• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Obat

Dalam dokumen LAPORAN KF IMB FULL. docx (Halaman 29-40)

2.9. Pengelolaan Apotek

2.9.1. Pengelolaan Obat

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (BPOM R. I, 2003).

b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan

1) Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,

maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

2) Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

4) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)

e. Pemusnahan

1) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.

2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan serta

pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

h. Pelaporan

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.

(BPOM R. I, 2003) 2.9.2.Pengelolaan Resep

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyatakan bahwa pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Kegiatan pengkajian resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

1) Kajian administratif meliputi:

a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

b) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf

c) Tanggal penulisan resep

2) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: a) Bentuk dan kekuatan sediaan

b) Stabilitas

c) Kompatibilitas (ketercampuran Obat) 3) Pertimbangan klinis meliputi:

a) Ketepatan indikasi dan dosis obat b) Aturan, cara dan lama penggunaan obat c) Duplikasi dan/atau polifarmasi

d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinik lain)

e) Kontra indikasi f) Interaksi

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaiaan dari hasil pengajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep (Depkes R. I, 2014).

b. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Menurut FDA drug dispensing cycle ialah :

2.2 Drug Dispensing Cycle (FDA,2002)

Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

a) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep

b) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat.

2) Melakukan peracikan obat bila diperlukan

3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

a) Warna putih untuk obat dalam atau oral

b) Warna biru untuk obat luar dan suntik

c) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

penerimaan dan validasi resep penerimaan dan validasi resep menginterpretasi resep menginterpretasi resep mengambil dan menyiapkan obat beserta etiketnya mengambil dan menyiapkan obat beserta etiketnya pemeriksaan kembali nama pasien,umur,dan kesesuaian resep dan obat pemeriksaan kembali nama pasien,umur,dan kesesuaian resep dan obat mendokumentasi kan resep dan

data pasien tersebut

mendokumentasi kan resep dan

data pasien tersebut menyerahkan obat dan memberi informasi tentang obat menyerahkan obat dan memberi informasi tentang obat

a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)

b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien

c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

d) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat

e) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain

f) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil

g) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya

h) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);

i) Menyimpan resep pada tempatnya

j) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai (Depkes R. I, 2014).

2.9.3.Administratif

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada Bab II dimana dijelaskan sistem pelaporan dan pencatatan. Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan

yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya (Depkes R. I, 2014).

2.9.4.SDM

Berdasarkan Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada Bab IV tentang Sumber Daya Kefarmasian. Dalam bab ini dijelaskan bahwa Pelayanan Kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja (Depkes R. I, 2014).

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:

a. Persyaratan administrasi.

1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi. 2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

3) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).

b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal. c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.

d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.

e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku (Depkes R. I, 2014).

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

a. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. c. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

e. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.

f. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD).

g. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

(Depkes R.I, 2014) 2.10. Perpajakan

Berdasarkan kelompoknya pajak ada beberapa macam dan semuanya harus dibayar oleh apotek meliputi:

a. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada pada pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten. Pajak daerah ditentukan oleh masing-masing daerah, dan macam pajak yang harus dibayar adalah:

1) Pajak barang inventaris

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah terhadap barang yang digunakan di apotek atau barang inventaris milik apotek seperti pajak televisi (sekarang sudah tidak ada) dan pajak kendaraan bermotor.

2) Pajak reklame atau iklan

Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan terhadap pemasangan papan nama apotek di luar atau di dalam lingkungan apotek. Pajak tergantung lokasi dan besar papan nama apotek. Jika nama apotek ditulis atau disertakan di dalam papan nama suatu perusahaan tertentu, pajak reklame akan ditanggung oleh perusahaan tersebut.

3) Surat Keterangan Ijin Tempat Usaha 4) Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)

(UU R. I, 2000)

b. Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat meliputi:

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya bisa dilimpahkan pada pihak lain:

a) Bea Materai untuk kwitansi lebih dari Rp 250.000,00 dikenakan biaya materai Rp 3.000,00.

b) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merupakan pajak tak langsung yang dikenakan pada setiap pembelian berapa pun jumlah rupiah yang dibelanjakan. Besarnya pajak yang harus dibayar sebesar 10% dari jumlah pembelian. Misalnya untuk setiap pembelian obat khususnya untuk PBF yang PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka dikenai PPN sebesar 10%.

2) Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Pajak langsung meliputi :

a) Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000, ada beberapa pajak yang dikenakan untuk usaha apotek (UU R. I, 2000).

(1) PPh 21

Pasal 21 Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000, menyatakan bahwa pajak ini merupakan pajak pribadi (penghasilan karyawan tetap) terhadap gaji karyawan setiap tahun yang telah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang telah melebihi PTKP dan dibayarkan sebelum tanggal 15 setiap bulan. Keterlambatan pembayaran dikenai denda sebesar Rp 50.000,00 ditambah 2% dari nilai pajak yang harus dibayarkan.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu: (a) Rp 2.880.000,00 untuk diri wajib pajak.

(b) Rp 1.440.000,00 tambahan untuk wajib pajak kawin.

(c) Rp 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga (anak) paling banyak 3 orang.

Pengurangan yang diperbolehkan adalah biaya jabatan sebesar 5% dengan jumlah maksimal Rp. 1.296.000,00/tahun atau Rp. 108.000,00/bulan dan iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pension sebesar 5% maksimal Rp. 432.000,00/tahun atau Rp. 36.000,00/bulan.

(2) PPh 23

Apabila apotek dimiliki suatu persero maka selain pajak diatas, dikenakan pula ketentuan PPh pasal 23 yang mengatur bahwa keuntungan bersih yang dibagikan kepada persero dikenai 15% dari saham yang dibagikan tersebut. PPh 23 merupakan pajak yang dikenakan pada badan usaha berdasarkan pembagian deviden (UU R. I, 2000).

(3) PPh 25

Berupa pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari perhitungan pajak satu tahun sebelumnya. Pembayaran dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 15 dan pada akhir tahun diperhitungkan dengan besar pajak yang sesungguhnya yang harus dibayar. Pajak keuntungan bersih dihitung berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 menyatakan bahwa ketentuan yang berlaku dalam perhitungan pajak sesuai PPh 25:

(a) Untuk Badan Usaha

i) Jika keuntungan suatu perusahaan < Rp 50 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 10%.

ii) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 50 juta-Rp100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 15%.

iii) Jika keuntungan suatu perusahaan > Rp 100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 30%.

(b) Untuk Pajak Perseorangan

i) Jika keuntungan suatu perusahaan < Rp 25 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 5%.

ii) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 25 juta-Rp 50 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 10%.

iii) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 50 juta-Rp 100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 15%.

iv) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 100 juta sampai Rp 200 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 25%.

v) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 200 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 35%.

(4) PPh 28

Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak (PPh 25) maka setelah dilakukan perhitungan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan dengan hutang pajak berikut sanksi-sanksinya (UU R. I, 2000).

(5) PPh 29

Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih besar dari jumlah kredit pajak yang sudah dilakukan perhitungan, maka kekurangan pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir bagi Wajib Pajak sebelum surat pemberitahuan disampaikan.

b) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan setiap tahun dan besarnya tergantung dari luas tanah, luas bangunan, serta lokasi apotek yang ditempati apotek sebagai sarana usaha.

c) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Merupakan pajak yang dikenakan kepada badan usaha atau orang pribadi yang melakukan usaha. Pengusaha kecil dengan kemampuan sendiri dapat mengajukan permohonan untuk menjadi PKP (UU R. I, 2000).

Dalam dokumen LAPORAN KF IMB FULL. docx (Halaman 29-40)

Dokumen terkait