• Tidak ada hasil yang ditemukan

Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat. Ketentuan mengenai kualitas udara di Indonesia diatur dengan Undang- undang dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Standard tentang batas-batas pencemar udara secara kuantitatif diatur dalam Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Emisi. Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda (Slamet, 2009).

Zat pencemar timbal di udara perkotaan terutama dibentuk dari bahan bakar berupa bensin yang mengandung Pb Organik (TEL=tetra ethyl lead) yang digunakan kendaraan bermotor yang dilepaskan ke udara, untuk selanjutnya zat pencemar ditransfer melalui udara ambien ke masyarakat, yang akhirnya anggota masyarakat terganggu oleh karena adanya zat pencemar tersebut terutama mereka yang beresiko tinggi. Timbal adalah racun sistemik dimana keracunan timbal dapat menyebabkan encephalophathy. Pada keracunan akut akan terjadi gejala meninges dan serebral, diikuti dengan stupor, coma, kekanan Liquor Cerebrospinalis (LCS) yang tinggi, insomnia dan somnolence ( Slamet, 2009). Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional No Parameter Waktu

Pengukuran

Baku Mutu Metode Analisisis Peralatan 1 SO2 1 jam 24 jam 1 Thn 900 µg/ Nm 365 µg/ Nm µg/ Nm pararosanilin Spektophotometer 2 CO 1 jam 24 jam 30.000 µg/ Nm 10.000 µg/ Nm

NIDR NIDR analyzer

3 NO2 1 jam 24 jam 1 thn 400 µg/ Nm 150 µg/ Nm 100 µg/ Nm Saltzman Spektophotometer 4 O3 (Oksidan) 1 jam 1 thn 235 µg/ Nm 50 µg/ Nm Chem-lum Spektophotometer

5 HC 3 jam 160 µg/ Nm Flame Ionization Gas Chromatografi

6 PM 10 PM 2,5 24 jam 24 jam 1 thn 150 µg/ Nm 65 µg/ Nm 15 µg/ Nm Gravimetric Hi-Vol 7 TSP (Debu) 24 jam 1 thn 230 µg/ Nm 90 µg/ Nm Gravimetric Hi-Vol 8 Pb 24 jam 1 thn 2 µg/ Nm 1 µg/ Nm Gravimetrik Ekstraksi Pengabuan Hi-Vol AAS 9 Dustfall (Debu Jatuh) 30 hari 10 ton/Km2/Bln (Pemukiman) 20 ton/ Km2/Bln (industri) Gravimetric Cannister 10 Total Florides (as F) 24 jam 30 hari 3 µg/ Nm 0,5 µg/ Nm

Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti- nous Analyzer 11 Flor Indeks 30 hari 40/100 cm2

Dari kertas limed filter

Colourimetric Limed Filter Paper

12 Chlorine dan Khlorine Diok- sida

24 jam 150 µg/ Nm Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti- nous Analyzer 13 Sulphate Indeks 30 hari 1 mg SO3/100 Cm2 dari Lead Peroksida

Colourmetric Lead Peroxida Candle

Sumber: Lampiran PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Pencemaran timbal di udara perkotaan berasal dari Tetra Etil Lead (TEL) yang dibubuhkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 0,42 mg/l sejak tahun 1990. Sebelumnya kadar yang dibubuhkan lebih tinggi lagi. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang timbal dan dikorelasikan terhadap kepadatan lalu lintas menghasilkan korelasi yang baik sekali dilihat dari kepadatan dan jarak. Penelitian di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa logam berat sudah melampaui standar yang berlaku. Enam jenis ikan yang biasa dimakan oleh turis ternyata juga mengandung Cd, Cu, Pb, Zn dan Hg dalam konsentrasi yang jauh lebih besar dari yang diperbolehkan. Khusus untuk timbal Biokonsentrasi Factor (BCF) telah melampaui angka 11,20 yang diperbolehkan (Soemirat, 2005)

Sastrawijaya (2000) mengatakan bahwa pencemaran oleh emisi kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara kota. Di samping karbon monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, belerang oksida, partikel padatan dan senyawa-senyawa fosfor dan timbal. Senyawa-senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemar yang akan timbul. Pembakaran mesin yang tidak sempurna akan menghasilkan banyak bahan yang tidak diinginkan dan meningkatkan pencemaran.

Di atmosfir kota-kota besar aerosol timbal merupakan pencemar yang telah dikenal. Untuk memperoleh bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal tetra etil dan timbal tetra metil. Pada pembakaran bensin, timbal akan tinggal di udara untuk beberapa hari sebanyak 25 sampai 50%. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin menambah pencemar timbal di udara, karena itu bahaya di kota makin meningkat. Sebaiknya dibuat mesin mobil yang memerlukan bahan bakar dengan angka oktan rendah, sehingga pencemar timbal menurun. Ada korelasi antara jumlah debu timbal dengan penyakit jantung (Satrawijaya,2000). Kadar timah hitam atau timbal di udara yang di kota besar berasal dari gas buang kendaraan bermotor dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran udara ( Chandra,2007).

Wijoyo (2005) menyatakan bahwa sebagai langkah praktis dan ekonomis serta ramah lingkungan yang segera dapat ditempuh adalah memanfaatkan Knalpot buatan Institut Sains dan Teknonolgi Akprind Yogyakarta yang bernama Centrifuse Membrane Filter (CMF). Knalpot ini telah diujicoba dan mampu berfungsi meredam

suara serta menurunkan gas buang kendaraan bermotor hampir 100%. CMF dilengkapi dengan filter Karbon monoksida (CO), sulfur monoksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan debu. Ternyata knalpot antipolusi produksi dalam negeri ini belum mendapat perhatian publik secara serius. Masyarakat cenderung tidak acuh dengan keadaan pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Masyarakat Indonesia seyogianya memahami dan menerima tuntutan zaman yang sangat menekankan kebutuhan atas kendaraan yang ramah lingkungan. Sepeda motor, mobil pribadi, mobil niaga dan truk, dan berbagai jenis kendaraan bermotor lainnya harus meminimalkan penyemburan polusi ke udara.

Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar 11.515.401 kiloliter. Premium mengandung Pb 0,45 g/L sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara sebesar 5.181.930 ton. Dengan pertumbuhan penjualan mobil sebesar 300% dan sepeda motor sebesar 50%, diperkirakan pada tahun 2001 polusi Pb meningkat mencapai 1,7-5 µg/m (Widowati et al, 2008). Penelitian yang dilakukan Kozak di tahun 1993 menyatakan bahwa pencemaran udara terutama emisi Pb tahun 1991 sebesar 733.154,42 ton berasal dari 98,61% dari transportasi dan industri; 1,39% dari rumah tangga, dan dari pemusnahan sampah jumlahnya sangat rendah. Bensin premium dengan nilai oktan 87 dan bensin super dengan nilai oktan 98 mengandung 0,70-0,84 tetraetil-Pb dan tetrametil= Pb, sehingga menjadi sebesar 0,56-0,63 g Pb yang dibuang ke udara dalam setiap liter bensin (Widowati et al, 2008)

Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menempati 90% dari emisi Pb di atmosfir. Sekitar 10% Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap

dalam jarak 20 km; 10% mengendap dalam jarak 10-200 km; dan 35% dibawa ke atmosfir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara di daerah lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1-0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi adalah > 0,3 ppm ( Widowati et al, 2008).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa tingkat kepadatan lalu lintas berpengaruh terhadap kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima. Pada ruas jalan Yos Sudarso, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0007-0,021 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,366-0,806 ppm; di ruas jalan Letjen Supratman, Surakarta, dengan kepadatan lalu lintas sedang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,005-0,015 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,124- 0,339 ppm, pada ruas jalan Veteran, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas rendah, yaitu 2.055 - 2.490 kendaraan/jam yang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0048-0,0096 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,176-0,298 ppm (Widowati et al, 2008).

Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 mendapatkan sebesar > 2 µg/ m pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/ m , sedangkan kadar Pb dalam darah petugas Dinas Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl. (Girsang 2008). Kualitas udara di Jakarta pada tahun 1990-1996 rata-rata memiliki kadar Pb dalam debu sebesar 0,5-1,3 µg/ m . Pada tahun 1997, kadar Pb sebesar 0,9-1,0 µg/ m disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan

bermotor dimana 79% kendaraan bermotor di Jakarta menyumbangkan debu yang mengandung Pb (Widowati et al, 2008).

Hasil penelitian Gravitiani menunjukkan pada tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal. Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini. Anak-anakadalah kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak. Bila kenaikan kandungan timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh masyarakat di wilayah Yogyakarta mencapai 119 miliar rupiah. Berdasarkan hasil survey di 14 kecamatan di DIY, total biaya yang dikeluarkan responden ketika sakit adalah Rp 5.308.718,00. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang rata-rata sebesar Rp 776.634,00, kerugian responden bila sakit rata-rata sebesar Rp 4.532.084,00. Bila kandungan timbal di udara Kota Yogyakarta diturunkan 10 persen, manfaat yang diperoleh sejumlah 47,5 miliar rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah. Jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen dari semua pohon yang ditanam. Penanaman pohon penyerap timbal penting dilakukan, terutama di wilayah dengan kandungan timbal yang mendekati atau bahkan melebihi ambang batas normal. Penanaman pohon dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta di jalan-jalan protokol, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati (Gravitiani, 2009).

Dokumen terkait