• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat)

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang (Halaman 94-99)

PROFIL SANITASI KOTA 3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kota

F. Orang dewasa perempuan 414 36,8

3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat)

Sampah adalah benda padat yang timbul dari kegiatan manusia yang dibuang karena tidak dipergunakan atau tidak diinginkan lagi oleh pemiliknya. Permasalahan sampah timbul disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan penduduk, pola konsumsi masyarakat dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi. Faktor-faktor tersebut disamping mempengaruhi jumlah timbulan sampah juga berpengaruh terhadap komposisi sampah.

Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibedakan atas sampah domestik (rumah tangga), sampah institusional (sekolah, kantor, dll.), sampah komersial (pasar, toko, dll.), sampah industri, sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll.), sampah rumah sakit, sampah pertanian dan peternakan, sampah konstruksi, dsb. Sedangkan komposisi sampah secara umum meliputi sampah organik, kertas, logam, kaca, tekstil, plastik/ karet, dsb.

Pengelolaan sampah pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan jalan penyingkiran sampah sehingga berkurang volume dengan banyaknya. Pengelolaan sampah meliputi elemen penyimpanan di tempat-tempat penghasil sampah, pengumpulan di tempat pembuangan sementara dan depo-depo sampah, pengangkutan sampah ke tempat-tempat pembuangan akhir, pemanfaatan kembali atau daur ulang, dan pengolahan/ pemusnahan. Sarana pengolahan sampah diantaranya adalah truk pengangkut sampah, transfer depo, tempat pembuangan sementara (TPS), incinerator, tungku pembakar, dan tempat pembuangan akhir (TPA).

Pengelolaan sampah di Kabupaten Bima menerapkan sistem pengolahan sampah dengan pola 3R atau Pengurangan (reduce), Penggunaan kembali (reuse), dan Daur ulang (recycle), guna mengatasi masalah sampah pada masa mendatang yang diprediksi akan terus bertambah.

Buku Putih Sanitasi Kab. Bima Page 95

Sistem pengolahan sampah 3R tersebut, akan dilakukan pengolahan sampah sesuai jenisnya. Seperti, untuk jenis sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos. Sedangkan, jenis sampah plastik dan logam akan diolah kembali. Tujuannya adalah untuk mengurangi tumpukan sampah yang nantinya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Dalam memperlancar sistem pengolahan sampah tersebut, akan menentukan lokasi yang sesuai dengan persyaratan kriteria teknis lingkungan. Persyaratan tersebut antara lain, pemenuhan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan. Penyediaan tempat pengolahan sampah pola 3R dapat mengurangi masalah sampah yang terus menumpuk. Sebab, jika tidak demikan dapat menimbulkan masalah lingkungan.

Manajemen Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima saat ini belum dikelola dengan baik sehingga tidak bisa ditampilkan data-data mengenai persampahan itu sendiri, baik dari segi sarana- prasarana pengangkut maupun TPA dan TPS nya

"Sistem pengolahan ini akan diterapkan setelah perpindahan Pemerintahan Kabupaten Bima ke Woha. Sedangkan pembiayaan akan diusahakan melalui bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum dan melalui Pemprovinsi Nusa Tenggara Barat maupun bantuan lain yang legal.

Dalam jangka pendek pengelolaan sampah di Kabupaten Bima adalah dengan penyediaan Tempat Pembuangan sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Buku Putih Sanitasi Kab. Bima Page 96

3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

4. Undang Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman

5. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 6. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

7. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

8. PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem penyediaan Air Minum 9. PP Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Amdal

10. PP Nomor 18 jo 85/1999 Tentang Limbah B3

11. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan

Sebaran lokasi dan kriteria TPS, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani.

Pemilihan dan penetapan lokasi lahan sebagai calon lokasi tempat pembuangan sampah (TPA) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria regional, kriteria penyisih, dan kriteria penetapan sebagai berikut :

Buku Putih Sanitasi Kab. Bima Page 97

 Kondisi Geologi, yaitu tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau berdekatan dengan daerah yang mempunyai sifat bahaya geologi yang dapat merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah formasi batu pasir, batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya (jointed rocks).

 Kondisi Hidrogeologi, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh mempunyai kelulusan tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter terhadap sumber air minum di hilir aliran.

 Lereng, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil dan akan dinilai layak apabila terletak di daerah landai yang agak tinggi, bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah dengan depresi yang berair, lembah rendah dan tempat yang berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari 20%.

 Tata Guna Tanah, yaitu TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh terletak di radius 3.000 meter dari landasan lapangan terbang untuk pesawat turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik kehadiran burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar, dan pelestarian tanaman.

 Daerah Banjir, yaitu lokasi TPA berada di daerah banjir dengan daur 25 tahun.

2. Kriteria penyisih dilakukan dengan mengikuti Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA (SNI T-11-1991-03), yang melakukan pembobotan berdasarkan kesesuaian iklim, utilitas yang tersedia, lingkungan biologis, kondisi tanah, hidrogeologis, dan tata guna lahan.

3. Kriteria penetapan merupakan kriteria berkaitan dengan kewenangan instansi terkait untuk menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan dan ketentuan setempat yang berlaku.

Buku Putih Sanitasi Kab. Bima Page 98

3.3.2. Aspek Institusional

Di dalam struktur pemerintahan Kabupaten Bima, urusan kewenangan pengelolaan sanitasi yang meliputi sub sektor pengelolaan sampah berada dalam Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Badan lingkungan Hidup.

3.3.3. Cakupan Pelayanan

Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima ini belum ada penanganan oleh pemerintah, baik dari sisi kelembagaan dan penyediaan sarana dan prasarana persampahan. Selama ini penanganan persampahan masih dikelola sendiri secara individual oleh masyarakat mulai dari pewadahan sampai pembuangan. Walaupun sebenarnya institusi pemerintah yang mempunyai tugas yang berkaitan dengan persampahan sudah ada, namun program yang dilakukan belum menyentuh bidang persampahan. Pelayanan kebersihan untuk kabupaten Bima saat ini relative masih rendah, hal ini dilihat dari luas layanan kebersihan yang hanya mencakup di daerah Perkotaan saja, dari 18 (dua belas) Kecamatan yang ada baru 4 (empat) kecamatan yang bisa terlayani, dengan prosentase cakupan untuk tahun 2006 sebesar 1,0% terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan dan Tahun 2007 sebesar 1,5 % terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan.

Sedangkan untuk Daerah/kecamatan yang berada diluar empat kecamatan tadi, baru dapat terlayani sebagian kecil saja bahkan ada daerah yang belum sama sekali tersentuh pelayanan, tentunya hal ini akan menjadi suatu bahan acuan bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, Serta Peran serta Masyarakat dan Dunia usaha/Swasta untuk terus mengangkat masalah Kebersihan lingkungan khususnya pelayanan persampahan sebagai Isu Central.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, perkembangan teknologi serta meningkatnya taraf hidup masyarakat cenderung menyebabkan bertambahnya

Buku Putih Sanitasi Kab. Bima Page 99

volume sampah yang dihasilkan dengan karakteristik lebih bervariasi, sehingga perlu pengelolaan sampah yang lebih baik dan tepat. Dengan demikian maka institusi pemerintah harus segera memulai penanganan sampah agar tidak menjadi gangguan bagi lingkungan pada masa yang akan datang.

Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada (Aspek Teknis)

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang (Halaman 94-99)