BAB II PENGATURAN DIVERSI DALAM SISTEM HUKUM DI
G. Pengaturan diversi di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
Diversi adalah Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. Sistem peradilan pidana anak meliputi:86
a. Penyidikan dan Penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
b. Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan dilingkungan peradilan umum; dan
85Ibid, hal, 158
86Mita Dwijayanti yang berjudul, skripsi, Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Pengulangan Tindak Pidana, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2014.
c. Pembinaan, pembimbingan dan pengawasan, dan/ atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
Dalam sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi. Dalam Undang-Undang ini sistem peradilan pidana anak mengutamakan perlindungan dan rehabilitasi terhadap pelaku anak sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa.87
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diversi bertujuan:88
a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
b. Meneyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan;
c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 6 penjelasanya yaitu:
Dapat simpulkan bahwa diversi ini bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak artinya supaya anak tersebut tidak dihukum dan namanya tidak dicatat dalam istilah SKCK dalam Institusi Kepolisian agar mempunyai masa depan yang baik.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan:89
1. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib mengupayakan diversi.
2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun;dan b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan (2) penjelasanya yaitu:
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) dapat disimpulkan bahwa diversi tidak hanya dilakukan dalam pemeriksaan di Pengadilan anak saja tetapi
87Ibid,
88Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
89Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
60
dalam tingkat penyidikan dan penuntutan perkara anak wajib mengupayakan diversi.
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) mengisaratkan bahwa ada ketentuan-ketentuan tertentu dalam pelaksanaan diversi, sebagaimana ditentukan dalam pasal tersebut bahwa diversi hanya dilakukan dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang ancaman pidananya dibawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, artinya seorang anak yang telah melakukan tindak pidana berulang-ulang tidak layak baginya untuk diupayakan diversi.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan:90
1. Penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam melakukan diversi harus mempertimbangkan:
a. Kategori tindak pidana;
b. Umur anak;
c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas;dan d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
2. Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/ atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali untuk;
a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b. Tindak pidana ringan;
c. Tindak pidana tanpa korban; atau
d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum propinsi setempat.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 9 penjelasanya yaitu:
1. Penyidik, Penuntut Umum, Hakim harus lebih mempertimbangkan Kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian Pembimbing Kemasyarakatan, dukungan lingkungan, artinya Penyidik, Penuntut Umum, Hakim tidak semena-mena boleh melakukan diversi tanpa ada pertimbangan, tanpa melihat umur, dan tanpa dukungan lingkungan.
2. Kesepakatan diversi harus mendapat persetujuan korban artinya tidak ada unsur intervensi, paksaan, kekeliruan, penipuan dari pihak manapun.
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan:91
1. Hasil kesepakatan diversi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi.
90Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
91Pasal 12 ayat (1),(2),(3),(4),(5), Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Hasil kesepakatan diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.
3. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan diversi.
4. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pembimbing kemasyarakatan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
5. Setelah menerima penetapan sebagaimaan dimaksud pada ayat (4), penyidik menerbitkan penetapan pengentian penyidikan atau penuntut umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 12 penjelasanya yaitu:
Berdasarkan pasal 12 dapat disimpulkan bahwa hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan, artinya apabila diversi berhasil maka disampaikan langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh Penetapan diversi paling lama 3 hari sejak diversinya berhasil, Penetapan diversi yang telah dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri harus disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dlam waktu 3 hari sejak ditetapkan, setelah itu membuat menerbitkan penghentian penyidikan, atau menerbitkan penghentian penuntutan.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk, antara lain;92
a. Perdamaian dengan atau tanpa kerugian;
b. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan dilembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d. Pelayanan masyarakat.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 11 penjelasanya yaitu:
Dapat simpulkan bahwa kesepakatan diversi ini dapat berbentuk yang terterah diatas, artinya kesepakatan perdamaian dengan tanpa ganti kerugian ini juga kesepakatan dengan korban apakah si korban mau memaafkan tanpa ada meminta kerugian yang dialami, dan dalam hal korban tidak ada maka lebih gampang, penyerahan kembali kepada orang tua biasanya anak tersebut belum mencapai umur 14 tahun anak tersebut tidak ditahan sehingga dikembalikan kepada orang tua wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau dilembaga pendidikan biasanya ini harus ada permohonan dari orang tua tersebut untuk dimasukan ke lembaga LPKS dan adanya biaya-biaya yang diperlukan harus ada kordinasi dengan lembaga tersebut, pelayanan masyarakat ini biasanya si anak harus membersihkan mesjid selama 1 bulan.
92Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 62
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun.
Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana.93
Penyidik, Penuntut umum, dan Hakim wajib mengupayakan diversi dalam pemeriksaan perkara anak.94 Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan/atau orang tua/walinya, korban atau anak korban dan atau orang tua walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.95
Proses diversi wajib memperhatikan:96 a. Kepentingan korban;
b. Kesejahteraan dan tanggung jawab anak;
c. Penghindaran stigma negatif;
d. Penghindaran pembalasan;
e. Keharmonisan masyarakat;
f. Kepatutan kesusilaan, dan ketertiban umum
Jika proses diversi tidak berhasil proses perdilan anak dilanjutkan, proses diversi dikatakan tidak berhasil jika proses tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan.
93Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah No.65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun.
94Pasal 3 ayat (1)Peraturan Pemerintah No.65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun.
95Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun
96Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun
3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak, hakikatnya lahir, tumbuh dan berkembang sebagai fungsi memenuhi kekosongan dan penegakan hukum dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dan sistem peraturan perundang-undangan. Secara substansial Perma RI Nomor 4 tahun 2014 terdiri dari V Bab mengatur tentang ketentuan umum, kewajiban diversi, pelaksanaan diversi dipengadilan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.97
Konsekuensi logis dimensi di atas, ada beberapa hal yang belum diatur dalam UU SPPA dan kemudian diatur pada Perma Nomor 4 tahun 2014, sebagai fungsi memenuhi kekosongan dan penegakan hukum, berorientasi kepada dimensi sebagai berikut:98
1. Pengertian musyawarah diversi sebagai musyawarah antara para pihak yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/ atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, perwakilan masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif. Kemudian fasilitator diversi adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menangani perkara yang bersangkutan. Kaukus merupakan pertemuan terpisah antara fasilitator diversi dengan salah satu pihak yang diketahui oleh pihak lainnya. Berikutnya kesepakatan diversi adalah kesepakatan hasil
97Lilik Mulyadi.,Op.Cit,hal, 140.
98Ibid,hal, 141.
64
proses musyawarah diversi yang dituangkan dalam bentuk dokumen dan di tandatangani oleh para pihak yang terlibat dalam musyawarah diversi, dan hari adalah hari kerja;
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ditentukan bahwa, Hakim anak wajib mengupayakan diversi dalam hal anak didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan subsidairitas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan)’’, maka dimensi Perma mengenai diversi khusus spesifik terhadap kalimat “diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih’’substansi ini lebih luas dari ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a UU SPPA karena iversi dilakukan terhadap “tindakan pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun’’.
4. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
Dalam pasal 1, 2 dan 3 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 menyatakan:99
99Pasal 1, 2, 3, Peraturan Jaksa Agung, Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
Pasal 1,Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Jaksa Agung ini.
Pasal 2,Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 merupakan pedoman bagi Penuntut Umum dalam melaksanakan proses Diversi pada tingkat penuntutan.
Pasal 3,Pada saat Peraturan Jaksa Agung ini berlaku, segala ketentuan atau petunjuk yang berkaitan dengan penangan perkara anak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Jaksa Agung ini.
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 1, 2, 3 penejelasanya yaitu:
Dapat disimpulkan bahwa pasal ini merupakan pedoman bagi Penuntut Umum dalam proses diversi, Peraturan ini digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
Dalam Peraturan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 terdapat mekanisme pedoman melaksanakan diversi pada tingkat Penuntutan dalam Bab 1 Pendahuluan seperti Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan diversi Pada tingkat Penuntutan meliputi:100
a. Upaya Diversi b. Musyawarah Diversi c. Kesepakatan Diversi
d. Pelaksanaan Kesepakatan Diversi
e. Pengawasan dan Pelaporan pelaksanaan kesepakatan Diversi f. Penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan
g. Registrasi Diversi
BAB II menjelaskan kewajiban diversi ada tingkat penuntutan seperti:101 1. Kriteria tindak pidana yang wajib dilakukan diversi
a. Penuntut umum wajib mengupayakan diversi pada tingkat penuntutan.
b. Diversi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan dalam tindak pidana yang dilakukan:
1) Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun;dan 2) Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Dapat diuraikan berdasarkan Bab II poin 1 penjelasanya yaitu:
a. Penuntut umum wajib mengupayakan diversi pada tingkat penuntutan, artinya Penuntut umum wajib mengupayakan diversi sejak berkas sudah P:21 dari penyidik, jika Penuntu umum tidak mengupayakan diversi maka bisa dijatuhi sangksi pidana.
b. Mengisaratkan bahwa ada ketentuan-ketentuan tertentu dalam pelaksanaan diversi, sebagaimana ditentukan dalam pasal tersebut bahwa diversi hanya dilakukan dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang ancaman pidananya dibawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, artinya seorang anak telah melakukan tindak pidana berulang-ulang tidak layak baginya untuk diupayakan diversi.
100Bab I , Ruang Lingkup dalam Peraturan Jaksa Agung, Republik Indonesia Nomor:
PER-006/A/J.A/04/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
101Bab II , Kewajiban Diversi dalam Peraturan Jaksa Agung, Republik Indonesia Nomor:
PER-006/A/J.A/04/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
66
2. Kriteria anak yang wajib dilakukan diversi
a. Upaya diversi wajib dilakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
b. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka (1), upaya diversi wajib dilakukan meskipun anak sudah atau pernah kawin.
Dapat diuraikan berdasarkan Bab II poin 2 penjelasanya yaitu:
a. Diversi wajib dilakukan terhadap anak yng telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, artinya seorang anak tidak bisa diversi jika umurnya telah berumur 18 tahun, dan belum berumur 12 tahun.
b. Seorang anak yang telah kawin dan umurnya tersebut belum mencapai umur 18 tahun maka sah-sah saja bisa dilakukan proses diversi.
BAB III menjelaskan proses pelaksanaan diversi yaitu:102 1. Koordinasi
a. Setelah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, Jaksa Agung Muda tindak pidana umum/Kepala Kejaksaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri segera menerbitkan surat perintah penunjukan Penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara anak.
b. Selain untuk mengikuti perkembangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, penuntut umum juga memantau perkembangan upaya diversi pada tingkat penyidikan dan berkoordinasi dengan penyidik untuk mencegah terjadinya bolak balik perkara.
2. Upaya diversi
a. Setelah menerima penyerahan tanggung jawab atas anak dan barang bukti (tahap II), Kepala Kejaksaan Negeri segera menerbitkan surat perintah penunjukan penuntut umu untuk penyelesain perkara anak.
b. Penyelesian perkara anak sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi penyelesaian diluar Peradilan pidana melalui diversi maupun penyelesaian didalam peradilan pidana.
c. Penuntut umum menerima penyerahan tanggung jawab atas anak serta barang bukti di RKA, kemudian melakukan penelitian terhadap kebenaran identitas anak serta barang bukti dalam perkara anak dan mencatat hasil penelitian tersebut dalam berita acara penerimaan dan penelitian anak.
3. Musyawarah diversi
a. Diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dimulainya diversi yaitu tanggal yang telah ditentukan penuntut umum untuk melakukan musywarah diversi dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Penuntut umu mengirimkan surat panggilan kepada para pihak, yang harus sudah diterima selambat-lambatnya tiga hari sebelum waktu pelaksanaan musyawarah diversi, dengan membuat tanda terima sebagai bukti panggilan yang sah.
2. Para p ihak sebagaimana diamaksud pada angka 1 yaitu:
102Bab III , Koordinasi, Upaya Diversi, Musyawarah Diversi dalam Peraturan Jaksa Agung, Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
a. Anak dan atau/ orang tua/ wali
b. Korban atau anak korban dan atau/ orang tua/ wali c. Pembimbing kemasyarakatan, dan
d. Pekerja sosial profesional.
3. Dalam hal dikehendaki anak dan/ atau orang tua/ wali, pelaksanaan musyawarah diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas:
a. Tokoh agama b. Guru
c. Tokoh masyarakat d. Pendamping dan atau
e. Advokat atau pemeberi bantuan hukum
4. Surat panggilan para pihak mencantumkan hari tanggal, serta tempat dilaksanakannya musyawarah diversi.
b. Musyawarah diversi dilaksankan di RKA yang terdapat pada setiap satuan kerja dilinkungan kejaksaan Republik Indonesia atau dalam keadaan tertentu dapat dilakukan ditempat lain yang disepakati para pihak dengan persetujuan kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.
Dapat diuraikan bahwa berdasarkan Bab III poin 1,2,3,4 penjelasnya yaitu:
Dapat disimpulkan bahwa poin diatas merupakan prosedur diversi pada tingkat Penuntutan.
68
Perspektif peradilan pidana anak, subsistem dalam sistem peradilan pidana anak mempunyai kekhususan, dimana terhadap anak sebagai suatu kajian hukum yang khusus, membutuhkan aparat-aparat yang secara khusus diberi wewenang untuk menyelenggarakan proses peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.103
1. Polisi,(Penyidik anak).
Model keadilan retributif, peran polisi sangat dominan. Masyarakat yang mendapati pelaku pelanggar hukum akan melaporkannya kepada polisi. Tiga tugas utama polisi sebagai pelayanan masyarakat, pelindung masyarakat, dan penegak hukum di manfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Proses pengadilan anak baik buruknya diserahkan sepenuhnya kepada polisi, dan masyarakat tahu jadi, tanpa ikut terlibat dalam proses. Pada model keadilan restoratif yang terjadi adalah kebalikannya, masyarakat mayor, polisi minor. Peran polisi sebatas sebagai mediator, fasilitator, atau pengawas. Polisi menunjukkan pasal-pasal atau dalil ketentuan peraturan perundang-undangan peradilan anak, lalu para aktor masyarkat dipersilahkan mencari jalan keluar terbaik agar terjadi proses perbaikan, pemulihan hubungan, reintegrasi, konsilasi, dan rekonsiliasi antara
103Nashriana, Op.Cit,hal, 106.
korban dan pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku, dengan penerimaan masyarakat kembali terhadap pelaku tanpa stigma apa pun terhadap pelaku.104
Menangani perkara anak nakal maka pada tingkat penyidikan dilakukan oleh penyidik anak. Menurut ketentuan pasal 41 ayat (1) UU No. 3 tahun 1997 penyidik anak ditetapkan berdasarkan surat keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Konkretnya, penyidik anak ditetapkan SK Kapolri dan apabila berhalangan dapat menunjuk pejabat lain.105
Pada dasarnya dengan bertitik tolak kepada ketentuan pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.8 tahun 1981 maka penyidik anak dapat dilakukan oleh pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat 2 KUHAP dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP dapat disebutkan bahwa syarat kepangkatan Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri sipil yang diberi wewenang penyidikan adalah berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur muda tingkat I/Gol IIB atau yang disamakan dengan itu. Apabila dalam suatu daerah tidak terdapat pejabat penyidik berpangkat pembantu letnan dua keatas maka komandan sektor polisi yang berpangkat bintara dibawah pembantu Letnan dua polisi karena jabatan adalah penyidik. Sedangkan terhadap penyidik pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia sebagaimana ditentukan Kepmenkeh RI
104Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikan Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan,PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal, 215.
105Lilik Mulyadi,Pengadilan Anak Di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahnya, Mandar Maju, Bandung ,Cetakan ke-I, 2005,hal, 29.
70
penyidik pegawai negeri sipil.106
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur dalam menangani perkara anak pada tingkat Penyidikan dilakukan oleh penyidik anak.
Ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan Penyidik anak ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.107
Konteks diatas, mengatur tentang penyidik anak yang dilakukan oleh kepolisian atau “pejabat lain” yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada dasarnya, bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU SPPA, Pasal 6 ayat (1) KUHAP dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 maka penyidik anak dapat dilakukan oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
“pejabat lain” yang ditunjuk oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia In Casu, adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil.108
2. Jaksa,(Penuntut umum anak)
Pada masa transisi, ketika model keadilan restoratif masih menjadi bagian sistem peradilan umum, peran jaksa cukup penting, yakni memutus apakah sebuah peristiwa pelanggaran hukum harus diterima dan dilanjutkan dalam pengadilan anak ataukah ditolak dan disarankan agar kepolisian melakukan diversi. Namun, pada model keadilan restoratif, peran jaksa menjadi sangat kecil, kalaulah tidak
106Ibid,hal, 29-30.
107Lilik Mulyadi, Op.Cit,hal, 201.
108Ibid,hal, 201.
ada sama sekali. Kalau peran tetap akan diberikan, dia bersama polisi menjadi mediator dan fasilitator pengambilan keputusan oleh masyarakat.109
Perspektif UU SPPA, pihak yang berperan berikutnya adalah jaksa/penuntut umum anak. Apabila di implementasikan KUHAP membedakan pengertian “jaksa” dengan “penuntut umum” ketentuan Bab I tentang ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 KUHAP menegaskan bahwa:110
1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP)
2. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. (pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP)
Penuntut Umum anak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang di tunjuk oleh Jaksa Agung dengan terlebih dahulu memenuhi syarat telah berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa serta mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak kemudian dalam hal tertentu dan dipandang perlu tugas penuntutan tersebut dapat dibebankan kepada penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan orang dewasa (pasal 53 ayat (1),(2),(3) UU No. 3 tahun 1997). 111
109Hadi Sepeno,Op.Cit,hal,215.
110Lilik Mulyadi , Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak,Op.Cit,hal, 204-205.
111Lilik Mulyadi, Op.Cit,hal, 34.
72
3. Penasehat hukum anak.
Para pihak berikutnya yang berperan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
Para pihak berikutnya yang berperan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya