• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 KESIMPULAN DAN SARAN 13 1 Kesimpulan

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Kondisi perikanan dunia diperhadapkan pada suatu keadaan yang dilematis. Di satu pihak, hasil tangkapan yang didaratkan menunjukkan hasil yang sangat besar namun pada sisi yang lain, sejumlah stok ikan perairan dekat pantai (coastal waters) dan perairan pantai (inshore) yang menipis karena di tangkap secara berlebihan (overfished) (Widodo, 2003). Selain itu, sementara produksi ikan telah meningkat namun suplai ikan pangan yakni ikan untuk konsumsi

kesadaran dan kepedulian negara-negara di dunia untuk mengarahkan komunitas dunia untuk mengadopsi sejumlah instrumen dan inisatif internasional yang di- tujukan untuk keperluan konservasi dan pengelolaan sumberdaya hayati serta pre- servasi dan perlindungan atas lingkungan akuatik. Instrumen dan inisiatif inter- nasional utama yang mengarahkan berbagai isu kritis yang relevan dengan per- ikanan adalah sebagai berikut :

(1) United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982

(2) Konferensi dunia Perikanan untuk Pengelolaan dan Pembangunan Perikanan FAO 1984 (FAO World Fisheries Conference on Fisheries Management and Development, 1984)

(3) Deklarasi Cancun 1992 mengenai penangkapan ikan yang bertanggung jawab (responsible fishing)

(4) UNCED atau Earth Summit di Rio Janeiro, Juni 1992

(5) Code of Conduct for Responsible Fisheries (Kode Etik bagi Perikanan yang Bertanggung jawab) 1995

Beberapa dari instrumen dan inisiatif ini telah diberlakukan secara legal, sedang lainnya di susun dan ditegakkan sebagai dasar dan panduan yang ditujukan untuk membantu menyusun langkah-langkah kebijaksanaan bagi pemerintah- pemerintah pada tingkat nasional, sub regional dan global (Widodo, 2003).

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), telah mengamanatkan kepada negara-negara di dunia untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya per- ikanan secara bertanggung jawab. Prinsip-prinsip untuk pengelolaan sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab di antaranya meliputi:

(1)Pelaksanaan hak menangkap ikan disertai dengan upaya konservasi (2)Pengelolaan perikanan berasaskan pada mempertahankan kualitas,

keanekaragaman hayati dan keberlanjutan

(3)Pengembangan armada sesuai dengan kemampuan reproduksi sumber daya

(4)Perumusan kebijakan perikanan berdasarkan bukti-bukti ilmiah

(5)Pengelolaan sumberdaya berdasarkan pada prinsip kehati-hatian (precautionary approach)

(6)Pengembangan alat penangkapan yang selektif dan aman terhadap sumberdaya

(7)Mempertahankan nilai kandungan nutrisi ikan pada keseluruhan proses produksi

(8)Perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan, serta

(9)Penegakan hukum melalui penerapan monitoring, controling and surveillance (MCS) (FAO, 1995).

Kebijakan di bawah CCRF diharapkan dapat memberikan tempat yang memadai bagi nelayan tradisional sehingga kesejahteraan mereka dapat ditingkat- kan. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan kesadaran nelayan tradisional dalam memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dapat pula berkembang (Suseno, 2004).

Konsep pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia mengacu pada UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pengertian pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lainnya yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (Lembaran Negara RI, 2004). Pengertian ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Cochrane (2002) bahwa pengelolaan perikanan adalah proses yang terpadu dari pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakkan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya. Dari kedua pengertian pengelolaan perikanan tersebut, maka hakekat pengelolaan perikanan sebenarnya adalah pengelolaan terhadap tingkah laku manusia yang memanfaatkan sumberdaya perikanan tersebut seperti yang dikemukakan oleh

Nikijuluw (2002) bahwa pengelolaan terhadap manusia adalah pengaturan tingkah laku mereka dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.

Adapun tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk: (1) Menjaga kelestarian produksi

(2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan dan (3) Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut

(Widodo dan Nurhakim, 2002; Murdiyanto, 2004).

Secara eksplisit dapat di katakan bahwa hakekat tujuan pengelolaan perikanan ini adalah suatu upaya perikanan yang berkelanjutan yaitu pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dan hasil-hasilnya demi untuk kesejahteraan hidup masyarakat baik pada saat ini maupun yang akan datang.

Pengelolaan sumberdaya perikanan selalu diperhadapkan dengan banyaknya permasalahan yang kompleks karena dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang internal maupun ekstenal. Untuk itu, menurut Charles (2001) paradigma pembangunan perikanan harus dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling terkait dan saling berinteraksi dalam batasan- batasan tertentu untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan yang diharapkan. Sebagai suatu sistem maka komponen-komponen sistem perikanan adalah sebagai berikut :

(1) Sistem alam, yang terdiri dari : ikan, ekosistem dan lingkungan biofisik (2) Sistem manusia, yang terdiri : nelayan, sektor pasca panen dan

konsumen, rumah tangga nelayan dan masyarakat, sosial/ekonomi/ lingkungan budaya.

(3) Sistem pengelolaan perikanan, yang terdiri : kebijakan dan perencanaan perikanan, pengelolaan perikanan, pengembangan perikanan dan penelitian perikanan (Charles, 2001).

Ketiga komponen sistem tersebut terdapat elemen-elemen sistem yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan yang lain. Selain itu, ketiga komponen itu dipengaruhi juga oleh kekuatan ekternal yang turut berinteraksi bagi kelangsungan sistem tersebut. Pengelolaan perikanan merupakan bagian dari komponen sistem pengelolaan (management system) yang saling berinteraksi dengan elemen kebijakan dan perencanaan, penelitian serta pengembangan

perikanan. Hal ini berarti bahwa pengelolaan perikanan memiliki keterkaitan yang erat dengan aspek kebijakan dan perencanaan serta penelitian dan pengem- bangan perikanan. Selain itu, pengelolaan perikanan juga memiliki keterkaitan dengan aspek sumberdaya perikanan itu sendiri dan lingkungannya serta manusia yang memanfaatkan sumberdaya tersebut.

Adapun beberapa pokok isu yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Dahuri (2001) adalah:

(1) Pemanfaatan sumberdaya kelautan masih jauh dari optimal

(2) Adanya perbedaan kepentingan yang cenderung menjurus ke konflik kepentingan antar sektor serta pemegang kepentingan lainnya

(3) Lemahnya peraturan perundangan dalam hal pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan

(4) Kerusakan habitat akibat pengelolaan yang tidak terkendali (5) Masih minimnya peranan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan mengakibatkan masih kurang tersentuhnya usaha perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat

(6) Adanya potensi konflik antar daerah yang berbatasan

(7) Masih kurangnya data dan informasi potensi sumberdaya kelautan (8) Belum adanya rencana tata ruang pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil (9) Kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir

(10) Overeksploitasi sumberdaya hayati laut (11) Pencemaran; konflik penggunaan ruang (12) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (13) Keterbatasan dana

(14) Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pelaku pembangunan kawasan pesisir

(15) Lemahnya penegakkan hukum serta (16) Kemiskinan masyarakat pesisir

Isu-isu pokok pengelolaan tersebut ternyata telah menjadi sorotan dari berbagai pihak baik secara nasional maupun internasional yang memiliki kepen- tingan di dalam mengembangkan pembangunan perikanan secara berkelanjutan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan pada hakekatnya adalah inti dari proses pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Adapun indikator keberlanjutan dapat dilihat dari berbagai komponen. Pembangunan perikanan berkelanjutan menurut Charles (2001) didasarkan pada empat dasar komponen yaitu; keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial-ekonomi, keberlanjutan masyarakat dan keberlanjutan kelembagaan. Komponen keberlanjutan ini digambarkan dalam bentuk segitiga keberlanjutan yang membentuk dasar suatu kerangka untuk penilaian keberlanjutan yaitu: keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosioekonomi dan keberlanjutan masyarakat. Di antara ketiga komponen keberlanjutan yang membentuk segitiga keberlanjutan tersebut maka komponen keempat yaitu keberlanjutan kelembagaan berada ditengah-tengahnya dimana keberlanjutan kelembagaan merupakan suatu proses akumulasi dari ketiga komponen keberlanjutan serta adanya saling hubungan di antara komponen-komponen tersebut.

Kriteria keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Ostrom (1994) adalah sistem pengelolaan sumberdaya yang dapat dinilai dari sisi sikap masyarakat untuk menjaga lingkungan dan sumberdaya (stewardship) dan kelen- turan (resilience) sistem. Selanjutnya Ostrom (1994) mengajukan indikator ke- berlanjutan lainnya, yaitu kesesuaian atau kecocokan antara pemegang kepenting- an atau semua pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu sistem.

Menurut Novaczek et al. (2001) faktor kunci yang menentukan keberlanjut- an pengelolaan sumberdaya perikanan adalah kerjasama dan persepsi yang sama dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan baik manajer maupun pengguna sumberdaya. Selanjutnya Novaczek et al. (2001) membagi kriteria keberlanjutan perikanan dalam pengamatannya terhadap kinerja sasi di Maluku menjadi keberlanjutan sosial dan keberlanjutan biologi. Keberlanjutan sosial meliputi : tradisi aksi bersama, kesejahteraan keluarga, pendapatan, keharmonisan masyarakat dan pembahasan tentang masalah-masalah desa. Keberlanjutan biologi meliputi : kondisi kesehatan sumberdaya dan hasil tangkapan. Suatu sistem dikatakan berkinerja baik secara sosial jika sistem tersebut dapat mempertahankan tradisi aksi kolektif, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan pendapatan, menjaga keharmonisan masyarakat serta memberikan

ruang bagi masalah-masalah lokal untuk dipecahkan secara bersama. Sementara itu, sistem dikatakan berkelanjutan secara biologi apabila kesehatan sumberdaya dan hasil tangkapan ikan tetap baik.