• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

PENGATURAN DAN ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

C. Peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia

Seperti telah disebutkan di atas, delik agama adalah dalam rangka melindungi kepentingan umum, oleh karenanya harus dilindungi oleh negara.Oleh karenanya, negara harus pro aktif dalam melihat berbagai hal-hal yang merusak ketentraman beragamanya warga negaranya.

Selain peraturan perundangan-undangan yang terdapat di dalam KUHP dan RUU KUHP tentang Tindak Pidana Penistaan terhadap Agama, yang menjadi landasan dan pedoman hukum lainnya khususnya oleh umat Islam adalah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Beberapa Fatwa MUI telah dijadikan pedoman dalam menangani beberapa aliran sesat di Indonesia yang masih mengatasnamakan Islam, misalnya mengeluarkan fatwa kesesatan ahmadiyah pada tahun 1980 yang kemudian ditegaskan lagi pada tanggal 28 Juli 2005. MUI memfatwakan orang Islam yang mengikuti aliran tersebut adalah murtad (keluar dari Islam). Bagi yang sudah terlanjur, mereka diminta kembali kepada ajaran Islam yang benar yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran paham ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.

Sebagai wadah yang dijadikan pedoman oleh umat khususnya umat Islam, tantangan yang dihadapi oleh MUI sangat berat. Hal ini disebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh Umat Islam di negeri ini. Kebebasan yang kebablaan akibat reformasi yang disalahartikan telah melahirkan berbagai sikap yang jauh menyimpang dari agama, seperti perilaku hedonis yang semakin akut, korupsi yang merajarela, sampai lahirnya kelompok-kelompok yang menyuarakan, paham dan pemikiran yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Sebagai wadah musyawarah para ulama dan cendekiawan muslim, tentu MUI harus bisa menjawab dan memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi umat. Karena itulah di Rakernas MUI, yang merupakan salah satu forum tertinggi di lingkungan MUI, adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program selama satu tahun dan menetapkan prioritas program untuk tahun berikutnya.Secara garis besar, MUI mempunyai 5 (lima) peran dan fungsi dalam berkhitmah kepada umat dan bangsa, yakni peran sebagai waratsah al anbiya (penerus tugas para nabi), sebagai pemberi fatwa, sebagai pembimbing dan pelayan umat (ri’ayah wa khadim al-ummah), sebagai pelapor gerakan ishlah wa at-tajdid, dan sebagai penegak amar ma’ruf nahyi

al-munkar. 68

Rapat Kerja Nasional MUI yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 4-6 November 2007 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi ekstern yang menyoroti berbagai permasalahannya yang dihadapi umat Islam. Dalam masalah politik, MUI menghimbau kepada semua pihak untuk mencegah dan menghindari black compaign dan money politics dalam berbagai event politik, seperti Pemilihan Presiden, Pemilu Legislatif, Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) di berbagai daerah. Sebab ini berimplikasi pada munculnya kerusuhan dari para pendukung yang kalah. Juga memunculkan dampak yang mengganggu upaya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Apa yang dilakukan oleh MUI selama ini tidak lepas dari lima peran itu. Salah satunya adalah penetapan sesat terhadap aliran-aliran sesat yang bertujuan untuk melindungi dan membimbing umat agar tidak tersesat meyakini faham yang nyata-nyata keluar dari ajaran Islam.

68

Majelis Ulama Indonesia, Rakornas Majelis Ulama Indonesia 2007, Suara Islam, Edisi 32 tanggal 23 November – 6 Desember 2007 M/13 Dzulqaidah -26 Dzulqaidah 1428 H, hal. 16.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Sementara terkait maraknya aliran dan faham keagamaan yang berindikasi sesat, seperti al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah, maka MUI menyerukan kepada Pemerintah untuk mengoptimalkan peran fungsi control dan antisipasinya terhadap kecenderungan gerakan yang dapat memeperkeruh kehidupan beragama. Untuk itulah MUI mendesak pemerintah untuk segera mengaktifkan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupn di daerah. Memang, untuk beberapa kasus aliran sesat Bakor Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung ini telah berupaya untuk melaksanakan tugasnya, seperti memperkuat fatwa MUI terhadap aliran sesat ahmadiyah dengan memutuskan untuk melarang aliran ahmadiyah pada tanggal 15 Januari 2008.

MUI juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk mempercepat mengeluarkan produk hukum untuk memberantas kemungkaran umat. Khusus untuk aliran sesat, MUI telah mengeluarkan sepuluh kriteria mengenai aliran sesat. Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Adian Husaini menyebut keluarnya putusan MUI sebagai sesuatu yang ditunggu-tunggu umat Islam. Sepuluh kriteria yang ditetapkan MUI itu merupakan ajaran Islam yang mendasar dan penekanannya lebih untuk umat sendiri. Sepuluh kriteria aliran sesat tersebut adalah, sebagai berikut : 69

(1) Mengingkari rukun iman dan rukun Islam

(2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan As-sunah).

(3) Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.

69

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

(4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran.

(5) Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.

(8) Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir . (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah. (10) Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i.

Seperti telah disebutkan di atas, tidak semua orang dapat memberikan penilaian suatu aliran dinyatakan keluar dari nilai-nilai dasar Islam. Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria. Kriteria tersebut tidak dapat digunakan sembarang orang dalam menentukan suatu aliran itu sesat dan menyesatkan atau tidak. Ada mekanisme dan prosedur yang harus dilalui dan dikaji terlebih dahulu, sehingga bagi MUI sebenarnya tidak gampang untuk mengeluarkan fatwa. Pedoman MUI itu menyebutkan, sebelum suatu aliran atau kelompok dinyatakan sesat, terlebih dulu dilakukan penelitian. Data, informasi, bukti, dan saksi tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut diteliti oleh Komisi Pengkajian.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN