NO.39/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN) SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utar
Oleh :
140200139
ANDRI AFRIANSYAH
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
PElAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN
PENCURIAN
(STUDI KASUS NO.51/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN DAN NO.39/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN)
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh : 140200139
ANDRI AFRIANSYAH
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Mengetahui:
Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr.M. Hamdan, SH,MH NIP. 195703261986011001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Liza Erwina,SH,M.Hum Dr.Marlina SH,Mhum.
NIP. 1961102419890320002 NIP. 197503072002122002 FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Shalawat dan Salam juga senantiasa Penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan keselamatan dan keberkahan. Skripsi yang diberi judul “PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENCURIAN (studi kasus No 51/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN,DAN39/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDNdi susun untuk memenuhi tugas dan memenuhipersyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya, Papa tercinta(Alm) Amirwan dan Mama tersayang Sri Lestariyang telah mendoakanserta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, dukungan, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi dengan baik.
Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telahdiberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;
i
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Puspa Melati S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Dr M. Hamdan,SH.,MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana 7. Ibu Liza Erwina SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih
banyak atas saran, arahan, dan masukan yang membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang Ibu berikan kepada saya sehingga saya menyelesaikan skripsi ini, sekali lagi saya mengucapkan terima kasii ibu semoga semakin sehat selalu panjang umur, murah rezeki, dan dalam Lindungan Allah SWT,aminnn
8. Ibu Dr Marlina SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II.Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Ibu berikan selama ini disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai, sekali lagi saya mengucapkan terimah kasih semoga ibu sehat selalu, panjang umur, murah rezeki, dan dalam lindungan Allah SWT, AMINN.
9. Seluruh Dosen-Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta
Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi;
11. Kedua saudaraku tersayang Abang dan Adik yang tidak hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
12. Terimah kasih kepada kakak sepupu saya Lina Melawati Sked, yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta semangat dalam menyusun skripsi ini
13. Terima kasih kepada abang” Jaksa di Kejaksaan Negeri Medan, bang Raskita J Surbakti, bang Ivan Damarwulan, bang Teuku Isra, bang Amirudin Harahap, mas Hatta, yang telah memberikan ilmu selama Magang di Kejaksaan Negeri Medan, dan tak serta memberikan Motivasi, saran dan semangat.
14. Terimah kasih kepada bang rusdan dan bang risman yang telah membantu dalam memberikan informasi wawancara di Polsek Medan Baru.
15. Terimah kasih kepada bang Raskita J Surbakti SH yang telah memberikan ilmu dan masukan dalam melakukan penulisan skripsi ini.
16. Terimah kasih kepada pak Jamaludin SH,MH yang telah membantu dalam penulisan skirpsi ini serta memberikan ilmu dalam hal wawancara di Pengadilan Negeri Medan
ii
17. Terimah kasih kepada teman-teman Tim Delegasi Bulaksumur, pada Moot Court Competiondi Universitas Gajah Mada, November 2016, walaupun kita tidak menang, yang penting kita sudah berusaha untuk membawa Almamater kita ke tingkat Nasional.
18. Teman-teman Grup E d 2014, Tim Perekaman Sidang Kerjasama KPK-FH USU Periode 2015 dan 2016, dan Periode 2017-2018 Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA),
19. Terimah kasih kepada Komunitas Peradilan Semu yang telah memberikan ilmu tentang Hukum Acara, semoga kedepannya kita bisa membawa piala MCC,
20. Terimah kasih kepada teman-teman semua
Penulis menyadari skripsi ini ibarat sebutir pasir di pantai ilmu nan luas, jauh dari kata sempurna karena hanya Sang Khalik yang memiliki kesempurnaan itu, penulis berusaha memberi kontribusi pemikiran sederhana sebagai upaya latihan dan belajar guna menjadi ilmuwan yang lebih baik nantinya. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Amiin..
Medan, Maret 2018
NIM. 140200139 Andri Afriansyah
iii
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8
D. Keaslian Penulisan ... 9
E. Tinjauan Kepustakaan ... 9
1. Pengertian anak ... 9
2. Anak yang berkonflik dengan hukum ... 12
3. Pengertian diversi ... 15
4. Pengertian tindak pidana ... 17
5. Pengertian pencurian. ... 21
6. Pengertian narkotika ... 21
F. Metode Penelitian ... 24
G. Sistematika Penulisan ... 28
BAB II PENGATURAN DIVERSI DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA ... 30
A. Sejarah Diversi ... 30
B. Sistem Peradilan pidana anak dan sistem pemidanaan anak ... 33
1. Definisi sistem Peradilan pidana anak ... 34
2. Asas-asas dalam UU No 11 tahun 2012 tentang SPPA ... 35
3. Tujuan diversi sistem peradilan pidana anak ... 37
4. Syarat diversi ... 42
5. Kewenangan diversi ... 43
6. Sistem pemidanaan anak ... 44
C. Konsep Restoratif justice ... 45
D. Prinsip Peradilan pidana anak ... 51
E. Perkara yang diupayakan diversi ... 55
F. Makna Diversi ... 58
G. Pengaturan diversi di Indonesia ... 59
1. UU No 11 tahun 2012 ... 59
2. PP No 65 tahun 2015 ... 63
3. Perma No 4 tahun 2014………..64
4. Peraturan Jaksa Agung No Per-006/A/J.A/04/2015 ... 65
BAB III PERAN PENEGAK HUKUM DALAM PELAKSANAAN
DIVERSI PADA PERADILAN ANAK ... 69
A. Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan diversi ... 69
1. Polisi/Penyidik anak ... 69
2. Jaksa/ Penuntut umum anak ... 71
3. Penasehat hukum anak ... 73
4. Hakim anak ... 74
5. Balai Pemasyarakatan ... 75
6. Pekerja sosial ... 77
7. Masyarakat ... 79
B. Hukum acara Peradilan anak ... 79
1. Proses Penyidikan ... 83
2. Proses penangkapan anak ... 84
3. Proses Penahanan ... 87
4. Proses Penuntutan ... 88
5. Pemeriksaan dimuka sidang ... 89
C. Mekanisme diversi Pada tahap penyidikan, penuntutan, pengadilan ... 90
1. Tahap diversi penyidikan ... 90
2. Tahap diversi penuntutan ... 93
3. Tahap diversi dipengadilan ... 96
D. Hakim Anak dalam melakukan diversi ... 99
BAB IV IMPLEMENTASI KASUSTINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENCURIAN (STUDI KASUS NO.51/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN DAN NO.39/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN) ... 106
A. Kasus pencurian, Fakta Hukum, Kesepakatan Diversi, Unsur- Unsur Kasus……….……..106
1. Kasus Pencurian………..106
2. Fakta Hukum………..…….107
3. Kesepakatan Diversi………109
4. Unsur-Unsur Kasus………..110
B. Kasus Narkotika, Fakta Hukum, Kesepakatan Diversi, Unsur- Unsur Kasus……….……..111
1. Kasus Narkotika………..106
2. Fakta Hukum………..…….113
3. Kesepakatan Diversi………115
4. Unsur-Unsur Kasus………..116
B. Saran ... 140
DAFTAR PUSTAKA ... 142
ABSTRAK Andri Afriansyah * Liza Erwina (Pembimbing I)**
Dr.Marlina (Pembimbing II)***1
Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres No.36 tahun 1990. Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak di indonesia. Dalam hukum nasional perlindungan anak berkonflik dan berhadapan dengan hukum juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang belum berumur 12 tahun dan peraturan lainya yang terkait tentang anak. Disahkanya Undang Nomor 11 tahun 2012 merupakan gerbang awal untuk dapat melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum serta dapat menjamin perlindungan bagi anak dalam peradilan pidana dengan pertimbangan terbaik untuk anak. Namun dalam pelaksanaanya masih banyak perosalan dan tumpang tindih berkaitan dengan peraturan serta banyak hambatan dalam pelaksanaanya dan menimbulkan persoalan-persoalan yang timbul, khususnya dalam hal anak yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu solusinya adalah yang digunakan pelaksanaan diversi (pengalihan) melalui pendekatan restoratif justice.Adapun yang menjadi permasalahan adalah Pertama bagaimana pengaturan yang terkait dalam pelaksanaan diversi dalam sistem hukum di indonesia baik ditingkat penyidikan, penuntutan, dan di Pengadilan?, Kedua bagaiman Peran penegak hukum dalam pelaksanaan diversi pada peradilan pidana anak?, Ketiga, Bagaimana Implementasi kasus tindak pidana narkotika dan pencurian studi kasus NO.51/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN,DAN,NO.39/PID.SUS.ANAK/2017/PN/MDN?
Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti mempergunakan metode penelitian yuridis normatif , Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dan data skuder dari studi pustaka. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara kepada informan.Hasil penelitian, bahwa proses peradilan pidana anak pelaku tindak pidana di Kepolisian Polsek Medan Baru, Kejaksaan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Medan masih belum maksimal melaksanakan prosedur dan tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.Pelaksanaan konsep diversi pada proses peradilan anak di Kepolisian Polsek Medan Baru, Kejaksaan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Medan sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal.Sehubungan dengan itu, maka saran yang saya berikan antara lain bahwa perlindungan terhadap perkara anak harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena anak merupakan masa depan bangsa dan negara ini. Hendaknya pemerintah ikut membantu dalam pembayaran ganti rugi jika si pelaku tidak bisa membayar ganti rugi sehingga pelaku dapat dikembalikan kepada orang tua.
*Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Usu
** Dosen Pembimbing I /Sekreataris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Usu/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Usu
*** Dosen Pembimbing II/ Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Usu
Sejarah perkembanan hukum pidana kata diversion pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan anak yang disampaikan Presiden Komisi Pidana(President’s Crime Commision) australia di Amerika Serikat pada tahun 1960. Sebelum dikemukakannya istilah diversi praktek pelaksanaannya yan berbentuk seperti diversi telah ada sebelum tahun 1960 ditandai dengan berdirinya peradilan anak (children’s courts) sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi untuk melakukan peringatan (police cauntioning). Prakteknya telah berjalan di negara bagian Victoria Australia pada tahun 1959 diikuti oleh negara bagian Queesland pada tahun 1963. Saat itu ketentuan diversi mengurangi jumlah anak yang masuk ke peradilan formal. 2
Pengertian diversi terdapat banyak perbedaan sesuai dengan praktek pelaksanaanya. Berikut definisi diversi menurut Jack E. Bynum adalah bukunya Juvenile Delinquency a sociological Approach yaitu Diversion is “an attempt to divert, or channel out, youtful offenders from the juvenile justice system”
(terjemahan penulis diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana)3
2Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restoratif Justice Dalam HukuPidana,USU Press, Medan, Cetakan ke-1, 2010, hal.10.
3Ibid.hal 10.
Hukum perlindungan anak yang diajarkan adalah baru sebatas pada satu aspek dari hukum yang mengatur persoalan anak di indonesia. Terbatasnya ruang yang diberikan di Fakultas Hukum untuk pengajaran hukum perlindungan anak menyebabkan minimnya pengetahuan yang diperoleh mahasiswa ketika harus berhadapan dengan kasus-kasus anak yang dihadapi didalam masyrakat, karena sulit diharapkan persoalan perlindungan hukum anak benar-benar bisa ditegakkan di indonesia.
Hukum anak sebenarnya memiliki makna yang tidak sebatas pada persoalan peradilan anak. lebih luas dari itu. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak telah membantu memberikan tafsir, apa-apa saja yang menjadi bagian hukum anak di indonesia yang dimulai dari hak keperdataan anak dibidang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak; juga mengatur masalah eksploitasi anak-anak dibidang ekonmi, sosial dan seksual. Persoalan lain yang diatur hukum perlindungan anak adalah bagaimana penghukuman bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan pada anak-anak dan juga tanggung jawab orang tua, masyrakat dan negara melindungi anak-anak.4
Anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. anak Pengaturan hukum anak di Negara Indonesia sampai sekarang tersebar dalam berbagai tingkat perundang-undangan. Misalnya ada yang diatur dalam bentuk undang-undang, statsblaad, ordonasi, peraturan pemerintah, atau peraturan menteri. Hal ini membawa sulitnya memahami anak itu sendiri.
4Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia Dilema Solusinya, PT Sofmedia, Medan, 2012, hal, 1-2.
2
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.5
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak secara umum dikatakan, “anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi indonesia, anak memilik peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28 B Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi anak.
Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan prilaku anak.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, antara lain, disebabkan oleh faktor diluar diri anak tersebut. Data anak yang berhadapan dengan hukum dari Direktorat Jenderal Pemasyrakatan
5Darwan Prinst.,Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Medan, Cetakan ke- I,1997, hal, 1-2.
menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas serta pengaruh negatif penyalagunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif semakin meningkat.6
Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa , kecuali demi kepentingannya. Setiap anak yang dirampas kebebasanya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup.7
Anak yang telah ditangkap Polisi, Polisi dapat melakukan diversi tanpa meneruskan ke jaksa penuntut. Kemudian apabila kasus anak sudah sampai ke pengadilan, maka hakim dapat melakukan peradilan sesuai dengan prosedurnya dan diutamakan anak dapat dibebaskan dari pidana penjara. apabila anak sudah dalam penjara maka petugas penjara dapat membuat kebijakan diversi terhadap
6Mohammad Taufik Makara,dkk, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,PT Rineka Cipta, Jakarta, 2013, hal 61-62.
7H.R.Abdussalam,dkk, Hukum Perlindungan Anak, PT PTIK,Jakarta, 2014, hal, 30.
4
anak sehingga anak dapat dilimpahkan kelembaga sosial, atau sangksi alternatif yang berguna bagi perkembanagan dan masa depan anak.8
Konsep diversi mempertimbangkan kepentingan korban, kepatutan dalam masyarakat, umur anak minamal 12 tahun dan pertimbangan pihak lain dalam hal ini balai pemasyrakatan. Keputusan diversi juga dapat berupa pergantian dengan ganti rugi, penyerahan kembali ke orang tua, kerja sosil selama 3 bulan dan pelayanan masyarakat. Sasaran dari proses peradilan pidana menurut perspektif keadilan restortif adalah menuntut pertanggungjawaban pelanggar terhadap perbuatan dan akibat-akibatnya, yakni bagaimana merestorasi penderitaan orang yang terlanggar haknya (korban) seperti pada posisi sebelum pelanggaran dilakukan atau kerugian terjadi, baik aspek materil maupun aspek immateril.
Anak yang berhadapan dengan hukum, konsep pendekatan keadilan restoratif menjadi sangat penting karena menghormati dan tidak melanggar hak anak. Keadilan restoratif setidak-tidaknya bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan perbuatan kriminal yang dilakukan anak dengan tindakan yang bermanfaat bagi anak , korban dan lingkungnnya. Anak yang melakukan tindak pidana dihindarkan dari proses hukum formal karena dianggap belum matang secara fisik dan psikis, serta belum mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya didepan hukum.9
Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaaan wajib dilakukan oleh penegak hukum yang khusus yang mengerti
8Marlina ,Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restoratif Justive Justice,PT Refika Aditama, Bandung, Cetakan ke-I,2009, hal, 162.
9Www.Kpai.go.id.KonsepkeadilanRestoratifPerlindunganAnak, diakses pada tanggal 18 Desember 2017 pukul 20.00 wib.
memahami masalah anak. Namun sebelum masuk peradilan maka pihak Kepolisian seperti penyidik, Jaksa, Hakim wajib mengupayakan diversi penyelesaianya diluar jalur pengadilan berdasarkan pasal 8 ayat (1) Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, proses diversi adalah:
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyrakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2014 didalam pasal 2 menyatakan Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah berumur 12 (dua belas) tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana. Bahwa yang menjadi acuan adalah diversi ini dilakukan oleh anak apabila anak tersebut melakukan perbuatan tindak pidana yang ancaman hukuman maksimal hanya 7 tahun berarti dibawah 7 tahun dilihat sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
Bahwa diversi ini adalah menurut Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi adalah:
6
Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana.10
Contoh kasus anak yang melakukan diversi, penulis membandingkan dua versi yaitu: Pertama diversi yang tidak mempunyai korban seperti Narkotika Kedua diversi yang mempunyai korban seperti pencurian. Saat ini terdapat banyak perkara anak ini merupakan permasalahan yang dihadapi anak tersebut banyak perkara anak di Pengadilan Negeri Medan sudah mencapai 75 perkara, namun didalam 75 perkara tersebut masih sedikitnya pelaksanaan Diversi karena perbuatan anak tersebut merupakan perbuatan yang ancamanya diatas 7 tahun bahwa menunjukkan anak sudah melakukan perbuatan tindak pidana yang tidak ringan lagi sudah di kategorikan perbuatan orang dewasa.11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dalam hal ini sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan didalam skripsi dengan judul
“Pelaksanaan Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika Dan Pencurian (studi kasus No. 51/Pid.Sus.Anak/017/PN/Mdn dan No.
39/Pid.Sus.Anak/017/PN/Mdn.”
Berdasarkan uraian-uraian didalam latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai ruang lingkup pembahasan didalam penelitian ini :
1. Bagaimana pengaturan diversi di dalam sistem hukum di Indonesia?
2. Bagaimana peran Penegak hukum dalam melakukan diversi?
10Pasal 7 ayat (2, Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
11Sistem informasi penelusuran perkara pengadilan negeri medan.
3. Bagaimana impelementasi pelaksanaan diversi dalam proses Peradilan Pidana Anak terhadap kasus Narkotika dan Pencurian (studi kasus No 51/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn dan No.39/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahaui pengaturan diversi ini didalam sistem hukum di indonesia.
2. Untuk mengetahui Peran penegak hukum dalam melakukan diversi.
3. Untuk mengetahui implementasi dalam pelaksanaaan diversi seperti kasus Narkotika dan Pencurian (studi kasus No 51/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn dan No.39/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana, sekaligus pengetahuan tentang diversi dalam tindak pidana pencurian dan narkotika yang dilakukan oleh anak, selain itu diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yang moderat, serta memberikan informasi kepada praktisi, akademisi, aparat penegak hukum dan masyarakat serta pihak yang terkait dengan pelaksanaan diversi tentang pengaturan pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana pencurian dan narkotika yang dilakukan oleh anak.
8
D. Keaslian Penulisan
Pada tanggal 25 Oktober 2017 telah diperiksa judul : Pelaksanaan Diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana Narkotika dan Pencurian studi kasus No.51/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn ,No.39/Pid.Sus.Anak/2017/PN/Mdn “tidak ada judul yang sama” pada Arsip Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara /Pusat Dokumentasi dan informasi hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta dilakukan pemeriksaan melalui internet untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau ditempat lainnya. Apabila penelitian yang dilakukan dalam topik dan pembahasan yang sama hal ini diluar dari pengetahuan penulis. Pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini adalah hasil dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan skripsi yang sama maka dapat diminta pertanggungjawaban.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Anak
Anak hubungan antara orang tua dan anak atau anak-anak di satu pihak serta orang tua yang menurunkannya dilain pihak”. Menurut BW/KUH Perdata, keturunan adalah dasar dari hubungan darah, disebutkan: “kekeluargaan sedarah adalah suatu pertalian keluarga antara mereka yang mana yang satu pihak adalah keturunan yang lain. Anak diluar perkawinan, dapat diartikan hasil hubungan sebagai keturunan dari seorang laki-laki dengan orang perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan yang sah. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974, anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanay mempunyai hubungan hukum perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.12
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negera menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbalik bagi kelangsungan hidup umat manusia.13
Anak sebagaimana generasi muda penerus bangsa, sudah selayaknya mendapat perhatian khusus dalam rangka pembinaan anak untuk mewujudkan sumber daya manusia yang tanggung berkwalitas. Guna mengantisipasi segala permasalahan yang akan timbul menyangkut dengan penyimpangan sikap dan prilaku dikalangan anak yang menjadikannya terpaksa dihadapkan ke persidangan, perlu diwujudkan suatu sistem peradilan yang benar-benar memperhatikan kepentingan anak. Dalam kehidupan manusia, hubungan antara orang tua dengan anaknya merupakan suatu hubungan yang hakiki, termasuk hubungan psikologi maupun mental spiritual. Mengingat hakikat hubungan
12Iman Jauhari, Hak-Hak Anak Dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa Press Jakarta,2003,hal 5-6
13Majalah pleidoi media Komunikasi transformasi hak anak, Menuju Implementasi UU Sistem Peradilan Pidana Anak.,Yayasan Pusaka Indonesia Bekerja Sama Dengan RJWG Banda Aceh, WCC Palembang, LAI Jakarta, LAHA Bandung dan LBH Apik Makassar, Yang Didukung Oleh E2J, Medan,Edisi I/2013 hal 7.
10
tersebut dalam kehidupan manusia, maka dalam menangani meraka harus senantiasa diusahakan agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya.14
Penjelasan atas Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, diperlukan pembinaaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa dimasa depan, dalam kaitan pembinaan tersebut dilakukan beberapa upaya untuk lebih memberikan perhatian terhadap permasalahan yang menimpa anak dibawah umur baik karena penyimpangan perilaku ataupun perbuatan melanggar hukum.15
Kondisi perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menjadikan kehidupan semakin tidak bersahabat bagi perkembangan anak dimana anak yang juga adalah bagian dari kehidupan masyarakat tidak mungkin terpisah dari pergaulan dengan anggota masyarakat lainnya dan oleh karena adanya
14Pleidoi, Media Komunikasi dan Transformasi Hak Anak dan Perempuan, Aturan Pelaksanaan UU SPPA Lambat Anak Bukan Untuk Di Penjara Diversi dan Restoratif Justice Wujud Tanggung Jawab Bersama Mendidik Anak Lebih Manusiawi, Yayasan Pusaka Indonesia Bekerja Sama Dengan RJWG Banda Aceh, WCC Palembang, LAI Jakarta, LAHA Bandung dan LBH Apik Makassar, Yang Didukung Oleh E2J, Medan, Edisi II/2014)hal,3
15Hari Widya, Upaya Perlindungan Terdakwa Anak Dalam Proses Persidangan Di Pengadilan,Varia Peradilan,, Jakarta, Tahun XXVII No. 319 Juni 2012,hal 79
interaksi dengan masyarakat tersebut maka tidak tertutup kemungkinan akan timbulnya akan timbulnya gesekan kepentingan yang dapat memicu konflik.16
2. Anak yang berkonfilik dengan hukum
Anak yang berkonfilik dengan hukum merupakan bagian masyarakat yang tidak berdaya baik secara fisik, mental dan sosial sehingga dalam penangananya perlu perhatian khusus. Anak-anak yang terlindungi dengan baik menciptakan generasi yang berkualitas, yang dibutuhkan demi masa depan bangsa. Karena alasan kekurangmatangan fisik, mental dan sosialnya, anak membutuhkan perhatian dan bimbingan khusus, termasuk perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah melahirkan. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan memperoleh kesempatan yang dijamin berdasarkan hukum dan sarana lain, untuk tumbuh dan berkembang secara fisik, mental dan sosial.
Perlindungan terhadap anak dilakukan dalam segala aspek kehidupan, peradilan pidana anak dikhususkan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang melakukan tindak pidana. Peradilan pidana anak dikhuskan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang melakukan tindak pidana. Peradilan pidana anak menegakkan hak-hak anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang peradilan pidana anak adalah perwujudan perlindungan anak.17
Anak yang berkonfilik dengan hukum sering dijadikan lahan untuk mendapatkan keuntungan. jika anaknya harus dibawa ke pengadilan, sehingga cepat-cepat menawarkan jalan damai. Bila jalan ini yang ditempuh tentunya ada
16Ibid hlm 79
17Maidin Gultom,.Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak , PT Refika Aditama, Bandung ,Cetakan ke-III,2014,hal, 77.
12
konsekuensinya, yaitu upeti. Terjadinya jalan damai karena orang yang awam hukum ini tidak tahu, dan tidak pernah diberitahu, kalau anaknya yang harus dibawa ke pengadilan harus didampingi oleh pendamping dari Balai Bimbingan Pemasyarakatan (BAPAS) dari orang yang mengerti hukum. Orang tua pun tidak pernah diberitahu, kalau anak yang dibawah 8 tahun belum bisa dibawa pengadilan, orang tua pun tidak diberitahu, kalau anak usia dibawah 12 tahun tidak bisa ditahan oleh siapapun; orang tua pun tidak diberitahu, kalau anak tidak bisa disatukan dengan orng dewasa; juga orang tua tidak diberi tahu kalau Kartu Keluarga (KK) bisa dijadikan rujukan untuk menetukan umur bila Akta Kelahiran tidak ada. Akibat buruknya sistem pengadilan anak di Indonesia, telah mengakibatkan lebih dari 31.101 jumlah anak yang berkonflik dengan hukum harus mendekam dalam penjara yang situasinya sangat buruk. Akibat lebih jauh, telah menuai kritik yang luar biasa . Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan rapor buruk terhadap Pengadilan Anak di Indonesia18
Anak nakal yang belum berusia 12 (dua belas) tahun dan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a Undang-Undng No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Yang diancam dengan pidana penjara sementara waktu , tidak diancam dengan hukuman mati/seumur hidup dijatuhkan sanksi akan tetapi dikenakan sanksi berupa tindakan. Untuk dapat diajukan ke depan sidang Pengadilan Anak, maka anak nakal minimum telah berumur 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan belas) tahun. Sementara anak yang
18Ahmad Sofian, Op.Cit., hal.32
belum berumur 8 (delapan) tahun, walaupun melakukan tindak pidana belum dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak, ini didasarkan pada perimbangan sosiologis, psikologis dan paedologis, bahwa anak yang belum berumur 8 (delapan) tahun itu belum dapat di pertanggungjawabkan perbuatannya.19
Pertanggungjawaban pidana (criminal liability/criminal responbility) merupakan konsekuensi dari adanya perbuatan melanggar hukum atau norma (criminal act) dan adanya kesalahan (schul/mens rea) dari perbuatan tersebut.
Dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana anak adalah telah berumur 12 (dua belas) tahun dan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Pada Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, batas usia maksimal anak telah berumur 12 (dua belas) tahun hakikatnya mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-VIII/2010 tanggal 24 Februari 2012 yang merevisi batas usia minimal anak berumur 8 (delapan) tahun sebagaimana ditentukan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.20
“dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum Pada UU SPPA, batasan umur anak belum berumur 18 (delapan belas) tahun untuk diajukan di sidang Pengadilan Anak, hakikatnya dapat disampingi sampai dengan maksimal belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun. Ketentuan Pasal 20 UU SPPA menentukan bahwa:
19Darwin Prinst,.Op.Cit., hal 27
20Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia,PT.Alumni, Bandung, Cetakan ke-I, 2014,hal. 34
14
anak”.21
Dapat diuraikan Pasal tersebut menjelaskan yaitu :
Setiap tindak pidana yang dilakukan anak dan belum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui umur 18 tahun, tetapi si anak belum mencapai umur 21 tahun, anak tetap diajukan ke sidang pengadilan anak, bahwa semua anak yang belum mencapai umur 21 tahun boleh disidangkan ke sidang anak.
3. Pengertian Diversi
Menurut Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah diberikan tafsiran autentik pada Pasal 1 angka 7, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Terhadap apa yang dimaksud dengan diversi tersebut Undang-undang No 11 tahun 2012 tidak memberikan penjelasan secara lanjut.
Menurut naskah akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak dikemukakan bahwa diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluraga dan/masyarakat, pembimbing kemasyrakatan anak, polisi, jaksa, hakim. Berdasarkan pada United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juveniles Justice, yang dimaksud dengan diversi adalah pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindaka kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau meneruskan atau melepaskan dari proses peradilan
21Ibid, hal,35.
pidan atau mengembalikan menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya.22
Diversi dalam sistem peradilan pidana merupakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengalihkan kasus pidana yang dilakukan oleh anak dari mekanisme formal ke mekanisme yang informal. Diversi dilakukan untuk menemukan suatu bentuk penyelesaian yang win win solution. Konsep diversi lahir didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana konvensional lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Dalam hal ini mekanisme peradilan akan memberikan sigma terhadap pelaku atas tindakan yang dilakukannya, sehingga lebih baik untuk menghindarkan pelaku dari sistem peradilan pidana konvensional ke mekanisme penyelesaian diluar sistem peradilan pidana.
Pertimbangan dilakukan diversi didasarkan pada alasan untuk memberikan keadilan kepada pelaku yang telah telanjur melakukan tindak pidana serta memberikan kesempatan pada pelaku untuk memperbaiki dirinya. Terdapat tiga jenis pelaksanaan diversi yaitu:23
1) Berorientasi kontrol sosial (social control orientation). Hal ini aparat penegak hukum menyerahkan anak pelaku pada pertanggungjawaban dan pengawasan masyarakat;
22R. Wiyono., Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, Cetakan ke-I, 2016, hal. 47.
23Marlina, Hukum Penitensier,PT Refika Aditama,Bandung , Cetakan ke-I,2011,hal.73- 74
16
2) Berorientasi pada social service, yaitu pelayanan sosial oleh masyarakat dengan melakukan fungsi pengawasan, perbaikan dan menyediakan pelayanan bagi pelaku dan keluarganya;
3) Berorientasi pada Restorative justice, yaitu memberi kesempatan kepada pelaku untuk bertanggungjawab atas perbuatanya kepada korban dan masyarakat. Semua pihak yang terlibat dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan, apa tindakan terbaik untuk anak pelaku ini.
United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau non pemerintah.
Pertimbanagan dilakukan diversi oleh Pengadilan yaitu filosofi sistem peradilan pidana anak untuk melindungi dan merehabilitasi (protection and rehabilition) anak pelaku tindak pidana. Tindakan diversi juga dilakukan sebagai upaya pencegahan seseorang pelaku anak menjadi pelaku kriminal dewasa. Usaha pencegahan anak inilah yang membawa aparat penegak hukum untuk mengambil wewenang diskresi atau di Amerika serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitutionalisation dari sistem peradilan pidana formal.24
4. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dengan hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam
24Marlina,Op.Cit,hal .11.
Wvs Belanda dengan demikian juga Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.25
Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit didalam KUHP maupun diluar KUHP, karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.
Istilah tindak pidana (Straafbaar feit) dengan tindakan/perbuatan (Gedraging/Handeling) memiliki makna yang berbeda. Sudarto mengemukakan, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakan/perbuatan (Gedraging), perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan (Gedraging) meliputi berbuat dan tidak berbuat.26
Barda Nawawi Arief menyebutkan, bahwa didalam KUHP (WvS) hanya ada asas legalitas (Pasal 1 KUHP) yang merupakan “landasan yuridis” untuk menyatakan suatu perbuatan (feit)namun apa yang dimaksud dengan “Strafbaar feit’’ tidak dijelaskan. Jadi tidak ada pengertian dan batasan yuridis tentang tindak
25Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I Stelsel Pidana,Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta, Cetakan ke-I 2002, hal. 67
26Muhammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana edisi 2,Usu Press,Medan, 2015,hal.78-79.
18
pidana. Pengertian tindak Pidana (strafbaar feit) hanya ada dalam teori atau pendapat para sarjana.27
Secara literlizk kata “straf” artinya pidana, “baar’ artinya dapat atau boleh dan “feit’ adalah perbuatan. Dalam kaitanya dengan istilah strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahan juga dengan kata hukum, pada hal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. Untuk kata “baar’ ada 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlizk bisa kita terima.
Sedangkan untuk kata feit digunakan 4 istilah, yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlizk feit memang lebih pas untuk diterjemahkan dengan perbuatan. Kata pelanggran telah lazim digunakan dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtreding sebagai lawan dari istilah misdrizven (kejahatan) terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP.28
Menurut Konsep KUHP baru tindak pidana pada hakikatnya adalah perbuatan yang melawan hukum secara formal dan materil.29
1. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Pasal 11 Konsep KUHP Baru menyebutkan:
2. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh pengaturan perundang-undangan, harus juga bersifat
27Ibid,hal,79.
28Adami Chazawi, Op.cit,hal, 69.
29Muhammad Ekaputra,Op.Cit,hal,92.
melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
3. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum kecuali ada alasan pembenar.
Tindak pidana atau delik ialah tindak pidana yang mengandung 5 unsur, yaitu:30
a. Harus ada sesuatu kelakuan (gedraging)
b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelizke omsschrijving);
c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;
d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku;
e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman;
Mengenai unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang yakni: (1) dari sudut teoritis dan (2) dari sudut undang- undang. Maksud teoritis ialah berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.31
Pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana
30C.S.T.Kansil, dkk, Tindak Pidana Dalam Undang-Undang Nasional, Jala Permata Aksara,Jakarta , Cetakan ke-I,2009, hal, 3.
31Adami Chazawi, Op.Cit,hal, 78-79.
20
yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
Perkumpulan-perkumpulan dari orang-orang yang sebagai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, timbul gejala-gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, jelas masuk perumusan berbagai tindak pidana.32
5. Pengertian Pencurian
Dimaksud dengan pencurian menurut hukum pidana ialah perbuatan yang mengambil sesuatu barang yang semuanya atau sebagiannya kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum. Lihat pasal 362 KUHP yang digolongkan sebagai pencurian biasa. Sehubungan dengan itu, maka pencurian sebagai tindak pidana, harus la memenuhi unsur-unsur:33
Dimaksud dengan mengambil ialah sebelum perbuatan dilakukan barang itu belum berada didalam kekuasaan pengambil. Perbuatan mengambil dapat dipandang telah telah terwujud, bila mana barang yang diambil itu telah berpindah kedalam lingkungan kekuasaan pengambil. Yang dimaksud dengan barang, tidak sekedar berupa benda belaka, tetapi telah diperluas dengan termasuk hewan,tenaga listrik maupun gas.34
6. Pengertian Narkotika
Perkataan Narkotika berasal dari perkataan Yunani “narke” yang berarti
“terbius sehingga tidak merasakan apa-apa” pembentuk undang-undang indonesia
32Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,PT Refika Aditama, Bandung,Cetakan Ke-IV,2011,hal,59.
33.Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana Di Dalam Teori Dan Praktik,P.T Pradnya Paramita,Jakarta , Cetakan ke-II,1983,hal, 147.
34Ibid,hal, 147.
dalam tahun 1976 telah mencabut peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Narkotika ialah: Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad 1927 No.278 Jo No.536), dan menggantikanya dengan undang-undang No.9 tahun 1976). Maka narkotika dapat disamakan artinya dengan “obat bius”.
MenurutEncylopedia Americana dapat dijumpai pengertian “narcotic”
sebagai “a drug that dulls the senses, relieves pain induces sleep, and can produce addiction in varying degress” sedang “drug” diartikan sebagai “a chemical agent that is used therapeutically to treat disease.35
More broadly, a drug may be defined as any chemical agent afftects living protoplasm”. Jadi narkotika merupakan suatu bahan yang mengumpulkan rasa nyeri dan sebagainya. Drugs yang semula berarti jamu yang berasal dari bahan tetumbuhan yang dikeringkan, kemudian pengertianya diperluas ialah obat pada umumnya yang meliputi juga obat-obat yang dibuat secara sintetis.36
Undang-undang Nomor.35 tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya ditulis: UU No.35 tahun 2009), narkotika didefenisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika.37
35Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana,PT Alumni,Bandung, Cetakan ke-III, 2006), hal,36.
36Ibid,hal,36-37.
37Aziz Syamsuddin., Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta,Cetakan ke- IV,2014,hal,90.
22
Tindak pidana Narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan antara lain, bahwa Narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalagunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Dipertimbangkan pula bahwa, tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan jaringan organisasi yang luas dan sudah banyak menimbulkan korban.38
Narkotika dalam undang-undang ini diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisentesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongaan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini. Juga diartikan pula tentang prekursor narkotika yaitu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.39
38Ruslan Renggong,.,Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik Di Luar KUHP,Kencana, Jakarta ,Cetakan ke-II,2017,hal,120-121.
39Ibid,hlm, 121,
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam penulisan ini menggunakann metode penelitian (yuridis normative), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan diajukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Skripsi ini menggunakan metode pendekatan analisis (Analytical Approach) yaitu menganalisis bahan hukum untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah yang digunakan oleh peraturan perundang-undangan sekaligus mengetahui Penetapan Diversi oleh hakim. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan kasus (Case Approach) yaitu suatu penelitian normatif yang bertujuan mempelajari norma- norma hukum yang dilakukan dalam praktek, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Penetapan diversi oleh hakim No 51/Pid.Sus.Anak/2017/PN/MDN dan No 39/Pid.Sus.Anak/2017/PN/MDN di Pengadilan Negeri Medan, untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan diversi ini diterapkan.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah: data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertamadan langsung diperoleh dari objek penelitian atau instansi yang berkepentingan data 24
primer dapat diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara.
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai, wawncara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi40
1) Penyidik Reskrim anak.
, wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. Hal ini langsung dengan pihak yang erat hubunganya dengan penelitian agar data diperoleh lebih jelas dan aktual. Adapun yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah:
2) Penuntut Umum Anak dan Penuntut umum yang pernah menangani perkara anak.
3) Hakim Anak.
4) Bapas
b. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data adalah data yang diperoleh diluar responden bisa didapat dalam bentuk: Libary, Literature, Quesioner, Undang-undang maupun arsip.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas.
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan ,catatan-catatan resmi atau
40Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi, Genta Publishing, Yogyakarta, Cetakan ke-III, 2016, hal,81.
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim41
a. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
berupa arsip atau naskah lainya yang diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum primer adalah:
b. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana
c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur 12 (dua belas tahun).
e. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
f. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 tentangt Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
Bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Jadi baan sekunder ini bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, bahan acuan yang berisikan informasi tentang bahan primer yaitu berupa tulisan atau buku yang berkaitan dengan diversi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam menulis skripsi ini metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan
41Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cetakan ke-VIII, 2013, hal 181.
26
adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaan terhadap buku-buku, literatur-literatur, majalah, catatan-catatan dan laporan- laporan dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet serta studi lapangan yaitu mengumpulkan data dan hasil wawancara. Penulis mengumpulkan hasil wawancara dengan peraturan perundang-undangan dan mensinkronkan data, menafsirkan yang berkaitan dengan judul skripsi untuk memperoleh data dari sumber ini.
4. Analisa data
Analisa data digunakan untuk menarik kesimpulan dari peristiwa atau masalah yang didukung dari teori-teori yang berkaitan dengan objek permasalahan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber baik data primer (hasil wawancara, pengamatan, dokumen) maupun data sekunder adalah (Libary, Literature, Undang-Undang, dan Arsip).
a. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, perumusan dan penyederhanaan dan informasi bahasan yang muncul dari catatan dalam melakukan penelitian.
b. Penyajian data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kesimpulan dan pengambilan tindakan, setelah data terasa terpenuhi maka akan dijadikan dalam bentuk uraian sistematis.
c. Menarik kesimpulan.
Menarik kesimpulan adalah sebagian dari kegiatan konfigurasi utuh kesimpulan juga divesivikasi selama penelitian berlangsung untuk mempermudah pemahaman tentang metode analisa data
G. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab, dimana masing-masing bab dibagi atas beberpa bagian sub bab. Urutan bab-bab tersebut tersusun secara sistematik dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Uraikan singkat bab-bab dan sub-sub bab tersebut adalah:
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan gambaran singkat tentang skripsi. Pada bab ini akan mendukung untuk memasuki bab-bab selanjutnya.
BAB II : Pengaturan diversi dalam sistem hukum di Indonesia, bab ini akan membahas tentang sejarah diversi di indonesia, sistem dan asas-asas pemidanaan anak, restorative justice, prinsip diversi, perkara yang diupayakan diversi dan pengaturan diversi di indonesia seperti Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan pidana anak, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Pemerintah dan yang lain-lain yang berkaitan dengan diversi
BAB III :Peran penegak hukum atau pihak yang terkait dalam pelaksanaan diversi pada peradilan anak.ini merupakan tugas dan wewenang Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim, dan pihak lain seperti 28
Bapas, Pekerja Sosial dalam melaksanakan proses diversi serta hukum acara peradilan pidana anak, proses diversi pada tahap pengadilan dan problem pidana anak.
BAB IV : Implementasi hasil penelitian dan pembahasan kasus. Ini membicarakan pembahasan mengenai kasus yang tertuang dalam skripsi yaitu kasus pencurian dan narkotika dan membahas Kasus, Bentuk kesepkatan diversi, fakta hukum , unsur-unsur, analisa kasus, dan hasilwawancara dengan aparat penegak hukum mengenai pelaksanaanya serta hambatan dalam melakukan diversi dan data-data yang diperoleh dari riset ke instansi.
BAB V : Merupakan bab penutup yang bersikan kesimpulan dan saran- saran terhadap penulisan skrispi ini
BAB II
PENGATURAN DIVERSI DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA A. Sejarah diversi
Penjelasan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 disebutkan Undang- Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Pidana Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum agar anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun dalam pelaksanaanya anak diposisikan sebagai objek dan perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak. Selain itu Undang-Undang tersebut sudah tidak lagi sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprenshef memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum42
Menghindari efek atau dampak proses peradilan pidana terhadap anak ini, United Nations Standard Minimum Rules for the Administrator of Juvenile (The Beijing Rules) telah memberikan pedoman sebagai upaya menghindari efek negatif tersebut, yaitu dengan memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum mengambil tindakan kebijakan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal, antara lain menghentikan atau tidak meneruskan atau melepaskan dari proses pengadilan atau
42R Wiyono, Op.Cit,hal, 45.
mengembalikan atau menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya. Tindakan-tindakan ini disebutdiversi (diversion) sebagaimana tercantum dalam rule 11.1,11.2, dan 17.4 SMRIJ (The Beijing Rules) tersebut. Dengan adanya tindakan diversi ini, diharapkan akan mengurangi dampak negatif akibat keterlibatan anak dalam proses pengadilan tersebut.43
Menurut sejarah hukum di Amerika Serikat pengertian diversi adalah memberikan jalan alternatif kepada anak yang diproses pada peradilan orang dewasa atau yang akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan. Diversi di Amerika Serikat dikemukakan juga dengan istilah neighborhood program.
Program ini dirancang untuk mempertimbangkan anak yang berisiko tinggi berada dalam sistem peradilan pidana dari pada anak lain (anak tertentu) untuk memberikan tindakan alternatif diversi dari peradilan.44
Indonesia ide diversi telah menjadi salah satu rekomendasi dalam seminar Nasional peradilan anak yang diselenggarakan oleh fakultas hukum Universitas Padjajaran Bandung tanggal 5 oktober 1996. Secara formal ide diversi tersebut belum dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 dan baru dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 ketentuan-ketentuan tentang diversi, terdapat dalam pasal 6 sampai dengan pasal 14. Adapun dalam pasal 15 menentukan bahwa pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan kordinasi pelaksanaan diversi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sampai sekarang Peraturan Pemerintah tersebut belum ditetapkan.45
43Ibid,hal, 45-46.
44Marlina, Op.Cit,hal, 12-13.
45R. Wiyono, Op.Cit,hal, 46-47.
Catatan sejarah dinegara Inggris polisi telah lama melakukan diskresi dan mengalihkan anak kepada proses non formal seperti pada kasus penanganan terhadap anak-anak yang mempergunakan barang-barang mainan yang membahayakan orang lain. Catatan pertama kali dilakukanya perlakuan khusus untuk anak atas tindak pidananya adalah pada tahun 1833, yakni dengan melakukan proses informal diluar peradilan. Selanjutnya dibuat pemisahan peradilan untuk anak-anak dibawah umur yang diatur dalam children act tahun 1908. Menurut aturan Children Act tahun 1908 polisi diberi tugas menangani anak sebelum masuk ke pengadilan dengan lebih memperhatikan pemberian kesejahteraan dan keadilan kepada anak pelaku tindak pidana. Pemberian perlakuan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana ini termasuk program diversi.46
Pada tahun 1890 di negara Australia semasa berada dalam kolonia Inggris telah melakukan pemisahan peradilan anak dan dewasa dan dilakukan pelatihan dan pendidikan bagi para petugas peradilan untuk melakukan rehabilitasi terhadap anak, sedangkan di Amerika Serikat pembuatan pengadilan anak yang pertama pada tahun 1899 dengan membuat perlakuan khusus bagi pelaku anak.
Di Inggris perkembangan pelaksanaan diversi terhadap anak terus dilaksanakan sampai akhirnya tercatat akhir abad ke 19 yaitu dinegara Inggris yang merupakan negara yang paling banyak melakukan diversi terhadap anak dengan menggunakan peradilan khusus untuk anak atau pengadilan anak.
47
46Marlina,Op.Cit,hal,24-25.
47Ibid,hal,25.
32
B. Sistem Peradilan Pidana Anak dan sistem Pemidanaan Anak
Penindakan secara hukum pidana anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih di 8-18 tahun dan melakukan tindak pidana diperlakukan atas suatu pelanggran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa setelah melampaui batas usia 18 tahun maka anak yang melakukan tindak pidana ditangani dengan cara yang berlaku terhadap orang dewasa. sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, hak asasi manusia dan Beijing Rules berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi social atau diserahkan kepada negara, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhkan pidana.48
Berdasarkan penelitian dan pengkajian yang mendalam setelah berlakunya Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak hingga berlaku 15 tahun bahwa penjara bukan tempat yang baik bagi anak apalagi dengan usia pertanggungjawaban pidana yang terlalu rendah sehingga dengan berbagai upaya yang telah dilakukan baik melalui advokasi kebijakan dengan pembelaan terhadap anak yang berkonflik yang dilakukan beberapa negara NGO/LSM dan KPAI melakukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi sampai perjuangaan ke Parlemen sehingga membuahkan hasil lahirnya Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang-Undang baru akan efektif berlaku pada bulan juli 2014 ini wajib mengutamakan pendekatan Restoratif justice
48Diambil dari Susanto Santiago Pararuk,skripsi, Pelaksanaan Diversi Oleh Penyidik Terhadap anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Berdasarkan UU No. 11 tahun 2012 (studi kasus di wilayah hukum Tana Toraja),2016, hlm, 43
(keadilan restoratif) dan diversi. Keadilan Restoratifadalah: penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku,korban, keluarga pelaku/ korban dan pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
(Pasaal 1 angka 6 Undang-Undang No 11 tahun 2012).49 Sedangkan diversi adalah: pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. (pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 11 tahun 2012).50
Dasar pertimbangan pemidanaan terhadap anak dibawah umur tidak relevan jika menggunakan teori ini:51
a. Teori Retributif ini adalah teori yang menjadi dasar hukum dijatuhkannya pidana adalah kejahatan itu sendiri. Teori ini berfokus pada hukuman/pemidanaan sebagai suatu tuntutan mutlak untuk mengadakan pembalasan (vergelding) terhadap orang-orang yang telah melakukan perbuatan jahat.
1. Definis Sistem Peradilan Pidana Anak
Definis sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.52
49 Pleidoi, Media Komunikasi dan Transformasi Hak Anak dan Perempuan, Aturan Pelaksanaan UU SPPA Lambat Anak Bukan Untuk Di Penjara Diversi dan Restoratif Justice Wujud Tanggung Jawab Bersama Mendidik Anak Lebih Manusiawi,Yayasan Pusaka Indonesia Bekerja Sama Dengan RJWG Banda Aceh, WCC Palembang, LAI Jakarta, LAHA Bandung dan LBH Apik Makassar, Yang Didukung Oleh E2J,Medan,Edisi II/2014, Op.Cit,hal, 16.
50Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No 11 tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
51Marlina, Op.Cit, hal,41.
34
2. Asas-asas didalam Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dalam pasal 2 penjelasannya menyatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak adalah:53
a. Perlindungan, dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum agar anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga masyarakat, bangsa dan negara. Perlindungan anak juga meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis.
b. Keadilan, adalah bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak. Semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana harus menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan diadili pembinaanya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang benar-benar
52Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
53Elisabeth Juniarti, Fatwa Fadilah, Edy Ikhsan, Marjoko, M.Mitra Lubis, Diversi dan Keadilan Restoratif: Kesiapan Aparat Penegak Hukum dan Masyarakat stdudi di 6 kota di Indonesia,Pusaka Indonesia, Medan , 2014,hal,33-35.