• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Leasing Sebagai Kontrak Innominat Dalam

BAB II : PENGATURAN LEASING DALAM HUKUM KONTRAK

2. Pengaturan Leasing Sebagai Kontrak Innominat Dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yanng berlaku di Indonesia merupakan undang-undang produk pemerintah Hindia Belanda, yang diberlakukan berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal II Aturan peralihan UUD 1945 berbunyi:”Segala badan negara dan peraturan yang

masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”.

Tujuan adanya ketentuan hukum ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum ( rechtvacuum). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 (empat) buku yaitu :

a. Buku I tentang Orang b. Buku II tentang Benda c. Buku III tentang Perikatan

d. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa

Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka (open system), artinya para pihak bebas untuk mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan syarat- syaratnya, pelaksanaanya dan bentuk kontrak baik yang dikenal dalam KUHPerdata maupun di luar KUHPerdata. Pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kontrak nominaat dan kontrak innominaat.41

Kontrak atau perjanjian bernama (nominaat) merupakan kontrak-kontrak atau perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata atau kontrak-kontrak yang bersifat umum seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untung-untungan, dan perdamaian, sedangkan kontrak tidak bernama (innominaat) merupakan kontrak-kontrak yang

41 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta : Sinar

timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktik dan di luar KUHPerdata. Artinya, bahwa kontrak-kontrak innominaat berlaku terhadap peraturan yang bersifat khusus, sebagaimana yang tercantum di dalam berbagai peraturan perundang- undangan dan buku III KUHPerdata. Timbulnya kontrak ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sebagai akibat dari sistem terbuka (open system) yang dianut hukum perjanjian dalam KUHPerdata.42

Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yanng satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungannya dengan kontrak innominaat berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak innominaat menurut Salim adalah sebagai berikut.

Hal ini berarti bahwa hukum perjanjian memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

43

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum kontrak innominaat tertulis dan tidak tertulis.

b. Adanya subjek hukum

Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam kontrak innominaat adalah debitur dan kreditur, badan pelaksana dengan badan usaha atau usaha tetap, pengguna jasa dan penyedia jasa dan lain- lain.

c. Adanya objek hukum

Objek hukum erat kaitannya dengan objek prestasi. Pokok prestasi dalam kontrak innominaat tergantung pada jenis kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam kontrak karya misalnya yang menjadi pokok prestasinya

42 Ibid, hal.3 43 Ibid. hal.5

adalah melakukan eksplorasi dalam bidang pertambangan, khususnya emas dan tembaga.

d. Adanya kata sepakat

Kata sepakat lazim disebut dengan konsensus. Kata sepakat ini merupakan persesuaian pernyataan kehendak para pihak tentang substansi dan objek kontrak.

e. Akibat hukum kontrak

Akibat hukum berkaitan dengan timbulnya hak dan kewajiban dari para pihak.

Dari segi aspek pengaturannya kontrak innominaat ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut44

a. kontrak innominaat yang telah diatur secara khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang dan/atau telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri ;

.

b. kontrak innominaat yang telah diatur dalam peraturan pemerintah; c. kontrak innominaat yang belum ada undang-undangnya di Indonesia.

Untuk saat ini kontrak leasing sebagai kontrak innominaat yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M /SK/2/1974, dan Nomor: 30/ KPB/I/ 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, masih tetap berlaku sebagai pedoman dalam kegiatan usaha leasing.

Menurut sejarahnya, leasing pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1977, oleh Bell Telephone Company untuk memasarkan hasil-hasil produksinya, yaitu alat telepon, karena pada saat itu perusahaaan sulit untuk mendapatkan kredit jangka menengah dan panjang. Pada tahun 1952 leasing mengalami perkembangan yang pesat di Amerika Serikat, yaitu dengan telah

didirikannya United State Leasing Coorporation. Sekitar tahun 1960 leasing berkembang di Eropa Barat.45

Di Indonesia kegiatan leasing diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M /SK/2/1974, dan Nomor: 30/ KPB/I/ 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Di samping ketentuan itu, lembaga leasing juga diatur dalam:46

a. Keppres Nomor 61 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan

b. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing

c. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (perusahaan leasing)

d. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1169/ KMK.01/1991 tentang Ketentuan Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing)

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan

Keputusan-keputusan itulah yang menjadi dasar hukum berlakunya leasing di Indonesia. Tentunya pada masa mendatang perlu dipikirkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang leasing yang diharapkan bahwa dengan adanya peraturan-peraturan tersebut akan menjamin

45 Ibid, hal. 142

46 Sri Suyatmi dan Sudiarto, Problematika Leasing di Indonesia, (Jakarta : Arikha Media

kepastian hukum para pihak dalam melakukan kontrak berdasarkan prinsip

leasing.

Dari ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing, dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian leasing harus dilakukan secara tertulis dan wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, tanpa ketentuan harus berbentuk akta autentik atau akta dibawah tangan. Namun jika dilihat dari kekuatan pembuktiannya, selayaknya perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta otentik. Dalam perjanjian leasing paling tidak harus memuat :47

a. jenis transaksi leasing,

b. nama dan alamat masing-masing pihak,

c. nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal,

d. harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok pembiyaan, imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan asuransi atas barang modal yang dilease,

e. masa leasing.

f. ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan kerugian, yang harus ditanggung lesse, dalam hal barang modal yang di-

lease dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab

apapun,

g. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang dileasekan.

Perjanjian leasing sebagai perjanjian innominaat yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, dapat juga dikatakan sebagai kontrak baku atau kontrak standar. Kontrak baku adalah kontrak atau perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan oleh pelaku usaha dalam hubungannya dengan konsumen. Bahkan dalam era globalisasi, pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat dihindari, bagi para pelaku usaha penggunaan

kontrak baku ini dapat menjadi cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang efisisen, praktis dan cepat.48

Perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat oleh seorang pelaku usaha atau pelaku bisnis dalam bentuk formulir tertentu yang telah disediakan terlebih dahulu dan akan diberlakukan kepada seluruh konsumen yang akan membeli suatu barang atau jasa tertentu. Dalam pembuatan isi perjanjian baku tidak mengikutkan pihak konsumen kerena dari segi tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan biaya sehingga lebih efisien. Dilihat dari segi hukum perdata, perjanjian baku tersebut masih menimbulkan persoalan karena dari awal pembuatan dan penentuan isi perjanjian tidak melibatkan kehendak dari konsumen.49

Pada hakekatnya leasing merupakan salah satu cara pembiayaan yang mirip dengan kredit bank. Hanya bedanya adalah leasing memberikan bantuan dalam bentuk barang modal, sedangkan bank memberikan bantuan berupa permodalan. Bank-bank di luar negeri maupun di dalam negeri dengan jeli telah melibatkan diri dalam bisnis ini. Sebagian besar dilakukan oleh pihak bank, baik secara

Kontrak-kontrak leasing pada umumnya juga mengikuti ketentuan tentang kontrak baku ini, dimana lessor sebelumnya sudah mempersiapkan isi dan bentuk kontrak leasing berupa formulir-formulir, sehingga lesse tidak dapat menambahkan pendapatnya di dalam kontrak tersebut. Apabila lesse setuju untuk menggunakan lembaga leasing sebagai lembaga pembiayaan terhadap usahanya, maka lesse hanya tinggal menandatangani kontrak tersebut dan lesse dianggap setuju dengan semua isi kontrak.

48 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 2

patungan maupun pemilikan total leasing bahkan telah berkembang menjadi bisnis transnasional.50

Di Indonesia bisnis leasing masih terbilang baru, karena pemerintah baru pertama kali membuka izin bisnis ini pada tahun 1974, dengan mengundang para

investor menanamkan modalnya. Waktu itupun jenis usaha ini belum begitu

dikenal terbatas pada masyarakat pengusaha yang menghadapi masalah pemenuhan kebutuhan usahanya.

Bila dilihat dan prospek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan baru sebagai lembaga keuangan non bank, yang khususnya bergerak dalam bidang penyediaan barang modal, sebagai alternatif sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas bagi pihak-pihak pengusaha.51

Pada pokoknya ada dua jenis leasing yaitu penyewaan untuk pembiayaan langsung (direct financing lease) dan penyewaan untuk operasional (operating

lease). Pada direct financing lease perusahaan leasing bertindak sebagai lembaga

keuangan dan memilih penyewa untuk menggunakan peralatan khusus tertentu yang dimilikinya. Perusahaan itu membayar keseluruhan pembiayaan. Modal kemudian akan dilunasi secara angsuran oleh penyewa dalam waktu yang telah ditentukan.

50 Zaeni Ashadiye, Op.cit, hal. 106

51 Abdul Kadir Muhamad dan Rilda Murmiati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,

Suatu perusahaan leasing yang murni memanfaatkan dana dari lembaga- lembaga keuangan (bank) yang seterusnya membeli sebagian peralatan (assets) yang didaftarkan sebagai pemiliknya, kemudian disewakan kepada penyewa. Jika kontrak berakhir dan peralatannya telah habis masa berlakunya, penyewa mempunyai hak pilih untuk membelinya atau dapat juga barang itu dikembalikan lagi kepada perusahaan leasing.

Sedangkan operating lease merupakan penyewaan yang tidak memiliki kriteria untuk pembiayaan langsung. Umumnya berlaku dalam jangka pendek. Pemakai barang diperbolehkan menggunakan suatu barang modal selama sebagian waktu dari masa barang itu berlaku. Pada cara ini pengaturan penjualan kepada langganan menggunakan cara penyewa (leasing) yang frekuensi keduanya bertalian satu sama lain dalam bentuk credit finance. Metode ini antara lain dipakai dalam penjualan xerox, mesin-mesin computer, dan lain-lain.

Sistem leasing menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, memberikan peluang yang besar dan menarik bagi para pengusaha, karena mempunyai keunggulan sebagai alternatif baru bagi pembiayaan di luar sistem perbankan, misalnya :52

a. Proses pengadaan peralatan modal relatif lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedurnya sederhana dan tidak ada keharusan melakukan studi kelayakan yang memakan waktu lama. b. Pengadaan kebutuhan modal alat-alat berat dan mahal dengan teknologi

tinggi amat meringankan terhadap kebutuhan mengingat sistem pembayaran cicilan berjangka panjang.

c. Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah daan sederhana.

d. Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biaya-biaya modal menjadi lebih mudah dan menarik.

Batasan perbedaan usaha leasing dengan lembaga keuangan bank atau non bank sebenarnya jelas. Pada leasing hanya menyediakan baranng modal, sedangkan lembaga keuangan bank menyediakan dana untuk membeli barang modal tersebut. Fungsi ini sekaligus menentukan daerah operasi masing-masing jenis usaha. Lembaga leasing lebih banyak bersifat perantara dalam mencarikan barang-barang modal dan bukan penyedia dana. Jika suatu perusahaan leasing juga menyediakan pinjaman dana, berarti sudah melanggar daerah operasi lembaga keuangan lainnya dan ini banyak terjadi dalam praktek, sehingga sering dikritik sebagai usaha leasing yang tidak murni lagi.53

3. Pemberlakuan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam