• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha-Usaha Penanggulangan Timbulnya Tindak Pidana Penistaan Agama, yaitu :

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

D. Usaha-Usaha Penanggulangan Timbulnya Tindak Pidana Penistaan Agama, yaitu :

a. Usaha Preventif (Usaha Pencegahan)

Maraknya aliran sesat akhir-akhir ini menuntut kita untuk melakukan otokritik. Umat Islam yang mayoritas berada dalam golongan “non-sesat” tak perlu menyalahkan pihak lain yang dianggap sesat keyakinannya. Sebab sangat mungkin aliran sesat itu muncul karena keterbatasan dakwah. Hal itu membuat sebagian umat Islam tidak ajaran Islam dengan baik apalagi mengamalkannya.

Sementara itu, pemerintah cenderung menggunakan upaya hukum untuk menangani kasus munculnya aliran sesat. Upaya tersebut kurang diiringi dengan membina dan merangkul mereka agar kembali ke jalan yang benar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mestinya tidak hanya menyatakan sesat terhadap sebuah aliran, tapi juga melarang tindakan kekerasan terhadap penganutnya. Dalam konteks ini, harus dikedepankan upaya merangkul, bukan memukul.

Kalau mau mengakui secara jujur, sebenarnya dakwah Islam saat ini sedang mengidap berbagai penyakit. Ajakan pada kebenaran (amar ma’ruf nahi munkar) sangat kerepotan mengimbangan seruan pada kesesatan (amar munkar nahi ma’ruf). Di

58

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

samping itu, sangat sedikit para pendakwah membuat semacam ‘kurikulum’ dalam menjalankan tugasnya. Dakwah Islam tidaklah dirumuskan dalam sebuah paket yang mendasar, integral, kreatif dan dalam koridor lillahi ta’ala.

Tanpa menafikan adanya ulama dan pendakwah yang sungguh-sungguh dan ikhlas, banyaknya bermunculan pendakwah ‘profesional’ telah sangat membebani dakwah itu sendiri. Mereka menggunakan dakwah sebagai ‘jalan hidup’ untuk mendapatkan popularitas dan kekayaan. Ayat-ayat Allah dijadikan barang dagangan untuk ditukarkan dengan paket wisata, rumah mentereng, kendaraan berkelas dan setumpuk uang. Ulama-ulama gadungan ini berpacu mendekati segala mata air kekayaan. Para penguasa, yang notabene memegang kunci-kunci harta, begitu juga dengan orang-orang berduit, menjadi prioritas untuk diambil hatinya. Mereka antri berebut jadwal ceramah di perkantoran ‘basah’, komplek mewah dan perkumpulan orang-orang berkantong tebal.

Sang pendakwah datang ke sana bukan untuk menyelamatkan dan mengingatkan manusia berduit ini berbagai kesalahannya, tapi hanya untuk tebar pesona dan membuat mereka terbuai guna mendapatkan amplop setebal mungkin. Mereka yang membacakan ayat-ayat Allah itu sedang merajut mimpin untuk menjadi seperti para hartawan yang didakwahinya. Inilah yang membuat banyak pendakwah itu tidak mau berceramah di tempat ‘sembarangan’. Dia baru mau menemui orang-orang miskin jika di sana telah disiapkan banyak uang sesuai dengan tarifnya. Inilah salah satu faktor yang membuat tidak meratanya dakwah Islam.

Akibatnya, di atas mimbar-mimbar mentereng itu, tidak ada lagi dakwah, nasehat, koreksi dan kritik, sekalipun para pendengarnya nyata-nyata sangat pantas ditegur. Tidak ada independensi dakwah karena sang pendakwah bukan sebagai subjek,

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

tetapi objek ‘dakwah’ umatnya. Segala agenda dakwah, materi, metode dan pendekatannya diatur sesuai selera pendengarnya. Sangat ironis, di samping sang pendakwah tidak bisa menasehati apa-apa, dia malahan yang banyak menerima ‘masukan’, bahkan dikendalikan. Tidak akan terdengar di sana amar ma’ruf nahi munkar dalam arti sesungguhnya karena hal itu akan membuat sang dai kehilangan jadwal ceramah dan pengaliran dana ke rekeningnya.

Ini merupakan kelemahan utama dakwah personal. Ketika dakwah dilakukan sendiri-sendiri dan tidak diorganisir dengan baik, dia akan menjadi sangat kerdil di hadapan gencarnya upaya penyesatan umat. Pendekatan sangat parsial ini hanya akan membuat dakwah tidak bisa hadir pada waktu, tempat dan dengan bobot yang tepat.

Konsep dakwah organisasional merupakan model dakwah yang mesti dirujuk kembali dan dijadikan alternatif. Dalam model ini, para ulama dan pendakwah hanya melaksanakan tugasnya dakwahnya secara maksimal di lapangan tanpa bersentuhan dengan urusan amplop. Dia tidak diberi peluang untuk memilih-milih lokasi dakwah, karena dia tetap dibayar sesuai standar organisasi. Dia ‘dikaryakan’ dan digaji oleh organisasi dakwahnya, persis seperti sebuah profesi. Organisasi inilah yang bertanggung jawab secara finansial, menyiapkan kurikulum dan membuat peta dakwah secara komprehensif.

Ancaman pola dakwah semacam ini adalah upaya penunggangan dari orang-orang yang ingin memperalatnya. Konsep ini juga tidak akan begitu nyaman bagi para pendakwah yang telah mapan dengan segala dunianya di di bidang dakwah. Tapi, ini tidak perlu dijadikan halangan. Masih banyak orang ikhlas di negeri ini yang mau mengelola dakwah dalam bingkai semacam itu. Malahan, konsep dakwah

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

organisasional ini dapat dilahirkan dan dijalankan orang-orang yang belum tercemar sama sekali dengan bisnis dakwah selama ini, sekalipun mereka dianggap masih hijau.

Untuk mengerem munculnya aliran-aliran sesat lanjutan di masa datang, ada beberapa hal menurut penulis harus segera dilakukan, yaitu :

1). Para tokoh agama Islam mestilah kembali ke pangkuan umatnya. Saatnya umat diurus lagi dan para ulama tidak boleh lagi menyalahkan satu sama lain. Seperti dinasihatkan oleh Ketua Dewan Fatwa MUI KH Ma’ruf Amin dalam acara Pertemuan Kiai se-Indonesia di Pesantren Nurul Huda Al Islami, Pekanbaru, Riau Pada 25 Agustus 2007, dimana para ulama harus seperti bulan yang menyinari semua alam (public interests). Bukan seperti bintang, yang hanya bersinar untuk dirinya sendiri (personal interest). Ceramah-ceramah agama pun sudah harus disampaikan dengan cara-cara yang sejuk, damai dan ramah (friendly) agar umat merasa nyaman, bukan dibayangi oleh ketakutan.

2). Departemen Agama wajib merespons dengan cepat setiap muncul keresahan tentang penyimpangan akidah di masyarakat. Sikap lambat Depag justeru merugikan kalangan awam yang memerlukan kepastian soal kebenaran agama yang selama ini mereka yakini. Ketiga, Polri dan jajaran intelijen di negeri ini harus pula mewaspadai adanya strategi asing yang hendak merusak stabilitas nasional. Jika Indonesia sebagai negara Muslim terbesar sukses dihancurkan akidahnya, maka akan selanjutnya negeri ini akan mudah untuk diadu domba. Perlu diingat bahwa Tanah Air kita tercinta ini terdiri dari ribuan pulau dengan beragam suku dan bahasa, yang tentu rentan dengan percikan api permusuhan. Untuk itu kita wajib berdoa agar Bangsa Indonesia selamat dari bahaya disintegrasi dan penghancuran terselubung, baik oleh elemen internal maupun eksternal. Menjaga persatuan dan

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

kesatuan umat Islam Indonesia sama artinya dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu sendiri. Ini, jika keutuhan NKRI masih dirasa perlu untuk dipertahankan.

3). Setiap umat Islam seharusnya lebih membekali diri dengan pengetahuan dan pemahaman agama yang cukup. Mereka yang merasa dirinya cukup berilmu dan ‘mampu untuk berijtihad’, janganlah berlaku semena-mena, bahkan terlalu over, dalam mengutak-atik ajaran Islam. Tindakan ini sangat berpotensi sampai ke gerbang kesesatan dan menyesatkan orang lain, karena segmen semacam ini bukanlah bagian dari kebebasan beragama. Allah memang memberikan ruang cukup besar untuk berpikir, tetapi harus tetap berada dalam lingkaran koridor aqidah yang benar.

b. Usaha Repressif (Tindakan Penanggulangan )

Sudah berabad-abad yang lalu Indonesia selalu digambarkan sebagai negara dengan pemeluk agama Islam yang toleran. Toleransi juga diperlihatkan agama-agama dominan sebelum Islam, yakni Hindu dan Budha, terhadap ajaran baru: Islam. Para ulama penyebar Islam dulunya juga bersikap toleran terhadap ajaran agama sebelumnya, bahkan menyerap beberapa unsur budayanya. Namun, sekarang justru sesama umat Islam sering terdapat berbagai persoalan.

Aliran yang telah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu memang layak terkena pasal-pasal pidana sehingga diamankan aparat kepolisian karena telah menodai agama Islam, seperti al-Qiyadah al-Islamiyah memang menodai Islam karena beranggapan bahwa Islam sudah hancur, Nabi Muhammad sudah selesai sehingga digantikan olehnya. Ini bisa dibaca dalam belasan halaman tanggapan al-Qiyadah terhadap fatwa MUI. Al-al-Qiyadah juga menganggap shalat dan puasa

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Ramadhan belum wajib terkait dengan tahapan yang masih dalam masa perjuangan di Mekah. Perjuangan yang mereka tempuh dilakukan dalam enam tahap, yaitu: perjuangan rahasia, perjuangan terang-terangan, hijrah, perang, futuh (merebut) Mekah dan membangun Khilafah yang diramal akan terjadi pada 2024. 59

Mereka itu sebenarnya sedang mencari jalan menuju ke Tuhan. Hanya saja, cara mereka salah. Tapi, kita memperlakukan mereka tak ada bedanya dengan maling ayam. Dikejar-kejar, kemudian ditangkap polisi. Berarti kita masih terhormat memperlakukan Selain penahanan terhadap tokohnya, pemerintah juga akan membina pengikutnya. Mushaddeq menyerahkan diri setelah melihat reaksi umat Islam dari berbagai media massa yang merasa terganggu dengan aliran itu. Dengan penyerahan diri itu, kita meminta masyarakat untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap pengikut aliran al-Qiyadah. Kalau tetap main hakim sendiri maka bisa jadi nanti malah akan menimbulkan persoalan hukum yang baru.

Seperti yang terjadi pada sejumlah umat Islam di Jawa Barat dan Jakarta telah merasa terganggu dengan munculnya aliran ini sebab dinilai menyimpang dari ajaran agama Islam. Sebelumnya, sekitar 100 orang anggota Front Pemuda Islam (FPI) Jawa Barat berunjuk rasa ke DPRD Jawa Barat, mendesak penegak hukum agar pimpinan al-Qiyadah, Ahmad Mushaddeq dihukum mati sesuai syariat Islam.

Apakah kita berhak memarahi mereka atau kalau perlu menghabisi mereka agar tak menular kepada yang lain? Tanya seorang warga yang berunjuk rasa dengan nada emosional. Kita ini sudah telanjur menjadi bangsa yang salah kaprah dan gampang sekali marah. Ketika mengadili seseorang yang dianggap bersalah, sering tak bisa dipilah kesalahannya apa, sehingga yang terjadi, dipukul rata.

59

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

para koruptor ketimbang memperlakukan orang yang “hanya” salah dalam memahami agama. Padahal, koruptor juga jelas-jelas merugikan negara. Berarti kaum agamawan perlu mengubah cara menyampaikan dakwah kepada umatnya. Tugas dakwah Islam menjadi lebih berat ketika dihadapkan pada penyimpangan-penyimpangan dakwah yang mencuat kembali akhir-akhir ini. Ditengah kondisi negeri kita yang masih tertatih ini hendaknya kita memfokuskan dirinya pada wilayah etis-emansipatoris.

Kesadaran semacam ini dalam bingkai ilmu pengetahuan dianggap sebagai perwujudan dari sinergi epistemologi dan aksiologi. Dengan pendekatan model inilah, dakwah billisan, bil qalam, dan bil hal bisa dijalankan dalam satu waktu. Kita harus menilai secara sangat positif bahwa dakwah harus memberikan sumbangan untuk nilai-nilai kemanusiaan. Sebab di samping sasaran dakwah itu adalah akhlak manusia, juga harus memperhatikan persoalan kemanusiaan. Kita harus peduli dengan kemanusiaan, pada manusia-manusia yang menderita. Dengan begitu, kita harus senantiasa menggunakan pikiran dan analisa di dalam struktur dakwah yang kita sajikan pada masyarakat. Analisa harus kita utamakan dulu, sebelum mengambil kesimpulan-kesimpulan umum yang akan kita perhatikan.

Seringkali yang menjadi titik perhatian kita biasanya terletak pada pendeteksian secara dini masalah keagamaan yang dihadapi masyarakat. Lalu, ihwal pendidikan keagamaan di dalam kehidupan masyarakat. Keduanya mesti mendapat perhatian yang lebih serius sehingga dapat dihindari salah tafsir dan salah paham mengenai ajaran agama, tentu penyimpangan seperti dilakukan beberapa aliran itu dapat dihindari sebelum “terperosok” lebih dalam. Jika perlu di bawah koordinasi Pemerintah dibentuk Tim khusus untuk mengkaji kegiatan aliran yang dianggap sesat tersebut.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

Tim ini nantinya dapat membantu menemukan aspek-aspek yang mungkin bertentangan dengan ajaran Islam. Pembentukan tim khusus itu juga bertujuan untuk mengkaji berbagai aspek yang dilakukan ole berbagai aliran yang ada, terutama mengenai praktik-praktik ibadah yang tidak lazim dilaksanakan umat Islam. Melalui tim ini diharapkan persoalan kesalahpahaman mengenai keagamaan seperti yang dilakukan sebagian masyarakat dapat dihindari.

Selain UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sepuluh kriteria suatu aliran dapat digolongkan tersesat. Namun, tidak semua orang dapat memberikan penilaian suatu aliran dinyatakan keluar dari nilai- nilai dasar Islam. Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria.

Kriteria tersebut tidak dapat digunakan sembarang orang dalam menentukan suatu aliran itu sesat dan menyesatkan atau tidak. Ada mekanisme dan prosedur yang harus dilalui dan dikaji terlebih dahulu, sehingga bagi MUI sebenarnya tidak gampang untuk mengeluarkan fatwa. Pedoman MUI itu menyebutkan, sebelum suatu aliran atau kelompok dinyatakan sesat, terlebih dulu dilakukan penelitian. Data, informasi, bukti, dan saksi tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut diteliti oleh Komisi Pengka jian. 60

Selanjutnya, Komisi Pengkajian memanggil pimpinan aliran atau kelompok dan saksi ahli atas berbagai data, informasi, dan bukti yang didapat. Hasilnya kemudian disampaikan kepada Dewan Pimpinan. Bila dipandang perlu, Dewan Pimpinan dapat

60

MUI Tetapkan Kriterika Aliran Sesat, diakses dari situs :

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

menugaskan Komisi Fatwa untuk membahas dan mengeluarkan fatwa. Di batang tubuh fatwa mengenai aliran sesat, juga ada poin yang menyatakan akan menyerahkan segala sesuatunya kepada aparat hukum dan menyeru masyarakat jangan bertindak sendiri-sendiri. Menurut Menteri Agama, Maftuh Basyuni, Pemerintah terus berupaya meyakinkan para penganut aliran sesat agar dapat kembali ke jalan yang benar, sekarang sudah banyak tokoh aliran sesat yang ditangkap dan menyerahkan diri, tergantung aparat untuk menindaklanjutinya.

c. Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap Para Pelaku)

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat bahwa aliran sesat dan menyesatkan yang mengaitkan diri dengan ajaran Islam bermunculan di Indonesia antara lain karena dakwah belum dilakukan secara meluas dan menyentuh segenap umat Islam. Boleh jadi adanya paham-paham baru yang bertentangan dengan akidah Islamiyah ini disebabkan karena dakwah yang belum meluas dan mendalam ke seluruh umat. Mengenai berbagai aliran sesat seperti al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah dan sebagainya, beliau berpendapat agar para pengikutnya yang telah disesatkan untuk dirangkul dan ditarik agar kembali ke jalan yang lurus. Namun, bila mereka tidak ingin kembali maka diharapkan agar aliran yang mereka junjung jangan dikaitkan dengan agama Islam. Din juga mengatakan, sebab lain dari munculnya berbagai aliran sesat juga karena adanya kebebasan yang kebablasan dari alam reformasi sehingga orang dapat membuat berbagai organisasi tertentu. Untuk masa mendatang, tidak ada jaminan bahwa sebuah pemikiran atau keyakinan dapat

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

“dibunuh” begitu saja. Cara yang paling baik adalah melalui penyadaran, yaitu bagaimana kita sentuh hatinya dan kita kembalikan ke jalan yang benar. 61

Dalam konteks ini peran pemerintah, termasuk lembaga agama yang diberi otoritas oleh negara, tidak perlu intervensi terlalu jauh terhadap keyakinan agama seseorang, dengan menghukum kafir kepada mereka misalnya. Sebab pada dasarnya keyakinan (keberagamaan) seseorang merupakan hak asasi, yang tidak ada seorang dan Penyadaran adalah kata penting dalam beragama. Pilihan terhadap aliran tertentu pun bukan didorong oleh keterpaksaan dan rasa frustasi. Mereka memilih berdasarkan kesadaran penuh. Apalagi jika dilihat dalam komposisi penganut al-Qiyadah, sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa dan masyarakat terpelajar. Jadi pilihan untuk masuk aliran tersebut lebih disebabkan oleh kesadaran. Dengan demikian pendekatan yang sebaiknya diambil dalam menangani mereka adalah dengan bentuk penyadaran. Menyuguhkan konsepsi yang dapat membuka pikiran mereka. Tentu saja pendekatan semacam ini bukan sesuatu yang bisa dilihat hasilnya.

Jika dibandingkan dengan pendekatan kekerasan yang sejauh ini telah dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam dalam merespon dan menangani kasus ini, meskipun pendekatan kekerasan memberikan hasil yang segera, namun dampaknya dalam waktu yang panjang justru tidak baik. Amat boleh jadi konversi para pengikut setia al-Qiyadah itu ke dalam Islam (yang konvensional) tidak berdasar pada ketulusan, sehingga justru menjadi bumerang bagi citra Islam sendiri. Selain itu juga tindakan kekerasan telah menyalahi ajaran Islam itu sendiri.

61

Negara dan Kebebasan Berkeyakinan, diakses dari situs :

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

lembaga pun yang memiliki otoritas untuk memaksanya. Wajar jika dalam Islam dikatakan “laa ikraaha fi ad-diin” (tidak ada paksaan dalam beragama). 62

Sejatinya, pemerintah becermin kepada para pendiri negara (founding fathers). Mereka memiliki visi yang konstruktif dalam menghadapi dilema kedaulatan agama dan negara. Muhammad Abduh adalah salah seorang tokoh modernis Mesir yang memberikan banyak pengaruh terhadap corak pemikiran mereka. Dalam bukunya

al-Islam wa al-Nashraniyah ma’a al-Ilm wa al-Madaniyyah, Abduh mengatakan bahwa

kekuasaan negara haruslah berlandas pada kedaulatan rakyat dan kebebasan sipil. Abduh memaksudkan kebebasan sipil di sini tidak hanya sebatas kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berijtihad, melainkan pula kebebasan setiap orang untuk berbeda agama dan menjalankan ibadah agama yang diyakininya tersebut. Gagasan Abduh ini sejalan dengan pernyataan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29, yang menyebutkan bahwa, negara menjamin kebebasan setiap orang untuk beragama dan menjalankan ibadahnya. 63

Negara bukanlah ciptaan Tuhan. Negara terbentuk melalui pergulatan sosial-politik manusia. Rakyat Indonesia mendeklarasikan Republik Indonesia (RI) setelah mengalami pergumulan panjang dengan penindasan kolonialisme Belanda. Sungguhpun kemerdekaan tersebut diakui sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa, tetapi bukan berarti menerima kedaulatan agama tertentu dalam negara. Indonesia bukanlah negara agama, tetapi juga bukan negara yang tak beragama. Agama diberikan ruang untuk hidup dan berkembang. Karena itu, tuntutan pendirian rumah ibadah adalah hak dan konsekuensi dari kedaulatan rakyat. Konflik internal umat beragama, antara aliran al-Qiyadah dan Islam konvensional, tidak serta merta menjadikan negara boleh

62

Ibid.

63

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

menghukum dan memvonis kriminal kepada kelompok yang minoritas itu. Dalam kasus ini, negara atau pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak umat beragama dan memediasi konflik antara umat beragama.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

PENGATURAN DAN ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA