• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

ANALISA PIDANA HUKUM DAN KRIMINOLOGI

TERHADAP TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

ISMUHADI

NIM :

020 – 200 - 092

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI

TERHADAP TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

ISMUHADI

NIM :

020 – 200 - 092

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Abul Khair, SH.M.Hum NIP. 131 842 854

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul :” ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI

TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA”, Penulisan

skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Syafaruddin, SH.MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU. 5. Bapak Abul Khair, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas

Hukum USU.

6. Ibu Nurmalawaty, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang j telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi.

7. Ibu Dr. Marlina, SH.M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi. 8. Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana

(4)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

9. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan, Maret 2008 Penulis,

(5)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAK

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………...1

B. Rumusan Masalah………...4

C. Keaslian Penulisan………...5

D. Tujuan dan Manfaat………...5

E. Tinjauan Kepustakaan………...7

F. Metode Penelitian………...21

G. Sistematika Penulisan………...23

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA A. Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana... 25

B. Pengaturan di dalam Rancangan Undang-Undang KUHP...35

C. Peraturan Perundangan-Undangan lain di Indonesia...40

BAB III ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA A. Pengertian Kriminologi dan Teori-Teori Kriminologi...44

B. Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi...52

C. Faktor-faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama...55

D. Usaha Penaggulangan Timbulnya Tindak Penistaan Agama...69

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...81

B. Saran………...84

(6)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Tantangan yang dihadapi MUI semakin berat, hal ini disebabkan semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi umat islam di negeri ini. Kebebasan yang tidak terbatas akibat reformasi yang disalahartikan telah melahirkan berbagai sikap dan perbuatan yang jauh menyimpang dari dari norma-norma agama yang sebenarnya, seperti timbulnya berbagai aliran-aliran kepercayaan yang telah dinyatakan sesat oleh pemerintah serta lembaga-lembaga lainnya. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), misalnya, pernah melansir bahwa ada Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah terdapat di dalam UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, di dalam Pasal 156a KUHP, RUU KUHP di dalam Pasal 342-349, maupun pengaturan-pengaturan lain yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung baik di tingkat pusat maupun di daerah.Beberapa faktor penyebab timbulnya aliran sesat, antara lain : kegagalan Pembinaan Agama, Lemahnya Penegakan Hukum (Law

Enforcement), Munculnya Pembela Aliran Sesat, Media Tidak Berpihak kepada Umat

Islam,sebagai grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia dan boleh jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk mencari popularitas dan keuntungan pribadi. Kemudian, munculnya aliran sesat juga terkait dengan kondisi terpuruknya ekonomi serta gagasan tentang ratu adil dan penyelamatan.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum pidana terhadap tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama, khususnya yang sering terjadi dewasa ini di Indonesia, dengan munculnya berbagai ajaran-ajaran agama baru yang menyimpang. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum, yaitu hukum yang terkait dengan masalah tindak pidana penistaan terhadap agama.

(7)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Hangatnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari ‘kepopuleran’ Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional dalam sepekan terakhir tiada henti mewartakan aliran ini, terutama terkait upaya penindakan oleh aparat kepolisian. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap sesat yang berkembang di Indonesia. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), misalnya, pernah melansir bahwa ada Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta, aliran sesat marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selanjutnya Mahendradatta mencontohkan adanya aliran sesat yang mengiming-imingi pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah aliran sesat terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, menurut Mahendradatta, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap penyebar ajaran sesat. 1

Di Indonesia, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain KUHP, upaya

1

Tim Pengacara Muslim (TPM) Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM, diakses

(8)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Mahendratta memandang rumusan tersebut sudah saatnya direvisi dengan rumusan sanksi pidana yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan efek jera dan meredam maraknya aliran-aliran sesat.2

Di daerah Semarang, Solo, dan Yogyakarta saja misalnya, sebagian besar pengikutnya adalah mahasiswa dan penyebarannya terus dilakukan oleh kalangan mahasiswa sendiri untuk kalangan mahasiswa dan pelajar. Penyebarannya bukan saja di kampus dan sekolah, tetapi juga di tempat-tempat tertentu dengan berbagai macam bentuk dan variasinya. Besar kemungkinan, kalau tidak terkuak luas kesesatannya, penyebaran aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah misalnya, akan terus dilakukan dan menyebar di masyarakat umum. Beruntung kalau kemudian terbongkar dan tidak berlanjut saat pemimpinnya menyerahkan diri ke Polri. Meski demikian, semua tetap harus waspada, karena meski pemimpinnya telah menyerahkan diri dan ditahan, diduga anggota aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ada yang tetap menolak bertaubat dan tetap bersikukuh kalau ajarannya benar, akan terus menyebarkan ajarannya. Hal demikian merupakan ancaman serius yang tidak boleh dibiarkan. Untuk para pengikut yang belum mau bertobat seperti memang harus tetap diupayakan penyadaran yang berkesinambungan. 3

Para mahasiswa dijadikan sasaran karena mereka dinilai akan cukup efektif untuk direkrut dan diajak menyebarkan aliran sesat. Terlebih yang (maaf) masih dangkal pemahamannya tentang dasar keagamaan, tentu akan lebih mudah disusupi ajaran yang berunsur sesat. Mereka kemudian bagai tak punya kekuatan menolak hal

2

Ibid.

3

(9)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

yang diperintahkan pimpinan aliran yang diikutinya. Kalau mereka dipilih sebagai target penyebaran aliran, hal itu bukan saja karena mereka punya prestise sebagai mahasiswa dan pelajar, tetapi setelah itu juga akan mudah mempengaruhi yang lain, mudah mengeluarkan uang, tenaga dan siap menjadi bumper demi kepentingan aliran. Kalau sudah begitu, mereka tidak lagi peduli apa kata orang tentang aliran yang diikuti dan disebarkannya.Penyebaran aliran sesat yang sekarang ini makin banyak terjadi bagi mahasiswa dan pelajar akan menjadi ancaman tersendiri bagi mahasiswa dan pelajar dengan kampus maupun sekolah serta lingkungannya. Bahaya bukan saja akan membuat mereka menjadi sosok yang tidak mampu menggunakan akal sehatnya dan menjadi kebenaran sejati ajaran agamanya sebagai pedoman hidup, tetapi juga akan merusak jiwa, raga, dan kehidupan sosialnya.

(10)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

hukum syariat dengan ancaman sanksi (al uqubat) berat di atas tidaklah berlaku dalam tatanan hukum positif kita. Karenanya tidak berlaku juga asas pembebasan hukum atas dasar pertobatan. Adapun yang berlaku bagi perbuatan penyalahgunaan atau penodaan agama adalah sanksi hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 4

1. Apakah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya Tindak Pidana Penistaan Agama di Indonesia dan bagaimana cara penanggulangannya?

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah :

2. Bagaimana Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?

C. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan penulis berdasarkan penelurusan, pembahasan skripsi dengan judul : “ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP

TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA ”, adalah sebuah

masalah yang sudah sering kita dengar, namun dalam penulisan skripsi ini Penulis khusus membahas masalah analisa hukum dan kriminologi terhadap tindak pidana penistaan agama di Indonesia dengan contoh kasus aliran sesat Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah dan sebagainya.

4

(11)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya Tindak Pidana Penistaan Agama di Indonesia dan bagaimana cara penanggulangannya.

2. Untuk mengetahui Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan Analisa Hukum dan Kriminologi mengenai Tindak Pidana Penistaan terhadap Agama oleh berbagai aliran sesat di Indonesia, seperti Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah dan sebagainya.

(12)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang bagaimana kasus-kasus penistaan terhadap agama yang sekarang mulai sering terjadi di Indonesia. Akhir-akhir ini, hampir tiap hari membaca media massa ibukota, selalu saja menemui berita tentang berbagai aliran sesat yang meresahkan. Hampir setiap hari selalu saja ada berita mengenai hal ini. Berita-berita yang paling santer terakhir ini adalah mengenai kelompok Al-Quran Suci dan Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Setelah mengikuti pengajian, biasanya orang yang mengikuti aliran semacam ini perangainya menjadi berubah total. Yang biasanya periang menjadi pendiam, terkesan tertutup dan seperti kebingungan. Beberapa pihak menduga kelompok Al-Quran Suci ada kemiripan dengan Inkar

Sunnah yang pernah hidup di masa orde baru. Kelompok pengajian ini menolak

keberadaan Hadits, karena dianggap sebagai buatan manusia setelah Nabi Muhammad saw wafat. Jadinya, hanya mempercayai Al-Qur’an sebagai satu-satunya hukum dan menolak Al-Hadits. Beberapa tokoh juga menduga kalau pelakunya (behind the scene) adalah bukan dari kalangan muslim, karena mereka berusaha untuk menjauhkan umat Islam dari Rasulullah. Mungkinkah ini grand

design dari musuh Islam, kita juga tidak bisa memastikan. Dari berbagai kasus,

dapat disimpulkan juga bahwa target-target yang akan direkrut kebanyakan adalah kalangan anak muda khususnya wanita, target ini biasanya memiliki semangat Islam tinggi, namun pemahaman agamanya masih rendah. Untuk itu, skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas wawasan dan cakrawala berfikir terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di atas.

(13)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

1. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana

Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum (berupa pidana) dan hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan (jenis pidananya). Hukum Pidana terdiri dari Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana).

Hukum Pidana mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan hukum, yaitu : 5

Jadi hukum pidana mengatur kepentingan umum. Hukum pidana tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Setiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan di samping menyangkut urusan hukum perdata, juga adakalanya menjadi urusan hukum pidana, seperti pencurian, penghinaan dan sebagainya. Hukum pidana bersifat memaksa dan mencegah agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak-hak manusia sebagai anggota masyarakat.

a. Badan peraturan perundangan negara, seperti : negara, lembaga-lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.

b. Kepentingan hukum tiap manusia, seperti : jiwa, raga, kehormatan, kemerdekaan, hak milik, harta benda dan sebagainya

6

Secara singkat tujuan hukum pidana adalah : 7

5

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 169. 6

Ibid, hal. 170.

7

Ibid, hal. 171.

(14)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

b). Untuk mendidik orang telah pernah melakukan permbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam lingkungan kehidupannya.

Setelah diketahui mengenai pengertian hukum pidana, selanjutnya akan dilihat mengenai peristiwa pidana (selanjutnya disebut tindak pidana). Tindak pidana (delik) adalah perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya, yang terdiri dari :8

Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu tindak pidana, adalah :

a). Unsur objektif, yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang menjadikan titik utama dari pengertian objektif di sini adalah tindakannya. b). Unsur subjektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh

undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang.

9

d). Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.

a). Harus ada suatu perbuatan.

b). Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yagn dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya, perbuatan itu sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu.

c). Harus terbukti adanya kesealahan yang dapat dipertanggungjawabkan.

8

Ibid, hal. 174.

9

(15)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

e). Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang megnatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang diadakan dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam Buku ke II dan pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku ke III. Ternyata dalam KUHP, tiada satu Pasal pun yang memberikan dasar pembagian tersebut, walaupun pada bab-bab dari buku I selalu ditemukan penggunaan istilah tindak pidana, kejahatan atau pelanggaran. Kiranya cirri-ciri pembedaan itu terletak pada penilaian-kesadaran hukum pada umumnya dengan penekanan (stressing) kepada delik hukum (rechts-delichten) dan delik undang-undang (wet-delichten)10

Beberapa sarjana mengemukakan sebagai dasar pembagian tersebut bahwa delik hukum sudah sejak semula dapat dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum sebelum pembuat undang-undang menyatakan dalam undang-undang. Sedangkan delik undang-undang baru dipandang/dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum, setelah ditentukan dalam undang-undang.

.

11

Sebagai contoh dari delik hukum antara lain adalah pengkhianatan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, penghinaan dan sebagainya, dan contoh dari delik undang-undang antara lain adalah pelanggaran, peraturan lalu lintas di jalan, peraturan pendirian perusahaan, peraturan pengendalian harga dan lain sebagainya. Sarjana lain yaitu VOS tidak dapat menyetujui bilamana dikatakan bahwa dasar pembagian pelanggaran adalah karena sebelumnya tindakan-tindakan tersebut tidak dirasakan

10

SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem – Petehaem, Jakarta, 1996, hal. 17.

11

(16)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

sebagai hal yang melanggar kesopanan atau tak dapat dibenarkan oleh masyarakat

(zedelijk of maatschappelijk ongeoorloofd), karena :

a. ada pelanggaran yang diatur dalam Pasal-Pasal 489, 490 KUHP yang justru dapat dirasakan sebagai yang tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat dan

b. ada beberapa kejahatan seperti Pasal-Pasal 303 (main judi), 396 (merugikan kreditur) yang justru dapat dirasakan sebelumnya sebagai tindakan yang melanggar kesopanan.

Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan dan pelanggaran yang dikemukakan adalah pada berat/ringannya pidana yang diancamkan. Seyogyanya untuk kejahatan diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjara/tutupan. Ternyata pendapat ini menemui kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik pada kejahatan maupun pelanggaran. Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak faedahnya sebagai pedoman. Demikian pula dari sudut ketentuan berat/ringannya ancaman pidana terhadapnya, seperti yang dikemukakan di atas, sulit untuk dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan, karena dengan penempatan kejahatan dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku ketiga, sudah cukup sebagai pedoman untuk menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan kejahatan atau pelanggaran.12

Mengenai tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan lainnya setingkat dengan KUHP telah ditentukan apakah ia merupakan kejahatan atau pelanggaran. Sedangkan tindak pidana yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah

12

(17)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

tingkatannya (peraturan pemerintah, peraturan-peraturan gubernur/kepala daerah dan sebagainya) pada umumnya merupakan pelanggaran.

Kegunaan pembedaan kejahatan terhadap pelanggaran, kita temukan dalam sistematika KUHP yang merupakan “buku induk” bagi semua perundang-undangan hukum pidana. Sedangkan istilah tindak pidana merupakan salah satu terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “Het Strafbare feit” yang setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti:

a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum b. Peristiwa pidana

c. Perbuatan pidana dan d. Tindak pidana

Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah “Het

Strafbare feit” antara lain 13

b. Rumusan Van Hammel

:

a. Rumusan Simon

Simon merumuskan “Een Strafbaar feit” adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur, yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu, dan unsur subjektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak.

13

(18)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Van Hammel merumuskan “Strafbaar feit” itu sama dengan yang dirumuskan oleh Simon, hanya ditambah dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat dipidana”.

c. Rumusan VOS

VOS merumuskan “Strafbaar feit” adalah suatu kelakukan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.

d. Rumusan Pompe

Pompe merumuskan “Strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum.

Para sarjana Indonesia juga telah memberikan definisi mengenai tindak pidana ini, yaitu 14

Setelah melihat pendapat beberapa ahli mengenai pengertian tindak pidana, maka selanjutnya dapat dikatakan bahwa tindak pidana adalah terdiri dari dua suku kata yaitu tindak dan pidana. Istilah tindak dan pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan dan penindak. Artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan tindakan itu dinamakan penindak. Mungkin suatu tindakan

:

a. Mr. Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum. b. Mr. R. Tresna mendefinisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana.

c. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana.

d. Dr. Wirdjnono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.

14

(19)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

dapat dilakukan oleh siapa saja, tetapi dalam banyak hal suatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari suatu golongan jensi kelamin saja, atau seseorang dari suatu golongan yang bekerja pada negara/pemerintah (pegawai negeri, militer, nakhoda dan sebagainya) atau seseorang dari golongan lainnya. Jadi status/kualifikasi seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari “barang siapa”, atau seseorang dari suatu golongan tertentu. Bahwa jika ternyata petindak itu tidak hanya orang (natuurlijk-persoon) saja melainkan juga mungkin berbentuk badan hukum 15. Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung atau tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa tidak turun tangan, maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber kekacauan yang tak akan habis-habisnya. Demi menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan yang dilarang atau yang diharuskan. Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undangan. Penjatuhan pidana kepada pelanggar, selain dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, juga untuk mengembalikan keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat16

2. Pengertian Tindak Pidana Penistaan Agama

.

15

Ibid, Hal. 209.

16

(20)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Perlu diketahui bahwa Code Penal sendiri tidak mengatur mengenai delik agama, yang ada hanyalah undang-undang mengenai “Godslastering” di Negeri Belanda pada tahun 1932 yang terkenal dengan nama “Lex Donner” oleh Menteri Donner yang menciptakan undang-undang tersebut. Undang-undang di Jerman dalam Strafgesetzbuch mencantumkan delik agama dalam Pasal 166, tampaknya menjadi model dan ilham bagi Negeri Belanda, yang tidak memiliki aturan mengenai delik agama tersebut di tengah-tengah kehidupan hukum di sana dan tidak mengadakan transfer ke KUHP Indonesia. 17

Selanjutnya Oemar Seno Adji berpendapat, tindak pidana penistaan terhadap agama di Indonesia sendiri diatur di dalam Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, yang dimasukkan pada tahun 1965 dengan Penpres No. 1 Tahun 1965 ke dalam kodifikasi Akhirnya tindak pidana penistaan terhadap agama diatur di dalaam Pasal 156 dan 156a, yang memidanakan barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di negeri Belanda, Jerman dan lain-lain, bahwa ucapan, pernyataan ataupun perbuatan-perbuatan yang mengejek Tuhan, memiliki peraturan sendiri, suatu

Godslasteringswet di samping peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan

delik-delik agama, ataupun pernyataan terhadap Tuhan, Nabi dan lain-lainnya dituangkan dalam satu ketentuan seperti di Inggris, yaitu “blasphemy”.

17

Nanda Agung Dewantara, Kemampuan Hukum Pidana dalam Menanggulangi

(21)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

mengenai delik agama. Namun demikian, Indonesia dengan Pancasila dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima, tidak memiliki suatu “afweer” terhadap serangan kata-kata mengejek terhadap Tuhan. Tidak terdapat di sini suatu perundang-undangan semacam Godslasteringswet ataupun blasphemous libel di atas. Hal ini dikemukakan sebagai suatu kekurangan yang vital dalam suatu negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.18

18

Ibid.

Tindak pidana penistaan terhadap agama yang diatur di dalam Pasal 156 KUHP, adalah salah satu dari “haatzaai-artikelen” yang “befaamd” dirumuskan dengan perbuatan pidana yang kontroversial, yaitu mengeluarkan pernyataan perasaan bermusuhan, benci atau merendahkan dengan objek dari perbuatan pidana tersebut, ialah golongan penduduk, yang kemudian diikuti oleh interprestasi otentik.

Dikatakan dalam Pasal 156 KUHP kemudian, bahwa yang dimaksudkan dengan golongan penduduk ialah golongan yang berbeda, antara lain karena agama dengan golongan penduduk yang lain. Maka suatu pernyataan perasaan di muka umum yang bermusuhan, benci atau merendahkan terhadap golongan agama, dapat dipidanakan berdasarkan Pasal 156 KUHP. Selanjutnya istilah dalam bahasa Belanda, yaitu

ongelukkig adalah pernyataan yang ditujukan terhadap golongan agama itu

ditempatkan dalam salah satu haatzaai-artikelen.

Selanjutnya Pasal 156a KUHP memidanakan barangsiapa di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :

(22)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Seperti telah dikemukakan di atas, pasal ini dimasukkan dalam kodifikasi delik agama pada Penpres No. 1 Tahun 1965, di mana dalam Pasal 1 Penpres tersebut melarang untuk dengan sengaja dimuka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan mana menyimpang dari pokok ajaran agama itu.19

3. Pengertian Kriminologi

Selanjutnya barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 1 tersebut, ia diberi peringatan dan diperintahkan untuk menghentikan perbuatannya itu ke dalam suatu keputusan bersama menteri agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Jika yang melanggar itu suatu organisasi atau aliran kepercayaan, ia oleh presiden setelah mendapat pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung dan menteri dalam negeri, dapat dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi/aliran terlarang.

Jika setelah diadakan tindakan-tindakan sebagaimana tersebut di atas, ia masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1 itu, maka orang/anggota atau anggota pengurus dari organisasi/aliran tersebut dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Sandaran dari peraturan tersebut adalah pertama-tama melindungi ketenteraman beragama dari pernyataan ataupun perbuatan penodaan/penghinaan serta ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

19

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya

(23)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa (etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana.

Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan,

Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan20

1. Menurut Hurwitj, kriminologi adalah, : “ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi), memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan

.

Selanjutnya mengenai pengertian kriminologi dapat juga diketahui dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana , antara lain:

21

2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, “kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka,

.

20

Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, hal. 4. 21

(24)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit masyarakat dan oleh para anggota masyarakat22

3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat

.

23

4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu

.

24

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum

: a. perbuatan individu (Tat Und Tater)

b. perbuatan / kejahatan

5. Menurut Moeljatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu.

Apabila diperhatikan rumusan pendapat-pendapat sarjana tersebut di atas, maka terdapat adanya satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.

F. Metode Penelitian 1. Sifat/Bentuk Penelitian

22

JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7. 23

Ibid.

24

(25)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum pidana terhadap tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama, khususnya yang sering terjadi dewasa ini di Indonesia, dengan munculnya berbagai ajaran-ajaran agama baru yang menyimpang. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama.

2. D a t a

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Sumber data kepustakaan diperoleh dari : 1. Bahan Huku m Primer, terdiri dari :

a. Norma atau kaedah dasar ; b. Peraturan dasar ;

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penistaan agama di Indonesia beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(26)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. 25

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah,

Selanjutnya Situs Web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan

(Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,

majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

25

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu

(27)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

Pada bab ini dibahas mengenai Pengertian Kriminologi dan Teori-teori Kriminologi, Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi, Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama dan Usaha-Usaha Penanggulangan Timbulnya Tindak Pidana Penistaan Agama, meliputi yaitu : Usaha Preventif (Usaha Pencegahan), Usaha Repressif (Tindakan Penanggulangan ) dan Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap Para Pelaku)

BAB III PENGATURAN DAN ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

Pada bab ini dibahas mengenai Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pengaturan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

(28)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

BAB II

ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

A. Pengertian Kriminologi dan Teori-teori Kriminologi 1). Pengertian Kriminologi

Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa (etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana.

Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan,

Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan26

26

Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, hal. 4.

.

(29)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

1. Menurut Hurwitj, kriminologi adalah, : “ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi), memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan27

2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, “kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka, dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit masyarakat dan oleh para anggota masyarakat

.

28

3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat

.

29

4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu

.

30

27

Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press, Medan, 1994, hal. 5.

28

JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7. 29

Ibid.

30

Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 3. :

a. perbuatan individu (Tat Und Tater) b. perbuatan / kejahatan

(30)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Apabila diperhatikan rumusan pendapat-pendapat sarjana tersebut di atas, maka terdapat adanya satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.

2). Teori-teori Kriminologi

Sudah menjadi satu istilah yang umum bahwa manusia itu adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) yang berarti di samping manusia itu sebagai makhluk individu/pribadi, juga manusia itu harus hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya. Sehingga di dalam manusia itu berbuatpun, tidak hanya didasarkan atas kemauannya sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh masyarkat lainnya atau lingkungannya.

Demikian halnya timbulnya tindakan-tindakan criminal/kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat selain berasal dari diri manusia itu secara pribadi/individu juga dipengaruhi oleh masyarakat di lingkungannya.

Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa teori tentang kriminologi, yaitu : 1. Teori Individualistis.

Menurut teori ini kejahatan itu timbul dari dalam diri manusia itu sendiri akibat dari sifat-sifat si pelaku yang ditentukan oleh bakatnya ataupun pembawaannya. Unsur bakat di sini oleh para sarjana kriminologi sering diartikan sebagai unsur keturuanan dan faktor-faktor pembawaan seseorang, sehingga diantara para sarjana tersebut muncul suatu pertentangan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam timbulnya kejahatan yang dipengaruhi oleh “Type Geno” atau “Type Pheno”.

(31)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

mereka hanya membicarakan kejahatan itu sebagai faktor-faktor pembawaan seseorang (type phaeno).

JE Sahetapy mengatakan, type geno adalah “modal keturunan” yang dimiliki oleh individu yang diwariskan oleh orang tua individu itu kepadanya yang ada gilirannya nanti akan diwariskan oleh individu tersebut secara turun temurun dan untuk selanjutnya tergantung dari keadaan, unsur-unsur yang manakah yang akan menjadi nyata dalam hidup individu itu di kemudian harinya dan sebaliknya unsur-unsur manakah yang tidak akan nyata atau tidak akan berkembang dalam diri individu itu untuk seterusnya. Type Pheno adalah individu yang diwujudkan di bawah pengaruh

type geno dan lingkungan, dimana type phaeno) ini selama hidup individu itu

berlangsung akan dimungkinkan adanya perubahan-perubahan.31

Ciri –ciri jasmani ini (stigma atau anomaly) bukanlah sebab musabab dari kriminalitas, namun ciri-ciri tersebut memang memberi indikasi adanya

pradisposisi-Pelopor dari teori individualistis ini adalah Lambroso seorang ahli penyakit jiwa dan guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Italia dan alirannya disebut Mazhab Italia yang merupakan cikal bakal dari Mazhab Antropologi.

a. Ajaran Lambroso.

Lambroso mengatakan ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisik seseorang yang mana keadaan itu sangat berbeda dengan manusia-manusia lainnya. Bentuk-bentuk perbedaan itu menurut dia adalah berupa tanda-tanda, seperti : tengkorak yang simetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, roman mukanya yang lebih lebar, mukanya menceng, tulang dahinya melengkung ke belakang, rambutnya tebal dan kalau sudah tua lekas botak di bagian tengah kepalanya.

31

(32)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

disposisi untuk kriminalitas ini. Pradisposisi ini, seperti ciri-ciri jasmani merupakan akbiat dari gejala atavistis atau degenerasi, dan hanyalah dalam keadaan lingkungan yang sangat memuaskan, individu yang menunjukkan sejumlah ciri tersebut tidak akan melakukan kriminalitas.

Hipotesa yang dibuat oleh Lambroso ini dalam dunia ilmu pengetahuan hukum jika dipandang akan menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positifnya, adalah :

a. akibat perkembangan ajaran ini maka dapat memberikan sokongan pendapat mengenai psychiatric criminal di Prancis dan memberi bantuan untuk mempertahankan pengertian-pengertian tentang sebab-sebab patologi dari kejahatan.

b. karena kerjanya maka pribadi si penjahat oleh hakim makin lama makin dijadikan pusat perhatian.

Sedangkan dampak negatifnya adalah hal ini akan menghalang-halangi majunya perkembangan kriminologi karena ada anggapan/sugesti bahwa penjahat dipandang dari sudut biologi adalah makhluk abnormal.

2. Aliran yang menggunakan test mental (the mental testern)

(33)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

tidak mampu memahami akibat-akibat dari perbuatan-perbuatannya, dan tidak sanggup memahami maksud dan makna dari undang-undang.32

Pelopor aliran ini adalah Sutherland yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan pengungkapan yang tidak dapat dihindarkan dari struktur kepribadian tertentu, yang ditentukan oleh bakat. Keadaan lingkungan boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan itu

Dalam hal ini Goddaard melakukan percobaan-percobaan dengan dengan test mental, yang akhirnya menemukan suatu kesimpulan bahwa tingkah laku jahat itu adalah bakat yang dibawa sejak lahir.

c. Aliran Psychiatric

33

32

Ibid, hal. 108.

33

Ibid, hal. 109

. Aliran ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Sigmund Freud tentang susunan kepribadian dari seseorang itu yang terdiri dari : “id”, “ego” dan “super ego”.

(34)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Selanjutnya Sigmud Freud mengatakan bahwa ketiga susunan kepribadian ini id, ego dan super ego masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya yaitu dalam hal 34

Menurut teori ini sebenarnya tingkah laku manusia itu ditentukan oleh lingkungan individu (environment) dari si pelaku. Teori sosiologis ini muncul adalah sebagai reaksi terhadap pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana yang menganut teori individualistis yang hanya memandang kejahatan itu dari dalam diri si

:

1.“id” berfungsi untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan baik itu dari dalam maupun dari luar.

2. “ego” adalah pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah id dan super ego dan memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian dan keperluannya yang luas.

3. “super ego” adalah cabang moril atau cabang keadilan dari kepribadian. Super ego itu bertujuan kearah kesempurnaan dari kenyataan atau kesenangan. Jadi super ego itu adalah kode moril dari seseorang yang berkembang dari ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami oleh seorang anak dari ukuran-ukuran orangtuanya mengenai apa yang baik dan apa yang buruk dan bathil.

2. Teori Sosiologis

Teori sosiologis adalah merupakan kebalikan dari teori individualistis. Teori individualistis mengatakan bahwa kejahatan adalah sebagai akibat dari pembawaan sifat-sifat tertentu dari si pelaku. Maka dalam teori ini kejahatan itu timbul diakibatkan oleh faktor-faktor yang terletak di luar diri si pelaku.

34

(35)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

pelaku. Sebagai reaksi terhadap teori individualistis maka penganut teori sosiologis (lingkungan) mengemukakan pendapat-pendapat mereka, antara lain35

Mengemukakan bahwa yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling kita yang merupakan suatu kebun pembenihan untuk kejahatan. Kumannya adalah penjahat, yaitu suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila sebabnya sudah menjadi suatu kejahatan

: a. Bonger

Bonger melihat kejahatan itu sebagai suatu gejala massa dalam pergaulan hidup, dimana terutama fluktuasi (bertambah atau berkurang) mempunyai arti penting. Dan meskipun ada orang-orang yang karena struktur kepribadiannya dapat menjadi penjahat, namun jumlah presentase mereka dalam suatu pergaulan hidup selama satu tenggang waktu yang panjang tidak berobah. Jika dalam jangka waktu itu dan dalam masyarakat itu terjadi juga fluktuasi dalam jumlah kejahatan yang terbagi dalam jenis-jenis delik, maka hal ini tentu diakibatkan oleh faktor-faktor yang terletak di luar individu itu, jadi dari faktor lingkungan.

b. Gabriel Tarde

Gabriel Tarde mengemukakan bahwa sifat meniru (imitation) dari manusia menentukan tingkah lakunya kemudian. Karena itu sebab dari kejahatan adalah hasil dari peniruan kejahatan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain, dan dalam hal ini tiru meniru hanya terdapat dalam masyarakat/lingkungan individu

(environment).

c. Lacassagne

36

35

MWE. Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh JE. Sahetapy, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 104.

36

(36)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Selanjutnya, mengenai hal ini orang beranggapan bahwa seorang individu yang melakukan peniruan (imitasi) dalam masyarakat memang besar sekali pengaruhnya walaupun setiap kehidupan manusia itu mempunyai ciri khas tersendiri, namun harus kita akui bahwa orang-orang dalam hidupnya sehari-hari dan pendapatnya sangat mengikuti keadaan dari lingkungan di sekitar mereka itu ataupun lingkungan di sekitar kita sangat dominant dalam menentukan arah hidup kita selanjutnya.

B. Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi

Kejahatan adalah suatu nama yang diberikan oleh orang/masyarakat untuk menilai perbuatan ataupun tingkah laku seseorang ataupun sekelompok orang sebagai suatu perbuatan yang digolongkan ke dalam perbuatan jahat. Jadi, pengertian kejahatan ini adalah termasuk ke dalam pengertian yang relatif, yaitu tergantung kepada orang yang memandang dan dari sudut mana dia memandangnya. Kejahatan di dalam KUHP terdapat di dalam buku II yang memuat tentang tindak pidana yang dinamakan misdrijven atau kejahatan37

37

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hal. 4 .

Beberapa sarjana yang memberikan definisi tentang kejahatan, membagi kejahatan dari 3 (tiga) sudut pandang, antara lain :

1. Kejahatan dipandang dari Segi Sosiologis

(37)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

b. Paul Mudikno Moeliono menyatakan kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma yang dirasakan merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan. Pengertian tidak boleh dibiarkan disini dimaksudkan bahwa apabila terjadi juga perbuatan tersebut, maka si pembuat tersebut harus ditindak dan sarana yang paling tepat menindaknya adalah melalui sarana hukum, yaitu hukum pidana.

2. Kejahatan dipandang dari Segi Hukum

Pengertian kejahatan dipandang dari segi hukum adalah perbatasan yang dilarang oleh undang-undang dan barang siapa yang melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut, maka ia akan dihukum. Jadi, tegasnya kejahatan di sini adalah setiap perbuatan yang telah ditetapkan atau dirumuskan dalam suatu peraturan (pidana).

3. Kejahatan dipandang dari segi kejiwaan (Psikologis)

Setiap perbuatan manusia adalah dicerminkan oleh kejiwaan dari manusia bersangkutan yang dalam tindakannya sampai dimana manusia itu dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan jahat (kejahatan) adalah suatu tindakan (perbuatan) yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat tertentu tersebut yang oleh karena itu pula perbuatan itu dapat dikatakan adalah tidak normal (abnormal).

Setelah melihat mengenai pengertian dari kejahatan itu tetapi masih belum ditemui suatu keseragaman pendapat karena memang pada umumnya bahwa kejahatan itu diartikan tergantung kepada orang tertentu dan dari sudut mana dia memandang.

(38)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

sendiri yang dapat dibahas dan dibagi menurut perbuatan atau perbuatan kelompok, tetapi perubuatan itu dapat juga dilihat sebagai ungkapan pelaku dan kemudian para pelaku dijadikan dasar pembagian.

1. Pangkal tolak = perbuatan. Pembagian menurut perbuatan dapat dibagi dua, bilamana dilihat pada cara tindak pidana dilakukan atau pada denda hukum dan nilai hukum yang menderita karena tidak pidana itu38

Menurut cara melakukan sebagai suatu kemungkinan pembagian .

39

Menurut benda-benda hukum yang menderita, pada pokoknya hal ini dipakai sebagai dasar pembagian dalam hukum pidana terutama dalam Buku II, dimana

:

a. perbuatan itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga si korban dapat mengamati, baik perbuatan maupun si pelaku, tanpa mempertimbangkan apakah si korban menyadari perbuatan itu sebagai tindak pidana atau tidak, misalnya penganiayaan, penghinaan, perampokan, sejumlah bentuk perbuatan curang, banyak tidak pidana seksual, dan sebagainya).

Sebaliknya, perbuatan itu dibuat sedemikian rupa sehingga si korban tidak melihat perbuatan, pelaku atau kedua-duanya pada waktu hal itu dilakukan, misalnya : penggelapan, penahanan, banyak bentuk pencurian biasa atau yang dikualifikasi, kebanyak tindak pidana pemalsuan dan peracunan.

b. perbuatan itu dilakukan dengan mempergunakan sarana-sarana bantu khusus (alat-alat pertukangan, bahan kimia dan sebagainya) atau tanpa yang disebut tadi.

(39)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

pada tiap bab diberi judul = Kejahatan terhadap………. Juga dalam kriminologi dikenal selama ini pembagian sedemikian, dimana dibadakan tindak pidana agresif, ekonomi, seksual, politik dan tindak pidana lain.

2. Pangkal tolak = si pelaku. Si pelaku juga disini terdapat dua cara, dapat dimulai berdasarkan motif si pelaku atau berdasarkan sifat-sifat si pelaku.

C. Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai perlu ada aturan perundang-undangan yang lebih tegas terkait aliran-aliran sesat di Indonesia. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, aturan yang ada saat ini, seperti soal penistaan agama, dirasa sudah kurang memadai terbukti pemerintah seringkali terkesan bingung dan ragu menyikapi aliran sesat yang muncul dan marak belakangan ini. Oleh karena itu, Untuk keselamatan bangsa ke depan, maka perlu ada modifikasi aturan perundangan terkait aliran sesat tersebut.40

Menurut KH Hasyim Muzadi, kelonggaran yang muncul sejak reformasi bergulir, juga memberi peran pada maraknya kemunculan aliran sesat. Data menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia, 50 aliran di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat. Menurut KH Hasyim Muzadi, kalau dulu ada preventive action, kalau dinilai berpotensi membuat kekacauan, ditangkap dulu sebelum terjadi sesuatu, kalau sekarang tidak bisa karena turannya terlalu longgar. Tidak adanya hukum yang cukup tegas tentang aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran agama itu membuat aparat berwenang kehilangan pegangan

40

(40)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

sehingga kerap tampak ragu-ragu menentukan sikap bila muncul sebuah aliran yang berpotensi meresahkan masyarakat.

Fenomena aliran sesat, bukanlah persoalan kebebasan dalam bingkai hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dikampanyekan sebagian kalangan. Mengaku nabi itu bukan hak asasi manusia, tapi hak ketuhanan. Harus dibedakan antara hak asasi manusia dan hak ketuhanan. Hak asasi tidaklah bebas nilai. Hak tersebut, tetaplah harus dalam bingkai norma, etika dan agama.

(41)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

mengingkari ajaran pokok Nabi Muhammad serta menodai dan mencemari ajaran agama Islam.41

Ada dua kesalahan fatal, di samping yang lain, yang dilakukan Qiyadah al-Islamiyah sehingga pantas dinyatakan sesat. Pertama, pengakuan pemimpinnya (Ahmad Mushaddeq) bahwa dia adalah rasul Allah sesudah Nabi Muhammad. Dia diutus untuk menyempurnakan ajaran Muhammad sebagaimana Muhammad menyempurnakan ajaran Musa dan Isa. Bentuk nyata dari pengakuan di atas adalah diperkenalkannya ‘syahadat’ baru, yaitu asyahadu anla Ilaha illa-Allah, wa asyahadu

anna Masih al-Mau’ud rasul-Allah (saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan

saya bersaksi bahwa Masih al-Mau’ud [Ahmad Mushaddeq] adalah Rasul Allah). Terlihat jelas di situ bahwa sang pemimpin menggantikan posisi abi Muhammad. 42

Selain aliran al-Qiyadah al-Islamiyah, muncul juga aliran sesat lain, yaitu aliran ahmadiyah. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta menerbitkan sebuah buku berjudul “Ahmadiyah Menodai Islam” memerinci kesesatan dan niat jahat ahmadiyah. Aliran sesat yang didirikan oleh seorang Qodiyan yang mengaku dirinya

Kedua, al-Qiyadah al-Islamiyah menggugurkan kewajiban ibadah-ibadah utama

dalam Islam. Dikatakan bahwa shalat lima waktu sehari semalam, puasa di bulan Ramdhan dan menunaikan ibadah haji tidaklah wajib. Mereka berdalih bahwa perkembangan umat Islam Indonesia saat ini baru berada pada fase awal. Karena itu, sebagaimana yang berlaku pada fase awal di masa Nabi, semua ibadah di atas tidaklah diwajibkan kepada umat Islam sampai berdirinya Khilafah Islamiyah. Adapun ibadah yang wajib dilakukan umat Islam adalah shalat tahajud pada malam hari.

41

Melepas Jerat Aliran Sesat, diakses dari situs :

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=4969_0_3_30_M14 42

(42)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

nabi bernama Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 di sebuah kota bernama Ludhiana di Punjab, India. Negeri ini oleh orang-orang ahmadiyah disebut “Darul Bai’at”. Mereka meyakini sesudah Nabi Muhammad SAW akan ada nabi-nabi lain yang tidak membawa syariat baru, dan hal ini akan berlangsung hingga hari kiamat. Dengan pemahaman ini mereka ingin melegalkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi baru. Karena itu, bagi mereka nabi dan rasul yang wajib diimani tidak lagi 25 orang orang, tapi 26 orang. Tidak cukup mengaku nabi, Mirza juga mengaku menerima wahyu. Wahyu itu ditulis dalam kitab suci yang disebut “Tadzkirah”. Kitab ini berisi potongan-potongan ayat Al-Quran yang dimaknai sesuai keinginan nabi palsu. Selain itu, Mirza juga membuat ayat-ayat sendiri yang mirip dengan ayat Al-Quran. Tadzkirah menempati posisi yang sama dengan Al-Quran pada jamaah mereka. Sehingga kitab suci yang wajib diimani bertambah satu, selain Zabur, Taurat, Injil dan Al-Quran.43

43

Ahmadiyah Jahat dan Sesat, Tabloid Surat Islam, Edisi 36, tanggal 18-31 Januari 2008 M/9 –

22 Muharram 1429 H.

Kajian yang dilakukan oleh LPPI menemukakan pada halaman 43-53 kitab itu ada 101 ayat Al-Quran yang dibajak, halaman 363-374 ada 161 ayat, halaman 374-388 ada 208 ayat. Dia meramu sendiri ayat-ayat Al-Quran dan ayat-ayat buatannya sendiri, bahkan tanpa menyebut sumber ayat tersebut. Sebagai contoh, dalam buku Haqidatul Wahyu yang ditulis Mirza Ghulam Ahmad bahwa dalam surat Al-Anfal (8) ayat 16:”…dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang

melempar…” disambung dengan surat Ar-Rahman (55) ayat 1-2 : “Tuhan Yang Maha

(43)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Selain itu, jemaat ahmadiyah juga menganggap bahwa Rasulullah mempunyai wakil agung. Padahal ajaran ini tidak pernah ada dalam Islam. Kemudian, ahmadiyah mengajarkan paham reinkarnasi yang menyebut bahwa Mirza Ghulam Ahmad merupakan reinkarnasi (penjelmaan) dari Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini tidak pernah ada dalam Islam. Selanjutnya, kalangan ahmadiyah mempunyai tempat suci sendiri untuk melaksanakan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qodiyan di India. Mereka mengatakan, “alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam haji akbar ke Qodiyan. Haji ke Mekkah tanpa haji ke Qodiyan adalah haji yang kering lagi kasar. Dan selama hidupnya Mirza tidak pernah pergi haji ke Mekkah. Aliran ahmadiyah juga memiliki perhitungan kalender yang berbeda dengan kalangan umat Islam lainnya. Nama bulannya adalah suluh, tabligh, aman, syahadah, hijrah, ihsan, wafa, zuhur, tabuk, ikha’, nubuwah, dan fatah. Sedangkan tahunnya menggunakan apa yang disebut sebagai Hijri Syamsi (HS). Saat ini masuk tahun 1387 HS.44

Berkenaan dengan hal itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta pengikut aliran sesat untuk dirangkul dan diajak kembali kepada Islam. Beliau Selanjutnya dalam pandangan ahmadiyah, orang di luar mereka adalah kafir dan wanita ahmadiyah haram kawin dengan laki-laki di luar ahmadiyah. Mereka juga mengeluarkan “sertifikat kuburan surga” yang memungkinkan anggota ahmadiyah yang mati bisa dikuburkan di Rabwah, Pakistan, tentu dengan membayar sejumlah uang. Daerah ini dianggap tempat suci. Sertifikat itu juga dilengkapi pernyataan wasiat yang isinya menyerahkan setengah harta kekayaan orang yang mati tersebut kepada ahmadiyah.

44

(44)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

menyatakan bahwa jangan sampai ada penghakiman secara sepihak dan tindakan kekerasan. Mareka harus dirangkul agar kembali ke jalan yang benar. Pernyataan ini harus dipahami secara baik oleh umat Islam. Kekerasan yang sejauh ini dilakukan terhadap para pengikut al-Qiyadah telah menimbulkan dua kemungkinan. Yang pertama, keimanan para pengikut itu semakin kuat. Hal ini disebabkan pandangan bahwa kebenaran senantiasa memerlukan pengorbanan. Apalagi dalam sejarah dakwah Rasulullah Saw, penindasan dan pengucilan adalah sesuatu yang kerap terjadi. Artinya sejarah itu bisa dijadikan inspirasi dan teladan oleh mereka dengan menganalogikan apa yang mereka alami sekarang sama dengan di masa Rasul. 45

Selanjutnya menurut beliau bahwa munculnya aliran-aliran sesat seperti al-Qiyadah al-Islamiyah dan al-Quran Suci, merupakan dampak dari era kebebasan yang tidak terbatas serta dakwah Islamiyah yang tidak komprehensif. Akibatnya banyak masyarakat awam yang mudah terjebak dengan aliran-aliran sesat yang seringkali mengatasnamakan Islam. Padahal, Din menegaskan, Islam menghargai perbedaan selama perbedaan tersebut seputar persoalan-persoalan yang khilafiah. Perbedaan yang menyangkut hal-hal bersifat cabang atau disebut khilafiah, ada toleransi. Tapi kalau sudah menyentuh dasar keyakinan, tidak ada toleransi. Pada dasarnya Indonesia menghargai kebebasan beragama. Namun bukan berarti kebebasan itu bisa dipakai seenaknya. Bukan berarti bisa mencederai. Apalagi secara sengaja merusak ajaran yang sudah baku. Agama manapun tidak akan setuju.46

Umat Islam di Indonesia, mungkin akan bertanya mengapa banyak sekali muncul aliran-aliran sesat di Indonesia. Sedangkan di Timur Tengah misalnya, isu-isu

45

Fenoma Aliran Sesat dan Makna Kebebasan Beragama, Diakses dari situs :

46

(45)

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

aliran sesat nyaris tidak pernah terdengar. Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah dan berbagai aliran sesat lainnya hanya fenomena gunung es (iceberg) saja. Di dasar lautan, ratusan ajaran menyimpang dari aqidah yang lurus telah banyak malang melintang. Menurut koordinator Aliansi Ummat Islam (ALUMI), Hedi Muhammad, dari hasil penyelidikan ALUMI diketahui, aliran sesat yang mengatasnamakan Islam telah muncul di Indonesia sejak tahun 1980-an. Sampai 2006, jumlahnya telah mencapai 250 aliran.47

Angka 250 aliran sesat sepanjang 26 tahun menunjukkan secara telanjang bahwa begitu mudahnya sebuah aliran sesat lahir dan punya pengikut. Kalau rakyat ini sudah terbina, mustahil mereka jadi pengikut. Umat Islam seharusnya miris dan khawatir, berapa persen sebenarnya dari 200 juta muslim Indonesia ini yang aktif mengerjakan shalat lima waktu, bisa membaca Al-Qurantau yang puasa penuh di bulan Ramadhan. Sebab banyak bisa disaksikan pada saat shalat Jumat, begitu banyak

Untuk menjawab hal tersebut itu, setidaknya ada beberapa faktor penting yang wajib dicermati bersama, yaitu :

1. Kegagalan Pembinaan Agama

Semua ormas dan orsospol Islam harus mengakui bahwa mereka boleh dibilang masih gagal dalam membina aqidah umat. Pembinaan yang serius boleh jadi belum berhasil sepenuhnya. Di tataran akar rumput harus diakui bahwa umat ini masih belum mendapat sentuhan tarbiyah dan pembinaan. Fenomena maraknya pengajian dan ceramah baru menyentuh lapis terluar. Sedangkan akar rumput rakyat yang terselip di sana-sini, luput dari sentuhan pembinaan.

47

Ahmad Sarwat, Aliran-Aliran Sesat di Indonesia, diakses dari situs :

Referensi

Dokumen terkait

- Proses cek data produk yaitu pemrosesan pengecekan data untuk memastikan bahwa data yang akan ditambahkan ada pada database atau tidak. - Proses tambah produk yaitu

FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN VOLUME LALU

Data primer berupa data subjek terma- suk meliputi karakteristik keluarga (nama ibu, usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anak), karakteristik anak (nama

[1] Istilah Rokoko juga bisa diartikan sebagai kombinasi kata "barocco" (bentuk teratur dari mutiara, kemungkinan berasal dari kata "baroque") dan kata

Mahasiswa mampu memahami Pembangkit daya nonkonvensional dan konversi energi langsung (lanjutan); Pembangkit listrik pasang surut, pembangkit listrik tenaga surya,

Tahapan penelitian ini meliputi penyulingan minyak atsiri serai wangi, identifikasi komponen kimia minyak atsiri dengan GC-MS, pengujian toksisitas minyak atsiri,

Itulah sebabnya dalam pasal ini, dianjurkan bagi setiap orang untuk memilih ilmu yang dianggapnya paling tepat dan bermanfaat serta sanggup ia kuasai bagi dirinya.. Namun

Gambaran faktor risiko ibu hamil risiko tinggi di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada Bulan Februari 2014, yaitu berdasarkan faktor risiko kelompok I atau Ada Potensi Gawat