• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI Efisiensi

SOSIAL Keadilan

2.8 Pengelolaan Lingkungan

Dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan, hal yang pertamakali harus dilakukan adalah melakukan pengelolaan lingkungan, sehingga sumberdaya yang ada di dalamnya menjadi lestari. Oleh karenanya maka untuk mencapai pembangunan berkelanjutan maka pengelolaan sumberdaya alam harus mengikuti konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan, seperti yang dinyatakan oleh Fauzy dan Anna (2005) yang menyatakan bahwa konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan harus mengandung aspek:

1. Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini pemanfaatan sumberdaya alam/hutan hendaknya tidak melewati batas daya dukungnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas ekosistem menjadi hal yang utama. 2. Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial budaya-ekonomi). Konsep ini

mengandung makna bahwa pembangunan perlu memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pemanfaat sumberdaya pada tingkat individu.

3. Comunity sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat perlu menjadi perhatian pembangunan yang berkelanjutan.

4. Institusional sustanability (keberlanjutan kelembagaan). Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan berkelanjutan diatas.

Dalam hal pengelolaan lingkungan (melalui pendekatan sumberdaya alam), guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan, ada empat prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Optimalisasi pemanfaatan sosial budaya dan ekonomi; bahwa pengembangan sumberdaya alam harus didasarkan pada strategi yang dapat mengoptimalkan manfaat sosial budaya dan ekonomi jangka panjang dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.

2. Koordinasi antar bidang sektoral; ekosistem sumberdaya alam wajib dikelola dengan memadukan kebijakan-kebijakan sektoral, perencanaan dan strategi pengelolaan guna mengoptimalisasi pemanfaatanya. Optimalisasi manfaat sosial budaya ekonomi dapat dicapai dengan peningkatan koordinasi yang lebih baik dalam proses perencanaan atas kebutuhan pemanfaatan sumberdaya alam.

3. Multiguna sumberdaya alam; dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya, kegiatan perencanaan dan manajemen sumberdaya alam dilakukan dengan mengambil berbagai kegunaan yang dimiliki oleh sumberdaya alam yang tersedia dan dapat diperbaharui.

4. Memperhatikan kapasitas ekosistem; pemanfaatan sumberdaya alam akan sangat bergantung pada kemampuan ekosistem sumberdaya alam tersebut dalam menyediakan sumber daya guna memenuhi permintaan.

Dalam pengelolaan lingkungan kita mengenal tiga standar pengelolaan, yaitu (1) British Standard (BS 7750): 1994 yang berlaku di Inggris; (2) Environmental Management Audit Scheme (EMAS) yang berlaku di Uni Eropa; dan (3) ISO seri 14000 merupakan standar internasional yang menjadi sarana penting dalam perdagangan global yang terbuka dan tidak memihak, khususnya berkaitan dengan pemberian perlakuan yang tepat dalam penanganan masalah lingkungan (Simatupang, 1995).

Dalam hal yang berkaitan dengan perdagangan global penerapan ISO seri 14000 dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk kongkrit dari implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan. Bahkan Simatupang (1995) mengatakan bahwa terbitnya ISO seri 14000 pada pertengahan 1996 merupakan babak baru dalam standarisasi perdagangan dunia setelah diterapkan ISO seri 9000 yang dianggap cukup handal dalam bidang sistem manajemen kualitas (QMS). Dengan demikian, standar ISO seri 14000 dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan daya saing suatu produk industri dalam menembus pasar internasional dan sekaligus dijadikan faktor penggiat dalam mengembangkan upaya pengelolaan lingkungan.

Standar ISO seri 14000 bertumpu pada prinsip perbaikan terus-menerus (continous improvement) dengan membawa elemen baru bagi peningkatan manajemen organisasi, yaitu pendekatan sistem manajemen untuk mengoptimalkan seluruh kinerja lingkungan dan menengahi setiap kerusakan lingkungan. Penerapan ISO seri 9000 difokuskan pada kepuasan pelanggan dan persyaratan kualitas internal, sedangkan penetapan ISO seri 14000 membuat perusahaan bukan saja mampu memuaskan pelanggan dan masyarakat tetapi sekaligus dapat memenuhi persyaratan peraturan lingkungan yang diberlakukan.

Pada ISO/DIS (Draft of International Standard) 14001, perbaikan terus-menerus ini harus dapat mengoptimalkan lima bidang kegiatan dalam model sistem pengelolaan lingkungan (EMS) yang saling berhubungan dan bersamaan, yaitu (1) peninjauan

manajemen; (2) kebijakan lingkungan, (3) perencanaan: aspek lingkungan; aspek hukum, persyaratan sasaran dan target; program pengelolaan lingkungan; (4) implementasi dan operasi: struktur dan pertanggungjawaban; pelatihan dan kepatuhan; komunikasi; dokumentasi sistem pengelolaan lingkungan; pengendalian dokumen; pengendalian operasional; kesiapan dan reaksi pada keadaan darurat; dan (5) pemeriksaan dan tindakan perbaikan; monitoring dan pengukuran; tanpa konfirmasi dan tindakan korektif dan pencegahan; pencatatan; audit sistem pengelolaan lingkungan. Sehingga dari situ akan didapatkan manfaat dari penerapan standar ISO 14001, melalui sertifikasi (RSCC-PC), yakni pengurangan limbah.

Pemberian sertifikasi ini dilakukan setelah lembaga sertifikasi yang melakukan penelitian atau audit proses dan dokumentasi suatu kegiatan industri tersebut telah melihat adanya kesesuaian pelaksanaan SML (sistem manajemen lingkungan) di pabrik tersebut dan industri tersebut telah memiliki SML yang memenuhi standar ISO 14001 dan menerapkan SML terus menerus secara aktif dalam kegiatan sehari-hari di pabrik. Selanjutnya setelah mendapatkan sertifikat ISO, maka perusahaan tersebut harus melakukan kegiatan SML yang ada di bawah pengawasan dengan cara dilakukan audit di lapangan minimal 2 kali setahun oleh lembaga sertifikasi SML yang telah memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (Hadiwiardjo, 1997).

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Adanya sertifikasi ISO 14001 ini sangat diperlukan mengingat dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian maupun industri non migas lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya buangan-buangan industri (Fardiaz, 1992). Oleh karenanya maka pengelolaan lingkungan wajib dilakukan oleh suatu industri.

2.9 Pencemaran

Menurut UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup atau saat ini telah diubah menjadi UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Indikator pencemaran air dapat diketahui melalui perubahan baik ditinjau dari aspek fisika, aspek kimia maupun aspek biologi (Manahan, 2002). Secara umum terjadinya pencemaran ini berasal dari adanya bahan buangan (limbah) baik limbah yang dikelompokkan sebagai limbah padat, limbah organik, limbah anorganik, limbah olahan bahan makanan, limbah cairan berminyak, limbah zat kimia, limbah berupa panas, dan sebaginya.

Pada industri gula seringkali dihasilkan limbah yang didominasi oleh limbah kimia organik. Limbah yang didominasi bahan kimia organik ini seringkali mengakibatkan terjadinya keracunan baik pada hewan air yang hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, maupun pada hewan darat, bahkan pada manusia yang hidup pada lingkungan darat yang tercemar bahan organik. Atau dapat pula meracuni manusia yang menggunakan air yang mengandung di dalamnya tercemar bahan kimia organik tersebut (Darmono, 2001).

Menurut Sutamihardja (1982), perubahan-perubahan yang terjadi dan mengakibatkan berubahnya kualitas lingkungan, pada umumnya/sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di darat maupun di wilayah perairan seperti di wilayah pesisir. Bahkan aktivitas manusia dapat dikatakan merupakan sumber terbesar dari pencemaran. Oleh karena itu maka pengendaliannya harus dilakukan dengan mengendalikan aktivitas manusia itu sendiri, di samping pengendalian sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Beberapa sumber pencemar yang merupakan aktivitas alam seperti letusan gunung berapi dan angin ribut, memang sulit untuk dihindari. Ada beberapa parameter yang sering diukur sebagai parameter pencemaran dari limbah yang

didominasi oleh bahan organik, terutama jika limbah tersebut masuk ke dalam suatu badan air adalah:

Nilai pH

Nilai pH adalah derajat keasaman yang terdapat pada suatu media, baik itu air maupun tanah. Pada perairan yang menjadi tempat bermuaranya limbah cair industri, seperti limbah cair organik yang melimpah seringkali mengakibatkan nilai pH tersebut menurun. Penurunan pH dalam perairan pada prinsipnya dapat mengakibatkan berbagai hal, diantaranya akan mengganggu hidup dan kehidupan biota yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga dapat menyebabkan penguraian karbonat dan hidroksida sehingga meningkatkan absorpsi kation logam dari sedimen. Oleh karena itu maka semakin rendah pH semakin banyak desorpsi logam, dan sedimen tinggi konsentrasi logam dalam perairan. Hal ini akan berakibat pada keadaan redoks air, dan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan ikan yang hidup di dalamnya (Fardiaz, 1992).

Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD atau kebutuhan oksigen biologis atau biological oxygen demand (BOD), merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terdapat pada suatu media air pada suhu dan periode waklu tertentu. Oleh karena itu maka pengukuran BOD bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri (mikroba) guna menguraikan bahan organik dalam media cair tersebut, melalui penguraian secara aerobik atau dengan kata lain melalui proses oksidasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terdapat pada media cair mengandung oksigen yang cukup.

Mengingat proses penguraian bahan organik yang dilakukan oleh bakteri secara aerobik, maka proses tersebut akan mampu menghabiskan oksigen terlarut, sehingga berdampak pada kematian biota dan menimbulkan bau yang tidak sedap seperti telur busuk, dan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik tersebut akan semakin meningkat jika berada pada suhu di atas 60°C.

Nilai BOD selain dipengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh pH media cair tersebut. Hal ini ada kaitannya dengan kehidupan mikroorganisme yang menguraikan bahan organik tersebut. Dalam hal ini karena organisme yang merombak bahan organik akan menyesuaikan diri pada pH 6,5 - 8,3. BOD merupakan indikator pencemaran organik. Oleh karena itu maka BOD merupakan indikator pencemaran organik yang

banyak digunakan untuk menilaikualitas suatu perairan atau menilai kualitas limbah cair atau untuk menilai kepekatan limbah. Nilai BOD juga dapat dimanfaatkan untuk merancang sistem penanganan limbah cair secara biologis yang didasarkan pada reaksi oksidasi.

Kimia Terlarut (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau chemical oxygen demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi seluruh bahan organik secara kimiawi yang terdapat dalam suatu media cair, baik dalam ekosistem perairan maupun dalam limbah cair. Reaksi yang terjadi pada penentuan COD, bahan organik yang terdapat pada media cair tersebut dioksidasi dengan menggunakan K2Cr2O7 (kalium bichromat) sebagai sumber oksigennya, sehingga akhirnya akan terurai menjadi gas CO2 dan H2

Secara umum kebutuhan oksigen untuk keperluan penguraian bahan organik secara kimia, akan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik secara biologi. Hal ini terjadi karena bahan-bahan organik yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme, semuanya akan dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh selulosa, selulosa merupakan bahan yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit dioksidasi oleh mikroorganisme, namun melalui reaksi kimia, dapat diuraikan.

O serta sejumlah ion khrom. Pada media cair yang tercemar limbah organik pada umumnya dapat dicerminkan dari warna media cair tersebut. Dalam hal ini, sebelum berlangsung reaksi oksidasi pada umumnya media cair berwarna kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi berwarna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi limbah organik tersebut pada dasarnya seimbang dengan jumlah kalium bichromat yang digunakan. Dalam hal ini semakin banyak kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi, identik dengan jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik tersebut.