• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan pemerintah dalam penetapan harga : menurut pespektif ekonomi islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan pemerintah dalam penetapan harga : menurut pespektif ekonomi islam"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

PENETAPAN HARGA BBM

“Suatu Tinjauan dari Perspektif Ekonomi Islam”.

Oleh: HERMAWAN

101046122381

JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

PENETAPAN HARGA BBM

“Suatu Tinjauan dari Perspektif Ekonomi Islam”.

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Oleh:

HERMAWAN 101046122381

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

I. Drs. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM II. Dedy Nursamsi, SH, M.Hum NIP. 131273007 NIP. 150264001

JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

ِﻢﻴِﺣﱠﺮ ا

ِﻦَﻤْﺣﱠﺮ ا

ِﻪﱠ ا

ِﻢْﺴِﺑ

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, hanya berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi Islam pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammmad SAW, sang Periclytos yang menyediakan kesejahteraan bagi yang dipimpinnya, pimpinan yang menyediakan suatu organisasi sosial dimana orang-orang merasa aman didalamnya, pimpinan yang menyediakan suatu bentuk kepercayaan yang benar dan hakiki.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan dan tantangan. Namun dengan ketekunan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Prof. Dr. H, Amin Suma, SH, MA., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Euis Amalia, M.Ag dan Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat, Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

(4)

ii

3. Drs. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM dan Dedy Nursamsi, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis.

4. Segenap Dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dalam proses belajar dan pendewasaan diri dalam hidup dan kehidupan penulis.

5. Pimpinan Perpustakaan beserta seluruh staf-stafnya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan sumber referensi.

6. Orang tua kami, H. Asikin dan Ibunda T. Mulyati, serta nenek tercinta Hj. Rohaeni yang banyak memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2001, yang telah sama-sama menuntut ilmu di kampus tercinta.

Jakarta, Februari 2007

(5)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah………6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………..7

D. Metode Penelitian………...8

E. Objek Penelitian………10

F. Sistematika Penulisan………10

BAB II. GAMBARAN UMUM BMT AL-KAUTSAR A. Latar Belakang Berdirinya BMT Al-Kautsar………12

B. Struktur Organisasi………15

C. Asas, Landasan dan Prinsip BMT Al-Kautsar………..18

D. Profil Organisasi Al-Kautsar……….19

E. Produk-Produk BMT Al-Kautsar………..19

F. Produk-Produk Al-Kautsar Dalam Dinar Dan Dirham……….20

BAB III. KONSEP DAN SEJARAH DINAR DAN DIRHAM A. Pengertian Dinar Dan Dirham………...22

B. Dinar Dan Dirham Dari Masa Kemasa 1. Dinar dan dirham pada masa Rasulullah SAW………..24

2. Dinar dan dirham di zaman Lhulafaurrasyidin………..25

3. Dinar dan dirham pada masa sesudah Khulafaurrasyidin………..26

4. Dinar dan dirham masa kini dan masa keredupan penggunaan dimar dan dirham…...29

C. Konsep Uang Menurut Pada Pemikir Islam 1. Abu Ubaid (154-224 H)……….32

2. Imam Al-Ghazali (450-505 H)………..33

3. Ibnu Khaldun (732-808 H)………35

4. Al-Maqrizi (766-845 H)………36

5. Umar Chapra……….38

D. Standar Emas 1. Arti dan syarat standar emas………..39

2. Macam-macam standar emas……….40

3. Standar emas Internasional………42

4. Jenis-jenis standar moneter………42

BAB IV. REALISASI PENGGUNAAN DINAR DAN DIRHAM PADA PRODUK BMT AL-KAUTSAR A. Realisasi Penggunaan Dinnar Dan Dirham Pada BMT Al-Kautsar 1. Penukaran dinar dan dirham pada BMT Al-Kautsar...44

2. Penitipan uang dinar dalam tabung dinar pada Wakala BMT Al-Kautsar...49

3. Dinar dan dirham untuk pembelian segala macam produk-produk BMT Al-Kautsar...51

4. Tabungan haji dinar………...53

(6)

1. Dampak penjualan dinar dan dirham terhadap BMT Al-Kautsar………..59 2. Tanggapan masyarakat terhadap penerapan dinar dan dirham pada BMT Al-Kautsar.64 C. Analisis Terhadap Realisasi Penggunaan Dinar Dan Dirham Pada BMT Al-Kautsar.72 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(7)
[image:7.612.114.518.150.543.2]

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan harga produk BBM tahin 2005……….44 Tabel 3.2 Rincian Rumah Tangga, Usaha Kecil, Transportasi

dan Pelayanan Umum ...45

Tabel 3.3 Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap APBN 2004………50

(8)

DAFTAR GAMBAR

[image:8.612.111.518.211.543.2]

Gambar 3.1 Belanja pemerintah Pusat 2004 (Realisasi)...38 Gambar 3.2 Belanja Pemerintah Pusat 2005 (APBN Revisi II)...38 Gambar 3.3 Trend Produksi dan Impor Minyak dalam kurun waktu

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah tanah surga yang didalamnya banyak terkandung kekayaaan alam yang melimpah ruah. Bagaimana tidak, lautannya yang terbentang luas merupakan salah satu kekayaan alam indonesia dimana para nelayan dapat menikmati ikan-ikan yang ada di perairan Indonesia. Belum lagi kekayaan yang lainnya, meliputi hutan, hasil tambang, pertanian, minyak dan yang lainnya.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sejak beberapa tahun belakangan telah berubah posisi dari net eksportir menjadi net importir. Salah satunya adalah produksi minyak bumi kita yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri yang pada akhirnya Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar harus mengimpor minyak untuk kebutuhan rakyatnya.

Berita di harian Kompas hari ini (14 Desember 2005) yang menjelaskan data impor produk pertanian memperlihatkan bahwa Indonesia mengimpor beras 3,7 juta ton/tahun, gula 1,6 juta ton/tahun, kedelai 1,3 juta ton/tahun, gandum 4,5 juta ton/tahun, jagung 1,3 juta ton/tahun, garam 1,6 juta ton/tahun, singkong 0,85 juta ton/tahun, kacang tanah 260.000 ton/tahun, buah-buahan 247.000 ton/tahun serta sayuran 281.000 ton/tahun.

(10)

2

Indonesia adalah negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 UUD 1945). Oleh sebab itu, bangsa Indonesia yakin dan mengimani bahwa bumi dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya baik di darat, laut maupun udara adalah milik Allah Robbul Alamin sebagaimana tercantum dalam surat al-Maidah/5 ayat 17:

َِو

ْاَو

ِتاَﻮَﻤﱠﺴ ا

ﻚْ

ِﻪﱠ

َﻷ

ﱢ آ

ﻰََ

ﻪﱠ اَو

ءﺎَ َ

ﺎَ

ْﺨ

ﺎَﻤﻬَْﻴَﺑ

ﺎَ َو

ِضْر

ِْﺪَ

ءْ َﺷ

)

ةﺪﺋﺎﻤ ا

/

5

:

17

(

Artinya :

"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (al-Maidah/5 :17)

Ia percayakan kekayaan alam itu kepada manusia Indonesia untuk dikelola dengan sebaik-baiknnya sehingga menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan. Di darat ada pegunungan yang mengandung bahan-bahan tambang. Dalam surat al-Hadid/57 ayat 25 dan surat al-A’raf/7 ayat 74:

سﺎﱠ ا

َمﻮ َﻴِ

َناَﺰﻴِﻤْاَو

َبﺎَِﻜْا

ﻢﻬَ َ

ﺎََْﺰَْأَو

ِتﺎَﱢﻴَْﺎِﺑ

ﺎََ ر

ﺎََْ ْرَأ

ْﺪََ

ْﻦَ

ﻪﱠ ا

َﻢَْ َﻴَِو

ِسﺎﱠ ِ

ِﺎََ َو

ﺪ ِﺪَﺷ

سْﺄَﺑ

ِﻪﻴِ

َﺪ ِﺪَ ْا

ﺎََْﺰَْأَو

ِﻂْﺴِْﺎِﺑ

ﱠنِإ

ِ ْﻴَﻐْﺎِﺑ

ﻪَ رَو

ﺮﺼَْ

ﺰ ِﺰَ

ﱞيِﻮَ

َﻪﱠ ا

)

ﺪ ﺪ ا

/

57

:

25

(

Artinya :
(11)

3

َﺑ

ْﻦِ

َءﺎََ

ْﻢﻜََ َﺟ

ْذِإ

اوﺮآْذاَو

ا

ِ

ْﻢآَأﱠﻮَﺑَو

دﺎَ

ِﺪْ

َﻷ

ْﻦِ

َنوﺬِﺨﱠَﺗ

ِضْر

و

ِﻪﱠ ا

َءﺎَاَء

اوﺮآْذﺎَ

ﺎﺗﻮﻴﺑ

َلﺎَِ ْا

َنﻮ ِ َْﺗَو

ارﻮﺼ

ﺎَﻬِﻮﻬ

ِ

اْﻮَﺜْ َﺗ

َﻦ ِﺪِﺴْ

ِضْرَﺄْا

) .

فاﺮ ﻷا

/

7

:

74

(

Artinya :

“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah ni`mat-ni`mat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan”. (al-A’raf/7 : 74)

Ada hutan yang menghgasilkan kayu-kayuan, ada sawah dan ladang yang dapat menghasilkan makanan pokok. Juga tercantum dalam surat Ibrahim/14 ayat 32 :

ﱠَ ا

ِﻪِﺑ

َجَﺮْ َﺄَ

ءﺎَ

ِءﺎَﻤﱠﺴ ا

َﻦِ

َلَﺰَْأَو

َضْرَﺄْاَو

ِتاَﻮَﻤﱠﺴ ا

َ ََ

يِﺬﱠا

ِﺑ

ِﺮْ َْا

ِ

َيِﺮْ َِ

َﻚْ ْا

ﻢﻜَ

َﺮﱠﺨَ َو

ْﻢﻜَ

ﺎ ْزِر

ِتاَﺮَﻤﱠﺜ ا

َﻦِ

ِِﺮْ َﺄ

ْا

ﻢﻜَ

َﺮﱠﺨَ َو

َﻷ

َرﺎَﻬْ

) .

ﻢﻴهاﺮﺑا

/

14

:

32

(

Artinya :

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai”.(Ibrahim/14 : 32)

(12)

4

Sementara itu, lautan Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta km2 menyimpan pokok-pokok kemakmuran yang luar biasa. Dari sumber daya yang dapat

diperbaharui ada perikanan. Sebagaimana tercantum dalam surat an-Nahl/16 ayat 14:

ﺔَﻴِْﺣ

ﻪِْ

اﻮﺟِﺮْﺨَْﺴَﺗَو

ﺎًِﺮَ

ﺎﻤْ َ

ﻪِْ

اﻮ آْﺄَِ

َﺮْ َْا

َﺮﱠﺨَ

يِﺬﱠا

َﻮهَو

َنوﺮﻜْ َﺗ

ْﻢﻜﱠَ ََو

ِﻪِْﻀَ

ْﻦِ

اﻮﻐَََِْو

ِﻪﻴِ

َﺮِ اَﻮَ

َﻚْ ْا

ىَﺮَﺗَو

ﺎَﻬَﻮﺴََْﺗ

.

)

ا

/

16

:

14

(

Artinya :

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.(an-Nahl/16 : 14)

Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui meliputi minyak, gas bumi dan mineral. Lagi-lagi sangat disayangkan belum optimalnya pemerintah mengelola kekayaan alam di laut. Yang terjadi justru sebaliknya banyak aset-aset negara yang dicuri oleh negara-negara asing, bahkan pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab di dalam negeripun ikut mengeruk kekayan laut Indonesia demi untuk kepentingan pribadinya masing-masing. Sehingga dampak yang harus diterima oleh bangsa ini adalah seperti sekarang ini, kelangkaan bahan pokok makanan, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan kelangkaan yang lainya, sehingga mengakibatkan melonjaknya harga di pasaran dikarnakan sulitnya untuk mendapatkannya.

(13)

5

partai politik tidak lagi dapat beroperasi secara bebas di daerah pedesaan atau penggunaan bahan energi tertentu terpaksa harus dicatut, dan lain sebagainya.1

Peristiwa-peristiwa yang kita contohkan itu sebenarnya untuk menunjukkan bahwa kebanyakan peristiwa yang berkangsung di sekitar kita bukanlah kejadian secara alami, atau sebagai sesuatu yang terjadi karena proses perkembangan yang normal. Dalam berbagai peristiwa tadi, kebijaksanaan negaralah (Public Policy) yang sesungguhnya telah memberikan warna terhadap timbulnya peristiwa tersebut. Dengan kata lain, kebijaksanaan negaralah yang sebenarnya banyak mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari, baik kita sadari atau tidak, mengerti atau tidak.2

Kadangkala orang awam bingung dan tidak dapat membedakan antara kebijaksanaan (Policy) dan politik (Politics). Namun untuk mudahnya kita harus selalu ingat bahwa istilah policy itu dapat dan memang seyogianya bisa dipergunakan di luar konteks politik. Sebagai ilustrasi, seorang pemilik toko mungkin saja mempunyai kebijaksaan tertentu di bidang pembelian atau penjualan barang-barang dagangannya, sebuah perusahaan besar dengan diversifikasi usaha yang luas (konglomerasi bisnis) tentu akan mempunyai kebijaksanaan pemasaran (marketing

policy), bahkan pemilik rumah mungkin mempunyai kebijaksanaan tertentu yang

dimaksudkan untuk memelihara atau mempertahankan harta miliknya. Pada contoh-contoh yang baru saja dikemukakan di atas, kita sebenarnya mengacu pada suatu jenis

1

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakasanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakasanaan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 1

2

(14)

6

tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu (course of action), yang lebih kurang berkesinambungan sepanjang waktu, dan diharapkan untuk menjaga terpeliharanya keadaan tertentu dan biasanya dimaksudkan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam pernyataan kebijaksanaan (policy statement). Penjelasan ini sekaligus menegaskan bahwa policy itu adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu.3

Kalau kita berbicara masalah kebijakan pemerintah, berarti kita juga membicarakan masalah kebijakan publik. Kebijakan Publik merupakan salah satu disiplin ilmu yang baru saja berkembang. Sudah sejak lama kebijakan publik dimasukkan ke dalam disiplin ilmu politik, tetapi perkembangan selanjutnya menuntut agar kebijakan publik berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu. Ini tidak berarti kebijakan publik terlepas sama sekali dari disiplin ilmu social lainnya. Kebijakan publik lebih banyak dikaitkan dengan kegiatan pemerintah karena keseluruhan dari keputusan kebijakan publik mencerminkan akhir dari kebijakan pemerintah. Baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, keputusan kebijakan publik itu dijalankan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dasar pembentukan kebijakan publik itu adalah kepentingan publik Suatu kebijakan publik

3

(15)

7

tidak dapat dikatakan sebagai kebijakan publik kalau ia tidak berorientasi terhadap kepentingan publik.4

Kebijakan publik sebagai ilmu pengetahuan mempelajari yang dilakukan pemerintah, mengapa pemerintah melakukannya? Serta dampak apa yang ditimbulkan?

Dalam usaha memahami pengertian tentang kebijakan publik, beberapa ahli telah memberikan definisinya masing-masing. Menurut Thomas R Dye, Public Policy adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakuakan. Dalam pengertian ini, maka pusat perhatian dari Public Policy tidak hanya pada apa saja yang dilakukan oleh pemerintah melainkan termasuk juga apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Justru dengan apa yang tidak dilakukan pemerintah itu mempunyai dampak yang sangat besar terhadap masyarakat sama seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dapat dibayangkan betapa besar pengaruhnya terhadap masyarakat jika pemerintah mendiamkan atau tidak melakukan apa-apa terhadap kejahatan yang semakin semakin merajalela dalam masyarakat.5

Sebagai policy itu dapat dilakukan pemerintah dengan melakukan tindakan-tindakan selanjutnya. Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya atau objeknya dan Kebijakan Publik

4

Mohammad Ihsan, “Kebijakan Publik: Dalam Perspektif Ilmu Politik dan Ilmu Administrasi”, makalah pada seminar mengenai kebijakan publik, (Jakarta: FISIP, 2005), h. 1

5

(16)

8

itu harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh/dampak yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.6

David Easton memberikan arti “Kebijakan Publik sebagai : pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat”. Berdasarkan definisi ini, Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang secara sah dapat membuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah yang masuk ke dalam apa yang oleh Easton disebut sebagai “Authorities in a political system”, yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawab atau peranannya.7

Bagaimana mekanisme pemerintah dalam menetapkan pematokan harga dan menentukan tarif upah? Dalam menjalankan kebijakan ini, pemerintah sesungguhnya tidak diperkenankan berbuat sewenang-wenang mengikuti kehendaknya sendiri. Akan tetapi, pemerintah mesti melakukan negosiasi, diskusi, dan konsultasi dengan berbagai pihak yang terkait, termasuk dengan pihak pemasok dan penyalur barang.8

6

Ibid., h. 3

7

Ibid

8

(17)

9

Dalam hubungan ini, Ibnu Taimiyah mengajukan sebuah mekanisme yang telah pernah diungkapkan oleh Ibnu Habib. Menurutnya, dalam pematokan harga dan penentuan tarif upah, pemerintah selayaknya membuat pertemuan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam dunia perdagangan (pasar), baik para pedagang maupun para pembeli (konsumen). Dalam pertemuan itu, pemerintah berkesempatan bertanya dan memverifikasi harga atau tarif upah yang berlaku dari masing-masing kedua belah pihak. Dalam hal tidak terjadinya kecocokan harga di antara kedua belah pihak, maka pemerintah dapat membujuk mereka agar sampai menyetujui harga yang mereka kehendaki bersama secara sukarela tanpa paksaan sedikitpun. Jadi, penetapan harga ataupun tarif upah bukannya dilakukan tanpa dasar apapun, melainkan dilandasi oleh kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak.9

Untuk menjelaskan tujuan pertemuan di atas, Ibnu Taimiyah mengutip pendapat Abu al-Walid yang mengatakan: “Dengan cara tersebut, kepentingan dan kemaslahatan para pedagang maupun pembeli akan dapat terjamin; sehingga pedagang akan memperoleh keuntungan yang seharusnya dan pembeli pun akan terhindar dari kerugian. Kalau penetapan harga masih tetap dilakukan meski tanpa kerelaan para pedagang, maka hal itu bukan saja dapat mengacaukan harga di pasaran, tetapi juga mengakibatkan hilangnya barang-barang di pasaran.”10

9

Ibid

10

(18)

10

Dari uraian di atas, tampak bahwa Ibnu Taimiyah sadar bahwa penetapan harga dan penentuan tarif upah yang sewenang-wenang akan membawa dampak buruk bagi perkembangan ekonomi.11

Salah satu dari kebijakan pemerintah yang baru-baru ini dikeluarkan adalah masalah kenaikan harga BBM. Kebijakan tersebut dianggap kontroversial dan mendapat kecaman yang sangat keras dari masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Wajar bila hal itu terjadi, karena menaikan harga BBM itu adalah keputusan yang buruk. Bagaimana tidak! Dengan menaikkan harga BBM, berarti menaikkan seluruh harga kebutuhan masyarakat.

Adapun dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut adalah melambungnya harga bahan pokok makanan, naiknya tarif kendaraan, dan naiknya harga kebutuhan lainnya. Inilah kenyataan pahit yang harus masyarakat terima mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, ridho tidak ridho mereka harus menerimanya dengan lapang dada dan sabar.

Seperti yang sudah dijabarkan di atas bahwa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sangat berpengaruh terhadap perekonomian rakyat, terlebih kebijakan tersebut menyangkut masalah kemakmuran rakyat. Salah mengambil kebijakan berarti merampas kemakmuran rakyat itu sendiri. Maka dalam penelitian yang akan dilakukan hanya terbatas pada kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM serta bagaimana ekonomi Islam menanggapi kebijakan tersebut.

11

(19)

11

Dari berbagai penjelasan di atas, penulis bermaksud menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN HARGA BBM: “Menurut Perspektif Ekonomi Islam”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka penelitian ini akan dibatasi pada: “Kebijakan pemerintah dalam penetapan harga BBM tahun 2005 ditinjau dari perspektif ekonomi Islam.”

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis memberikan perumusan, antara lain:

1. Bagaimana konsep Islam tentang peranan negara dalam penetapan harga? 2. Bagaiman kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM pada tahun

2005?

3. Bagaimana pandangan ekonomi Islam terhadap penetapan harga BBM oleh pemerintah pada tahun 2005?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(20)

12

b.Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM pada tahun 2005.

c.Untuk mengetahui pandangan ekonomi Islam terhadap penetapan harga BBM oleh pemerintah pada tahun 2005.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis: menambah khazanah pengetahuan dalam bidang ekonomi Islam, khususnya masalah penetapan harga yang dilakukan oleh

pemerintah.

b. Manfaat praktis: agar masyarakat mengetahui rumusan pemikiran ekonomi Islam terhadap kebijakan yang di ambil oleh pemerintah dalam menetapkan harga BBM. Sehingga diharapkan kepada pemerintah dalam menetapkan harga BBM harus benar-benar adil dan mengacu kepada ekonomi Islam demi kemaslahatan rakyat banyak.

D. Metode Penelitian

Dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu mencari dan menghimpun data yang ada hubungannya dengan pembahasan ini, dilakukan dengan membaca dan menelaah buku-buku dan majalah-majalah yang ada relevansinya dengan skripsi ini.

(21)

13

perspektif ekonomi Islam. Tujuannya adalah untuk mencari pengertian-pengertian atau untuk memahami konsepsi-konsepsi yang sedang dibahas. Dengan demikian, skripsi ini bersifat deskriptif analisis.

Dalam penelitian ini penulis mencoba mengetahui perspektif ekonomi islam terhadap kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM pada tahun 2005.

Teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku-buku: “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi untuk mahasiswa UIN” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press dan Logos tahun 2004.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari empat bab, dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II. Peranan Pemerintah dalam Sistem Ekonomi Islam, yang meliputi pengertian pemerintah menurut konsep islam, fungsi dan peranan pemerintah dalam islam, peranan pemerintah dalam bidang ekonomi dan penetapan harga menurut ekonomi islam.

Bab III.Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga BBM Tahun 2005 Serta Analisis

Ekonomi Islam Terhadap Kebijakan Tersebut, yang meliputi deskriptif

(22)

14

(Peraturan Presiden Dalam Menetapkan Harga BBM Tahun 2005, Faktor Yang Melatar Belakangi Kenaikan Harga BBM Tahun 2005), analisis terhadap kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM menurut perspektif ekonomi islam.

Bab IV. Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Daftar Pustaka

(23)

15

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an dan Terjemahannya

Gilarso T., Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro. Yogyakarta: Kanisius, 1993, Jilid 2, Cet. ke-1

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: III T, 2003, Jilid 2, Cet. ke-2 Khaf, Monzer, Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Cet. ke-1

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, Cet. ke-2

Salim, M. Arskal GP, Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah. Jakarta: Logos, 1999, Cet. ke-1

(24)

16

OUTLINE KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Metode Penelitian

E. Sistematika Penyusunan

BAB II. PERANAN PEMERINTAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Pemerintah Menurut Konsep Islam B. Tujuan dan Fungsi Pemerintah Dalam Islam

(25)

17

BAB III. KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP HARGA BBM TAHUN 2005

A. BBM dan Perekonomian Nasional

B. Pengaturan Kebijakan Yang Diambil Oleh Pemerintah Dalam Menetapkan Harga BBM

1. Dasar Hukum Penetapan Harga BBM Tahun 2005 2. Perpres Tentang Harga BBM Tahun 2005

C. Faktor Yang Melatar Belakangi Kenaikan BBM Tahun 2005

BAB IV. ANALISIS TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH

TERHADAP PENETAPAN HARGA BBM DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Analisis Ekonomi Islam Terhadap Wewenang Pemerintah dalam Menetapkan Harga BBM

B. Analisis Ekonomi Islam terhadap Subsidi BBM yang Dilakukan Pemerintah dalam Menstabilkan Perekonomian

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(26)
(27)

BAB II

PERANAN PEMERINTAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Pemerintahan Menurut Konsep Islam.

Dalam kelompok masyarakat pada umumnya ada sejumlah orang yang mengatur dan sekaligus melakukan usaha guna menciptakan serta memelihara ketertiban. Mereka merupakan pimpinan dalam suatu masyarakat negara. Golongan orang-orang yang berwenang untuk mengatur dan memimpin itu disebut dengan pemerintah. Oleh karena salah satu syarat berdirinya negara yaitu adanya unsur pemerintah/pemerintahan.1 Sebelum melangkah pada bahasan mengenai konsep pemerintahan dalam al-Qur’an terlebih dahulu penulis akan memaparkan pengertian pemerintahan itu sendiri.

Secara etimologi pemerintah berasal dari kata sebagai berikut : 1. Kata dasar “perintah” berarti melakukan pekerjaan menyuruh.

2. Penambahan awalan pe menjadi “pemerintah” berarti badan yang melakukan kekuasaaan memerintah.

3. Penambahan akhiran an menjadi “pemerintahan” berarti pembutan, cara, hal atau urusan dari pada badan yang memerintah tersebut.2

1

Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. Ke-1, h. 128

2

Ibid., h. 5

(28)

15

Dibeberapa negara, antara pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan, Inggris menyebutnya “Government” dan Prancis menyebut “Gouvernment” keduanya berasal dari kata latin “Gubernacalum”. Dalam bahasa Arab disebut “Hukumat” dan di Amerika Serikat disebut hanya dengan “Administration”, sedangkan Belanda mengartikan “Regering” sebagai penggunaan kekuasaan negara oleh yang berwenang untuk menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan negara, dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.3

Pemerintahan dalam arti organnya dibedakan, yaitu pemerintahan dalam arti sempit, hanya terbatas pada lembaga yang memegang kekuasan eksekutif. Pemerintahan dalam ati luas, mencakup kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudika

upakan pembawa suara dari rakyat sehingga pemerintah dapat berdiri dengan stabil.5

tif.4

Jadi pemerintahan merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan. Pemerintah harus diartikan luas yang mencakup semua badan-badan negara. Suatu hal yang penting adalah pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh rakyatnya karena pada hakekatnya pemerintah mer

3

Ibid., h. 6

4

Ibid

5

(29)

16

1. Kons

yang islami, tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an, sur

ِﻦَ

َنْﻮَﻬََْو

ِف

menyeru kepada ebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Al-imran/3:104)

engan tujuan agar terciptanya kedamaian,kemakmuran dan kes

musuhnya,ambisi,ikrar,pengorbanan, kebaikan dan kelemahannya. Begitu pula ep Pemerintahan Dalam Al-Qur’an

Tentang elit pemerintahan yang kemudian menjadi dasar untuk pembentukan suatu negara

at ali imran/3 ayat 104:

وﺮْ َﻤْﺎِﺑ

َنوﺮ ْﺄََو

ِﺮْﻴَﺨْا

ﻰَِإ

َنﻮ ْﺪَ

ﺔﱠ أ

ْﻢﻜِْ

ْﻦﻜََْو

َنﻮ ِْﻤْا

ﻢه

َﻚَِوأَو

ِﺮَﻜْﻤْا

) .

ناﺮﻤ

لأ

/

3

:

104

(

Artinya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang k

Ayat diatas menjadi dasar berdirinya negara dan perlunya diadakan pemerintahan untuk pengaturan dan penyelenggaraan kenegaraan tersebut. Walaupun jumlah aparat pemerintah tersebut sedikit tetapi sanggup mengatur warga Negara yang jumlahnya relative jauh lebih banyak. Rakyat wajib mendengar dan menaati segala perintah dan peraturan yang dibentuk oleh pemerintah, d

ejahteraan.

(30)

musuh-17

mengenai hubungan-hubungan antara pemimpin(Rasulullah) dan sahabatnya, dan staf generalnya.6

Demikian pula hubungan antara pemimpin dengan tim pimpinan dan seluruh penganut setia, dan penganut sifatnya adalah pendukung dan simpatisan. Golongan-golongan ini, secara bersama membentuk suatu komunitas dan tentunya menjadi bagian dari komunitas itu sendiri. Dan dalam kedudukannya, memelihara hubungan dengan golongan-golongan dan individu-individu yang bukan bagian dari komunitas itu.7

Lebih lanjut, islam sebagai ‘fakta al-Qur’an’ mempunyai konsepsi tentang kekuasaan. Ada dua hal yang menjadi bagian dari konsepsi tersebut, yaitu pertama, adalah yang tak masuk jika memikirkan bahwa, pengalaman yang dilakukan manusia untuk membentuk suatu tata tertib baru yang bersifat universal dapat dilakukan tanpa suatu otoritas, pemimpin dan organisasi. Kedua, al-Qur’an telah membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah membentuk sejumlah prinsip mengenai otoritas dan kekuasaan, dan telah membedakan antara keduanya dengan jelas. Tahta otoritas, secara ekslusif berada di tangna tuhan. Ada satu otoritas dab hanya Allah, lailahaillahu. Sedangkan tahta kekuasaan telah diambil oleh Muhammad saw, sebagai utusan Allah kekuasaan ini yang diserahkan dan dianugerahkan, pada definisinya tidak mempunyai

6

Mehdi Muzaffari, Authority in Islam, Abdul Rahman Ahmed, Kekuasaan dalam Islam, (terj.), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), cet. ke-1, h. xi

7

(31)

18

otonomi, tetapi sebalikya tergantung pada otoritas Allah di mana dari Dialah harus menerima legitimasi untuk dipatuhi.8

Secara tegas al-Qur’an menggunakan ungkapan ulul amr umtuk konsep pemegang dan pengendali kekuasaan politik. Meskipun begitu para ulama tidak sependapat mengenai konsep yang dimaksud karena terpengaruh oleh perkembangan pemikiran politik zamannya. Pemerintah sebagai salah satu struktur dasar system politik merupakan lembaga yang menyelenggarakan mekanisme politik atau roda pemerinthan yang di pimpin oleh seorang pejabat yang disebut ‘wali’ atau ‘amir’ atau dengan istilah lainnya yang dikenal dalam kepustakaan politik dan ketatanegaraan islam.9

Kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali mempunyai dua landasan : landasan formal normatif dan landasan struktural formatif.10 Landasan pertama bertumpu pada ajaran kedaulatan hukum ketuhanan (al-Qur’an). Karena itu kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali berdasarkan ayat al-Qur’an yang memberinya tugas untuk menegakkan hukum Allah dan menyelenggarakan pemerintahan dengan adil dalam masyarakat. Kekuasaan politik diperoleh dan dimiliki wali karena kekuasaan itu interen pada tugas-tugas tersebut. Landasan kedua yakni landasan struktural formatif yang bertumpu pada penerimaan dan pengakuan rakyat; seorang wali yang berkedudukan sebagai pemerintah harus

8

Ibid., h, xii

9

Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. ke-2, h. 301

10

(32)

19

mendapat legalisasi dari rakyat dan ini diperoleh melalui bai’at dengan demikian rakyatlah yang memegang kedaulatan politik sehingga tanpa bai’at, kekuasaan wali tidak dapat diberlakukan secara sah. Bai’at kepada wali merupakan manifestasi kapercayaan rakyat kepadanya untuk menegakkan hukum Allah. Karena itu jika ia tidak melaksanakan tugasnya maka rakyat dapat menggantinya dengan wali lain.

Adanya istilah al-Amr, al-Hukm, al-Mulk, yaitu kekuasaan yang melakasanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga terjadinya tindak kezaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan.11 Istilah-istilah tersebut telah dipakai untuk menunjukan kekuasaan, namun dengan sangat jelas al-Qur’an menegaskan bahwa secara eksklusif otoritas berada ditangan Allah. Dialah: Yang menciptakan peraturan:

Khalq dan amr. Tuhan adalah pemilik kehendak penciptaan (iradah khalqiyyah) atau (kauniyyah)dan kehendak legislatif (iradah tasyri’iyyah). Rosulullah sendiri, dan lebih lagi semua para khalifah, sultan, raja, imam, tuan, ayah, suami memrintah hanya karena perintah-perintah yang diberikan oleh Allah.12

Disamping itu, al-Qur’an juga menyoroti mengenai kebijaksanaan pemerintah. Allah menyuruh berlaku adil walaupun terhadap saudara dan kerabat

11

Taqiyuddin An-Nabhani, Nidhamul Hukmi Fil Islam, Moh. Magfur Wachid, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, (terj.), (Surabaya: Al-Izzah, 1996), cet. ke-1, h. 11

12

(33)

20

sendiri oleh karenanya, pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya dituntut berlaku seadil-adilnya, tanpa ada unsure kepentingan pribadi maupun golongan. Pada hakikatnya semua yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah hendaknya semata-mata untuk kemakmurkan dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana tercantum dalam dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 135:

ْﻢﻜِﺴ َْأ

ﻰََ

ْﻮََو

ِﻪﱠِ

َءاَﺪَﻬﺷ

ِﻂْﺴِْﺎِﺑ

َﻦﻴِ اﱠﻮَ

اﻮ ﻮآ

اﻮ َ اَء

َﻦ ِﺬﱠا

ﺎَﻬ َأﺎَ

اﻮ ِﱠَﺗ

ﺎََ

ﺎَﻤِﻬِﺑ

ﻰَْوَأ

ﻪﱠ ﺎَ

اﺮﻴَِ

ْوَأ

ﺎًﻴَِﻏ

ْﻦﻜَ

ْنِإ

َﻦﻴِﺑَﺮَْﺄْاَو

ِﻦَْﺪِاَﻮْا

ِوَأ

ْنِإَو

اﻮ ِﺪْ َﺗ

ْنَأ

ىَﻮَﻬْا

َنﻮ َﻤْ َﺗ

ﺎَﻤِﺑ

َنﺎَآ

َﻪﱠ ا

ﱠنِﺈَ

اﻮ ِﺮْ ﺗ

ْوَأ

اوﻮَْﺗ

اﺮﻴَِ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

135

(

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan”. (An-Nisa’/4: 135)

Pemerintahan sebagai suatu ilmu (science) dan seni (art) memiliki serba-serbi, objek dan metode tersendiri. Pemerintahan sebagai cara bagaimana mengatur, memrintah dan menguasai orang-orang, dan yang sering dan masih akan terus berlanjut dalam pemerintahan itu sendiri adalah perebutan kekuasaan. Padahal pada hakikatnya, kekuasaan itu tidak akan kekal di tangan manusia, melainkan kekal pada Allah.13

13

(34)

21

2. Prinsip Dasar Pemerintahan dalam Islam

Prinsip dasar yang harus dipegang dalam menjalankan pemerintahan islam. Secara garis besarnya yaitu:14

a. Keadilan.

Perintah melaksanakan keadilan banyak ditemukan secara eksplisit dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 58:

ْنَأ

ِسﺎﱠ ا

َﻦْﻴَﺑ

ْﻢ ْﻤَﻜَﺣ

اَذِإَو

ﺎَﻬِْهَأ

ﻰَِإ

ِتﺎَﺎَ َﺄْا

اودَﺆﺗ

ْنَأ

ْﻢآﺮ ْﺄَ

َﻪﱠ ا

ﱠنِإ

اﺮﻴِﺼَﺑ

ﺎ ﻴِﻤَ

َنﺎَآ

َﻪﱠ ا

ﱠنِإ

ِﻪِﺑ

ْﻢﻜﻈِ َ

ﺎﱠﻤِ ِ

َﻪﱠ ا

ﱠنِإ

ِلْﺪَ ْﺎِﺑ

اﻮﻤﻜْ َﺗ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

58

(

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (An-Nisa’/4: 58)

b. Persamaan di Hadapan Hukum.

Tentang persamaan, juga disebutkan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya surat al-Hujurat/49 ayat 13:

َ ِﺋﺎَََو

ﺎﺑﻮ ﺷ

ْﻢآﺎََْ َﺟَو

ﻰَﺜْأَو

ﺮَآَذ

ْﻦِ

ْﻢآﺎَََْ

ﺎﱠِإ

سﺎﱠ ا

ﺎَﻬ َأﺎ

ﺮﻴَِ

ﻢﻴَِ

َﻪﱠ ا

ﱠنِإ

ْﻢآﺎَْﺗَأ

ِﻪﱠ ا

َﺪِْ

ْﻢﻜَ َﺮْآَأ

ﱠنِإ

اﻮ َرﺎَ َِ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

49

(

Artinya: 14
(35)

22

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

(Al-Hujurat/49: 13) c. Taat.

Loyalitas adalah satu pilar pemerintahan dalam islam. Negara tidak akan kuat tanpa adanya keadilan dari penguasa dan ketaatan rakyat kepada umara’ (pimpinan), sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surat An-Nisa’/4 ayat 59:

ْﻢﻜِْ

ِﺮْ َﺄْا

ِوأَو

َلﻮ ﱠﺮ ا

اﻮ ﻴِ َأَو

َﻪﱠ ا

اﻮ ﻴِ َأ

اﻮ َ اَء

َﻦ ِﺬﱠا

ﺎَﻬ َأﺎَ

َنﻮ ِ ْﺆﺗ

ْﻢ ْآ

ْنِإ

ِلﻮ ﱠﺮ اَو

ِﻪﱠ ا

ﻰَِإ

ودﺮَ

ءْ َﺷ

ِ

ْﻢ ْ َزﺎََﺗ

ْنِﺈَ

ِﻪﱠ ﺎِﺑ

َِذ

ِﺮِ ﺂْا

ِمْﻮَﻴْاَو

ِْوْﺄَﺗ

ﻦَﺴْﺣَأَو

ﺮْﻴَ

َﻚ

.

)

ﺎﺴ أ

ء

/

4

:

49

(

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (An-Nisa’/4: 59)

d. Syura (Musyawarah).

(36)

23

ْﻦِ

اﻮﻀَْﺎَ

ِ َْْا

َﻆﻴَِﻏ

ﺎًﻈَ

َ ْآ

ْﻮََو

ْﻢﻬَ

َ ِْ

ِﻪﱠ ا

َﻦِ

ﺔَﻤْﺣَر

ﺎَﻤَِ

َ ْ َﺰَ

اَذِﺈَ

ِﺮْ َﺄْا

ِ

ْﻢهْرِوﺎَﺷَو

ْﻢﻬَ

ْﺮِْﻐَْ اَو

ْﻢﻬَْ

ْ ﺎَ

َﻚِْﻮَﺣ

ﻴِﱢآَﻮَﻤْا

ِ

َﻪﱠ ا

ﱠنِإ

ِﻪﱠ ا

ﻰََ

ْ ﱠآَﻮََ

.

)

ناﺮﻤ

لأ

/

3

:

159

(

Artinya:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Ali Imran/3: 159)

B. Tujuan dan Fungsi Pemerintah Dalam Islam.

Ditinjau dari tujuan adanya negara, Islam memandang bahwa kewajiban utama atas seorang penguasa dan pemerintahannya ialah menegakan sistem kehidupan islami dengan sempurna tanpa mengurangi atau mengganti, memerintahkan segala yang ma’ruf, menebarkan kebaikan dan mencegah kemunkaran serta bertindak membasmi kejahatan dan kerusakan sesuai dengan ukuran nilai-nilai akhlak Islam.15

Tujuan menunjukan dunia cita-cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan. Maka, tujuan mengandaikan adanya sasaran yang hendak dicapai. Sebaliknya, fungsi menunjukan dunia riel yang konkret. Oleh karenanya fungsi adalah pelaksanaan dari pada tujuan yang hendak dicapai itu.16

15

M. Amin Rais, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), cet. ke-1, h. 104

16

(37)

24

Dalam hubungannya dengan Negara, tujuan menunjukan apa yang secara ideal hendak dicapai oleh Negara itu, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan cita-cita Negara itu dalam kenyataan. Dengan demikian, antara tujuan Negara dan fungsi Negara harus terdapat konsistensi.17

Dari pembahasan yang lalu, kita mengetahui Negara bagi Ibnu Taimyah tak lebih sebagai sarana bukan tujuan. Lalu apa sebenarnya yang menjadi tujuan dengan terbentuknya Negara? Dalam pandangan politik Ibu Taimiyah, Negara diselenggarakan agara semua tujuan-tujuan syariat dapat diwujudkan. Jadi, dalam hal ini, mempersoalkan tujuan Negara sesungguhnya secara tak langsung mempertanyakan apa yang menjadi tujuan dari syariat itu sendiri. Dengan kata lain, antara tujuan Negara dan tujuan syariat terdapat paralelisasi.18

Ibnu Taimiyah menulis:

“semua bentuk kekuasaan di dalam islam dimaksudkan hanyalah untuk kepentingan Allah semata dan agar kalimatullah dapat ditegakan setinggi-tingginya. Sebab, Allah swt. Sengaja menciptakan seluruh makhluk di dunia untuk kepentingan itu, dan untuk maksud tersebut Allah menurunkan sejumlah kitab suci dan mengutus beberapa orang rasul. Berdasarkan alas an itu, segenap

17

Ibid.

18

(38)

25

para Rasul bersama orang-orang yang beriman turut bahu-membahu memperjuangkannya.”19

Secara sederhana, tujuana Negara dalam pandangan politik Ibnu Taimiyah adalah terealisasinya syariat ditengah komunitas umat. dengan demikian, seorang yang dipercayai memegang kendali pemerintahan harus menjalankan fungsi-fungsi Negara sesuai dengan tujuan Negara tersebut. Lalu apa fungsi-fungsi negara menurut Ibnu Taimiyah? Dari beberapa keterangan di dalam karya-karyanya, kita mengetahui bahwa fungsi Negara yang paling utama adalah menegakan amar makruf dan nahi mungkar. Ibnu Taimiyah mengatakan:

“seluruh kekuasaan keagamaan dimaksudkan untuk menegakan amar makruf dan nahi mungkar, baik pada kekuasaan yang sifatnya makro, seperti kekuasaan Sultan, ataupun pada kekuasaan yang sifatnya mikro, seperti kekuasaan polisi, kekuasaan hakim, kekuasaan fiskal(kantor keuangan), dan kekuasaan hisbah.”20

Dalam hal itu, khan benar ketika mengemukakan pandangan bahwa tujuan utama dari Negara dan pemerintahan, menurut Ibnu Taimiyah, adalah menegakan amar makruf dan nahi mungkar. Memang, penegakan amar makruf dan nahi mungkar parallel dengan upaya mewujudkan terciptanya sebuah tata social dan tertib hukum yang adil, dan beriman kepada Allah serta merealisasikan syariat.21

19

Ibid.

20

Ibid.

21

(39)

26

Secara literal, amar makruf nahi mungkar diartikan sebagai perintah berbuat kebajikan dan larangan berbuat kejahatan. Penegakan amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban semua individu Muslim. Artinya, kewajiban tersebut bersifat kolektif (fardhu kifayah). Walau begitu, kewajiban tersebut dapat berubah menjadi individual impertatif (fardhu ain) jika tak ada satupun pihak yang sanggup melaksanakannya. Dalam hal itu, pihak yang mempunyai otiritas dan kopetensi, seperti Negara, merupakan institusi yang paling bertanggung jawab untuk merealisasikannya.22

Dari uaraian-uraian Ibnu Taimiyah di dalam dua karangan politiknya, al-siyasah dan al-hisbah, kita menyimpulkan sedikitnya ada lima bentuk fungsi Negara dalam menegakan amar makruf nahi mungkar, yaitu (1) pelaksanaan dasar-dasar agama Islam; (2) penegakan hukum/keadilan dan perlindungan hak-hak; (3) pemeliharaan ketertiban dan keseimbangan ekonomi; (4) penyediaan infrastruktur social; dan (5) pembelaan keamanan Negara.23

Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, Ibnu Taimiyah menghendaki agar Negara membentuk pula beberapa institusi-institusi yang mendukung kelancaran tugas penegakan amar makruf nahi mungkar, seperti pengadilan (al-qadha), lembaga al-hisab, pilisi (as-syurthah), dan kantor keuangan (dawawin al-maliyah).24

22

Ibid.

23

Ibid.

24

(40)

27

Dari uraian singkat tersebut, tampak jelas betapa fungsi negara dalam pandangan politik Ibnu Taimiyah terlihat sangat kentara, konkret, dan transparan. Karena itu, kita dapat mengatakan fungsi negara dalam pandangannya tidak hanya sekedar “penjaga malam”, meminjam istilah yang digunakan oleh Adam Smith. Sebab, fungsi Negara menurut Ibnu Taimiyah mempunyai cakupan obyek yang lebih luas dan terlihat lebih optimal dalam melakukan fingsinya.25

C. Peranan Pemarintah Dalam Bidang Ekonomi dan Penetapan Harga Menurut Ekonomi Islam

Patut dicatat bahwa mengatur segala urusan masyarakat itu merupakan salah satu hal penting yang diperlukan (wajibat) dalam agama (addin). Ad-din

sesungguhnya tidak bisa dibangun tanpa itu. Seluruh manusia di dunia ini merupakan anak cucu Adam yang tak bisa disempurnakan urusannya kecuali melalui organisasi masyarakat yang baik (ijtimai’). Sebab mereka saling membutuhkan satu sama lain; dan masyarakat seperti itu sangat membutuhkan pemimpin.”26

Kutipan pernyataan Ibnu Taimiyah di atas adalah penegasan tentang kelahirn manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial. Masyarakat sebagai basis hubungan horizontal antara-individu ditekankan tentang kebutuhan sebuah organisasi yang menciptakan relasi yang seimbang dan adil. Keseimbangan dan keadilan terwujud sehingga tercipta tatanan masyarakat yang baik hanya bisa muncul bila rasa

25

Ibid., h. 65

26

(41)

28

kebutuhan itu bisa dipenuhi dengan baik oleh seluruh komponen masyarakat. Karena kehidupan manusia saja mencakup satu demografi kecil, tetapi juga meliputi suat wilayah yang luas, dimana keanekeragaman tercipta dengan sendirinya disertai dengan keinginan yang berbeda. Disinilah Ibnu Taimiyah menganggap pemimpin sebagai satu pra syarat untuk bisa mengatasi keanekaragaman itu.

Penegasa Ibnu Taimiyah ini ditegaskan dengan kalimat yang lain bahwa, “jika seorang pemimpin dibutuhkan dalam sebuah perjalanan yang secara temporer dilakukan dan hanya terdiri dari beberapa orang sungguh merupakan perintah untuk memililki seorang pemimpin pula untuk mengatur sebuah asosiasi banyak orang yang sangat besar.27

“asosiasi banyak orang yang sangat besar” yang dimaksud oleh Ibnu Taimiyah adalah pemerintahan atau negara. Pemerintahan atau negara menunaikan banyak tugas seperti halnya bebuat kebaikan dan mencegah segala pebuatan jahat yang terjadi. Tugas ini tak bisa dilaksanakan tanpa adanya sebuah legitimasi masyarakat tetang seorang pemimpin (imarah) dan adanya kekuatan yang dibangun untuk melaksanakan tugas-tugasnya itu.

Ibnu Taimiyah menyamakan hal ini dengan kewajiban agama seperti pelaksanaan jihad, keadilan, pelaksanaan haji, membantu orang yang bersalah untuk memperoleh jalan yang benar serta jaminan akan adanya penegakan hukum yang adil, yang kesemuanya merupakan satu perintah (kewajiban) agama yang tak bisa ditunaikan dengan baik tanpa kehadiran seorang pemimpin dan kekuatan untuk

27

(42)

29

mengatur. Maka, kebutuhan akan kekuasaan politik dengan tujuan memperkuat ajaran Islam sepenuhnya, baik secara personal maupun dalam kehidupan sosial adalah kebutuhan yang pasti. Dengan demikian negara adalah sebuah kebutuhan untuk masyarakat itu sendir dengan segala penuaian tugas yang sudah ada padanya.28

Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang kebutuhan adanya negara ini, sebagaiman Al-Ghazali, diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan dan keadaan tanpa hukum. Bila suatu pemerintahan tidak menjalankan tugas dengan baik, Ibnu Taimiyah menganjurkan untuk tidak menaatinya. Namun demikian, Ibnu Taimiyah juga melarang melakukan pemberontakan terbuka atau menggulingkan kekuasaan, meski ia juga tak menganjurkan untuk bekerja sama dengan penguasa yang zalim.29

Ibnu Taimiyah adalah pencinta perdamaian. Ia melihat bahwa akan lebih banyak orang yang buruk ketimbang yang baik dalam usaha untuk melakuakan penggulingan itu. Tidak ada yang menjamim bahwa orang yang menggantikan mempunyai inkompetensi yang lebih baik ketimbang yang dijatuhkannya itu. Di lain pihak, kondisi stabilitas membutuhkan jangka waktu yang sangat lama. Enam puluh tahun di bawah kekuasaan yang tak adil, lebih baik dari sebuah negara yang semalam tak mempunyai pemimpin,” demikian ungkapan terkenal Ibnu Taimiyah yang sering dikutip banyak orang.30

28

Ibid.

29

Ibid., h. 16

30

(43)

30

Negara, karena ia mengfungsikan dirinya sebagai pelaksana masyarakat yang baik, ia tak bisa bersifat absolut dalam artian ia bisa melaksanakan tugasnya tanpa pertanggungjawaban. Ibnu Taimiyah menganggap negara sebagai kewenangan amanat dari Allah yang harus ditunaikan sesuai dengan cara yang berpihak pada hukum-hukum syari’ah. Memerintah adalah kewajiban agama untuk memperoleh ridah Allah SWT dengan memenuhi segala kewajiban dimana setiap orang dianjurkan untuk berbuat baik, demikian tegas Ibnu Taimiyah.31

Untuk melaksanakan itu, Ibnu Taimiyah mengatakan tentang perlunya hubungan yang harmonis dan kerja sama yang erat antara masyarakat dan pemerintah. Ibnu Taimiyah tidak mengatakan bahwa kesejahteraan negara ditinjau dari perbaikan hidup para individual, tetapi lebih melihat bahwa adanya negara dengan otoritas yang dimilikinya dipergunakan untuk mengembangkan kondisi material dan agama serta mempersiapkan penduduk yang berdiam diwilayah itu mengadapi kehidupan yang lebih baik.32 Pemikiran ini berbeda dengan pandangan kaum merkantilis yang meyakini bahwa kesejahteraan negara dilihat dari peningkatan sisi material kehidupan penduduk. Agama sama sekali tidak menjadi pilihan. Dalam pandangan kaum merkantilis, usaha apapun akan dilakukan meski ia melanggar batas

31

Ibnu Taymiyyah, Al-Hisbah fi Al-Islam, (Kairo: Dar Al-Sha’ab, 1976), h. 11

32

(44)

31

etika dan moral dan bahwa kekuasaan yang ada tidak dipertanggungjawabkan kepada publik.33

Karenanya, untuk menjalankan pemerintahan yang baik. Ibnu Taimiyah melihat perlunya persyaratan seorang pemimpin negara yang dianggap cocok duduk di tampuk kekuasaan, yakni kompetensi (quwwah) dan integritas (amanah).34 Alasan ini dipertimbangkan melihat tujuan besar dari sebuah negara yakni mengajak penduduknya melaksanakan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran yang kesemuanya itu ditujukan untuk mensejahterakan kehidupan masyarkat dalam arti yang sangat luas.35 Tujuan negara ini memang sangat komprehensif, termasuk didalamnya mengajak malaksanakan praktik-praktik sosial dan ekonomi yang bermanfaat. “kesejahteraan penduduk dan negeri hanya bisa dicapai melalui perintah melaksanakan kebaikan dan mencegah perbuatan yang menyimpang (keburukan).36

Di sini Ibnu Taimiyah ingin memberikan gambaran bahwa segala kegiatan manusia yang bersifat horizontal maupun diagonal frontal mempunyai keterkaitan dengan garis vertikal kepada tuhannya. Tidak melulu ibadah yang ia anjurkan, tetapi juga semangat untuk memjukan ekonomi, terutama ketika ia membahas keadilan dalam sebuah negara. Ibnu Taimiyah benar-benar mengharagai kegiatan ekonomi dan agama sebagai perpaduan garis kehidupan untuk mencapai maksud kesejahteraan

33

Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Bandung: Mizan, 1997), h. 92

34

Ibnu Taymiyyah, Al-Siyasah Al-Syar’iyyah …, Op.Cit., h. 35

35

Ibid., h. 90-91

36

(45)

32

yang sesungguhnya. Ia menekankan kerangka tanggung jawab yang tak terpisahkan antara keduanya itu.37 Kesejahteraan agama Islam, dengan demikian diperlukan untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial bagi seluruh warga negaranya. Karenanya, merupakan tugas utama dari negara untuk memenuhi setiap kebutuhan pokok atas pangan, sandang, papan, kesejahteraan dan pendidikan dan kemudian pengawasan atas harga, penetapan upah kerja, penyediaan lapangan kerja, intervensi (bila diperlukan) dalam pemilikan hak milik dan pelarangan atas kegiatan bisnis uang mengandung unsur riba. Negara harus berusaha keras untuk meghilangkan kemiskinan dan mewujudkan perokonomian yang stabil dan menetapkan tujuan-tujuan organisasi dan kebutuhan perencanaan.38

Untuk mencapai semua itu, Ibnu Taimiyah menekankan keadilan sebagai asas pelaksanaan.39 Dalam Al-hisab Ibnu Taimiyah menulis bahwa “jika pengeluaran untuk belanja itu dilakukan sesuai dengan nilai kebenaran, keadilan, menafaat dan kejujuran dalam mekanisme pasar, hasilnya pun akan mancapai kesana. Sebaliknya jika pengeluaran belanja dilakukan dengan cara yang salah, sewenag-wenang, tidak adil dan jujur, kondisi yang sama juga akan mengarah kesana.”40

Ini bisa diartikan bahwa jika pengusa meletakan dasar-dasar kebenaran, kejujuran dan keadilan serta memberlakukan nilai-nilai positif sebagai tonggak utama

37

AA Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taymiyyah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), h. 221

38

Ibid., h. 222

39

Ibnu Taymiyyah, Al-Siyasah Al-Syar’iyyah …, Op.Cit., h. 178

40

(46)

33

dalam tata laksana kepemerintahan, tentu para pelaku ekonomi yang ada dalam wilayah kekuasaan penguasa itu juga akan melakukan respons yang positif pula. Itu pula yang menjadi tujuan utama para pemimpin dalam pandangan Ibnu Taimiyah, yakni mengatur negara dengan adil dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada siapa saja yang memintanya serta mengatur prinsip-prinsip dasar dari pemerintahan yang adil (al-siyasah al-adilah) dan lebih mengutamakan kebaikan urusan publik (al-wilayah al-shalihah).41

Keadilan bagi penguasa yang dimaksudkan disini bisa berarti dua: yakni pertama, otoritas meminta dari masyarakat yang benar-benar sesuai dengan adil, semisal pajak dan bea cukai dan penduduk segera membayarnya sesuai dengan beban yang di emban. Ketidakadilan, kata Ibnu Taimiyah, sebagian besar dilakukan oleh dua pihak, yakni penguasa dan warga negaranya. Yang pertama meminta ke masyarakat melebihi kewenangan, sementara yang kedua menunda atau bahkan mengelak pelaksanaan kewajiban yang sudah seharusnya segera dilaksanakan;.

Kedua, berkaitan dengan distribusi. Distribusi berarti memberikan ganjaran kepada siapa saja yang berhak menerimanya, dan sebaliknya penduduk tidak meminta apa yang memang tidak menjadi hak-haknya.

Hal lain yang berkaitan dengan keadilan ekonomi adalah tidak adanya monopoli kekuasaan ekonomi sentral. Semua orang dipahami sebagai individu yang berhak memperoleh kesempatan yang sama. Tidak ada pengecualian bagi siapapun

41

(47)

34

untuk turut serta berpartisipasi dan melakukan kegiatan bisnis. Karenanya, negara mempunyai hak pula untuk mengawasi upah dan harga yang berlangsung di pasar untuk menciptakan stabilitas ekonomi penduduk.42

Dalam perkembangan sejarah Islam, masalah pematokan harga barang sudah muncul sejak zaman Nabi Muhammad saw. Dilaporkan dari Anas bin Malik pada suatu saat ketika terjadi kenaikan harga-harga barang di kota Madinah, beberapa sahabat menghadap Nabi saw mengaduakan masalah itu dan meminta beliau agar mematok harga-harga barang di pasaran. Lalu Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah yang menetapkan harga, yang menahan dan melapaskan, dan yang mengatur rezeki. Dan, aku mengharapkan agar saat berjumpa Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun di antara kalian yang menggugatku karena kezaliman dalam soal jiwa dan harta. Singkat kata, Nabi saw. menolak permintaan tersebut.43

Menurut Ibnu Taimiyah, hadis itu memang mengungkapkan betapa Nabi saw. tidak mau campur tangan dalam soal pengaturan harga-harga barang. Akan tetapi, keengganan Nabi saw. sebagai pemimpin di Madinah saat itu untuk intervensi sebetulnya lebih karena kenaikan harga-harga barang memang dipicu oleh kondisi obyektif pasar Madinah, dan bukannya karena tindak kecurangan yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengejar-ngejar keuntungan belaka.

42

AA Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taymiyyah …, Op.Cit., h.35

43

(48)

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP HARGA BBM TAHUN 2005

SERTA ANALISIS EKONOMI ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN TERSEBUT

A. Deskriptif Tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfir berupa fasa cair atau padat termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang di peroleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. BBM merupakan hidrokarbon yang dibentuk dari proses yang berlangsung dalam skala waktu geologis, atau dengan kata lain bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dan atau diolah dari minyak bumi.1

Dalam skala kehidupan manusia, BBM praktis merupakan sumber daya alamyang tidak dapat diperbaharui. Artinya suatu saat nanti akan habis dan sebelum habis harganya akan terus meningkat indonesia sebagai salah satu Negara pengekspor migas disinyalir cadangan minyaknya hanya tinggal 5 miliar barrel. Itu berarti hanya sekitar 0,484 persen dari seluruh cadangan minyak dunia.atau hanya sekitar 0,614 persen dari cadangan minyak Negara-negara

1

Undang-Undang Republik Indonesia No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi beserta Penjelasannya, ( Jakarta, Citra Umbara, 2002). h. 3

(49)

36

anggota OPEC. Sementara itu produksi minyak Indonesia pada bulan Agustus 2005 adalah 940.000 barrel perhari. Ini jauh di bawah kuota Negara-negara anggota OPEC yang besarannya 1,451 juat barrel perhari. Menurut dat ini, produksi minyak Indonesia hanya 2,75 persen dari seluruh produksi Negara-negara anggota OPEC.2

Sementara itu produksi minyak Indonesia menurun sebesar 4,5 persen menjadi 1,113 juta barrel perhari. Sedangkan konsumsi minyak masyarakat Indonesia meningkat1,4 persen menjadi 1,15 juta barrel pertahun. Artinya, Indonesia harus mengimpor minyk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kebutuhan konsumsi minyak masyarakat Indonesia meningkat sementara produksi minyak Indonesia menurun dan tidak seperti kebayakan Negara-negara penghasil minyak lainnnya bahwa Indonesia adalah Negara yang banyak jumlah penduduknya. Walaupun cadangan minyak Indonesia tidak sampai 1 % dari cadangan minyak negara-negara anggota OPEC, jumlah penduduk Indonesia adalah 42% dari seluruh jumlah penduduk Negara-negara anggota OPEC.3

Mungkin Indonesia adalah satu-satunya negara anggota OPEC yang menderita apabila terjadi kenaikan harga minyak di pasar internasional. Masalah ini berlangsung dari tahun ke tahun dan seolah-olah kita tidak berdaya dan tentunya secara mudah kita dapat menyatakan bahwa salah satu penyebabnya

2

http://priyadi.net/archives/2005/09/23

3

(50)

37

adalah kualitas manajeman migas nasional yang kurang memadai. Kita sering menyaksikan fluktuasi harga minyak internasional tidak menentu bahkan telah menembus batas psikologis US $ 50/barrel dan akibatnya APBN terancam karena subsidi BBM akan makin melonjak. Masalah ini sering terjadi sejak dulu. Pilihan kebijakan yang dapat diambil dengan naiknya harga minyak mentah tersebut seolah-olah hanya dua, yaitu menghentikan subsidi terhadap BBM mengakibatkan timbulnya resiko keresahaan sosial, atau tetap mempertahankan subsidi BBM yang akan meningaktkan beban keuangan pada APBN.

Fluktuasi harga minyak dunia memang sulit ditebak apakah akan naik atau turun. Meski seharusnya sudah turun, bisa saja pasar merespon suatu kondisi pada suatu Negara sehingga menyebabkan harga minyak mentah naik kembali. Naming sesulit apapun memprediksi harga minyak mentah dunia, dapat dipastikan hargas minyak mentah dunia tetap berada pada angka yang sangat jauh di atas patokan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) tahun 2005 yang mengasumsikan harga minyak mentah dunia sebesar 24 dollar AS. Bahkan pengamat minyak internasional mempercayai meskipun harga minyak mentah dunia akan turun makn akan tetap diatas level 40 dollar AS per barrel atau malah menyentuh level 60 dollar AS per barrel.4

4

(51)
[image:51.612.114.502.135.530.2]

38

Gambar 3.1

Belanja pemerintah Pusat 2004 (Realisasi)

Subsidi BBM , 1 7 %

Ba y a r Ut a ng, 3 1 % Be la nj a Rut in,

4 9 %

Gambar 3.2

Belanja Pemerintah Pusat 2005 (APBN Revisi II)

Sub sud i B B M , 2 3 %

B ayar U t ang , 2 4 % B el anja R ut in,

4 8 %

(52)

39

yang jumlahnya mencapai Rp. 60 triliun.dan juga dana bagi hasil ke daerah. Pada masa lalu, pengeluaran bagi hasil migas ke daerah belum ada sehingga kenaikan pengeluaran subsidi dapat dikompensasikan dengan kenaikan penerimaan minyak sebagai akibat kenaikan harga minyak.5

Salah satu alasan pemerintah menaikan harga BBM adalah karena naiknya harga minyak mentah di pasaran dunia. Pada tahun 2005 harga minyak dunia sempat menembus angka 60 dollar lebih per barrel. Hal itu di sebabkan permintaan pada triwulan pertana tahun 2005 yang masih tingggi yakni sekitar 81,4 juta barrel per hari atau meningkat sekitar 1,6 juta barrel per hari dibandingkan dengan triwulan pertama 2004. meskipun pada triwulan kedua atau antara bulan April sampai dengan Juni harga minyak mentah dunia kembali tertekan karena permintaan minyak mentah dunia yang akan menurun menjadi sekitar 83,0 juta barrel per hari (bph). Namun secara keseluruhan harga minyak mentah dunia pada tahun 2005 diperkirakan akan masih tetap tinggi yakni berkisar antara 45-55 dollar AS per barrelnya. Hal itu disebabkan selama tahun 2005 tambahan minyak mentah dunia diperkirakan akan masih tetap tinggi ditengah ketatnya tambahan pasokan yang makin menurun.6

5

http://kolam.pasifik.net.id/ind/ 15/2004/12/15

6

(53)

40

1. Peraturan Presiden Dalam Menetapkan Harga BBM Tahun 2005

Kenaikan harga bahan bakar minyak yang dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi beban subsidi yang sangat memberatkan keuangan negara. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 55 tahun 2005 tentang harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri yang ditetapkan tahun lalu merupakan salah satu langkah yang diambil permerintah dalam hal kebijakan ekonomi guna meringankan keuangan negara yang semakin berat. Bila kita mengingat sepanjang tahun 2005 telah terjadi tiga kali kenaikan harga bahan bakar minyak dalam dua masa pemerintahan, yakni pemerintahan Megawati Soekarno Puteri dan Hamzah Haz, dan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla. Kenaikan harga bahan bakar minyak ini dipicu oleh berbagai macam faktor, antara lain: ekonomi; seperti melonjaknya harga minyak mentah dunia yang sempat menyentuh lebih dari 70 dollar amerika per barrel, dari segi politik, seperti konflik Timur Tengah yang kian memanasdan belum mereda sehingga mengganggu pasokan minyak mentah dunia ke berbagai negara konsumsi bahan bakar minyak, maupun faktor-faktor lain baik yang terkait langsung dengan pendistribusian minyak mentah ke seluruh dunia maupun yang tidak secara langsung terkait dengan hal tersebut.

(54)

41

ini diberikan pemerintah kepada rakyat. Hal itu dimaksudkan untuk meringankan beban keuangan negara yang semakin berat khususnya dalam penyediaan dan pengadaan bahan bakar minyak untuk konsumsi dalam negeri. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh pemerintah dalam bab menimbang yang tercantum dalam poin a, PP nomor 55 tahun 2005. Pemerintah beranggapan dengan menaikan harga bahan bakar minyak berarti mengurangi nilai subsidi yang selama ini ditanggung oleh pemerintah, sehingga diharapkan akan dapat meringankan beban keuangan yang semakin berat yang selama ini di tanggung pemerintah. Beban subsidi yang selama ini di tanggung pemerintah memang benar-benar sangat memberatkan keuangan negara karena harga minyak mentah dunia yang naik hingga 210 persen dalam hitungan bulan atau per tiga bulan diantara pertengahan dan akhir tahun 2005.

(55)

42

selama tahun 2005 tambahan permintaan minyak dunia diperkirakan masih tetap tinggi ditengah ketatnya tambahan pasokan. 7

Peraturan presiden nomor 55 tahun 2005 ini dirasakan oleh masyarakat semakin membebani biaya hidup mereka karena dalam pasal 2 ayat (1) PP. Momor 55 tahun 2005 disebutkan:

“harga jual eceran minyak tanah (kerosene) untuk rumah tangga dan usaha kecil di titik serah, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) untuk setiap liter ditetapkan Rp. 2000,00 (dua ribu rupiah).”8

Harga baru minyak tanah ini naik Rp. 700,00 (tujuh ratus rupiah) dari harga sebelumnya yakni Rp. 1300,00 (seribu tiga ratus rupiah) atau naik sekitar 15 persen dari harga sebelumnya. Minyak tanah nerupakan suatu masalah yang memang harus dibahas secara rasional. Masalah ini memang sensitif karena menyangkut kehidupan masyarakat luas. Subsidi BBM menjadi meningkat sangat tajam karena kenaikan harga minyak mentah dunia. Di antara jenis BBM yang terbesar subsidi per satuan isi adalah minyak tanah. Kita belum memiliki data akurat yang terakhir tentang segmen pemakai minyak tanah, terutama di kota besar dan di desa, apakah itu untuk memasak dan penerangan atau untuk runah tangga dan industeri. Minyak tanah dikonsumsi luas di masyarakat bawah dengan pengetahuan yang rendah mengenai jenis dan perilaku energi, sehingga

7

Harga Minyak Dunia Dan Kemelut Harga BBM, Kompas, Jakarta, 26 Februari 2005

8

(56)

43

sulit mengharapkan sulit mengharapkan masyarakat mampu untuk memiliki energi secara tepat, efisien, dan rasional dalam penggunaannya. Namun demikian, sayangnya belum ada data penelitian seperti yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an. Yang jelas konsumsi minyak tanah 2003 sudah mencapai 16,7 juta kilo liter, dibandingkan dengan konsumsi tahun 1980 sebesar 7,8 juta kl, atau meningkat 214 persen.9

Sementara itu dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2005 di sebutkan :

”harga jual eceran bensin premium dan minyak solar (gas oil) untuk usaha kecil, transportasi dan pelayanan umum di titik serah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) untuk setiap liter ditetapkan sebagai berikut:

a. Bensin premium : Rp. 4500,00 (empat ribu lima ratus rupiah); b. Minyak Solar : Rp. 4300,00 (empat ribu tiga ratus rupiah)”10

9

Soal minyak tanah, Kompas, Jakarta, 29 Oktober 2004

10

(57)
[image:57.612.114.503.176.647.2]

44

Tabel 3.1

PERKEMBANGAN HARGA PRODUK BBM TAHUN 2005

TangalPertamax

Plus PertamaxPremium

M. Tanah M. Solar M. Diesel M. Bakar Pertamina Dex Keterangan

1.810 1.800 1.650 1.650 1.560 - Harga Eceran 3 Jan 4.200 4.000

2.100 2.200 2.100 2.050 1.600 - Harga Industri 1.810 1.800 1.650 1.650 1.560 - Harga Eceran 1 Feb 4.200 4.000

2.100 2.200 2.100 2.050 1.600 - Harga Industri 2.400 2.200 2.100 2.300 2.300 - Harga Eceran 1 Mar 4.200 4.000

2.870 2.790 2.700 2.660 2.300 - Harga Industri 2.400 2.200 2.100 2.300 2.160 - Harga Eceran 14 Mar 4.200 4.000

2.870 2.790 2.700 2.660 2.300 - Harga Industri 2.400 2.200 2.100 2.300 2.360 - Harga Eceran

Gambar

Tabel 3.1 Perkembangan harga produk BBM tahin 2005………………………….44
Gambar 3.3 Trend Produksi dan Impor Minyak dalam kurun waktu
Gambar 3.1 Belanja pemerintah Pusat 2004 (Realisasi)
Tabel 3.1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dampak dismenore menimbulkan rasa yang tidak nyaman, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan, dapat

Bagaimana pentingnya peran perpustakaan sekolah juga dapat disimak dari pernyataaan seorang mantan anggota komisi pendidikan di Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa apa

Fiqri Amirul Mu'Min L Non Bidikmisi... Sri

Klien mengungkapkan secara verbal tentang informasi yang tepat untuk perawatan nifas dan  perawatan bayi. Klien tampak tertarik dengan

Bagan 1 Tahap Tahap Perumusan Kerjasama Sister CitySumber: (Sister Cities, 2019)Prinsip-prinsip tersebut diantaranya: (1) Similarities (adanya kesamaan bersama); (2)

Dalam penelitian yang penulis lakukan, data yang dipergunakan merupakan data primer yang ditunjang dengan data sekunder, dimana data yang dikumpulkan untuk penelitian tersebut

Program kegiatan yang lain seperti terapi komplementer dan relaksasi progresif belum pernah dilakukan, padahal terapi tersebut terbukti ilmiah dan sudah banyak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness