• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Lessor dalam Hal Terjadinya Force Majeur

BAB IV : PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI AKIBAT

2. Upaya Hukum Lessor dalam Hal Terjadinya Force Majeur

Motor

Leasing merupakan perjanjian tidak bernama disebabkan tidak diatur

dalam KUHPerdata. Leasing merupakan perjanjian yang tumbuh dari perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata disebabkan dasar hukum dari perjanjian

leasing hanya diakibatkan oleh adanya pasal 1338 KUHPerdata. Dalam

kenyataannya memang sengketa di dalam perjanjian leasing ini sudah sering terjadi yang salah satunya adalah mengenai wanprestasi dan tidak mudah untuk

3. “Pendahuluan sengketa bisnis” ekonomi.blogspot.com/2009/06/.html

menyelesaikan sengketa tersebut disebabkan masih terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai lembaga leasing ini dan belum adanya peraturan yang khusus mengatur bagaimana penyelesaian masalah sengketa tersebut. Biasanya wanprestasi tersebut mengenai pembayaran uang sewa atau juga mengenai pembayaran lainnya yang sudah merupakan kewajiban dari pihak lesse atau juga dilanggarnya kewajiban-kewajiban ataupun larangan-larangan bagi pihak lesse yang tercantum dalam perjanjian leasing.

Pada PT Orix Indonesia Finance, penyelesaian sengketa dalam ini dilakukan umumnya bertujuan untuk mengambil kembali barang milik lessor apabila lesse wanprestasi. Untuk menyelesaikannnya, ada dua cara yang dapat dipakai yaitu :95

a. Perdamaian

Penyelesaian secara perdamaian adalah penyelesaian antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa (pendamping) bagi para pihak melalui cara-cara damai, perundingan secara musyawarah dan atau mufakat antara para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara damai sering disebut dengan penyelesaian dengan cara kekeluargaan.

Perdamaian dalam perjanjian leasing adalah perdamaian antara pihak,

lessor dan pihak lesse, dimana perdamaian tersebut dilakukan diluar sidang.

Pelaksanaan perdamaian tersebut tergantung dari kedua belah pihak agar sengketa tersebut tidak dilanjutkan lagi.

95 Putra Rionanda, wawancara dengan HRD,

Dalam hal ini, perdamaian dilakukan dengan cara, meminta pihak lesse untuk melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya. Apabila lesse tidak mau melakukan hal tersebut, maka lessor akan menarik kendaraan yang menjadi objek leasing dari lesse, dengan tidak memperhitungkan angsuran yang sebelumnya telah dibayar lesse kepada lessor. Dengan demikian, angsuran yang sebelumnya telah dibayar lesse kepada lessor hangus atau menjadi milik lessor sepenuhnya. Perdamaian yang dilakukan oleh pihak lessor dengan pihak lesse di luar sidang hanya berkekuatan sebagai persetujuan kedua belah pihak saja yang apabila di kemudian hari tidak dipenuhi salah satu pihak, maka dapat diajukan persengketaan tersebut melalui proses persidangan. Biarpun di tingkat pengadilan banyak mengalami kesulitan dikarenakan waktu dan biayanya terlalu lama menunggu keputusan yang mempunyai hukum tetap.

b. Over Credit

Over credit adalah pengalihan hutang lesse kepada pihak ketiga, dimana

pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak yang dicari dan dipilih oleh lesse dan memang mau untuk melanjutkan beban hutang lesse tersebut. Over credit terjadi karena lesse tidak sanggup membayar angsuran sebagaimana mestinya. Jika terjadi over credit, maka lesse akan mencari pihak yang mau dan bersedia untuk melanjutkan perjanjian leasing tersebut dalam pencarian pihak ketiga tersebut,

lessor tidak dilibatkan. Setelah pihak ketiga tersebut ada, kemudian lesse tersebut

menyatakan kepada lessor bahwa pihak ketiga tersebut yang akan melanjutkan perjanjian tersebut, dan pihak ketiga tersebut menyatakan kesanggupannya kepada

lessor. Kemudian oleh Surveyour perusahaan leasing akan melakukan

pengecekan, apakah pihak ketiga tersebut layak atau tidak, jika tidak layak, maka

lesse disuruh mencari pihak lain yang akan melanjutkan perjanjian leasing

tersebut. Apabila layak, maka dilakukan pembuatan dan penandatanganan surat pengalihan lesse oleh para pihak. Semua ini untuk mengembalikan hak-hak perusahaan yang telah menderita kerugian akibat wanprestasi lesse.

Kemudian terhadap wanprestasi lesse yang terjadi karena adanya suatu keadaan memaksa, PT Orix Indonesia Finance, sebagai lembaga leasing yang beroperasi dalam bidang usaha kredit motor tentang adanya klausul keadaan memaksa dan bagaimana ketentuan dari keadaan memaksa sebagai penyebab lesse tidak dapat memenuhi prestasinya, (PT Orix Indonesia) tetap berpedoman pada kontraknya bahwa setiap kejadian yang mengakibatkan lesse tidak dapat memenuhi kewajibannya masuk dalam klausul wanprestasi. Tetapi untuk wanprestasi yang terjadi karena keadaan memaksa lessor menyelesaikannya dengan jalan damai, lessor meminta dan mewajibkan lesse untuk membuktikan benar tidaknya lesse dalam wanprestasinya, karena lesse tidak memenuhi kewajibannya bukan karena kesalahan lesse, melainkan karena adanya suatu keadaan memaksa yang tidak dapat diminta pertanggungjawabannya kepada

lesse.96

96Wawancara dengan Endra Simanjuntak, HRD pada PT Summit Oto Finance, 3 Maret

2011

Dalam memutus sengketa ini lessor dan lesse berpedoman pada pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, apabila lesse terbukti benar dalam keadaan mendesak maka lesse dibebaskan dari tuduhan ganti rugi.

Dalam prakteknya apabila barang objek leasing hilang bukan karena kelalaian lesse maka ada beberapa alternatif yang dijadikan oleh PT Orix Indonesia Finance untuk menyelesaikannya apalagi jika barang yang dijadikan objek leasing tersebut tidak sepenuhnya tanggung jawab asuransi. Alternatif penyelesaian tersebut adalah :97

a. Barang objek leasing yang hilang, diganti oleh lessor dengan barang yang baru dengan ketentuan lesse membayar kembali uang anggsuran mulai dari awal masa sewa;

b. Lesse diberikan pilihan apakah lesse bersedia membayar sebagian

kerugian yang tidak dicakupi oleh asuransi atau lesse menyewa objek

leasing baru sebagai ganti dari objek barang leasing yang hilang atau

musnah;

c. Mengganti ataupun membayar sebagian kerugian yang diakibatkan hilang, musnah, rusaknya barang leasing selama masa sewa berlangsung.

Setelah terjadinya sengketa yang terjadi karena adanya force

majure, biasanya alternatif penyelesaiannya lebih banyak diselesaikan dengan

jalan damai yaitu lesse menyewa kembali objek barang leasing yang baru dengan agsuran sebagaimana pada kontrak sebelumnya walaupun di dalam kontrak leasing hal demikian tidak diatur, karena memang sebelumnya peristiwa force

majure tidak diketahui oleh para pihak sebelumnya, jadi penyelesaiannya

berdasarkan kepada kesepakatan dan musyawarah kedua balah pihak, dan lesse

tetap harus diminta ganti kerugian berdasarkan kesepakatan para pihak saat perundingan penyelesaian sengketa yang diakibatkan oleh force majure 98

Berdasarkan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, maka apabila lesse tidak dapat untuk membuktikan keadaan mendesak yang terjadi, yang mengakibatkan lesse wanprestasi maka lessor akan meminta pertanggungjawaban lesse untuk mengganti rugi atas kerugian lessor, dan apabila ternyata dengan itikad buruk

lesse merekayasa kejadian yang sebenarnya karena kelalaian lesse, tetapi

menyataknnya dengan keadaan mendesak maka dalam hal ini lessor dapat menuntut lesse dengan tuntutan penipuan yang menyebabkan kerugian pada pihak lessor. Tetapi dalam kontrak leasing, pada prakteknya pihak lessor tetap berpedoman pada kontrak yang telah ditandatangani walaupun kejadian yang menyebabkan lesse tidak dapat memenuhi kewajibannya. Hal ini sesuai dengan asas lex specialis de rogat lex generalis artinya suatu peraturan yang khusus dapat mengeyampingkan peraturan yang umum. Jadi Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata di atas hanya sebagai peraturan perbandingan dari peraturan yang khusus dengan peraturan yang umum.

.