• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTENSIS

2. Pengertian Aqidah Akhlak

Pengertian Aqidah Akhlak terdiri dari dua kata yaitu Aqidah dan Akhlak yang memiliki arti secara terpisah.

a. Pengertian Aqidah

Definisi Aqidah di lihat dari istilah etimologi (bahasa) berasal dari kata „aqid yang berarti pengikatan. Banyak sekali bahasa arab yang

berkaitan dengan kata aqidah, seperti “I‟tiqad” yang berarti “Kepercayaan hati” atau “Mu‟aqid” yang berarti “yang beri „tiqad” (yang mempercayai).

Dengan demikan dapat diartikan, bahwa aqidah menurut bahasa adalah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu atau sesuatu yang dipercayai hati.

Secara termologi (istilah), aqidah adalah suatu kesatuan kenyakinan yang utuh dan murni dalam hati dan perbuatan yang tersusun mulai yakin akan ke-Esa-an Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, hari pembalasan dan Takdir baik dan buruk semuanya dari Allah.

Dengan demikian aqidah juga bisa dikatakan sebagai keimanan/ kenyakinan/ kepercayaan yang sesungguhnya, yang tertanam kedalam hati dengan penuh kenyakinan, tak ada perasaan syakwangkasa dan ragu-ragu, serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Jadi iman bukan hanya sekedar ucapan dan pengetahuan tentang rukun Iman. Akan tetapi iman harus diaktualitaskan dalam setiap sendi kehidupan.

Sebagaimana telah kita fahami mengenai definisi aqidah secara bahasa dan istilah, maka ruang lingkup aqidah merupakan susunan dari enam perkara yang merupakan pokok / sendi dalam kehidupan manusia dengan istilah Rukun Iman, yaitu:

1) Iman kepada Allah 2) Iman kepada Malikat 3) Iman kepada Kitab Allah 4) Iman kepada Rasul Allah

5

5) Iman kepada Hari kebangkitan / Hari qiamat 6) Iman kepada Takdir Allah (baik dan buruk).6

Dalam pengertian buku Prof. Dr. Muhaimin, dkk, aqidah adalah bentuk masdar dari kata “‟aqada, ya‟qidu „aqdan-„aqidatan” yang berarti

simpulan,ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh. Sedangkan secara teknis akidah berarti iman, kepercayaan, dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau simpul di dalam hati.

Ibnu Taimiyah dalam bukunya “Aqidah al-Wasithiyah

menerangkan makna aqidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengan jiwanya menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap dan tidak dipengaruhi oleh keraguan dan juga tidak dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedang Syekh Hasan al-Banna dalam bukunya al-„aqa‟id menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keraguan.

Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa ciri-ciri aqidah dalam Islam adalah berikut:

1) Aqidah berdasarkan pada kenyakinan hati, tidak menuntut yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah; 2) Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan aqidah

menimbulkan ketentraman dan ketenangan;

3) Aqidah Islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaan akidah harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan;

4) Aqidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan

dengan kalimah “thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang

saleh;

6

Sumardi, Sutrisna, Pedoman Pendidikan Aqidah Remaja, (Jakarta: PT. Pustaka

5) Keyakinan dalam aqidah Islam merupakan masalah yang supraempiris maka dalil yang dipergunakan dalampencarian kebenaran tidak hanya didasarkan atas indra dan kemampuan manusia, melainkan membutuhkan wahyu yang dibawa oleh para Rasul Allah SWT.7

b. Pengertian Akhlak

Akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangi, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.

Dalam konsepnya akhlak adalah suatu sikap mental (balun lin-nafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan.8

Sedangkan pengertian akhlak secara etimologis berasal dari kata khuluq dan jamaknya akhlak yang berarti budi pekerti, etika, moral. Secara etimologis, akhlak berarti character, disposition, dan moral constitution.9

Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah gambaran tentang kondisi yang menetap di dalam jiwa. Semua perilaku yang bersumber dari akhlak tidak memerlukan proses berpikir dan merenung. Perilaku baik dan terpuji yang berasal dari sumber di jiwa disebut al-akhlaq al-fadhilah (akhlak baik) dan perilaku buruk di sebut al-akhlaq al-radzilah (akhlak buruk).10

Masih menurut Al-Ghazali definisi akhlak adalah suatu sikap

(bay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai

perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik.

7

Muhaimin, et al, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Predana Media, 2007), Cet. ke- 2, h. 259-260.

8

Moh. Ardani, Akhlak- Tasawuf :Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat & Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), h. 25-27.

9

Muhaimin, op .cit, h. 262. 10

Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004),

Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.11

Akhlak menurut Al-Ghazali mempunyai tiga dimensi:

a) Dimensi diri yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadat dan shalat.

b) Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulan dengan sesamanya.

c) Dimensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya. Dengan demikian, akhlak itu mempunyai empat syarat: 1) Perbuatan baik dan buruk.

2) Kesanggupan melakukannya. 3) Mengetahuinya.

4) Sikap mental yang memuat jiwa cenderung kepada salah satu dua sifat, sehingga mudah melakukan yang baik atau yang buruk.

Sedangkan menurut Al-farabi, ia menjelaskan bahwa akhlak bertujuan untuk memperoleh kebahagian yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahkan oleh setiap orang.12

Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

1) Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut: al-jaaHilu.

2) Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut: al-jaaHiludadlu.

3) Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut: al-jaaHiludadllulfaasiqu.

4) Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran pelakunya, kecuali hanya khawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih

11

Moh. Ardani, op. cit, h.. 28-29. 12

hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut: al-jaaHiludadllulfaasiqusyariiru.

Menurut Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama. Kedua, ketiga masih dididik dengan baik, kedua dan ketiga masih bisa dididik menjadi baik, sedangkan tingkatan keempat, sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali.13

Al-Ghazali menentukan satu langkah bagi orang dalam mendidik anak-anak mereka sebagai berikut:

1) Menjauhakan anak dari teman sebaya yang mungkin mengaajarakan akhlak yang buruk.

2) Tidak membiasakan anak untuk manja dan sejahterah sehingga ia menghabiskan usianya untuk mencari keduanya dan tidak bisa bersabar menghadapi penderitaanyang dapat menimbulkan bahaya dan kehancuran bagi dirinya pada saat dewasa.

3) Mengajarkan anak tata karma dalam menikmati makanan sehingga tidak rakus; mengajarkan anak mengambil makanan dengan tangan kanan, serta lain-lain.

4) Anak diajarkan membaca Al-Qur’an, cerita-cerita tentang orang-orang yang baik untuk menanamkan cinta kepada kaum yang saleh di Kuttab (tempat belajar mengaji yang biasanya berada di salah satu pokok masjid).

5) Menghargai dan memberi ganjaran atas akhlak atau perilaku baik yang ditampilkan anak, tetapi jika ia melanggar akhlak baik hanya pada saat-saat tertentu maka selayaknya hal itu diabaikan dan harga dirinya tidak dijatuhkan.

6) Anak dilarang bersikap sombong dihadapan kawan-kawannya, dan dibiasakan untuk bersikap rendah hati serta menghargai setiap oarng yang bergaul dengannya

13

7) Anak dibiasakan untuk menghargai oarng yang lebih besar, berdiri bagi oarng yang lebih atas, meluaskan tempat baginya, dan diajarkan untuk taat kepada orang tua, guru, pendidik, dan oarng yang lebih besar darinya.

8) Anak harus diajarkan untuk tidak mencuri, memakan yang haram, berkhianat, berbohong, dan menipu.14

c. Akhlak Mulia Rasulullah Sebagai Uswatun Hasanah

Dalam hal akhlak karimah, selayaknya kita meneladani akhlak Beliau, Bahwa Rasulullah S.a.w senantiasa banyak merendah dan

berdoa’a sepenuh hati.Beliau selalu memohon kepada Allah S.w.t agar

menghiasi dirinya dengan adab-adab yang baik dan akhlak

mulia.Didalam do’anya Rasulullah S.a.w mengatakan, “Ya, Allah,

baguskanlah bentukku dan akhlakku.”

Anas r.a berkata “ Beliau tidak membiarkan menipu atau ia

mengatakan: mencela dan tidak pula membairkan sesuatu melainkan mengingatkan kami dan melarang kami melakukannya. Firmannya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang berbunyi :



































Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil

pelajaran.”15

d. Macam-Macam Akhlak 1) Akhlak Al-Karimah

Akhlak Al-Karimah atau akhlak mulia terbagi kepada tiga bagian:

14

Netty Hartati, dkk, op. cit, h. 69-75. 15

a) Akhlak Terhadap Allah

b) Akhlak Yang Baik Terhadap Diri Sendiri c) Akhlak Yang Baik Terhadap Sesama Manusia

2) Akhlak Al-Mazmudah

Akhlak Al-Mazmudah merupakan akhlak yang tercela. Macam-macam akhlak tercela, diantaranya :

a) Berbohong

b) Takabur (sombong) c) Dengki

d) Bakhil.16

e) Sendi-Sendi Akhlak

Akhlak dalam wujud pengalamanya dibedakan menjadi dua: 1) Akhlak Mulia

Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cakup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Disebut Al-Ghazali, sebagai berikut:

a) Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan). b) Kekuatan marah wujudnya adalah syaja‟ah (berani).

c) Kekauatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (perwira). d) Kekuatan keseimbangan di antara kekuatan yang tiga di atas

wujudnya ialah adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikendaki oleh hikmah.

Dari empat sendi akhlak yang terpuji, akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka memberi kepada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, pemalu, memelihara rahasia, qanaah (menerima hasil usaha dengan senang hati), menjaga diri dari hal-hal yang haram dan , sebagainya.

16

2) Akhlak Tercela

Sendi-sendi akhlak tercela, yaitu:

1. Khubtsan wa Jarbazah (keji dan pintar busuk), dan balhan (bodoh). 2. Tahawwur (berani tapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran

(lemah, tidak bertenaga).

3. Syarhan (rakus) dan jumud (beku) 4. Zalim.17

f) Penerapan Akhlak

1) Akhlak kepada Allah, Sikap Taat Kepadanya. 2) Akhlak Kepada Rasullah, Siap Mencontohnya 3) Akhlak Kepada Kedua Orang Tua.

4) Santun dalam Pergaulan. 5) Giat Belajar dan Tahan Uji.

6) Giat Menuntut Ilmu dan Kuat Menahan Nafsu. 7) Sikap Toleransi.18

g) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak 1) Aliran Nativisme

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, dan lain-lain.

2) Aliran Empirisme

Selanjutnya menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.

17

Moh. Ardani, op. cit, h. 61-64. 18

3) Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.19

h)Manfaaat Mempelajari Ilmu Akhlak

Sebagai salah satu ciri khas ilmu adalah pragmatis keberadaan suatu ilmu harus mempunyai fungsi dan faedah bagi manusia. Kegunaan ilmu semata-mata untuk dapat mengetahui rahasia-rahasia di samping juga dapat diperhitungkan baik dan buruknya suatu langkah yang dijalani

Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada Tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain: 1) Mendapat teman yang baik di dalam masyarakat.

2) Akan disenangi orang dalam pergaulan.

3) Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.

4) Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang baik.

5) Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran.

Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sessuai dengan tempatnya. Dengan maksud dapat menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh:

19

Abuddin Nata , Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. ke-11, h. 166-167.

a) Irsyad :Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan amal yang buruk.

b) Taufiq : Perbuatan kita dengan tuntunan Rasulullah Saw.dan dengan akal yang sehat.

c) Hidayah : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.20

Dr. Hamzah Ya’cub menyatakan bahwa hasil atau hikmah dan

faedah dari akhlak, adalah sebagai berikut: 1) Meningkatan derajat manusia

Orang yang berilmu secara praktis memiliki keutamaan dengan derajat yang lebih tinggi. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Az -Zumar ayat 9, yang berbunyi:















































Artinya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malamm dengan sujud dan berdiri, karenatakut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,”Apakah sama orang-orang yang

tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat

yang dapat menerima pelajaran.”21

2) Menuntut kepada kebaikan

Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahuakan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.

3) Manifestasi kesempurnaan Iman

20

A. Mostofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), Cet. ke-3, h. 26-27.

21

Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan perkataan lain bahwa keindahan akhlak adalah manifestasi daripada kesempurnaan iman.

4) Keutamaan di hari kiamat

Disebutkan dalam berbagai hadits bahwa Rasulullah Saw. Menerangkan orang-orang yang berakhlak luhur, akan menempati kedudukan yang terhormati di hari kiamat.

5) Kebutuhan pokok dalam keluarga

Sebagaiman halnya makanan, minuman, pakaian dan perumahan merupakan kebutuhan material yang primer dalam suatu keluarga, maka akhlak adalah kebutuhan primer dari segi moral. Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahterah. 6) Membina kerukunan antar tetangga

Dimulai dari lingkungan keluarga kita, meningkat kepada lingkungan yang lebih luas,bahkan hubungan antar tetangga, mutlak diperlukan akhlak yang baik.

7) Untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan Negara

Suatu bangsa atau Negara akan jaya, apabila warga negaranya terdiri dari porang-orang/masyarakat yang berakhlak mulia. Sebaiknya Negara akan hancur apabila warganya terdiri dari orang-orang yang bejat akhlaknya.

8) Dunia betul-betul membutuhkan akhlakul karimah

Dari dulu sampai sekarang, dunia selalu penuh orang-orang baik dan orang-orangjahat.Masalah ini hakikatnya tidak lepas dari karakter atau akhlak para pemimpin, di mana dia bertindak sebagai penggerak dan pelakunya.22 Tepat sekali apa yang dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an

surat Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi:

22



































Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di alut, disebabkan karenaperbuatantangan manusia; Allah menghendaki agra mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali baik (kejalan yang benar).”23

i. Mata pelajaran Aqidah Akhlak

Mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk:

a. Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam.24

j. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Ruang lingkup Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah meliputi:

1) Aspek aqidah terdiri atas dasar dan tujuan aqiah Islam, sifat-sifat Allah, al-asma‟al husna, iman kepada Allah, Kitab-Kitab Allah, Rasul-Rasul Allah, Hari Akhir serta Qada Qadar.

2) Aspek akhlak terpuji yang terdiri atas ber-tauhiid, ikhlaas, ta‟at, khauf, taubat, tawakal, dan ta‟aawun, berilmu, kreatif, produktif, dan pergaulan remaja.

23

Departemen Agama RI (Jakarta: Al-Huda, 2005). 24

3) Aspek akhlak tercela meliputi kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam, ghibah, fitnah, dan namiimah.25

Dokumen terkait