• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode /Validasi /Verifikasi Metode

KELOMPOK FUNGSIONAL

1. Pengembangan Metode /Validasi /Verifikasi Metode

Kegiatan pengembangan metode/ validasi/verifikasi yang dilaksanakan oleh Balai Besar PPMB-TPH merupakan visualisai dari salah satu fungsi Balai Besar PPMB-TPH dan mendukung program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yakni Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan.

Pada TA. 2016 Balai Besar melaksanakan kegiatan pengembangan/ validasi/verifikasi dalam rangka memecahkan permasalahan, kendala maupun harmonisasi perkembangan teknologi di bidang mutu benih. Kegiatan ini terdiri dari sepuluh (10) judul Pengembangan dan validasi metode.

a. Validasi Uji Daya Hantar Listrik dengan Daya Berkecambah untuk Pengujian Mutu Benih Kedelai

Uji daya hantar listrik (uji DHL) merupakan salah satu metode uji vigor yang telah resmi diterbitkan dalam ISTA Rules. Berdasarkan hasil kegiatan koordinasi yang dipimpin oleh Direktur Perbenihan dan dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Perbenihan, Direktorat Budidaya AKABI, Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan), Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Kepala pengujian tersebut. Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Balai Besar PPMB-TPH, UPTD BPSBP Yogyakarta dan BPSBTPH Jawa Barat, serta berdasarkan kajian Balai Besar PPMB-TPH dan Balitkabi diketahui bahwa metode DHL tersebut bersifat kuantitatif dengan biaya pengujian yang relatif murah.

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 2 Validasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat korelasi antara uji DHL dan uji daya berkecambah (DB). Tingginya tingkat korelasi menunjukkan bahwa uji DHL mampu menjadi metode deteksi awal dalam pengujian mutu benih kedelai untuk memberikan gambaran viabilitas sesunguhnya melalui pengujian DB.

Uji DHL merupakan pengukuran terhadap konduktivitas elektrik dari air rendaman benih (leachate) yang memberikan penilaian mengenai tingkat kebocoran elektrolit jaringan tanaman. Lot benih yang mempunyai tingkat kebocoran elektrolit tinggi (konduktivitasnya tinggi) dianggap mempunyai vigor rendah, sedangkan benih yang mempunyai kebocoran elektrolit rendah (tingkat konduktivitas rendah) mempunyai vigor yang tinggi.

Informasi mengenai vigor benih dapat digunakan untuk menilai tingkat viabilitas atau mutu benih yang diuji.Validasi ini untuk mengetahui tingkat korelasi uji DHL di laboratorium benih Indonesia dengan melibatkan 10 laboratorium penguji benihdi daerah yaitu laboratorium BPSB-TPH Provinsi Jawa Barat, BPSB-TPH Provinsi Jawa Timur, BPSB Provinsi Jawa Tengah, BPSB-TPH Provinsi Lampung, BPSB-TPH Provinsi Kalimantan Selatan, BPSB Provinsi Kalimantan Barat, BPSB-TPH Provinsi Nusa Tenggara Barat, BPSB-TPH Provinsi Banten, BPSB-TPH Provinsi Sulawesi Selatan, dan BPSB Provinsi Jambi. Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2016 di Laboratorium Biologi Balai Besar PPMB-TPH. Pada kegiatan ini menggunakan 3 lot benih kedelai yang mewakili 3 level vigor benih yaitu tinggi (varietas grobogan), sedang (varietas Argomulyo) dan rendah (varietas Anjasmoro).

Pengolahan data uji banding antar analis Balai Besar PPMBTPH dengan melihat korelasi antara hasil pengujian DB dan DHL untuk lot benih yang dikirim ke 10 laboratorium penguji serta melihat korelasi pada lot benih yang digunakan sebagai data dukung.

Hasil pengujian validasi DHL terdiri dari hasil pengujian pendahuluan, pengujian homogenitas, uji banding dan verifikasi hasil pengujian dari 10 laboratorium penguji. Dalam kegiatan ini menggunakan beberapa pengolahan data diantaranya: 1). data uji homogenitas untuk mengetahui kehomogenan suatu lot benih, 2). Uji Grubbs untuk menyaring data pencilan, 3). tabel toleransi ISTA untuk penyaringan data baik perulangan atau antar laboratorium, dan 4) Pengolahan data dengan mengkolerasi nilai DB dan DHL pada 10 lab. penguji di daerah. Adapun hasil pengujian heterogenitas berdasarkan daya berkecambah pada 3 lot benih menunjukkan bahwa 3 lot tersebut homogen. Berdasarkan tabel ISTA DHL dan DB serta uji grubbs dari 10 laboratorium peserta untuk lot 1 (Grobogan) dan lot 2 (Argomulyo) yang lolos verifikasi keduanya masing-masing hanya 7 laboratorium, dan untuk lot 3 (Anjasmoro) yang lolos verifikasi ada 4 laboratoriumpenguji. Dari keseluruhan data yang lolos kemudian dilanjutkan dengan meregresikan dan mengkorelasikan antar nilai DB dan DHL diperoleh nilai r = -0,603064. Nilai r yang negatif memberikan informasi bahwa nilai DHL berbanding terbalik dengan nilai DB. Makin tinggi nilai DHL maka nilai DB yang dihasilkan akan rendah. Sehingga secara umum pengujian DHL mampu memberikan perkiraan potensi viabilitas suatu lot benih.

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 3 Hasil korelasi dan regresi yang diaplikasikan terhadap keseluruhan data baik pada pengujian pendahuluan dan pengujian antar lab. peserta menunjukkan bahwa nilai regresi dan korelasi untuk lot dengan potensi viabilitas sedang dan tinggi masih sangat signifikan menunjukkan keeratan hubungan antara uji DHL dan uji DB ditunjukkan dengan nilai r diatas 0,8 dapat dilihat pada Gambar V.1.1. (hasil regresi) dan Tabel V.1.1. (hasil korelasi).

Gambar V.1.1. Hasil regresi 2 lot benih pada laboratorium penguji yang lolos verifkasi

Tabel V.1.1. Hasil korelasi 2 lot benih pada laboratorium penguji yang lolos verifkasi

Nilai DHL Nilai DB

Nilai DHL 1

Nilai DB -0,81449 1

Secara keseluruhan hasil pengujian validasi uji daya hantar listrik dan uji daya berkecambah untuk pengujian mutu benih kedelai dapat ditarik kesimpulan :

1) Metode pengujian DHL mampu memberikan gambaran potensi viabilitas sebagai uji awal, terlihat dari nilai korelasi yang dihasilkan sebesar -0,81449.

2) Uji DHL tidak mampu mendeteksi lot benih yang dengan viabilitas rendah.

Adapun rekomendasi dari kegiatan ini adalah :

1) Metode Pengujian DHL mampu memberikan gambaran potensi viabilitas suatu lot benih.

2) Nilai DHL < 20 µs cm-1 g-1 memberikan gambaran suatu lot benih memiliki potensi viabilitas diatas 80%. Apabila nilai DHL diatas 20 µs cm-1 g-1 diperlukan observasi nilai daya berkecambah secara real melalui pengujian DB.

3) Masih terdapat keberagam data diantara lab. peserta diperlukan pendampingan saat melakukan pengujian DHL.

b. Pengaruh Transportasi Terhadap Ketahanan Mutu Benih Kedelai

Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 4 konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan berkaitan dengan mutu benih kedelai setelah transportasi dan selama kurun waktu penyimpanan. Tujuan dari kegiatan ini memperoleh informasi mutu benih kedelai akibat transportasi dan mendapatkan data awal untuk memperhitungkan masa berlaku label. Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) TaposDepok, UPT PSBTPH Propinsi Jawa Timur, dan UPTD BPSBTPH Prov. Lampung pada Tahun Anggaran 2016.

Bahan yang dipakai untuk kegiatan ini yaitu benih kedelai dengan ukuran besar, plastik inner, karung, plastik polyetylen, kertas CD, plastik 1 kg, label. Alat yang digunakan mesin sealing, mesin jahit karung. Metodologi yang digunakan adalah :

1) Pengumpulan informasi ketersediaan benih kedelai dan pengiriman benih,

2) Pengambilan contoh benih kedelai.

3) Pelaksanaan transportasi benih kedelai sesuai pengiriman benih 4) Pengolahan data dan kesimpulan.

Rancangan Percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan yang digunakan 1 faktor yaitu transportasi. Pengolahan data dengan Anova.

Proses pengangkutan benih dari gudang ke truk sebelum dilakukan transportasi dapat dilihat pada Gambar 2 V.1.

Gambar V.1.2. Proses pengangkutan benih dari gudang ke truk Proses transportasi benih dari Ponorogo Jawa Timur ke Balai Besar PPMB-TPH dan BPSB Lampung dapat dilihat pada Gambar V.1.3.

Gambar V.1.3. Proses pengiriman benih

Grafik rata-rata suhu dan kelembaban setiap enam jam selama transportasi dapat dilihat pada Gambar V.I.4.

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 5 Gambar V.I.4.Grafik rata-rata suhu dan kelembaban per enam jam Dari hasil pengujian awal/pertama sebelum ditransportasikan benih varietas Anjasmoro sudah tidak memenuhi standard untuk benih, karena dari hasil uji daya berkecambahnya tidak memenuhi standard benih seperti terlihat dalam Tabel V.I.2.

Tabel V.I.2. Hasil Pengujian kedelai varietas Anjasmoro Varietas Anjasmoro Daya

Berkecambah Kemurnian Kadar Air

Data Label 82 99.9 10.7 Jarak 0 (T0) Jatim 51 100 9.2 45 100 9.0 50 100 9.0 Rata-rata 53 100 9.2 Jarak 1 (T1) BBPPMB-TPH 50 100 9.1 46 99.8 9.2 40 99.9 9.1 46 99.9 9.2 Rata-rata 50 99.9 9.3 Jarak 2 (T2) Lampung Rata-rata 46 99.9 9.2 37 99.8 9.1 30 100 9.3 33 100 9.2 37 99.9 8.9 Rata-rata 34 99.9 9.1

Hasil uji daya berkecambah varietas Grobogan antara data label dengan jarak 1 (665 km ) dalam waktu tempuh 3 hari dan jarak 2 (996 km) dalam waktu tempuh 5 hari tidak berbeda nyata. Benih masih memenuhi standard mutu sebagai benih seperti terlihat pada Tabel V.I.3.

Tabel V.I.3. Hasil Pengujian kedelai varietas Grobogan Varietas Grobogan Daya

Berkecambah Kemurnian Kadar Air

Data Label 91 99.9 9.6 Jarak 0 (T0) Jatim 89 100 8.9 76 100 8.2 75 100 8.2 71 100 8.5 Rata-rata 78 b 100 b 8.5 a 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 6 jam ke-Suhu 0C Kelembaban (%)

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 6 Varietas Grobogan Daya

Berkecambah Kemurnian Kadar Air Jarak 1 (T1) BBPPMB-TPH 92 99.9 9.4 93 99.8 9.4 89 99.9 9.4 91 99.9 9.4 Rata-rata 91 a 99.9 a 9.4 b Jarak 2 (T2) Lampung 86 100 9.4 83 100 9.5 85 100 9.8 87 100 9.3 Rata-rata 85 a 100 a 9.5 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %

Kesimpulan yang didapat dari pengembangan metode ini ini adalah hasil uji mutu benih yang sudah ditransportasikan dengan kondisi suhu, kelembaban antara 23.9% - 79.1%, suhu 27.20C - 51.10C, kemasan karung plastik dengan dilapisi plastik inner dengan berat 20 kg/kemasan, kadar air 9.4 – 9.6% dan guncangan truk Fuso dengan muatan 40 ton menempuh jalan darat dan melalui lautan dengan kapal penyeberangan pada kondisi awal viabilitas tinggi dengan jarak ± 996 km dalam waktu tempuh 5 hari kondisi mutu benih masih memenuhi syarat label benih. Transportasi dengan menempuh jalan darat kondisi awal viabilitas tinggi dengan jarak ± 665 km dalam waktu tempuh 3 hari kondisi mutu benih masih memenuhi syarat label benih.

Dari kegiatan pengembangan metode ini diperoleh rekomendasi bahwa pengiriman benih kedelai dengan jalan darat dan kondisi awal viabilitas tinggi dengan jarak ± 665 km dalam waktu tempuh 3 hari dan jalan darat melalui Selat Sunda menggunakan kapal penyeberangan dengan jarak ± 996 km dalam waktu tempuh 5 hari dilakukan dengan mengemas benih kedelai menggunakan karung yang didalamnya dilapisi plastik

inner dengan berat 20 kg/kemasan dan diangkut dengan menggunakan

truk Fuso.

c. Korelasi Uji Tetrazolium dengan Daya Berkecambah Benih Kedelai

Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah pada kondisi yang optimum untuk perkecambahan. Lamanya periode pengujian daya berkecambah (8 hari) seringkali menjadi kendala dalam proses sertifikasi, dimana beberapa konsumen pengujian mengharapkan dapat memperoleh hasil pengujian yang lebih cepat namun tetap akurat. Sehingga uji cepat viabilitias melalui uji tetrazolium (TZ) diharapkan mampu menjadi alternatif dalam mempercepat waktu pengujian di laboratorium.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui tingkat korelasi antar uji TZ dengan daya berkecambah pada benih kedelai, baik melalui uji banding antar analis Balai Besar PPMB-TPH serta uji banding di beberapa laboratorium BPSB di Indonesia.

Pengujian ini menggunakan tiga sampel benih dengan varietas dan persentase daya berkecambah (DB) yang berbeda yaitu Grobogan 96%, Argomulyo 79%, Anjasmoro 19%. Di Balai Besar PPMB-TPH pengujian

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 7 TZ dan DB dilakukan oleh tujuh analis, sedangkan uji antar laboratorium dilakukan oleh sepuluh laboratorium BPSB yang berbeda yaitu laboratorium BPSB-TPH Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Banten, Sulawesi Selatan, dan Jambi. Uji homogenitas dilaksanakan setelah proses pengemasan, untuk mengetahui apakah sampel uji cukup homogen. Setiap laboraorium peserta memperoleh 3 sampel uji, bahan pembuat larutan buffer, garam tetrazolium chlorida, gambar acuan pola pewarnaan viabel dan non viabel, serta petunjuk pelaksanaan pengujian dan pelaporan.

Hasil uji homogenitas juga menunjukkan bahwa ketiga varietas benih tersebut homogen sehingga benih dapat digunakan untuk sampel uji. Beberapa pola pewarnaan yang diperoleh dalam pengujian tetrazolium (TZ) terdapat pada Gambar V.1.5 sampai V.1.7.

Gambar V.1.5. Pola pewarnaan benih viable

Gambar V.1.6. Pola pewarnaan benih non viabel

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 8 Hasil uji tetrazolium (TZ) dan daya berkecambah (DB) pada ketiga sampel di Balai Besar PPMB-TPH memiliki kisaran selisih yang berbeda-beda. Pada varietas Grobogan dan argomulyo dengan tingkat viabilitas tinggi dan sedang, selisih antara kedua pengujian cukup rendah yaitu 0-5%. Sedangkan pada varietas Grobogan dengan daya berkecambah <30%, memiliki selisih yang cukup besar antara hasil uji TZ dan DB yaitu 1-47%. Hasil pengujian tiga sampel uji di Balai Besar PPMB-TPH menunjukkan tingkat korelasi yang cukup tinggi yaitu r: 0,9396.

Hasil pengujian TZ di laboratorium BPSB menunjukkan bahwa laboratorium mampu melaksanakan uji TZ, namun hasil uji TZ masih menunjukkan hasil yang beragam antara ketiga varietas. Pada varietas Grobogan dengan persentase daya berkecambah yang cukup tinggi (>90%) memiliki selisih antara hasul uji TZ dan DB yang cukup rendah yaitu 0-8%, sedangkan pada varietas Argomulyo dengan DB >70% memiliki selisih 3-17%. Varietas Anjasmoro dengan persentase DB terendah (<40%) memiliki selisih yang besar yaitu 18-59%.

Nilai korelasi yang tinggi antara uji DB dan uji TZ menunjukkan bahwa pengujian TZ mampu memberikan perkiraan/estimasi tingkat viabilitas benih yang hampir sama dengan uji daya berkecambah. Namun diperlukan kemampuan dan pengalaman yang cukup bagi analis untuk mampu melaksanakan uji tetrazolium yang tepat untuk hasil uji yang akurat.

Dari kegiatan pengembangan metode ini diperoleh rekomendasi bahwa apabila diperlukan uji cepat viabilitas dengan metode TZ dalam proses pengujian benih, maka benih dengan hasil uji TZ > 90% dapat diketahui potensi daya berkecambah lot benih tersebut tinggi, tetapi apabila hasil uji TZ <90%, maka diperlukan verifikasi melalui uji daya berkecambah untuk mengetahui viabilitas lot benih yang diuji.

d. Verifikasi Pengujian Daya Berkecambah Pada Beberapa Varietas Benih Kedelai pada Media Kertas dan Pasir

Pengujian mutu benih tanaman pangan mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian 635/HK.150/C/07/2015 tanggal 24 Juli 2015 tentang Pedoman Teknis Pengambilan Contoh Benih dan Pengujian/Analisis Mutu Benih Tanaman Pangan yang merupakan metode standar dalam pengujian mutu benih yang mengacu pada ISTA Rules, pengujian daya berkecambah kedelai dapat dilakukan pada media kertas dan pasir pada suhu 25°C atau 20 <=>30°C. Perbedaan hasil nilai daya berkecambah dapat terjadi dengan penggunaan media perkecambahan yang berbeda. Untuk itu, dilaksanakan verifikasi metode pengujian terhadap beberapa varietas kedelai pada media perkecambahan yang berbeda yaitu media kertas dan pasir di Balai Besar PPMB-TPH dengan tujuan untuk mendapatkan media yang sesuai untuk pengujian daya berkecambah beberapa varietas benih kedelai. Benih Kedelai yang digunakan adalah benih kedelai varietas Grobogan, Anjasmoro dan Argomulyo. Media perkecambahan berupa media kertas, pasir, dan media kertas versa pak dengen metode

Top papaer Covered with Sand (TPS). Pengujian daya berkecambah baik dengan media pasir maupun media kertas dilaksanakan dilaboratorium dengan suhu 25oC ± 2oC dan RH terkendali.

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 9 Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai daya berkecambah pada ketiga varietas tersebut, penggunaan pasir 1x pakai berbeda nyata dengan kertas CD pada varietas Grobogan yang merupakan kedelai dengan viabilitas tinggi (nilai db >90%) dan varietas Argomulyo yang merupakan varietas dengan viabilitas yang rendah (nilai DB < 50%) dimana nilai daya berkecambah dengan media pasir lebih tinggi dibandingkan dengan media kertas CD (Tabel V.I.4).

Tabel V.I.4. Nilai daya berkecambah kedelai varietas Grobogan, Anjasmoro dan Argomulyo dengan media pasir satu kali pakai dan media kertas

Varietas Nilai daya berkecambah pada media Nilai daya berkecambah pada media Nilai daya berkecambah pada media Pasir 1x pakai Kertas Pasir 2x pakai Kertas Pasir 3x pakai Kertas Grobogan 97a 95b 95a 97a 97 a 95 a Anjasmoro 42a 27b 27a 24a 20 a 19 a Argomulyo 89a 84a 76a 73a 74 a 72 a

Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan α 95%

Sementara berdasarkan tabel G5 Milles (1963), nilai daya berkecambah kedua metode pada varietas Grobogan dengan pasir satu kali pakai masih masuk toleransi dimana nilai selisih maksimal kedua metode adalah 4. Kedelai Anjasmoro merupakan kedelai dengan nilai daya berkecambah yang rendah, yaitu dibawah 50%. Pengunaan media pasir untuk pengujian daya berkecambah pada varietas tersebut memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan media kertas CD. Penggunaan ulang pasir untuk media dalam pengujian daya berkecambah pada ketiga varietas tersebut memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan kertas CD (Tabel V.I.4).

Keunggulan media pasir dibanding kertas CD pada pengujian daya berkecambah dua varietas tersebut dimana dengan media pasir lebih mudah untuk mengidentifikasi benih abnormal karena tidak ada infeksi sekunder (Gambar V.I.8) terutama pada benih – benih dengan viabilitas yang rendah dimana infeksi sekunder rentan terjadi pada benih sehat

Gambar V.I.8. Benih-benih abnormal pada media pasir

Salah satu yang menjadi kelemahan penggunaan media kertas CD adalah untuk benih – benih yang banyak terinfeksi penyakit (cendawan),

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 10 resiko terjadinya infeksi sekunder pada benih-benih sehat sangat besar. Media ini juga sangat mudah ditembus akar dan robek pada saat dilakukan pengamatan pertama (Gambar V.I.9).

Gambar V.1.9. Penggunaan media kertas CD yang mudah robek Penggunaan ulang pasir sebagai media uji daya berkecambah terlihat memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan media kertas CD pada kedelai varietas Grobogan yang memiliki viabilitas di atas 90%, dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada varietas Anjasmoro serta Argomulyo (Tabel V.I.5).

Tabel V.I.5. Nilai daya berkecambah kedelai varietas Grobogan, Anjasmoro dan Argomulyo pada tiga taraf pemakaian pasir

Media (pakai) Varietas

Grobogan Anjasmoro Argomulyo

Pasir (1x) 97 a 42a 89a

Pasir (2x) 95 a 27ab 76b

Pasir (3x) 97 a 20b 74b

Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan α 95%

Viabilitas awal yang tinggi pada kedelai varietas Grobogan diduga tidak terlalu terpengaruh oleh penggunaan pasir bekas. Hasil yang berbeda nyata pada varietas Anjasmoro dan Argomulyo diduga disebabkan vigor awal benih yang lebih rendah dibandingkan pada varietas Grobogan, sehingga nilai daya perkecambahan yang dihasilkan disebabkan karenan penurunan vigor akibat selang waktu pengujian antara pasir satu kali, dua kali, dan tiga kali pakai.

Penggunaan kertas versa pak sebagai media perkecambahan dengan metode TPS memberikan hasil seperti disajikan pada Tabel V.I.6.

Tabel V.I.6. Nilai daya berkecambah benih kedelai dengan media kertas versa pak metode TPS

Media Nilai Daya Berkecambah

TPS 100

Kertas CD 96

Berdasarkan tabel G5 Milles (1963), nilai daya berkecambah metode TPS tidak berbeda dibandingkan metode pasir, dimana hasil keduanya masih dalam batas toleransi maksimum (toleransi maksimun adalah 4). Media kertas CD memberikan hasil nilai daya berkecambah yang sama baik dibandingkan media pasir pada varietas-varietas kedelai dengan nilai daya berkecambah awal yang tinggi. Penggunaan ulang media

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 11 pasir sampai tiga kali pakai masih dapat digunakan untuk pengujian daya berkecambah. Pada kedelai dengan nilai daya berkecambah awal rendah, penurunan nilai daya berkecambah pada media 2 dan 3 kali pakai disebabkan oleh penurunan viabilitas karena deteriorasi akibat adanya selang waktu pengujian.

Dari kegiatan pengembangan metode ini diperoleh rekomendasi bahwa media kertas CD dan media pasir sama-sama dapat digunakan untuk pengujian daya berkecambah pada kedelai dengan daya berkecambah tinggi, untuk benih kedelai dengan nilai daya berkecambah rendah, pengujian daya berkecambah dilakukan dengan media pasir. Untuk alasan ekonomis, media pasir dapat digunakan sampai tiga kali pakai dalam pengujian daya berkecambah benih kedelai dengan catatan media diayak ulang dan disterilisasi menggunakan air panas sebelum digunakan.

e. Penentuan Batas Maksimum Nematoda Parasit Aphelenchoides

besseyi pada Benih Padi untuk Standar Mutu Kesehatan

Aphelenchoides besseyi adalah nematoda parasit tanaman padi yang

bersifat terbawa benih padi. Hasil pengkajian nematoda terbawa benih padi di laboratorium dan lapangan Balai Besar PPMB-TPH tahun 2014, menunjukkan sampel benih padi yang yang mengandung 51-100 spesimen A. besseyi per 400 butir benih, 101-150 spesimen A. besseyi per 400 butir benih dan ≥ 151 spesimen A. besseyi per 400 butir benih dapat mengekspresikan gejala penyakit white tip atau pucuk putih, namun belum diketahui dampaknya terhadap hasil padi. Fukano, 1962; Todd dan Atkins, 1958 dalam Hoshino dan Togashi, 2000 menyatakan tanaman padi yang terinfeksi menyebabkan kekerdilan, daun padi berwarna lebih hijau gelap dan biasanya melintir di tunas/pucuk dan bagian daun terminalnya klorosis. Selain itu panjang malai padi berkurang dan menghasilkan lebih sedikit biji daripada tanaman padi yang tidak terinfeksi. Selain itu biji padi menjadi lebih tipis, persentase biji hampa meningkat dan terdapat bintik hitam pada gabah. Infeksi

Aphelenchoides besseyi menyebabkan kehilangan hasil dan kualitas

gabah menjadi menurun (Hoshino dan Togashi, 2000).

Hasil pengkajian nematoda terbawa benih padi tahun 2015 tentang penentuan batas maksimum nematoda parasit A. besseyi pada benih padi dengan populasi awal A. besseyi 414 spesimen per 400 butir padi untuk mengetahui dampak infeksi A. besseyi terhadap hasil padi belum memberikan dampak terhadap hasil padi, karena hasil padi level 0 (kontrol) tidak berbeda dengan level 7 (100% = infeksi A. besseyi dalam sampel) sehingga pengkajian nematoda terbawa benih padi dan kajian tersebut diulang tahun 2016 dengan populasi awal A. besseyi 692 spesimen per 400 butir padi.

Kehilangan hasil akibat infeksi A. besseyi berkisar antara 10% sampai 30% tergantung pada kerentanan varietas tanaman dan kepadatan populasi nematoda. Penelitian dan informasi untuk mengetahui penurunan hasil panen oleh infeksi nematoda tersebut juga terbatas, termasuk korelasi antara jumlah nematoda dalam benih dengan performa tanaman (Giudici, et al., 2003). Fukano, (1962) ; Bridge, et al.,

BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 12 (1990) dalam Tenente et al., (2006) melaporkan bahwa 30 nematoda per 100 benih cukup untuk menurunkan hasil tanaman padi, meskipun kehilangan dalam produksi padi berkisar antara 4,7% - 54%, tergantung pada banyak faktor termasuk varietas tanaman. Menurut Giudici et al., (2003), perkiraan kepadatan populasi sekitar 30 nematoda per 100 biji dapat diterima sebagai batas toleransi yang berkolerasi dengan kerugian 5% untuk varietas yang rentan.

Tujuan pengkajian ini adalah 1) untuk mengetahui dampak penyakit

Dokumen terkait