• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pengelolaan Disain Konstruksi Bangunan Tepi Pantai

2.7 Pengelolaan Disain Konstruksi Bangunan Tepi Pantai

Disain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "disain" bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "disain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "disain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik berwujud sebuah rencana, proposal, atau obyek nyata. Proses disain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik, dan berbagai macam

aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran,

brainstorming, maupun dari disain yang sudah ada sebelumnya. Akhir-akhir ini, proses (secara umum) juga dianggap sebagai produk dari disain sehingga muncul istilah "perancangan proses". Disain adalah kerangka bentuk, rancangan, motif, pola, dan corak. Berdisain adalah bermodel, berbentuk, dan bermotif. Mendisain adalah membuat disain, membuat rancangan pola dan sebagainya. Pendisain adalah orang yang membuat rancangan , model, dan pola.

2.7.1 Aspek aspek yang Menjadi Dasar Perancangan Pengembangan Konsep Waterfront

Perlu diketahui siklus kehidupan proyek merupakan suatu proyek yang direncanakan, dikontrol, dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek tercapai.

Gambar 9 Siklus Kehidupan Proyek

Sumber : http://konstruksimania.blogspot.com/2012/07/siklus-kehidupan-proyek.html

Terdapat lima tahap kegiatan utama yang dilakukan dalam siklus kehidupan proyek, yaitu tahap inisiasi, perencanaan dan disain, pelaksanaan dan konstruksi, pemantauan dan sistem pengendalian, dan terakhir penyelesaian. Tahap inisiasi proyek, merupakan tahap awal kegiatan proyek, sejak sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan. Pada tahap ini, permasalahan yang ingin diselesaikan akan diidentifikasi. Beberapa pilihan solusi untuk menyelesaikan permasalahan juga didefinisikan. Sebuah studi kelayakan dapat dilakukan untuk memilih sebuah solusi yang memiliki kemungkinan terbesar untuk direkomendasikan sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika sebuah solusi telah ditetapkan, maka seorang manajer proyek akan ditunjuk, sehingga tim proyek dapat dibentuk.

Sementara tahap perencanaan dan disain, yaitu ketika ruang lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk, maka aktivitas proyek mulai memasuki tahap perencanaan. Pada tahap ini, dokumen perencanaan akan

disusun secara terperinci sebagai panduan bagi tim proyek selama kegiatan proyek berlangsung. Adapun aktivitas yang akan dilakukan pada tahap ini, adalah membuat dokumen project plan, resource plan, financial plan, risk plan, acceptance plan, communication plan, procurement plan, contract supplier dan perform phare review.

Dengan definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek siap untuk memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek. Pada tahap ini, deliverables atau tujuan proyek secara fisik akan dibangun. Seluruh aktivitas yang terdapat dalam dokumentasi project plan akan dieksekusi. Sementara itu, kegiatan pengembangan berlangsung, beberapa proses manajemen perlu dilakukan guna memantau dan mengontrol penyelesaian deliverables sebagai hasil akhir proyek.

Pada tahap akhir aktivitas proyek, hasil akhir proyek beserta dokumentasinya diserahkan kepada pemilik proyek. Kontrak dengan suppiler diakhiri, tim proyek dibubarkan, dan memberikan laporan kepada semua stakeholder yang menyatakan bahwa kegiatan proyek telah selesai dilaksanakan. Langkah akhir yang perlu dilakukan pada tahap ini yaitu mengetahui tingkat keberhasilan proyek dan mencatat setiap pelajaran yang diperoleh selama kegiatan proyek berlangsung sebagai pelajaran untuk proyek-proyek di masa yang akan datang. Inilah gambaran umum sebuah proyek-proyek di lahirkan, diciptakan dan diimplementasikan sampai dapat berfungsi hidup melayani pemiliknya. Namun demikian yang akan kita bahas disini adalah siklus proyek konstruksi untuk pengelolaan berkelanjutan dengan menitik beratkan pada mangrove. Siklus proyek merupakan aspek teknis yang penting dalam sebuah disain bangunan tepi pantai.

Kriteria umum dari penataan dan pendisainan tepian air adalah (Prabudiantoro 1997) :

 Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya )

 Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman atau pariwisata

 Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukuman industri, atau pelabuhan

 Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan

 Pembangunan dilakukan ke arah vertikal-horisontal.

 Ditambahkan pula bahwa mangrove menjadi penggerak meningkatkannya value suatu kawasan bila tertata dengan baik sebagai bagian dari bangunantepi pantai.

Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari keputusan - keputusan rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wrenn 1983; Toree 1989).

a. Faktor Geografis

Merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam hal ini adalah:

 Kondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya yang memungkinkan mangrove dapat tumbuh.

 Kondisi lahan: ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya

 Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan yang dapat mangrove tumbuh.

b. Konteks Perkotaan (Urban Context)

Adalah merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait.

Termasuk dalam aspek ini adalah:

 Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan

waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik.

 Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.

 Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi di dalamnya.

 Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya.

Perencanaan Pengembangan Waterfront di Indonesia. Melihat topografi Indonesia sebagai negara kepulauan, konsep tersebut sangat cocok dikembangkan di: Manado, Makasar, Jakarta (Pantai Indah Kapuk dan Ancol), Pekanbaru dan Semarang. Pengembangan fungsi kawasan yang dapat diterapkan:

 Sebagai Kawasan Bisnis

 Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis.

 Sebagai Kawasan Hunian

 Harus diperhatikan kualitas air sesuai dengan persyaratan hunian. Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan huian di tepi air dapat dilihat di daerah Port Grimoud - Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.

 Sebagai Kawasan Komersial dan Hiburan, Plaza, dsb. dengan kualitas air sesuai dengan kebutuhan.

 Menjadikan mangrove sebagai ekosisitem utama untuk meningkatkan value dari sisi lingkungan. Dengan fungsi mangrove yang dimiliki maka dapat meningkatkan nilai ekonomi, sosial serta budaya.

2.7.2 Teknologi Bahan Pembangunan Kota Ramah Lingkungan

Indonesia adalah negara berkembang yang tidak luput dari kegiatan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan tentu membutuhkan bahan bangunan. Bahan bangunan disediakan oleh alam yang mempunyai angka

keterbatasan, yang pada suatu saat akan habis dan alam tidak dapat menyediakannya lagi, sehingga perlu usaha untuk melestarikannya. Melihat banyaknya sumber daya alam yang telah dieksploitasi untuk memenuhi kebutukan manusia dan pembangunan, maka konsep pembangunan yang berkelanjutan merupakan alternatif terbaik saat ini. Konsep berkelanjutan

(sustainable) menawarkan penyeimbangan antara pemeliharaan kelestarian alam dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang makin berkembang di masa depan. Oleh sebab itu, perlu direncanakan sejak awal disain untuk memilih penggunaan bahan bangunan yang sustainable (berkelanjutan) dan ramah lingkungan.

Yang dimaksud dengan Bahan Bangunan Ramah Lingkungan adalah bahan bangunan yang proses perubahan transformasi atau teknologinya makin sedikit, tidak merusak lingkungan, dan tidak mengganggu kesehatan manusia. Dengan latar belakang hal-hal di atas, maka Bahan Bangunan Ramah Lingkungan dapat digolongkan dalam 4 (empat) golongan sebagai berikut : 1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif), seperti:

kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-alang, dll.

2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali (recycling), seperti: tanah, pasir, kapur, batu, dll.

3. Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali dalam fungsi yang berbeda. Bahan bangunan ini didapat dari limbah / sampah dari perusahaan industri. Biasanya material ini dalam bentuk bahan pembungkus / kemasan, seperti kardus dan kertas, kaleng dan botol bekas.

4. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana, seperti : batu bata, genteng tanah liat, dll.

Kota-kota yang berhasil mengimplementasikan prioritas pada reduksi emisi, serta mendapatkan manfaat penghematan dan menghasilkan energi jauh lebih aman, yang berdampak terhadap kesehatan dan tingkat hunian yang cukup, akan diberikan penghargaan Green Building City Policy, yang ditetapkan dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Durban, Afrika Selatan, tahun 2011. Dari hasil penjurian yang dilakukan oleh para ahli terpilih dari ICLEI-International, UN-Habitat, dan WorldGBC, terdapat beberapa kota besar di dunia yang berhasil meraih penghargaan Green Building City Policy, antara lain :

1. San Francisco, Amerika Serikat, khususnya untuk San Francisco Green Building Ordinance, berhasil mendapatkan Best Green Building Policy. Penghargaan ini mencakup kebijakan pembangunan ramah lingkungan untuk bangunan komersial, residensial dan pembangunan konstruksi, sesuai dengan LEED Green Building Standards (Amerika Serikat). Dari penerapan kebijakan green building yang dilakukan, berdampak terhadap pengurangan sekitar 105.000 ton karbon dan memberikan keuntungan sebesar USD 1 miliar untuk estimasi hingga 10 tahun mendatang.

2. Maxico City, Meksiko, yang berhasil meraih Climate Action Leadership Award,untuk program Climate Action Plan-nya. Program ini berhasil mengurangi emisi dari bangunan komersial dan residensial secara local. 3. Birmingham, Inggris, khususnya untuk Birmingham City Council's Energy

Savers Program, yang berhasil mendapatkan Urban Retrofit Award. Program ini berusaha untuk mencapai 1,5 miliar poundsterling keuntungan dari green retrofit untuk pekerjaan pembangunan 200.000

bangunan di Birmingham hingga West Midlands. Pembangunan ini direncanakan akan berlangsung hingga 15 tahun mendatang.

4. Singapura, yang berhak mendapatkan Regional Leadership Award untuk Green Building Masterplan-nya. Sebuah rencana ambisius yang akan menghijaukan sekitar 80 persen bangunan di Singapura hingga tahun 2030 mendatang. Proyek ini diharapkan bisa menghasilkan penghematan hingga USD 780 juta per tahunnya.

5. New York City, Amerika Serikat, yang berhasil meraih Industry Transformation Awards untuk Greener, Greater Bussiness Plan-nya. Ini adalah bagian dari kebijakan pemerintah New York yang mensyaratkan setiap bangunan harus menyampaikan secara public penggunaan energinya tiap tahun. Program ini diharapkan bisa mengurangi emisi karbon di New York hingga 5,3 persen dibanding tahun 2009. Program ini juga berhasil menghemat energi USD 700 juta per tahun hingga tahun 2030 dan mencakup 17.800 pekerjaan konstruksi baru di kurun 10 tahun.

6. Tokyo, Jepang, yang berhasil meraih Most Groundbreaking Policy Award, untuk Tokyo Cap-and-Trade Program-nya. Yakni, program pertama di dunia yang mengatur cap-and trade program yang akan menghijaukan 1.300 area komersial dan bangunan public. Program ini diharapkan bisa mengurangi sekitar 13 juta ton CO2 hingga tahun 2019 mendatang.

2.8 Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Laut berbasiskan Ekosistem