• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Pemerintahan Menurut Konsep Islam

BAB III. KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP HARGA BBM TAHUN 2005

TERHADAP PENETAPAN HARGA BBM DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Pemerintahan Menurut Konsep Islam

Dalam kelompok masyarakat pada umumnya ada sejumlah orang yang mengatur dan sekaligus melakukan usaha guna menciptakan serta memelihara ketertiban. Mereka merupakan pimpinan dalam suatu masyarakat negara. Golongan orang-orang yang berwenang untuk mengatur dan memimpin itu disebut dengan pemerintah. Oleh karena salah satu syarat berdirinya negara yaitu adanya unsur pemerintah/pemerintahan.1 Sebelum melangkah pada bahasan mengenai konsep pemerintahan dalam al-Qur’an terlebih dahulu penulis akan memaparkan pengertian pemerintahan itu sendiri.

Secara etimologi pemerintah berasal dari kata sebagai berikut : 1. Kata dasar “perintah” berarti melakukan pekerjaan menyuruh.

2. Penambahan awalan pe menjadi “pemerintah” berarti badan yang melakukan kekuasaaan memerintah.

3. Penambahan akhiran an menjadi “pemerintahan” berarti pembutan, cara, hal atau urusan dari pada badan yang memerintah tersebut.2

1

Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. Ke-1, h. 128

2

Ibid., h. 5

15

Dibeberapa negara, antara pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan, Inggris menyebutnya “Government” dan Prancis menyebut “Gouvernment” keduanya berasal dari kata latin “Gubernacalum”. Dalam bahasa Arab disebut “Hukumat” dan di Amerika Serikat disebut hanya dengan “Administration”, sedangkan Belanda mengartikan “Regering” sebagai penggunaan kekuasaan negara oleh yang berwenang untuk menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan negara, dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.3

Pemerintahan dalam arti organnya dibedakan, yaitu pemerintahan dalam arti sempit, hanya terbatas pada lembaga yang memegang kekuasan eksekutif. Pemerintahan dalam ati luas, mencakup kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudika

upakan pembawa suara dari rakyat sehingga pemerintah dapat berdiri dengan stabil.5

tif.4

Jadi pemerintahan merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan. Pemerintah harus diartikan luas yang mencakup semua badan-badan negara. Suatu hal yang penting adalah pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh rakyatnya karena pada hakekatnya pemerintah mer

3

Ibid., h. 6

4

Ibid

5

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), cet. ke-4, h. 112.

16

1. Kons

yang islami, tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an, sur

ِﻦَ َنْﻮَﻬََْو ِف

menyeru kepada ebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Al-imran/3:104)

engan tujuan agar terciptanya kedamaian,kemakmuran dan kes

musuhnya,ambisi,ikrar,pengorbanan, kebaikan dan kelemahannya. Begitu pula ep Pemerintahan Dalam Al-Qur’an

Tentang elit pemerintahan yang kemudian menjadi dasar untuk pembentukan suatu negara

at ali imran/3 ayat 104:

وﺮْ َﻤْﺎِﺑ َنوﺮ ْﺄََو ِﺮْﻴَﺨْا ﻰَِإ َنﻮ ْﺪَ ﺔﱠ أ ْﻢﻜِْ ْﻦﻜََْو

َنﻮ ِْﻤْا ﻢه َﻚَِوأَو ِﺮَﻜْﻤْا

) .

ناﺮﻤ لأ

/

3

:

104

(

Artinya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang k

Ayat diatas menjadi dasar berdirinya negara dan perlunya diadakan pemerintahan untuk pengaturan dan penyelenggaraan kenegaraan tersebut. Walaupun jumlah aparat pemerintah tersebut sedikit tetapi sanggup mengatur warga Negara yang jumlahnya relative jauh lebih banyak. Rakyat wajib mendengar dan menaati segala perintah dan peraturan yang dibentuk oleh pemerintah, d

ejahteraan.

Al-Qur’an di dalamnya berisikan pokok utama peristiwa-peristiwa yang pernahtrjadi di kalangan umat islam baik tentang

musuh-17

mengenai hubungan-hubungan antara pemimpin(Rasulullah) dan sahabatnya, dan staf generalnya.6

Demikian pula hubungan antara pemimpin dengan tim pimpinan dan seluruh penganut setia, dan penganut sifatnya adalah pendukung dan simpatisan. Golongan-golongan ini, secara bersama membentuk suatu komunitas dan tentunya menjadi bagian dari komunitas itu sendiri. Dan dalam kedudukannya, memelihara hubungan dengan golongan-golongan dan individu-individu yang bukan bagian dari komunitas itu.7

Lebih lanjut, islam sebagai ‘fakta al-Qur’an’ mempunyai konsepsi tentang kekuasaan. Ada dua hal yang menjadi bagian dari konsepsi tersebut, yaitu pertama, adalah yang tak masuk jika memikirkan bahwa, pengalaman yang dilakukan manusia untuk membentuk suatu tata tertib baru yang bersifat universal dapat dilakukan tanpa suatu otoritas, pemimpin dan organisasi. Kedua, al-Qur’an telah membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah membedakan antara keduanya dengan jelas. Tahta otoritas, secara ekslusif berada di tangna tuhan. Ada satu otoritas dab hanya Allah, lailahaillahu. Sedangkan tahta kekuasaan telah diambil oleh Muhammad saw, sebagai utusan Allah kekuasaan ini yang diserahkan dan dianugerahkan, pada definisinya tidak mempunyai

6

Mehdi Muzaffari, Authority in Islam, Abdul Rahman Ahmed, Kekuasaan dalam Islam, (terj.), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), cet. ke-1, h. xi

7

18

otonomi, tetapi sebalikya tergantung pada otoritas Allah di mana dari Dialah harus menerima legitimasi untuk dipatuhi.8

Secara tegas al-Qur’an menggunakan ungkapan ulul amr umtuk konsep pemegang dan pengendali kekuasaan politik. Meskipun begitu para ulama tidak sependapat mengenai konsep yang dimaksud karena terpengaruh oleh perkembangan pemikiran politik zamannya. Pemerintah sebagai salah satu struktur dasar system politik merupakan lembaga yang menyelenggarakan mekanisme politik atau roda pemerinthan yang di pimpin oleh seorang pejabat yang disebut ‘wali’ atau ‘amir’ atau dengan istilah lainnya yang dikenal dalam kepustakaan politik dan ketatanegaraan islam.9

Kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali mempunyai dua landasan : landasan formal normatif dan landasan struktural formatif.10 Landasan pertama bertumpu pada ajaran kedaulatan hukum ketuhanan (al-Qur’an). Karena itu kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali berdasarkan ayat al-Qur’an yang memberinya tugas untuk menegakkan hukum Allah dan menyelenggarakan pemerintahan dengan adil dalam masyarakat. Kekuasaan politik diperoleh dan dimiliki wali karena kekuasaan itu interen pada tugas-tugas tersebut. Landasan kedua yakni landasan struktural formatif yang bertumpu pada penerimaan dan pengakuan rakyat; seorang wali yang berkedudukan sebagai pemerintah harus

8

Ibid., h, xii

9

Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. ke-2, h. 301

10

19

mendapat legalisasi dari rakyat dan ini diperoleh melalui bai’at dengan demikian rakyatlah yang memegang kedaulatan politik sehingga tanpa bai’at, kekuasaan wali tidak dapat diberlakukan secara sah. Bai’at kepada wali merupakan manifestasi kapercayaan rakyat kepadanya untuk menegakkan hukum Allah. Karena itu jika ia tidak melaksanakan tugasnya maka rakyat dapat menggantinya dengan wali lain.

Adanya istilah al-Amr, al-Hukm, al-Mulk, yaitu kekuasaan yang melakasanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga terjadinya tindak kezaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan.11 Istilah-istilah tersebut telah dipakai untuk menunjukan kekuasaan, namun dengan sangat jelas al-Qur’an menegaskan bahwa secara eksklusif otoritas berada ditangan Allah. Dialah: Yang menciptakan peraturan:

Khalq dan amr. Tuhan adalah pemilik kehendak penciptaan (iradah khalqiyyah) atau (kauniyyah)dan kehendak legislatif (iradah tasyri’iyyah). Rosulullah sendiri, dan lebih lagi semua para khalifah, sultan, raja, imam, tuan, ayah, suami memrintah hanya karena perintah-perintah yang diberikan oleh Allah.12

Disamping itu, al-Qur’an juga menyoroti mengenai kebijaksanaan pemerintah. Allah menyuruh berlaku adil walaupun terhadap saudara dan kerabat

11

Taqiyuddin An-Nabhani, Nidhamul Hukmi Fil Islam, Moh. Magfur Wachid, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, (terj.), (Surabaya: Al-Izzah, 1996), cet. ke-1, h. 11

12

20

sendiri oleh karenanya, pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya dituntut berlaku seadil-adilnya, tanpa ada unsure kepentingan pribadi maupun golongan. Pada hakikatnya semua yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah hendaknya semata-mata untuk kemakmurkan dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana tercantum dalam dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 135:

ْﻢﻜِﺴ َْأ ﻰََ ْﻮََو ِﻪﱠِ َءاَﺪَﻬﺷ ِﻂْﺴِْﺎِﺑ َﻦﻴِ اﱠﻮَ اﻮ ﻮآ اﻮ َ اَء َﻦ ِﺬﱠا ﺎَﻬ َأﺎَ

اﻮ ِﱠَﺗ ﺎََ ﺎَﻤِﻬِﺑ ﻰَْوَأ ﻪﱠ ﺎَ اﺮﻴَِ ْوَأ ﺎًﻴَِﻏ ْﻦﻜَ ْنِإ َﻦﻴِﺑَﺮَْﺄْاَو ِﻦَْﺪِاَﻮْا ِوَأ

ْنِإَو اﻮ ِﺪْ َﺗ ْنَأ ىَﻮَﻬْا

َنﻮ َﻤْ َﺗ ﺎَﻤِﺑ َنﺎَآ َﻪﱠ ا ﱠنِﺈَ اﻮ ِﺮْ ﺗ ْوَأ اوﻮَْﺗ

اﺮﻴَِ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

135

(

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan”. (An-Nisa’/4: 135)

Pemerintahan sebagai suatu ilmu (science) dan seni (art) memiliki serba-serbi, objek dan metode tersendiri. Pemerintahan sebagai cara bagaimana mengatur, memrintah dan menguasai orang-orang, dan yang sering dan masih akan terus berlanjut dalam pemerintahan itu sendiri adalah perebutan kekuasaan. Padahal pada hakikatnya, kekuasaan itu tidak akan kekal di tangan manusia, melainkan kekal pada Allah.13

13

21

2. Prinsip Dasar Pemerintahan dalam Islam

Prinsip dasar yang harus dipegang dalam menjalankan pemerintahan islam. Secara garis besarnya yaitu:14

a. Keadilan.

Perintah melaksanakan keadilan banyak ditemukan secara eksplisit dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 58:

ْنَأ ِسﺎﱠ ا َﻦْﻴَﺑ ْﻢ ْﻤَﻜَﺣ اَذِإَو ﺎَﻬِْهَأ ﻰَِإ ِتﺎَﺎَ َﺄْا اودَﺆﺗ ْنَأ ْﻢآﺮ ْﺄَ َﻪﱠ ا ﱠنِإ

اﺮﻴِﺼَﺑ ﺎ ﻴِﻤَ َنﺎَآ َﻪﱠ ا ﱠنِإ ِﻪِﺑ ْﻢﻜﻈِ َ ﺎﱠﻤِ ِ َﻪﱠ ا ﱠنِإ ِلْﺪَ ْﺎِﺑ اﻮﻤﻜْ َﺗ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

58

(

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (An-Nisa’/4: 58)

b. Persamaan di Hadapan Hukum.

Tentang persamaan, juga disebutkan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya surat al-Hujurat/49 ayat 13:

َ ِﺋﺎَََو ﺎﺑﻮ ﺷ ْﻢآﺎََْ َﺟَو ﻰَﺜْأَو ﺮَآَذ ْﻦِ ْﻢآﺎَََْ ﺎﱠِإ سﺎﱠ ا ﺎَﻬ َأﺎ

ﺮﻴَِ ﻢﻴَِ َﻪﱠ ا ﱠنِإ ْﻢآﺎَْﺗَأ ِﻪﱠ ا َﺪِْ ْﻢﻜَ َﺮْآَأ ﱠنِإ اﻮ َرﺎَ َِ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

49

(

Artinya: 14

Muhammad Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatul Islamiyah, Abdul Hayyie Al-Kattani, Teori Politik Islam, (terj.), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. ke-1, h. 265

22

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

(Al-Hujurat/49: 13) c. Taat.

Loyalitas adalah satu pilar pemerintahan dalam islam. Negara tidak akan kuat tanpa adanya keadilan dari penguasa dan ketaatan rakyat kepada umara’ (pimpinan), sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surat An-Nisa’/4 ayat 59:

ْﻢﻜِْ ِﺮْ َﺄْا ِوأَو َلﻮ ﱠﺮ ا اﻮ ﻴِ َأَو َﻪﱠ ا اﻮ ﻴِ َأ اﻮ َ اَء َﻦ ِﺬﱠا ﺎَﻬ َأﺎَ

َنﻮ ِ ْﺆﺗ ْﻢ ْآ ْنِإ ِلﻮ ﱠﺮ اَو ِﻪﱠ ا ﻰَِإ ودﺮَ ءْ َﺷ ِ ْﻢ ْ َزﺎََﺗ ْنِﺈَ

ِﻪﱠ ﺎِﺑ

َِذ ِﺮِ ﺂْا ِمْﻮَﻴْاَو

ِْوْﺄَﺗ ﻦَﺴْﺣَأَو ﺮْﻴَ َﻚ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

49

(

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (An-Nisa’/4: 59)

d. Syura (Musyawarah).

Dalam pemerintahan islam mengambil keputusan didalam semua urusan kemasyarakatan harus dilakukan melalui musyawarah dan konsultasi dengan semua pihak sebagaimana tercantum dalam Firman Allah swt surat Ali Imran/3 ayat 159:

23

ْﻦِ اﻮﻀَْﺎَ ِ َْْا َﻆﻴَِﻏ ﺎًﻈَ َ ْآ ْﻮََو ْﻢﻬَ َ ِْ ِﻪﱠ ا َﻦِ ﺔَﻤْﺣَر ﺎَﻤَِ

َ ْ َﺰَ اَذِﺈَ ِﺮْ َﺄْا ِ ْﻢهْرِوﺎَﺷَو ْﻢﻬَ ْﺮِْﻐَْ اَو ْﻢﻬَْ ْ ﺎَ َﻚِْﻮَﺣ

ﻴِﱢآَﻮَﻤْا ِ َﻪﱠ ا ﱠنِإ ِﻪﱠ ا ﻰََ ْ ﱠآَﻮََ

.

)

ناﺮﻤ لأ

/

3

:

159

(

Artinya:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Ali Imran/3: 159)