PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF FARID ESACK
A. Pengertian Pluralisme Agama
Jika dilihat dari segi bahasa, pluralisme terdiri dari dua kata, plural dan
isme. Plural yang menyatakan jamak, lebih dari satu atau dua,166 sedangkan isme
yang menyatakan paham atau sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, ekonomi, yang biasa dipakai sebagai akhiran dan dapat dilambangkan pada setiap kata atau agama.167 Oleh karena itu, jika kata tersebut dilambangan pada agama, maka kata tersebut berarti paham tentang kemajemukan agama.
Dalam kamus ilmiah populer, plural adalah bentuk jamak yang berarti banyak, yang menyatakan, bahwa realitas terdiri dari banyak substansi.168
Selanjutnya dalam kamus filsafat, pluralisme adalah pluralism, dalam bahasa Inggris, sedangkan dalam bahasa Latinnya adalah pluralis. Keduanya menyatakan arti jamak.169
Dalam kamus tersebut ditulis terdapat tiga ciri keyakinan-keyakinan yang menyatakan pengertian pluralism. Di antaranya adalah pertama, yang menyatakan bahwa realitas fundamental bersifat jamak, kebalikan dari dualisme dan monisme.170 Ciri yang kedua, adalah menyatakan bahwa ada banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat diredusir dan pada dirinya independen. Ciri yang terakhir adalah menyatakan bahwa alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan atau
166
J. S Badudu, Kata-Kata#Serapan Asing Dalam B. Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003),
h. 279.
167
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P & K), Kamus
Besar Bahasa #Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 340.
168
Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h. 505.
169
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 853.
170
Dualisme menyatakan, bahwa realitas fundamental ada dua, sedangkan monisme
kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional fundamental.171
Jika merujuk pada tiga ciri tersebut, maka pengertian pluralisme agama, dapat disimpulkan sebagai upaya membenarkan keragaman dengan menegaskan, bahwa semua kebenaran bersifat relatif dan menganggap semua keyakinan religius dalam pengertian relatifisme murni sebagai pendapat-pendapat pribadi yang semuanya mempunyai nilai yang sama karena pada dasarnya pluralisme agama mempunyai ciri, sebagaimana yang terdapat pada ciri dasar pluralisme, yakni beragam, independen dan tidak tertentukan dalam bentuk. 172
Dalam bukunya, Siswanto mengatakan, bahwa dalam metafisika pluralisme menerima prinsip azali banyak. Prinsip azali adalah prinsip yang memberikan makna dan hukum kenyataan yang sesungguhya yang berada di belakang gejala-gejala, bisa yang material, yang hidup, yang rohani dan yang ilahi, maka pluralisme azali yang ilahi adalah prinsip yang memberikan makna dan hukum kenyataan yang sesungguhnya yang berada di belakang gejala-gejala yang memberikan watak kenyataan yang sama pada semua kenyataan yang ada. Sebagai contoh dalam pandangan Yunani, mereka menyatakan bahwa dalam hukum kosmos segala sesuatu mendapat tempat yang sesuai.173
Adapun paham pluralisme agama tersebut hadir, menurut Abd Al-Ghaffar karena kenyataan yang menggambarkan bahwa agama-agama di dunia ini banyak (plural), yang kemudian menimbulkan pertanyaan bagi para penganutnya 171
Bagus, Kamus Filsafat, h. 853-855.
172
Lebih jauh lihat dalam Bagus, yang menyatakan tipe-tipe pluralisme. Ia membaginya dalam enam tipe. Dua di antaranya adalah yang membicarakan pluralisme dalam bidang sosial
dan filosofis. Bagus, Kamus Filsafat, h. 855.
173
Joko Siswanto, Sistem-Sistem#Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida
mengenai kedudukan agama-agama lain yang berada diluar agama yang dianutnya.174
Jalaludin Rakhmat, membahas permasalahan tersebut ke dalam dua bahasan yakni membicarakan tentang keselamatan dan kebenarannya. Apakah kedudukan agama-agama yang berada di luar agama yang dianutnya adalah benar dan akan mendapat keselamatan, atau hanya agama yang dianutnya saja yang benar dan akan mendapat keselamatan,175 dan paham pluralisme agama bagi Rakhmat, adalah paham yang memandang bahwa semua agama akan memperoleh keselamatan, dan ia tidak sependapat kepada orang yang berfikir bahwa pluralisme membuat orang boleh pindah-pindah agama karena pandangan tersebut akan membawa ke arah sinkretisme, yaitu pandangan yang mencampurkan semua agama sekaligus karena semuanya dianggap memberi jalan keselamatan,176 sedangkan Hans Kung177 membaginya ke dalam empat bagian. Pertama, tidak ada satu pun agama yang benar atau semua agama sama-sama tidak benar. Kedua, hanya ada satu agama yang benar atau semua agama lainnya tidak benar. Ketiga
hanya ada satu agama yang benar, dalam arti semua agama lainnya mengambil bagian dalam kebenaran agama yang satu itu.178 Terakhir, setiap agama adalah benar, semua agama sama-sama benar.179
174
Purwanto Abd Al-Ghaffar, Tuhan yang Menentramkan, Bukan yang Menggelisahkan:
Studi# Banding Tauhid dan Trinitas (Jakarta: Serambi, 2006), h. 25.
175
Jalaluddin Rakhmat, “Menundukkan Makna Pluralisme Agama,” Buletin Kebebasan
V, no. 3 (Mei 2007), h. 19-21.
176
Rakhmat, “Menundukan Makna Pluralisme Agama,” h. 21. #
177
Hans Kung adalah guru besar teologi fundamental di University of Tubingen. Dalam
Konsili Vatikan kedua, ia ditunjuk oleh Paus XXIII menjadi penasehat resmi. Fazlur Rahman,
dkk., Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.
269-270.
178
Menurutnya sikap ini termasuk pada kesombongan tersembunyi karena menganggap orang lain sebagai kristen anonim, menganggap diri super. ST. Sunardi mendefinisikan sikap
Sikap yang ditujukan oleh penganut paham pluralis tersebut biasanya dalam memandang agama-agama lain sangat toleran karena bagi mereka, agama- agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama, walaupun berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran agama yang sah, atau setiap agama menyatakan, bahwa ekspresi agama lain merupakan
bagian penting sebuah kebenaran.180 Adapun dalam jurnalnya, Hamid Fahmi Zarkasi menjelaskan, bahwa
terdapat dua paham pluralisme agama yakni pluralisme teologi global dan religius filosofis. Pendekatan yang digunakan oleh kedua aliran ini berbeda, yang pertama menggunakan pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua menggunakan pendekatan religiousfilosofis.181
Paham pluralisme teologi global menawarkan konsep dunia yang tanpa batas geografis kultural, ideologis, teologis, kepercayaan dan lain-lain; semua akan melebur menjadi satu. Menurut paham ini, agama-agama yang ada di dunia akan berevolusi dan kelak akan saling mendekat, yang pada akhirnya akan melebur jadi satu dan tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan yang lainnya, sedangkan paham pluralisme religius filosofis, adalah paham yang membela eksistensi agama-agama. Bagi paham ini, agama-agama tidak bisa diubah dan dilebur begitu saja karena di dalam setiap agama terdapat tradisi- tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap
semua agama lainnya mengambil bagian dari kebenaran agama yang satu itu. Abdurrahman
Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta: Interfidei, 1994), h. 63.#
179
Abdurrahman Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta:
Interfidei, 1994), h. 63.#
180
Nurcholish Madjid, “Dialog Antara Ahli Kitab (Ahl Al-kitab) Sebuah Pengantar,”
dalam George B. Grose dan Benjamin J. Hubbard, ed., Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah Dialog.
Penerjemah Santi Indra Astuti (Bandung: Mizan, 1998), h. xix.
181
Hamid Fahmi Zarkasi, “Islam dan Paham Pluralisme Agama,” Majalah dan Pemikiran
salah satunya lebih superior dari yang lainnya karena menurut paham ini, agama- agama adalah seperti jalan-jalan yang mengantarkan manusia pemeluknya ke puncak yang sama. Semua agama adalah sama dan benar. Dengan caranya masing-masing, agama-agama itu akan menyampaikan manusia pemeluknya kepada satu surga yang sama.182 Selanjutnya, konsep pluralisme religius filosofis
disebut konsep sophiaperrenis. Di antara tokoh-tokoh yang mewakili paham ini, adalah Titus Buckhart, Fricthof Schuon, Huston Smith dan Sayyed Hossein Nasr.183