonomi daerah, seperti terlihat pada Gambar 9. Pola peru- bahan ini disebabkan karena pada rezim adat, lembaga pengelolaan perikanan berbasis masyarakat yang disebut Kewang memiliki struktur organisasi yang sederhana dan hampir sama strukturnya di semua desa sasi. Struktur organisasi Kewang adalah terdiri dari : Kepala Kewang, Pakter (Wakil Kepala Kewang) dan anggota Kewang. Salah satu struktur organisasi Kewang di desa Itawaka Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah, adalah sebagai berikut : Ketua/Pakter, sekertaris, Bendahara, Hubmas, Kepala Kewang Hutan, Kepala Kewang Tanah 1 Ha dan Pelindung/Penasihat. Kepengurusan Kewang diangkat melalui suatu musyawarah adat. Khusus untuk Kepala Kewang dan Pakter ditentukan berdasarkan keturunan. Dari gambaran struktur organisasi ini maka

dalam menjalankan perannya dalam pengelolaan sumberdaya alam di pedesaan Maluku. Salah satu peraturan tertulis dari desa Itawaka tentang tugas dan tanggung jawab Kewang yaitu sebagai berikut : mengawasi seluruh hasil-hasil yang terdapat di daratan maupun di lautan yang merupakan potensi desa sebagai sumber pendapatan desa yang ada dalam lingkungan petuanan desa. Selain itu, mengawasi luas areal serta batas-batas petuanan desa, menjaga kelestarian ling- kungan hidup, penghijauan tanah-tanah kritis, mencegah penebangan-penebangan liar yang dapat berakibat fatal bagi sumber air. Tugas dan wewenang Kewang di Negeri Hulaliu Kecamatan Haruku Kabupaten Maluku Tengah adalah:

(1)Membuat peraturan menyangkut perlindungan terhadap potensi kekayaan darat dan laut yang mempengaruhi hayat hidup orang banyak. (2)Membuat ketentuan tata tertib menyangkut sikap dan perilaku positif,

yang mendukung norma-norma budaya dan adat dalam masyarakat. (3)Mengadakan pengawasan rutin untuk mencegah pelanggaran dan

tindakan pengrusakan terhadap hasil-hasil hutan dan lautan, serta di- patuhinya ketentuan yang telah ditetapkan.

(4)Mengambil tindakan dan sanksi bagi para pelanggar dalam rangka penegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Adapun tugas dan tanggung jawab Kewang ini memiliki tujuan supaya hasil- hasil sumberdaya alam baik di darat maupun di laut dapat dilindungi dan tetap terjamin kelestariannya.

Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai motivasi dan arahan dari lembaga pengelolaan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Hal ini berarti bahwa motivasi dan arahan dari lembaga pengelolaan perikanan berbasis masyarakat yang disebut Kewang pada rezim adat adalah lebih baik.

Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan mengalami peningkatan dari rezim sentralisasi ke rezim otonomi daerah, seperti terlihat pada Gambar 9. Pola perubahan ini disebabkan karena pada rezim adat, Raja dan Kewang selalu melakukan motivasi dan arahan kepada masyarakat untuk melaksanakan sasi sebagai suatu bagian dari tradisi adat

istiadat yang harus dilestarikan dan dipertahankan untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Dampak yang dirasakan masyarakat terhadap pelaksanaan sasi yang berjalan dengan baik adalah pemberian insentif kepada Kewang secara sukarela. Pemberian insentif ini tidak tertulis dalam peraturan pelaksanaan sasi tetapi dilaksanakan atas kesadaran masyarakat sendiri. Pada rezim sentralisasi, dimana peranan dan fungsi Raja dan Kewang tidak berjalan dengan baik maka motivasi dan arahan kurang diberikan kepada masyarakat. Pada rezim otonomi daerah mulai nampak terjadi perubahan dengan dikembalikannya sistem pemerintahan adat dimana Raja dan Kewang mulai berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat.

Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai fungsi pengawas- an pada rezim adat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Hal ini berarti bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengelolaan perikanan dan perangkat desa pada rezim adat berjalan lebih baik.

Adapun pola perubahannya menunjukkan adanya penurunan dari rezim adat ke rezim sentralisasi dan kemudian mengalami peningkatan dari rezim sentralisasi ke rezim adat, seperti terlihat pada Gambar 9. Pola perubahan ini disebabkan karena pada rezim adat, Kewang dalam melaksanakan fungsi pengawasan memiliki sejumlah peraturan dan sanksi. Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya anggota-anggota Kewang dipimpin oleh Kepala Kewang melaku- kan patroli secara bergiliran sesuai dengan wilayah kerjanya. Jika pada saat ber- patroli tersebut, mendapatkan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masya- rakat maka ditangkap dan dihadapkan ke Raja dan Saniri Negeri. Berdasarkan tingkat pelanggarannya maka Rajaatau Saniri Negeri menjatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan berupa denda berupa uang. Pada jaman dahulu jika pelanggar tidak dapat membayar denda, maka akan dihukum dengan cara dililiti dengan daun kelapa muda dan diarak keliling kampung dengan meneriakan kata-kata agar orang lain tidak meniru perbuatan atau kesalahannya itu. Pada rezim sentralisasi, fungsi pengawasan mengalami penurunan di sebabkan karena tidak berperan dan berfungsinya Raja dan Kewang secara baik. Pada rezim otonomi daerah, fungsi

sistem pemerintahan adat dan adanya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Dengan memperhatikan hasil penelitian tentang dampak perubahan sistem pemerintahan desa terhadap pengelolaan perikanan berbasis masyarakat yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa nilai total semua variabel pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat memiliki nilai yang tinggi pada rezim adat sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Novaczek et al. (2001) bahwa persepsi masyarakat untuk kinerja sasi pada masa lalu adalah lebih baik dibandingkan dengan waktu sekarang ini. Berdasarkan pola perubahan yang diamati pada semua variabel maka terlihat pada rezim otonomi daerah terjadi adanya pening-katan nilai namun belumlah sama seperti pada rezim adat. Untuk itu maka pada rezim otonomi daerah ini perlu sekali untuk membenahi berbagai hal terutama pimpinan desa dan lembaga pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan sumberdaya perikanan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, peng- arahan dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan dalam suatu organisasi adalah esensial, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibanding fungsi-fungsi manajemen lainnya sedangkan fungsi- fungsi pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sebenarnya hanya me- laksanakan keputusan-keputusan perencanaan (Handoko, 2003). Partisipasi masyarakat merupakan syarat penting dalam perencanaan pengelolaan sumber- daya perikanan, dimana keikutsertaan masyarakat akan membawa dampak positif karena mereka akan memahami berbagai permasalahan yang muncul serta me- mahami keputusan akhir yang akan diambil. Hal ini sesuai dengan yang di- kemukakan oleh Purnomowati (2001) bahwa dalam proses perencanaan maka pada hakekatnya perlu melibatkan masyarakat untuk mengakomodasi kebutuhan, aspirasi dan konsern dari masyarakat. Akan tetapi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan bagian dari pembangunan desa maka tentunya memiliki berbagai masalah yang dihadapi yaitu antara lain: pertama, rendahnya mutu sumberdaya

manusia, ke-dua, belum optimal lembaga pemerintahan desa dan lembaga musyawarah desa dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, ke- tiga terbatasnya jangkauan pelayanan lembaga perekonomian dalam mendukung usaha ekonomi desa dan ke-empat, belum meratanya prasarana dan sarana sosial ekonomi dalam melayani kebutuhan masyarakat desa (Haeruman, 1997).

Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan pengelolaan sumber- daya perikanan di rezim otonomi daerah maka peranan pimpinan desa dan organisasi atau lembaga lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat di tingkat desa perlu diperhatikan dan diberdayakan. Adapun salah satu upaya adalah melalui pendidikan. Hal ini disebabkan karena pimpinan desa dan organisasi atau lembaga pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat merupakan alat dan sarana penting untuk melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan perikanan yang telah diuraikan di atas. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Nomleni et al. (2005) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi reformasi birokrasi lokal adalah (1) pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal, (2) kompetensi yaitu kemampuan dan penguasaan bidang pekerjaan secara optimal dan kemampuan aparatur untuk beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan lingkungan eksternal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan dan (3) sosial budaya. Selanjutnya menurut Setyaningsih et al. ( 2003) bahwa lembaga lokal yang didirikan oleh masyarakat pada prinsipnya akan berjalan secara optimal apabila memenuhi empat hal yang harus terpenuhi sebagai strategi pemberdayaan masyarakat. Empat hal tersebut adalah: sistem norma, kelakuan berpola, personil pendukung dan fasilitas pen- dukung. Sasi sebagai pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat di Maluku menurut Nikijuluw (1994) memiliki sistem norma atau kaedah selain itu juga ada tujuan, pelaksanaan dan superstruktur organisasi. Oleh karena itu apa- bila pelaksanaan sasi dapat dikelola secara benar maka akan berjalan dengan baik dan merupakan salah satu strategi dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan.

4.5 Dampak Pengaruh Perubahan Sistem Pemerintahan Desa terhadap