• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Kriminologi dan Teori-teori Kriminologi 1). Pengertian Kriminologi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Pengertian Kriminologi dan Teori-teori Kriminologi 1). Pengertian Kriminologi

Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa (etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana.

Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan,

Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan26

26

Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, hal. 4.

.

Selanjutnya mengenai pengertian kriminologi dapat juga diketahui dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana , antara lain:

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

1. Menurut Hurwitj, kriminologi adalah, : “ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi), memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan27

2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, “kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka, dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit masyarakat dan oleh para anggota masyarakat

.

28

3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat

.

29

4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu

.

30

27

Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press, Medan, 1994, hal. 5.

28

JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7. 29

Ibid.

30

Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 3. :

a. perbuatan individu (Tat Und Tater) b. perbuatan / kejahatan

5. Menurut Moeljatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Apabila diperhatikan rumusan pendapat-pendapat sarjana tersebut di atas, maka terdapat adanya satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.

2). Teori-teori Kriminologi

Sudah menjadi satu istilah yang umum bahwa manusia itu adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) yang berarti di samping manusia itu sebagai makhluk individu/pribadi, juga manusia itu harus hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya. Sehingga di dalam manusia itu berbuatpun, tidak hanya didasarkan atas kemauannya sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh masyarkat lainnya atau lingkungannya.

Demikian halnya timbulnya tindakan-tindakan criminal/kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat selain berasal dari diri manusia itu secara pribadi/individu juga dipengaruhi oleh masyarakat di lingkungannya.

Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa teori tentang kriminologi, yaitu : 1. Teori Individualistis.

Menurut teori ini kejahatan itu timbul dari dalam diri manusia itu sendiri akibat dari sifat-sifat si pelaku yang ditentukan oleh bakatnya ataupun pembawaannya. Unsur bakat di sini oleh para sarjana kriminologi sering diartikan sebagai unsur keturuanan dan faktor-faktor pembawaan seseorang, sehingga diantara para sarjana tersebut muncul suatu pertentangan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam timbulnya kejahatan yang dipengaruhi oleh “Type Geno” atau “Type Pheno”.

Dalam hal ini sebagian sarjana mengatakan bahwa kejahatan itu dipandang sebagai unsur dari keturunan (type geno) dan penganut yang lain tidak sejauh itu dan

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

mereka hanya membicarakan kejahatan itu sebagai faktor-faktor pembawaan seseorang (type phaeno).

JE Sahetapy mengatakan, type geno adalah “modal keturunan” yang dimiliki oleh individu yang diwariskan oleh orang tua individu itu kepadanya yang ada gilirannya nanti akan diwariskan oleh individu tersebut secara turun temurun dan untuk selanjutnya tergantung dari keadaan, unsur-unsur yang manakah yang akan menjadi nyata dalam hidup individu itu di kemudian harinya dan sebaliknya unsur-unsur manakah yang tidak akan nyata atau tidak akan berkembang dalam diri individu itu untuk seterusnya. Type Pheno adalah individu yang diwujudkan di bawah pengaruh

type geno dan lingkungan, dimana type phaeno) ini selama hidup individu itu

berlangsung akan dimungkinkan adanya perubahan-perubahan.31

Ciri –ciri jasmani ini (stigma atau anomaly) bukanlah sebab musabab dari kriminalitas, namun ciri-ciri tersebut memang memberi indikasi adanya

pradisposisi-Pelopor dari teori individualistis ini adalah Lambroso seorang ahli penyakit jiwa dan guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Italia dan alirannya disebut Mazhab Italia yang merupakan cikal bakal dari Mazhab Antropologi.

a. Ajaran Lambroso.

Lambroso mengatakan ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisik seseorang yang mana keadaan itu sangat berbeda dengan manusia-manusia lainnya. Bentuk-bentuk perbedaan itu menurut dia adalah berupa tanda-tanda, seperti : tengkorak yang simetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, roman mukanya yang lebih lebar, mukanya menceng, tulang dahinya melengkung ke belakang, rambutnya tebal dan kalau sudah tua lekas botak di bagian tengah kepalanya.

31

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

disposisi untuk kriminalitas ini. Pradisposisi ini, seperti ciri-ciri jasmani merupakan akbiat dari gejala atavistis atau degenerasi, dan hanyalah dalam keadaan lingkungan yang sangat memuaskan, individu yang menunjukkan sejumlah ciri tersebut tidak akan melakukan kriminalitas.

Hipotesa yang dibuat oleh Lambroso ini dalam dunia ilmu pengetahuan hukum jika dipandang akan menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positifnya, adalah :

a. akibat perkembangan ajaran ini maka dapat memberikan sokongan pendapat mengenai psychiatric criminal di Prancis dan memberi bantuan untuk mempertahankan pengertian-pengertian tentang sebab-sebab patologi dari kejahatan.

b. karena kerjanya maka pribadi si penjahat oleh hakim makin lama makin dijadikan pusat perhatian.

Sedangkan dampak negatifnya adalah hal ini akan menghalang-halangi majunya perkembangan kriminologi karena ada anggapan/sugesti bahwa penjahat dipandang dari sudut biologi adalah makhluk abnormal.

2. Aliran yang menggunakan test mental (the mental testern)

Aliran ini adalah merupakan kelanjutan dari aliran Lambroso yang asli yang ketika itu mendapat tantangan keras dari ahli-ahli masyarakat pada jamannya. Pelopor dari teori ini adalah Goddaard, yang menyatakan : “lemah pikiran merupakan suatu faktor bakat yang membawa kepada kejahatan, sebab orang-orang yang lemah pikiran

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

tidak mampu memahami akibat-akibat dari perbuatan-perbuatannya, dan tidak sanggup memahami maksud dan makna dari undang-undang.32

Pelopor aliran ini adalah Sutherland yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan pengungkapan yang tidak dapat dihindarkan dari struktur kepribadian tertentu, yang ditentukan oleh bakat. Keadaan lingkungan boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan itu

Dalam hal ini Goddaard melakukan percobaan-percobaan dengan dengan test mental, yang akhirnya menemukan suatu kesimpulan bahwa tingkah laku jahat itu adalah bakat yang dibawa sejak lahir.

c. Aliran Psychiatric 33 32 Ibid, hal. 108. 33 Ibid, hal. 109

. Aliran ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Sigmund Freud tentang susunan kepribadian dari seseorang itu yang terdiri dari : “id”, “ego” dan “super ego”.

Calvin S. Hall dalam bukunya Suatu Pengantar Ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud mengatakan bahwa ; “seluruh kepribadian, seperti yang dirumuskan oleh Freud sendiri terdiri dari tiga sistem yang penting yang dinamakan dengan “id”, “ego” dan “super ego”. Ketiga sistem ini merupakan satu susunan yang bersatu dan harmonis sehingga memungkinkan individu itu bergerak secara efisien dan memuaskan lingkungannya. Tujuan dari gerak-gerik ini adalah untuk memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Selanjutnya Sigmud Freud mengatakan bahwa ketiga susunan kepribadian ini id, ego dan super ego masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya yaitu dalam hal 34

Menurut teori ini sebenarnya tingkah laku manusia itu ditentukan oleh lingkungan individu (environment) dari si pelaku. Teori sosiologis ini muncul adalah sebagai reaksi terhadap pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana yang menganut teori individualistis yang hanya memandang kejahatan itu dari dalam diri si

:

1.“id” berfungsi untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan baik itu dari dalam maupun dari luar.

2. “ego” adalah pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah id dan super ego dan memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian dan keperluannya yang luas.

3. “super ego” adalah cabang moril atau cabang keadilan dari kepribadian. Super ego itu bertujuan kearah kesempurnaan dari kenyataan atau kesenangan. Jadi super ego itu adalah kode moril dari seseorang yang berkembang dari ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami oleh seorang anak dari ukuran-ukuran orangtuanya mengenai apa yang baik dan apa yang buruk dan bathil.

2. Teori Sosiologis

Teori sosiologis adalah merupakan kebalikan dari teori individualistis. Teori individualistis mengatakan bahwa kejahatan adalah sebagai akibat dari pembawaan sifat-sifat tertentu dari si pelaku. Maka dalam teori ini kejahatan itu timbul diakibatkan oleh faktor-faktor yang terletak di luar diri si pelaku.

34

Calvin S. Hall, Suatu Pengantar Ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud, Terjemahan S. Tasrif, Pembangunan, Jakarta, 1962, hal. 28.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

pelaku. Sebagai reaksi terhadap teori individualistis maka penganut teori sosiologis (lingkungan) mengemukakan pendapat-pendapat mereka, antara lain35

Mengemukakan bahwa yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling kita yang merupakan suatu kebun pembenihan untuk kejahatan. Kumannya adalah penjahat, yaitu suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila sebabnya sudah menjadi suatu kejahatan

: a. Bonger

Bonger melihat kejahatan itu sebagai suatu gejala massa dalam pergaulan hidup, dimana terutama fluktuasi (bertambah atau berkurang) mempunyai arti penting. Dan meskipun ada orang-orang yang karena struktur kepribadiannya dapat menjadi penjahat, namun jumlah presentase mereka dalam suatu pergaulan hidup selama satu tenggang waktu yang panjang tidak berobah. Jika dalam jangka waktu itu dan dalam masyarakat itu terjadi juga fluktuasi dalam jumlah kejahatan yang terbagi dalam jenis-jenis delik, maka hal ini tentu diakibatkan oleh faktor-faktor yang terletak di luar individu itu, jadi dari faktor lingkungan.

b. Gabriel Tarde

Gabriel Tarde mengemukakan bahwa sifat meniru (imitation) dari manusia menentukan tingkah lakunya kemudian. Karena itu sebab dari kejahatan adalah hasil dari peniruan kejahatan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain, dan dalam hal ini tiru meniru hanya terdapat dalam masyarakat/lingkungan individu

(environment).

c. Lacassagne

36

35

MWE. Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh JE. Sahetapy, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 104.

36

Ridwan Hasibuan, op. cit, hal. 24. .

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Selanjutnya, mengenai hal ini orang beranggapan bahwa seorang individu yang melakukan peniruan (imitasi) dalam masyarakat memang besar sekali pengaruhnya walaupun setiap kehidupan manusia itu mempunyai ciri khas tersendiri, namun harus kita akui bahwa orang-orang dalam hidupnya sehari-hari dan pendapatnya sangat mengikuti keadaan dari lingkungan di sekitar mereka itu ataupun lingkungan di sekitar kita sangat dominant dalam menentukan arah hidup kita selanjutnya.