• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertanian

Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan darat dan perikanan laut). Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian.

Kerisauan umat manusia mengenai ketersediaan bahan pangan dan ledakan jumlah penduduk dunia serta ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas melahirkan ajaran Malthusianisme dan Neomalthusianisme serta tumbuhnya kesadaran pada pelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam sehingga melahirkan pemikiran baru pembangunan berwawasan lingkungan dan konsep pembangunan berkelanjutan (Herry, 2006).

Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat tiga alasan mengapa pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu: sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian nasional

12

masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua, agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki peran vital yang mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

2.2. Usahatani

Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan tertentu, dalam hubungannya antara manusia dengan lahan yang disertai pertimbangan tertentu. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia dalam melakukan pertanian disebut ilmu usahatani (Suratiyah, 2006).

Menurut Mubyarto (1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil panen (penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama,

13

maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi karena produktivitas ekonominya lebih besar.

2.2.1. Usahatani Semi Organik

Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Akhir-akhir ini isu pertanian organik mencuat ke permukaan. Sebagian orang mendukung gagasan pengembangan pertanian organik dan sebagian lainnya tidak setuju, masing-masing dengan argumentasi yang sama-sama rasional. Argumentasi kelompok pro pertanian organik bertitik tolak dari keprihatinannya terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian dan kesejahteraan petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra bertitik tolak dari kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara menyeluruh2.

Menurut Sutanto (2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran

2

14

pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi.

Menurut Salikin (2003), sistem pertanian berkelanjutan dilakasanakan dengan beberapa model sistem, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), prinsipnya yaitu bahwa hasil produksi yang keluar dari sistem harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan kedalam sistem tersebut. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab penggunaan input luar masih diperkenankan dan masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan eksternal, misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP.

Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).

2.2.2. Usahatani Anorganik

Schaller (1993) dalam Winangun (2005), memberikan penjelasan mengenai beberapa dampak negatif dari sistem pertanian anorganik yaitu sebagai berikut:

15

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu dan kesehatan pangan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan.

5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna lainnya. 6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7. Peningkatan daya produktivitas lahan erosi, pemadatan lahan dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumberdaya alam tidak terbaruhi. 9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan

pertanian.

Dokumen terkait