• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP CYBER NOTARY DALAM

A. Pengertian Dan Lingkup Kewenangan Notaris

Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlidungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dibuat dihadapan pejabat tertentu. Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.31 Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak hukum dikenal masyarakat itu sendiri, oleh karena hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah adagium yang sangat terkenal dalam ilmu hukum, yaitu “ubi so cietes ibi ius” yang artinya dimana ada masyarakat di sana ada hukum.32

Notaris adalah profesi yang sangat penting dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat peranan dalam lalu lintas hukum kehidupan bermasyarakat melalui akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapannya, mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Tugas Notaris adalah mengkonstantir

31 Djuhad Mahja, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Durat

Bahagia, Jakarta, 2005, hal. 59.

32 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,

hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.33 Langkah-langkah itu (antara lain mendengar pihak- pihak mengutarakan kehendaknya, kemudian membacakan isi akta kepada para penghadap, menandatangani akta, dan lain-lain) memang khusus diadakan pembuat undang-undang untuk menjamin bahwa apa yang tertulis dalam akta itu memang mengandung apa yang dikehendaki para pihak.34

Menurut Gandasubrata, notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah termasuk unsur penegak hukum yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.35 Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah openbare

ambtenaren yang terdapat dalam Artikel 1 Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.

1860: 3), yang diterjemahkan oleh G.H.S Lumban Tobing menjadi pejabat umum, yang berbunyi “Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai segala perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.”36Dalam kamus hukum, salah satu

33Tan Thong Kie,Studi Notariat, Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi praktek notaris,

Buku I,Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, cet. ke-2, 2000, hal. 159.

34Tan Thong Kie,Studi Notariat, Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi praktek notaris,

Buku II, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, cet. ke-2, 2000, hal. 261.

35 H.R. Purwoto S. Gandasubrata, Renungan Hukum, Ikatan Hakim Indonesia Cabang

Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998, hal 484.

arti dari ambtenaren adalah Pejabat,37 kemudian dalam kamus istilah hukum

Fockema Andreae Belanda-Indonesia, istilah openbare diterjemahkan sebagai

umum.38 Dengan demikian openbare ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai

tugas yang bertalian dengan kepentingan umum. Openbare ambtenaren dapat juga

diartikan sebagai Pejabat Publik.39 Berkaitan dengan openbare ambtenaren yang

diterjemahkan sebagai pejabat umum, diartikan sebagai pejabat yang diberikan kewenangan untuk membuat alat bukti otentik yang melayani kepentingan masyarakat umum.

Oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, istilah Openbare ambtenaren yang

terdapat dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (BW) diterjemahkan

menjadi pegawai-pegawai umum. Dengan terjemahannya bunyi Pasal 1868 BW menyatakan bahwa “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”40 Menurut R. Subekti, yang dimaksud pegawai-pegawai umum adalah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil.41 Diterjemahkan sebagai pegawai-pegawai umum tersebut disebabkan perkembangan perundang-undangan yang memberikan 37Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,

Refika Aditama, Bandung, cet. ke-1, 2009, hal. 27.

38N.E. Algra, H.R.W. Gokkel,Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda-Indonesia,

diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata, A. Teloeki, H. Boerhanoeddin St. Batoeah, Binacipta, Bandung, 1983, hal. 363.

39Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 009-014/PUU-III/2005,

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diunduh pada tanggal 8 Juni 2014, hal. 119.

40R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,

Jakarta, cet. ke-40, 2009, hal. 475.

kewenangan pembuatan akta otentik tidak hanya diberikan kepada notaris saja. Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum juga akan tetapi hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum ketika membuat akta-akta yang ditentukan oleh aturan hukum dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya seperti semula sebagai pegawai negeri sipil. Misalnya akta-akta yang dibuat oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor Catatan Sipil yang membuat dan menandatanganinya tetap berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Namun demikian juga bukan berarti notaris diberikan kualifikasi pegawai negeri sipil notaris sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian, karena notaris tidak menerima gaji dari pemerintah, melainkan menerima honorarium dari klien atas jasa yang diberikan.

Dengan demikian Notaris bukanlah bagian dari Korps Pegawai Negeri Sipil yang tersusun dalam suatu struktur birokrasi dengan pola hubungan yang hirarkis, Notaris di angkat dan diberhentikan oleh pemerintah sesuai Pasal 2 UUJN yang mengatur pengangkatan dan pemberhentiannya melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengangkatan Notaris dilakukan dengan syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Perubahan UUJN, yakni:

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater;

e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan

h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Kemudian sesuai Pasal 8 UUJN notaris diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh pemerintah Apabila telah mencapai umur 65 tahun dan dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kondisi kesehatannya.

Kalimat “dibuat oleh atau di hadapan” dalam Pasal 1868 BW, mengandung makna adanya 2 macam akta, yaitu :

1. Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau

akta pejabat (ambtelijke akten), yaitu akta yang dibuat oleh notaris memuat

dilihat atau disaksikan oleh notaris, sebagai contoh relaas akta misalnya berita acara rapat para pemegang saham perseroan terbatas, berita acara undian berhadiah dan sebagainya;

2. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta

partij(partij akten), yaitu akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan apa yang

diterangkan para pihak kepada notaris dalam melaksanakan jabatannya dimana para pihak ingin agar keterangan atau perbuatan tersebut dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik, sebagai contoh partij akta misalnya perjanjian hibah, jual beli, tukar menukar dan sebagainya.

Selanjutnya menurut Irfan Fachruddin, Pasal 1868 BW secara implisit memuat perintah kepada pembuat undang-undang supaya mengatakan suatu undang- undang yang mengatur perihal tentang Pejabat Umum, dimana harus ditentukan kepada siapa masyarakat dapat meminta bantuannya jika perbuatan hukumnya ingin dituangkan dalam suatu akta otentik.42Oleh pembuat undang-undang defenisi notaris terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Perubahan UUJN, dan akta notaris terdapat dalam Pasal 1 angka (7) Perubahan UUJN, serta kewenangan notaris diatur dalam Pasal 15 Perubahan UUJN. Pasal 1 angka (1) Perubahan UUJN menyebutkan, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.” Dalam ketentuan tersebut ada hal penting yang

42Irfan Fachruddin,Kedudukan Notaris dan Akta-aktanya Dalam Sengketa Tata Usaha

tersirat, yaitu ketentuan dalam permulaan pasal tersebut, bahwa notaris adalah pejabat umum (Openbare Ambtenaren), di mana kewenangannya atau kewajibannya yang

utama ialah membuat akta otentik berdasarkan perundang-undangan. Kemudian Pasal 1 angka (7) Perubahan UUJN menyebutkan, “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.” Menurut hukum, akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, adalah akta otentik, barang siapa yang membantah kebenaran suatu akta otentik, yang membantah harus dapat membuktikan sebaliknya.43

Wewenang Notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) perubahan UUJN. Ketentuan pasal 15 ayat (1) Perubahan UUJN menyebutkan “Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Dalam ketentuan tersebut ada hal penting yang tersirat, yaitu kewenangan notaris yang bersifat luas namun terbatas sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Dengan demikian tidak semua pembuatan akta otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh pejabat lain, bukan merupakan wewenang Notaris, seperti akta kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat selain Notaris. Akta yang dibuat Notaris tersebut hanya akan menjadi akta otentik, apabila Notaris mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu:44

a. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang;

b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai kepentingan siapa akta itu dibuat. Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan Notaris baik karna perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini ialah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan;

c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. Bagi setiap Notaris ditentukan wilayah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang ditentukan tersebut Notaris berwenang untuk membuat akta otentik. Dalam

Pasal 18 UUJN menyatakan bahwa Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten/kota. Wilayah jabatan Notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Akta yang dibuat diluar daerah jabatannya adalah tidak sah;

d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; keadaan dimana Notaris tidak berwenang (onbevoegd) untuk membuat akta

otentik, yaitu:

1. Sebelum Notaris mengangkat sumpah/janji jabatan Notaris, ketentuan ini diatur dalam Pasal 7 Perubahan UUJN. Notaris tidak berwenang membuat akta otentik sebelum mengangkat sumpah/janji jabatan Notaris;

2. Selama Notaris diberhentikan sementara. Selama notaris diberhentikan sementara pemberhentian sementara maka notaris yang bersangkutan tidak berwenang membuat akta otentik sampai masa skorsingnya berakhir;

3. Selama Notaris cuti. Notaris yang sedang cuti tidak berwenang membuat akta otentik.